PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang kondisi nyata yang terjadi adalah tidak adanya rencana
kerja yang dirangkai dengan baik dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan, maka
dibutuhkan adanya suatu kebijakan yang mengatur perilaku untuk mencapai sebuah
tujuan dan menciptakan tata nilai baru yang harus dilaksamakan oleh objeknya.
Kebijakan merupakan rencana kerja yang telah dirangkai dengan baik dan
dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan.
Istilah kebijakan juga mempunyai makna dan struktur yang berbeda dengan
hukum (law). Secara garis besar letak perbedaan antara kebijakan dan hukum terletak
pada siapa yang membuat dan ruang lingkupnya. Hukum hanya dibuat oleh
pemerintah sehingga ruang lingkupnya mencakup masyarakat luas dan bersifat baku.
Kebijakan dibuat oleh organisasi, perusahaan, atau pemerintah, namun ruang
lingkupnya hanya mencakup sasaran tertentu saja dan bisa berbeda antarwilayah.
1
kebijakan lingkup kesehatan serta kebijakan lingkup sumber daya
manusia kesehatan.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Administrasi Kebijakan Kesehatan mengenai Kebijakan dalam Bidang Kesehatan
serta untuk menambah wawasan mengenai berbagai unsur yang terdapat di dalamnya
1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai pengertian kebijakan
1.4.2 Menambah wawasan mengenai sifat dan ciri dari suatu kebijakan
1.4.3 Menambah wawasan mengenai jenis dan contoh dari suatu kebijakan di
bidang kesehatan
1.4.4 Mengetahui berbagai kebijakan dalam lingkup puskesmas
1.4.5 Mengetahui berbagai kebijakan dalam lingkup rumah sakit
1.4.6 Mengetahui berbagai kebijakan dalam lingkup kesehatan
1.4.7 Mengetahui berbagai kebijakan dalam lingkup sumber daya manusia
kesehatan
BAB II
2
PEMBAHASAN
3
selain itu yang juga penting dipertimbangkan adalah tatanan sosial (social
arrangement) masyarakat bagi konteks kebijakan tersebut.
Kebijakan memiliki beberapa sifat utama yang mendasari isi dan tujuannya,
yaitu:
1. Kebijakan bersifat regulatif (mengatur)
Kebijakan dapat membatasi sekelompok individu dan lembaga atau sebaliknya
memaksa melakukan suatu perilaku tertentu. Kebijakan regulasi akan berhasil
dijalankan jika perilaku mendukung terus menerus dipantau dan dimotivasi.
Contoh kebijakan yang bersifat regulatif dalam ruang lingkup kesehatan
diantaranya adalah UU Nomor 44 Tahun 2009. Beberapa pasal dalam UU
tersebut mengatur tentang syarat mendirikan rumah sakit baru.
2. Kebijakan bersifat protektif (melindungi)
Kebijakan bersifat protektif dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat
dengan mengatur hal yang diperbolehkan dan dilarang dilakukan oleh sektor
swasta, begitu juga sebaliknya. Semua aktivitas yang dapat merugikan serta
membahayakan masyakarat dalam berbagai bidang tidak akan diijinkan untuk
diterapkan oleh sektor swasta dan sebaliknya. Contoh kebijakan protektif dalam
lingkup kesehatan adalah UU Nomor 44 Tahun 2009 yang di dalamnya terdapat
pasal perlindungan terhadap pasien serta pegawai rumah sakit.
3. Kebijakan bersifat distibutif
Kebijakan distributif menyebarluaskan segala informasi, sumber daya, dan
aturan yang bersifat baru kepada pihak yang terkait. Kebijakan distributif dibuat
oleh pemerintah, bertujuan mendorong kegiatan di sektor publik dan swasta yang
membutuhkan intervensi. Intervensi bisa dalam bentuk subsidi, bantuan, atau
sejenisnya dimana kegiatan tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya campur
tangan pemerintah. Masalah dalam pembuatannya adalah anggapan antara
beberapa kebijakan distributif tidak berhubungan, padahal anggaran pemerintah
terbatas, sehingga pembuatan sebuah kebijakan distributif akan berimplikasi
pada hilangnya yang lain.
4. Kebijakan bersifat re-distributif
4
Kebijakan re-distributif berasal dari kebijakan distributif sebelumnya yang telah
mengalami pembenaran dan perubahan. Kebijakan re-distributif merupakan
kebijakan yang dibuat untuk dapat meredistribusikan kekayaan, hak
kepemilikan, dan berbagai nilai lain diantara berbagai tingkat sosial masyarakat.
