Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK DAN APLIKASINYA

Aspek-Aspek dan Model-Model Kebijakan Publik

Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Rizka Gusnia Ananda (2310248804)
2. Yenni Syafwradi, S.E (23149201191)
3. Evi Nadhifah P (23149201068)
4. Ade Ratama L. Gaol (23149201251)

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2024
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya kebijakan publik merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
umumnya dipikirkan, didesain, dan diputuskan oleh para pemangku kebijakan.
Kebijakan atau policy berkaitan dengan perencanaan, pengambilan, dan
perumusan Keputusan, pelaksanaan Keputusan, dan evaluasi terhadap dampak
dari pelaksanaan Keputusan tersebut terhadap orang banyak yang menjadi sasaran
kebijakan. Kebijakan public merupakan suatu Keputusan yang dibuat oleh pihak
yang berwenang untuk mengatur kehidupan bernegara yang dijadikan pedoman
guna menyelesaikan masalah yang terjadi dan mencegah timbulnya masalah
public.

Kebijakan dapat didefinisikan sebagai serangkaian rencana program, aktivitas,


aksi, Keputusan, sikap, untuk bertindak maupun tidak bertindak yang dilakukan
oleh para aktor, sebagai tahapan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi.
Penetapan kebijakan suatu faktor itu penting bagi suatu organisasi agar tujuan
yang dibentuk dari awal tercapai(Iskandar,2012). Dalam melaksanakan kebijakan
public, ada beberapa aspek-aspek yang harus terpenuhi oleh pembuat kebijakan
agar kebijakan yang dihasilkan tepat dan dapat menyelesaikan masalah yang
terjadi di Masyarakat. Selain aspek atau beberapa faktor yang harus terpenuhi,
kebijakan public juga menghasilkan beberapa model yang masing-masingnya
mempunyai fokus dalam penyelesaian masalah. Selain itu Anderson dan Lembaga
Administrasi Negara (2000:2) mengartikan kebijakan public sebagai suatu respon
dari sistem politik terhadap deman/claims dan supports yang mengalir dari
lingkungannnya.

1.2 Rumusan Masalah


Kebijakan publik dibuat bukannya tanpa maksud dan tujuan. Maksud dan
tujuan kebijakan publik dibuat adalah untuk memecahkan masalah publik yang
tumbuh kembang di masyarakat. Masalah tersebut begitu banyak macam, variasi,
dan intensitasnya. Oleh karena itu, tidak semua masalah publik tadi bisa
melahirkan suatu kebijakan publik. Hanya masalah publik yang dapat
menggerakkan orang banyak untuk ikut memikirkan dan mencari solusi yang bias
menghasilkan sebuah kebijakan publik (only those that move people to action
become policy problems). Oleh karena itu, merumuskan masalah kebijakan publik
merupakan tahapan yang esensial dalam proses kebijakan public kebijakan publik
perlu pula memerhatikan siapa yang berwenang untuk merumuskan, menetapkan,
melaksanakan, dan memantau serta mengevaluasi kinerja kebijakan publik.

Maka dari itu Kebijakan Publik memiliki Aspek-aspek, tipe-tipe, kriteria dan
model- model yang di implmentasikan di dalam sebuah organisasi Atas dasar
tersebut, tim penulis memutuskan untuk menjabarkan menjadi sebuah kesimpulan
yang nanti akan dilihat dari masing-masing perspektif serta implementasi dalam
organisasi yang juga akan dikaitkan dengan Case Study yang ada dalam
organisasi.

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami beberapa aspek-aspek dalam kebijakan


public
2. Mahasiswa mampu memahami beberapa model-model dari kebijakan
public
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Aspek-Aspek Kebijakan Publik

Beberapa Aspek-aspek kebijkan dari berbagai perspektif yang ada sebagai


berikut:

Menurut Thoha, kebijakan memiliki dua aspek yakni:

a. Kebijakan adalah praktik sosial

Kebijakan bukan event Tunggal. Kebijakan adalah sesuatu yang dihasilkan


pemerintah yang dirumuskan berdasarkan banyak kejadian di Masyarakat.
Kejadian itu tumbuh dalam praktik kehidupan dan bukan peristiwa yang
sengaja dibuat atau berdiri sendiri yang bersifat asing.

b. Kebijakan adalah respon

Kebijakan adalah jawaban atau respon atas peristiwa yang terjadi untuk
menciptakan harmoni dari pihak yang berkonflik maupun menciptakan
insentif atas usaha bersama tersebut.