Tujuan kebijakan re-distributif adalah untuk mencegah ketimpangan sosial
ekonomi yang semakin lebar pada masyarakat.
5
Tujuan utamanya adalah memberikan dan menyampaikan informasi serta
berfungsi sebagai pedoman spesifik.
f. Pengaruh (influence)
Tujuan utamanya adalah mempengaruhi dan mendorong terjadinya perubahan
serta membantu proses perubahan pada pihak tertentu.
2. Kebijakan harus melibatkan partisipasi dan aspirasi masyarakat
Partisipasi diartikan sebagai proses keterlibatan dalam pengambilan keputusan,
perumusan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan. Dengan
partisipasi masyarakat, diharapkan kebijakan atau peraturan yang disusun akan
lebih sesuai dengan kenyataan dan memenuhi setiap harapan. Masyarakat juga
cenderung lebih patuh pada kebijakan yang penyusunannya melibatkan mereka
secara aktif.
3. Kebijakan terstruktur dan tersusun menurut hukum dan Undang-Undang
Semua tindakan atau kebijakan dari pemerintah atau organisasi privat harus
dilandasi oleh hukum dan undang-undang yang berlaku. Setiap pembuatan
kebijakan tidak boleh melanggar hukum dan undang-undang yang telah ada.
Dengan kata lain, kebijakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan hukum
dan undang-undang yang berlaku.
4. Kebijakan akan menghasilkan dampak (outcome)
Setiap proses pembuatan kebijakan harus mengkaji terlebih dahulu apakah akan
memberikan dampak yang baik atau buruk bagi masyarakat. Suatu kebijakan
yang dibuat tidak boleh bertentangan apalagi sampai merugikan masyarakat.
Jenis kebijakan berdasarkan pengaruh atau dampak yang ingin ditimbulkannya
meliputi:
a. Kebijakan eksplisit (explicit policy)
Kebijakan eksplisit adalah kebijakan yang ditujukan untuk memberikan
dampak secara langsung pada obyek sasaran kebijakan.
b. Kebijakan implisit (implicit policy)
Kebijakan implisit adalah kebijakan yang ditujukan untuk memberikan
dampak secara tidak langsung pada obyek sasaran kebijakan.
6
Kebijakan dalam bidang kesehatan adalah salah satu bentuk kebijakan publik.
Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh pemegang otorits publik, mereka
yang memegang mandat dari publik atau orang banyak melalui suatu proses
pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat, dalam hal ini adalah pemerintah.
Kebijakan publik ini adalah bentuk intervensi pemerintah dalam pemanfataan
strategis sumber daya dan pemecahan masalah - masalah publik, sebagai proses
managerial rangkaian kerja pejabat publik dalam membuat dan menerapkan sebuah
kebijakan, sehingga kebijakan publik ini berfungsi sebagai proses pengambilan
keputusan (Decision making) menyangkut yang dilakukan maupun yang tidak
dilakukan pemerintah dalam kekuasaannya dan penangannan masalah - masalah
publik.
Jenis kebijakan dalam bidang kesehatan pada dasarnya sama dengan jenis
kebijakan publik yang mendasar. Jenis kebijakan ini terdiri dari 3 jenis, yaitu :
1. Good Policy/Good Politics
Kebijakan publik dibuat oleh pembuat kebijakan publik yang akan membuat
suatu penyelesaian terhadap suatu masalah tertentu yang bersifat publik pula.
Pada kategori jenis ini suatu kebijakan yang dihasilkan harus dipercaya oleh
semua anggota kelompok bahwa kebijakan tersebutakan menghasilkan hasil
yang bagus dang sangat sesuai (Good Policy). Disamping dipercaya, tidak akan
muncul kritikan - kritikan, komentar negatif, dan lain sebagainya yang kontra
tentang kebijakan tersebut.
2. Good Policy/Bad Politics
Pada kategori jenis ini tidak semua anggota pembuat kebijakan percaya pada
kebijakan tersebut, artinya ada sebagian kecil anggota pembuat kebijakan yang
tidak menyetujui bahwa kebijakan tersebut akan berjalan dengan baik dan
sesuai. sehingga akibatnya akan muncul beberapa kritikan dan pendapat negatif
tentang kebijakan tersebut.
3. Bad Policy/Good Politics
Kebijakan pada jenis ini yang terjadi adalah kebijakan yang dihasilkan tidak
dipercaya oleh seluruh anggota pembuat kebijakan publik akan membawa hasil
yang baik, namun tidak ada kritikan atau komentar negatif yang muncul akibat
7
kebijakan tersebut jadi dapat dikatakan bahwa kebijakan tersebut masih dalam
situasi good politics.
8
Berdasarkan hal ini dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Kebijakan Makro
Kebijakan makro adalah kebijakan yang mencakup kebijakan secara
keseluruhan sebagai jaringan keputusan. Kebijakan makro juga merupakan
kebijakan yang dapat mempengaruhi seluruh negara (nasional). Kebijakan
makro saling berhubungan untuk membentuk suatu strategi atau tujuan
tertentu. Contoh kebijakan makro adalah Undang-Undang RI Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Kebijakan Meso
Kebijakan meso merupakan kebijakan yang mencakup semua masalah
kesehatan pada tingkat regional. Kebijakan meso ini berfokus pada
kebijakan tertentu atau pada daerah. Contohnya adalah Kepmenkes RI
Nomor 971/Menkes/SK/XI/2009 tentang Kualifikasi dan Standar
Kompetensi Pejabat Struktural Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas,
dan UPT/UPTD.
c. Kebijakan Mikro
Kebijakan mikro merupakan kebijakan yang mencakup pada satu organisasi
atau instansi tertentu. Kebijakan mikro biasanya mencakup aturan yang
ditetapkan oleh perusahaan, komunitas, dan organisasi tertentu. Kebijakan
mikro yang berlaku di suatu organisasi atau komunitas tertentu biasanya
tidak berpengaruh pada pihak lain di luar organisasi. Contoh dari kebijakan
mikro adalah Kebijakan Rumah Sakit dan Keputusan Bupati.
2.5 Contoh Kebijakan di Bidang Kesehatan
1. Peraturan Menteri Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan No.1231/MENKES/PER/XI/2007 tentang
Penugasan Khusus Sumber Daya Manusia Kesehatan
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI
Keputusan Menteri Kesehatan No.1235/MENKES/SK/XII/2007 tentang
Pemberian Insentif bagi SDMK yang Melaksanakan Penugasan Khusus
3. Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak
a. Kepmenkes RI 450/MENKES/SK/IV/20)04 tentang pemberian ASI secara
eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak lahir sampai usia 6 bulan dan
dianjurkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan
tambahan yang sesuai dan semua tenaga kesehatan yang bekerja disarana
9
kesehatan agar menginformasikan kepada semua ibu melahirkan agar
memberikan ASI eksklusif dengan mengacu pada 10 langkah keberhasilan
menyusui.
b. Rekomendasi tentang pemberian makan bayi pada situasi darurat.
1) Pernyataan bersama WHO, UNICEF dan IDAI,2005
2) Pedoman pemberian makanan pada bayi dan anak pada situasi darurat
bagi petuga kesehatan, Depkes 2007
3) Peraturan bersama Menteri Neara Pemberdayaan Wanita, Menteri
tenaga kerja dan transmigrasi dan Mneteri Kesehatan tentnag
pemberian ASI selama waktukerja di tempat kerja, 2008
4. Kebijakan Pembiayaan Kesehatan
Pasal 5 ayat 3 di dalam Undang - Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional yang mengatur BPJS. Saat ini sedang disusun rancangan
UU BPJS
5. Kebijakan Pengendalian Tembakau
Telah dibuat kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk tempat umum di
berbagai daerah. untuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang
Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan masih
menjadi pro dan kontrak hingga saat ini.
6. Kebijakan Insentif Pajak
UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009pasal 30 huruf (h) terdapat kesempatan
untuk Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit publik untuk menerima
fasilitas intensif pajak.
2.6 Berbagai Kebijakan Lingkup Puskesmas
2.6.1 Pengertian Puskesmas
Pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten
atau kota, bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu
wilayah kerja (Departemen Kesehatan RI, 2004). Sebagai unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten atau kota, Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari
tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota. Puskesmas juga
merupakan unit pelaksana tingkat pertama, sebagai ujung tombak pembangunan
kesehatan di Indonesia. Ada tiga fungsi utama yang diemban Puskesmas dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan dasar (PKD) kepada seluruh target sasaran
masyarakat di wilayah kerjanya, yaitu:
10
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
a. Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya
agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.
b. Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan
setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga, dan
masyarakat:
a. Memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat.
b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaan.
c. Ikut menetapkan, menyelenggarakan, dan memantau pelaksanaan program
kesehatan.
d. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
e. Merangsang masyarakat, termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan
dalam rangka menolong dirinya sendiri.
f. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali
dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (continue) yang mencakup:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah kabupaten atau kota adalah dinas kesehatan kabupaten atau
kota. Puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian dari upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota sesuai dengan
kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu
kecamatan, tetapi dapat pula terdapat lebih dari satu Puskesmas. Tanggung jawab
wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dan setiap Puskesmas tersebut secara
operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten atau
kota.