Menurut Edwards III,

Pelaksanaan kebijakan dapat diartikan bagian dari proses kebijaksanaan, yang


posisinya diantara penyusunan dan konsekuensi atau hasil (ouput dan income).
Edwards III mengidentifikasi terdapat aspek kuat yang berkontribusi pada
pelaksaan kebijakan yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, atau sikap
pelaksana, dan struktur birokrasi. Keempat aspek mempengaruhi pelaksaan
kebijakan, baik secara langsung maupun tidak secara langsung, dan masing-
masing aspek saling berpengaruh terhadap aspek lainnnya (Wahyudi, 2016)

a. Kewenangan / Struktur Birokrasi

Kewenangan merupakan otoritas/legitimasi bagi para pelaksana dalam


melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik (Afandi &
Warijo,2015) aspek ini melekat pada posisi kelembagaan atau individu
sebagai pelaksana kebijakan. Karakteristik utama dari birokrasi biasanya
tertuang dalam prosedur kerja (SOP) dan fragmentasi organisasi

b. Komunikasi

Komunikasi adalah aktivitas yang mengakibatkan orang lain


menginterpretasikan ide/gagasan, teruta,a yang dimaksudkan oleh pembicara
atau penulis melalui sistem yang lazim baik dengan symbol-simbol, signal-
signal, maupun perilaku (Wardhani, Hasiolan, & Minarsih, 2016). Aspek ini
mempengaruhi kebijakan public, dimana komunikasi yang tidak baik dapat
menimbulkan dampak buruk bagi pelaksanaan kebijakan. Dimensi
komunikasi yang dapat mempengaruhi kebijakan public diantaranya:
transmisi, konsistensi, dan kejelasan (Winarno,2012). Penyampaian informasi
yang baik dapat mengurangi kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan
kebijakan. Apabila penyampaian informasi tentang tujuan dan sasaran suatu
kebijakan kepada kelompok sasaran tidak jelas, dimungkinkan terjadi
resistensi dari kelompok sasaran (Afandi & Warjio, 2015). Kemampuan aspek
ini diarahkan dan diperhatikan agar pelaksana kebijakan dapat berunding satu
sama lain dan menemukan kesepahaman yang saling menguntungkan.
Consensus/kesepahaman yang membangun dapat meningkatkan kinerja
personal dalam bekerja dengan menemukan kondisi win-win solution pada
setiap permasalahan (Ramdhani & Suryadi, 2005).

c. Sumberdaya

Kebijakan public harus didorong oleh ketersediaan sumberdaya (manusia,


materi, dan metode). Dalam pelaksanaanya perlu dilakukan dengan cermat,
jelas, dan konsisten, tetapi jika dalam pelaksanaanya terdapat kekurangan
maka hasil kebijakan akan cenderung tidak efektif. Sumberdaya adalah faktor
penting untuk kebijakan public, karena tanpa sumberdaya kebijakan hanya
berbentuk dokumen yang tidak diwujudkan dan tidak berfungsi untuk
memecahkan masalah yang ada di Masyarakat atau Upaya pelayanan kepada
Masyarakat. Sumber daya dalam pelaksanaan kebijakan public diantaranya:
Staf yang memadai, informasi, pendanaan, wewenang, dan fasilitas
pendukung lainnya (Afandi & Warijo, 2015)

d. Disposisi atau sikap dari pelaksana

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana


kebijakan, seperti komitmen, disiplin, kejujuran, kecerdasan, dan sifat
demokratis (Wahab, 2010). Aspek ini sangat bergantung pada pelaksana
kebijakan, apabila memiliki disposisi yang baik maka diduga kebijakan yang
dihasilkan akan baik, juga sebaliknya, apabila pelaksana kebijakan tidak
mempunyai sikap dan cara pandang yang berbeda dengan maksud dan arah
kebijakan, maka dimungkinkan hasil yang didapat tidak akan efisien dan
efektif, Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan dukungan atau
hambatan terhadap pelaksanaan kebijakan tergantuk dari kesesuaian
kompetensi dan sikap dari pelaksanan. Karena itu, pemilihan dan penetapan
personalia pelaksana kebijakan dipersyaratkan individu-individu yang
memiliki kompetensi dan dedikasi yang tepat pada ke bijakan yang telah
ditetapkan (Afandi & Warjio, 2015).