11
Menurut Sistem Pemerintah Daerah, kedudukan Puskesmas adalah sebagai
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang merupakan unit
struktural pemerintah daerah (Pemda) kabupaten atau kota. Puskesmas memiliki tiga
konsep, antara lain sistem, proses, dan output. Sistem meliputi fisik, perbekalan,
pembiayaan, dan metode, sedangkan proses mencakup program atau upaya yang
terdiri dari jenis dan kualitas, peran serta masyarakat, dan rujukan. Konsep
selanjutnya yaitu output yang meliputi jangkuan program dan kepuasaan pelanggan.
12
Landasan SKN meliputi:
13
4. Kepemimpinan
14
bertanggung jawab, adil merata, nondiskriminatif, dan terjangkau. Upaya
kesehatan juga harus menggunakan teknologi tepat guna dan dapat bekerja
dalam tim secara cepat dan tepat.
Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan terdapat berbagai macam upaya
yang harus dilakukan pemerintah. Upaya yang dimaksud terbagi menjadi tiga,
yaitu upaya kesehatan primer, sekunder, dan tersier. Upaya pelayanan kesehatan
primer terbagi lagi menjadi dua, yaitu upaya pelayanan kesehatan perorangan
primer dan upaya pelayanan kesehatan masyarakat primer.
Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan pada pelayanan
pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan.
Pelayanan kesehatan perorangan juga termasuk pemberian pelayanan kebugaran
dan gaya hidup sehat (healthy life style). Pelayanan kesehatan masyarakat
primer lebih menekankan pada keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan kesehatan
spesialistik yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan
primer. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder meliputi rujukan kasus,
spesimen, dan ilmu pengetahuan. Pelayanan kesehatan sekunder wajib merujuk
kembali ke fasilitas kesehatan yang merujuk.
Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari
pelayanan kesehatan masyarakat primer. Pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber
daya manusia kesehatan. Dalam menjalankan tugas, pelayanan kesehatan
perorangan sekunder didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat tersier.
Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan sub-spesialistik dari
pelayanan kesehatan di bawahnya dan wajib merujuk kembali ke fasilitas
kesehatan yang merujuk. Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima
rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat sekunder. Pelayanan
kesehatan masyarakat tersier memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana,
teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional.
15
Pembinaan upaya kesehatan untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan harus
didukung dengan standar pelayanan kesehatan yang yang baik. Sementara
pengawasan upaya kesehatan ditujukan untuk menjamin konsistensi
penyelenggaraan upaya kesehatan. Pengawasan dilakukan secara intensif, baik
internal maupun eksternal serta dapat melibatkan masyarakat dan swasta.
Pengembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang
memadai ditujukan untuk meningkatkan mutu upaya kesehatan. Pengembangan
dan pemanfaatan Iptek harus sesuai dengan perkembangan dan keperluannya
dalam bidang kesehatan. Pengembangan dan pemanfaatan Iptek perlu diperluas
untuk mendukung pembangunan kesehatan secara keseluruhan.
16
pemberdayaan kesehatan yang akan dilakukan. Selain itu terdapat prinsip
efisien dan efektif serta prinsip adil dan transparan dalam pelaksanaanya. Dalam
hal penyelenggaraan pembayaran kesehatan terdapat beberapa agenda yang
harus dilakukan yaitu penggalian dana, pengalokasian dana, dan pembelanjaan.
17
Keputusan ini juga mengingat beberapa hal:
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara 3495);
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara 3839);
3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara 3848);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4095);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas
Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4106);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
Inti dari aturan tersebut menjelaskan tentang fungsi Puskesmas yang sangat
penting dalam pelayanan kesehatan di masyarakat. Puskesmas merupakan ujung
18
tombak pelayanan kesehatan, mempunyai peran yang signifikan dengan konsep
pemantauan wilayahnya. Konsep tersebut dilakukan sebagai upaya mencegah dan
mengobati angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
Konsep Puskesmas yang selama ini dianut telah mengalami perubahan yang
cukup mendasar. Untuk keberhasilan penerapan kebijakan baru Puskesmas ini,
terutama pada aspek penyelenggaraannya, pemahaman berbagai standar dan pedoman
yang dimaksud perlu diupayakan. Kebijakan dasar Puskesmas beserta berbagai
standar dan pedomannya ini merupakan acuan utama bagi provinsi dan kabupaten
atau kota dalam mengembangkan kebijakan operasional setempat.
Desa siaga adalah sebuah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan untuk mencegah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan (bencana
dan kegawatdaruratan kesehatan) secara mandiri (Kepmenkes RI Nomor
564/Menkes/SK/VIII/2006). Masalah-masalah kesehatan seperti tingginya angka
kematian ibu, munculnya kembali kasus lama seperti TB paru, merebaknya
HIV/AIDS, flu burung, masalah diare dan gizi buruk pada balita maka pemerintah
mengambil kebijakan yaitu program desa siaga. Program tersebut tidak hanya untuk
menangani masalah kesehatan tetapi juga membantu desa agar mandiri dalam
menghadapi hal-hal di luar kesehatan sepeti bencana alam, masalah pekerjaan,
sumber daya dan potensi desa tersebut. Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga
apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah pos kesehatan desa
(PKD atau Poskesdes). Tujuan desa siaga, yaitu:
1. Tujuan Umum
Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap
berbagai masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) di
desanya.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan dan melaksanakan perilaku hidup bersih.
19
b. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan.
c. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap
resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana,
wabah penyakit, dan sebagainya).
d. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
Suatu desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi kriteria berikut
(Depkes, 2006) :
1. Memiliki 1 orang tenaga bidan yang menetap di desa tersebut dan sekurang-
kurangnya 2 orang kader desa.
2. Memiliki minimal 1 bangunan pos kesehatan desa (poskesdes) beserta peralatan
dan perlengkapannya. Poskesdes tersebut dikembangkan oleh masyarakat yang
dikenal dengan istilah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM)
yang melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal :
a. Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi
kejadian luar biasa serta faktor-faktor risikonya.
b. Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi KLB serta
kekurangan gizi.
c. Kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan
d. Pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan kompetensinya
20
Kebijakan desa siaga merupakan kebijakan manajerial karena kebijakan ini
diturunkan dari menteri kesehatan sebagai upaya pembangunan kesehatan. Desa siaga
juga memberikan pelatihan masyarakat agar mandiri dalam lingkungannnya masing-
masing dalam menangani berbagai masalah kesehatan masyarakat. Dalam penerapan
kebijakan desa siaga, terdapat pusat pelayanan kesehatan berupa Puskesmas,
Poskesdes, dan Polindes. Ketiga hal itu mempunyai beberapa perbedaan, yaitu:
21
bertempat tinggal di kesehatan bagi pertolongan
wilayah kerja Puskesmas masyarakat dan
agar terwujud derajat desa. penanganan
kesehatan yang setinggi- pada kasus
tingginya. gagal.
22
nasehat selama masa hamil, persalinan, dan masa nifas. Bidan juga memimpin
persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru
lahir dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,
deteksi komplikasi, akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawat daruratan.
1. Kewenangan normal:
a. Pelayanan kesehatan ibu
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Kewenangan dalam menjalankan program pemerintah
3. Kewenangan bidan menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter
23
2. Menurut Undang Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
3. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
340/MENKES/PER/III/2010
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
4. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit
serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan.
24
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan rumah sakit.
25
perlu diperhatikan, dipertimbangkan, dan diperhitungkan dengan baik agar tidak
menimbulkan kerugian baik kepada manusia maupun kepada lingkungan hidup
sekitarnya. Untuk itu, masyarakat harus tunduk dan patuh pada ketentuan pendirian
dan penyelenggaraan rumah sakit yang diatur oleh Pemerintah. Dengan demikian
untuk melakukan kegiatan pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit harus
mengikuti prosedur perizinan yang ditetapkan pemerintah.
26
Master plan adalah strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya 10
tahun kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal. Strategi
tersebut meliputi identifikasi proyek perencanaan, demografis, tren masa depan,
fasilitas yang ada, modal dan pembiayaan.
3. Status Kepemilikan.
27
perbuatan yang melanggar hukum. Adapun persyaratan utama penamaan rumah
sakit, yaitu:
a. Harus menggunakan bahasa Indonesia.
b. Tidak boleh menambahkan kata internasional, kelas dunia, world
class, global atau kata lain yang dapat menimbulkan penafsiran yang
menyesatkan bagi masyarakat. Pernyataan pada poin (2) tidak berlaku
apabila rumah sakit tersebut memang telah terakreditasi secara internasional
oleh lembaga internasional.
7. Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB), dan Surat
Izin Tempat Usaha (SITU). Pendirian rumah sakit harus memiliki izin undang-
undang gangguan (HO), IMB, IPB, dan SITU yang dikeluarkan oleh instansi
berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.
28
Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit.
2) Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau
satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat.
1) Rumah Sakit Publik
Rumah sakit publik dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah
(Pemda), dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola pemerintah dan Pemda diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan BLU atau BLU Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Rumah Sakit Privat
Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2. Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit (UU Nomor 44
Tahun 2009).
a. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
1) Rumah Sakit umum kelas A
2) Rumah Sakit umum kelas B
3) Rumah Sakit umum kelas C
4) Rumah Sakit umum kelas D
Tabel 2.7.6. : Perbedaan Fasilitas dan Kemampuan Medik Rumah Sakit Umum
Fasilitas Kelas Kelas Kelas Kelas
A B C D
1. Pelayanan Medik 4 4 4 2
Spesialis Dasar
29
2. Pelayanan Spesialis 5 4 4 -
Penunjang Medik
3. Pelayanan Medik 12 8 - -
Spesialis Lain
4. Pelayanan Medik Sub 13 2 - -
Spesialis
30
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada
masyarakat.
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit.
c. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin.
d. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional.
e. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.
2. Hak Rumah Sakit
Setiap rumah sakit memiliki hak sesuai dengan UU nomor 44 tahun tahun 2009,
yaitu:
a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai
dengan klasifikasi rumah sakit.
b. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan
pelayanan.
c. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
d. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit.
e. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan.
3. Kewajiban Pasien
Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pelayanan Medik No.
YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien,
Dokter, dan Rumah Sakit, beberapa kewajiban pasien yaitu:
a. Menaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit.
b. Mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam pengobatannya.
c. Memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang penyakit yang
diderita kepada dokter yang merawat.
31
d. Melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit.
e. Memenuhi berbagai hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah
dibuatnya.
Kesehatan memiliki arti yang sangat luas, tidak hanya meliputi kesehatan fisik
tapi juga kesehaatan psikis dan sosial. Kebijakan di lingkup kesehatan juga memiliki
cakupan yang sangat luas. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai undang-undang
yang berkaitan dengan masalah kesehatan, salah satunya adalah UU No. 36 tahun
2009 tentang Kesehatan.
32
Undang-undang ini memuat beberapa peraturan yang secara langsung
mempengaruhi pengambilan kebijakan di bidang kesehatan. Kesehatan merupakan
hak asasi manusia yang harus diwujudkan sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kegiatan dalam
upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan.
Dalam undang-undang ini terdapat beberapa pokok masalah utama yang akan
dibahas. Pertama, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,
perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta fasilitas pelayanan
kesehatan dan teknologi kesehatan. Semua itu digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
33
pengendalian penyakit. Dapat juga sebagai pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat.
Pelayanan kesehatan rehabilitatif mengusahakan bekas penderita dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan atau perawatan
dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan. Pelayanan
kesehatan ini dilakukan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam penggunaannya harus diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang
dapat menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, serta mendapatkan
informasi dan edukasi tentang kesehatan. Setiap orang juga berkewajiban ikut
mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Pelayanan kesehatan tersebut meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan
kesehatan.
34
pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Ketentuan mengenai
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga
kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
35
1. pelayanan kesehatan
2. pelayanan kesehatan tradisional
2. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
3. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
4. kesehatan reproduksi
5. keluarga berencana
6. kesehatan sekolah
7. kesehatan olahraga
8. pelayanan kesehatan pada bencana
9. pelayanan darah
10. kesehatan gigi dan mulut
11. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
12. kesehatan mata
13. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
14. pengamanan makanan dan minuman
15. pengamanan zat adiktif
16. bedah mayat
36
971/Menkes/Per/XI/2009). Kualifikasi dan standar kompetensi pejabat struktural
Dinkes, RS, Puskesmas, dan UPT/UPTD diatur dalam Permenkes RI Nomor
971/Menkes/Per/XI/2009. Permenkes RI Nomor 971/Menkes/Per/XI/2009
merupakan salah satu kebijakan yang bersifat manajerial karena dikeluarkan oleh
menteri kesehatan.
Pengangkatan pegawai ke dalam suatu jabatan struktural kesehatan dilakukan
setelah memenuhi persyaratan kualifikasi serta standar kompetensi jabatan yang akan
dipangkunya. Pengangkatan tersebut dilakukan melalui serangkaian proses rekrutmen
dan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan. Standar kompetensi jabatan
sebagaimana dimaksud meliputi kompetensi dasar, kompetensi bidang, dan
kompetensi khusus.
Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh pejabat struktural meliputi
integritas, kepemimpinan, perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, kerjasama,
dan fleksibel. Kompetensi bidang meliputi orientasi pada pelayanan dan kualitas,
berpikir analitis dan konseptual, inovasi, serta keahlian tehnikal, manajerial, dan
profesional. Kompetensi khusus yang harus dimiliki oleh pejabat struktural meliputi
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman jabatan. Kompetensi pejabat struktural
kesehatan yang diatur dalam peraturan ini adalah kompetensi khusus.
1. Kompetensi Pejabat Struktural Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten, atau Kota
Kompetensi pejabat struktural dinas kesehatan provinsi, kabupaten, atau kota
diatur dalam pasal 19 sampai pasal 21. Pasal tersebut berisi persyaratan latar
belakang pendidikan minimal, kewajiban mengikuti pelatihan, dan persyaratan
tambahan lain. Pejabat struktural dinas kesehatan provinsi, kabupaten, atau kota
meliputi kepala, sekretaris, kepala bidang atau bagian, dan kepala seksi atau
kepala subbagian. Seorang sarjana kesehatan masyarakat dapat menduduki posisi
sebagai kepala bagian dan subbagian dinas kesehatan.
37
Posisi Pendidik Pelatihan Tambahan
an
Kepala Sarjana Kepemimpinan, Diutamakan yang
Strata 2 di rencana memiliki
Sekretaris
bidang strategis, sistem pengalaman jabatan
Kesehatan manajemen paling singkat tiga
Masyarak informasi tahun sebagai kepala
at kesehatan, bidang di dinas
pengembangan kesehatan provinsi,
komunitas, kabupaten, maupun
surveilans, kota, atau kepala
epidemiologi, dinas kesehatan di
manajemen provinsi, kabupaten,
bencana, Early atau kota lainnya
Warning
Outbreak
Recognition
System
Kepala Paling Mengikuti _
Bagian sedikit pelatihan sesuai
sarjana bidang tugasnya
Kepala
kesehatan
Seksi
38
sebelum atau paling lama satu tahun pertama setelah menduduki jabatan
struktural.
2. Kompetensi Pejabat Struktural Rumah Sakit
Kompetensi pejabat struktural rumah sakit diatur dalam pasal 10 sampai dengan
pasal 17. Pejabat struktural kesehatan RS meliputi direktur, wakil direktur
(pelayanan medis, administrasi umum, keuangan, SDM, pendidikan), kepala
bagian, dan kepala subbagian. Seorang sarjana kesehatan masyarakat dapat
menduduki posisi kepala bagian dan subbagian RS serta direktur RS namun
dengan ketentuan tertentu sesuai dengan pasal 10.
39
Wakil Sarjana Strata 2 Pelatihan Diutamakan
Direktur di bidang disesuaikan yang memiliki
Pelayanan kesehatan, dengan bidang pengalaman
Medis, sedangkan wakil masing-masing jabatan paling
Administrasi direktur (diatur dalam singkat tiga
Umum, keuangan paling pasal 11 sampai tahun di
Keuangan, sedikit Sarjana dengan pasal 15) bidang
Sumber Ekonomi atau masing-masing
Daya Akuntansi
Manusia,
Pendidikan
Kepala Paling sedikit Mengikuti Diutamakan
Bagian Sarjana sesuai pelatihan yang memiliki
dengan bidang kepemimpinan pengalaman
kerjanya dan jabatan paling
kewirausahaan, singkat tiga
rencana aksi tahun sesuai
strategis, dengan bidang
rencana tugasnya
Kepala implementasi -
Subbagian dan rencana
tahunan, sistem
rekrutmen
pegawai, dan
sistem
remunerasi
40
masyarakat dapat menduduki jabatan kepala Puskesmas karena memenuhi
persyaratan dalam pasal tersebut. Isi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kepala Puskesmas berlatar belakang pendidikan paling sedikit tenaga medis
atau sarjana kesehatan lainnya.
b. Kepala Puskesmas telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas dan
pelatihan fasilitator pusat kesehatan desa.
c. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi sebelum atau
paling lama satu tahun pertama setelah menduduki jabatan struktural.
4. Kompetensi Pejabat Struktural UPT/UPTD
Kompetensi pejabat struktural UPT/UPTD dalam Permenkes RI Nomor
971/Menkes/Per/XI/2009 diatur dalam pasal 23. Seorang sarjana kesehatan
masyarakat harus melanjutkan studi S2 terlebih dahulu untuk dapat menjadi
kepala UPT/UPTD. Isi pasal 23 adalah sebagai berikut:
a. Kepala UPT/UPTD berlatar belakang pendidikan tenaga medis atau sarjana
kesehatan dengan pendidikan Sarjana Strata 2 di bidang kesehatan.
b. Kepala UPT/UPTD telah mengikuti pelatihan rencana strategis, pelatihan
teknis di bidangnya, kepemimpinan, dan sistem informasi manajemen
kesehatan.
c. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi sebelum atau
paling lama satu tahun pertama setelah menduduki jabatan struktural.
41
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Kesehatan merupakan hak
asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia.
42
Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya penguatan regulasi
untuk pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan melalui percepatan
pelaksanaannya, peningkatankerja sama lintas sector, dan peningkatan
pengelolaannya secara berjenjang di pusat dan daerah. Perencanaan kebutuhan
Tenaga Kesehatan secara nasional disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan
masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan,
serta ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan Tenaga Kesehatan sesuai
dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan,
baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun masyarakat, termasuk swasta.
43
2.9.3 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 317/Menkes/Per/III/2010
44
minimal dua tahun. Ketentuan lebih lanjut tentang syarat yang harus dipenuhi oleh
fasilitas pelayanan kesehatan yang akan mendayagunakan TK-WNA diatur dalam
pasal 12 sampai pasal 17.
BAB III
45
CONCLUSION
1. Policies are written rules that the formal decision of the organization and
binding. Policies governing the behavior with the aim of creating new values
in society and must be implemented by the object
2. Policies of health sector is one form of public policy. Public policy is a policy
made by holders of public otorits, those who have a mandate from the public
or the people through an election process to act on behalf of the people, in this
case the government. This public policy is a form of government intervention
in strategic pemanfataan and troubleshooting resources - public affairs, as a
series of managerial processes working public officials in making and
implementing a policy, so that it serves as a public policy decision-making
process (Decision making) regarding who performed well which is not done
by the government in power and penangannan problem - public issue.
3. The type of policy in the field of health is essentially the same as the basic
type of public policy. This policy type consists of three types, namely Good
Policy / Good Politics, Policy Good / Bad Politics, Bad Policy / Good Politics
4. Health policy broadly divided into two, called the first health policy based on
the contents of the policy. Based on this case can be divided into three, that is
a policy that is strategic, policy Characteristically Managerial, Technical
Characteristically Policy Program. The second one is based on the level of
health policy. Based on this case can be divided into three, called Policy
Macro, Meso, and Micro.
5. As examples of policies in the health sector, among others, Regulation of the
Minister of Health (No. 1231 / Menkes / PER / XI / 2007 on Special
Assignment Health Human Resources), the Minister of Health of Indonesia
(No. 1235 / Menkes / SK / XII / 2007 on Incentives for SDMK Conducting
Special Assignments), Maternal and Child Health Policy (Kepmenkes RI
450 / Menkes / SK / IV / 20) 04 on exclusive breastfeeding for infants in
Indonesia from birth until the age of 6 months and recommended to 2 year old
child with appropriate complementary feeding and all health professionals
who work).
46
DAFTAR PUSTAKA
47
Anderson, James E. 2006. Public Policy Making: An Introduction. Boston: Houghton
Mifflin Company.
Dye, Thomas R. 1981. Understanding Public Policy. London: Prentice-Hall.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 971/Menkes/Per/XI/2009
tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan. Available from:
http://www.depkes.go.id/downloads/PMKNo.971.pdf [Accessed 12 May
2015].
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Available From
http://bppsdmk.depkes.go.id/web/filesa/peraturan/2.pdf [Accessed 10 May
2015]
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014 tentang
Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Available from
http://sinforeg.litbang.depkes.go.id/upload/regulasi/PMK_No._69_ttg_Kewaji
ban_RS_dan_Kewajiban_Pasien_.pdf. [Accessed 10 May 2015]
Sistem Kesehatan Nasional 2009. Available from:
http://www.depkes.go.id/downloads/SKN%20final.pdf [Accessed 13 May
2015].
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Tenaga Kesehatan. Available from:
http://www.xa.yimg.com/kq/groups/18349759/383569538/name/UU [Accessed 12
May 2015].
48