2.2 Tipe-tipe Kebijakan Publik

1. Kebijakan Substantif

Kebijakan substantif mengandung makna kebijakan yang menyangkut berbagai


hal yang harus dilakukan oleh publik. Kebijakan substantif merupakan kebijakan
mengenai apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah, mengalokasikan
keuntungan dan kerugian maupun biaya dan manfaatnya langsung kepada
masyarakat. Misalnya, UU SJSN.

2. Kebijakan Prosedural

Kebijakan prosedural merupakan kebijakan lanjutan dari kebijakan substantif.


Berisi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam kebijakan substantif. Kebijakan
prosedural adalah kebijakan tentang pihak-pihak yang terlibat dalam perumusan
kebijakan serta cara perumusan kebijakan itu dilaksanakan. Contoh: prosedur
pembuatan Perda tentang Pajak Reklame.

3. Kebijakan Distributif

Jenis kebijakan ini menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan bagi


masyarakat. Kebijakan yang bertujuan untuk mengalokasikan sumber daya,
manfaat, atau hak kepada kelompok atau individu tertentu, tanpa mengurangi
sumber daya, manfaat, atau hak dari kelompok atau individu lain. Contoh: subsidi,
beasiswa, bantuan sosial, dll.

4. Kebijakan Regulatori

Definisi dari kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau
larangan terhadap perilaku individu maupun kelompok masyarakat. Contoh,
kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan
yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku, aktivitas, atau proses tertentu,
dengan cara memberikan aturan, standar, atau sanksi. Contoh: peraturan lalu
lintas, perizinan usaha, perlindungan konsumen, dll.

5. Kebijakan Redistributif

Kebijakan jenis ini mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, kepemilikian di


antara berbagai kelompok masyarakat. Kebijakan yang bertujuan untuk mengubah
distribusi sumber daya, manfaat, atau hak di antara kelompok atau individu,
dengan cara mengambil dari satu kelompok atau individu dan memberikan kepada
kelompok atau individu lain. Contoh: pajak, reforma agraria, afirmasi positif, dll.

6. Kebijakan Material

Kebijakan material merupakan kebijakan yang memberikan keuntungan sumber


daya konkret pada kelompok sasaran. Contoh, subsidi BBM. Kebijakan yang
memberikan keuntungan sumber daya komplet pada kelompok sasaran.
Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat
simbolis pada kelompok sasaran

7. Kebijakan Simbiosis

Kebijakan simbiosis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbiosis pada


kelompok sasaran, tetapi tidak memaksa. Contoh, kebijakan iuran televisi di tahun
1962.

8. Kebijakan Barang Umum

Kebijakan barang umum atau public goods merupakan kebijakan yang bertujuan
untuk mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Contoh, program
Bantuan Langsung Tunai (BLT).

9. Kebijakan Barang Privat

Kebijakan barang privat atau private goods adalah kebijakan yang mengatur
penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas. Kebijakan yang melibatkan
barang kolektif atau barang privast.

2.3 Kriteria Kebijakan Publik


Menurut Zainal Abidin, tidak semua kebijakan public mempunyai prioritas sama
untuk di proses, hal itu ditentukan oleh proses penyaringan melalui serangkaian kriteria
sebagai berikut:
 Efektifivitas, mengukur suatu alternatif sasaran yang dicapai dengan suatu
alternative kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan
 Efisien, dana yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang dicapai
 Cukup, suatu kebijakan dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan
sumber daya yang ada
 Adil, yakni keseimbangan (proporsional) dalam pembagian hasil (manfaat)
dan/atau biaya (pengorbanan);
 Terjawab, kebijakan dibuat agar dapat memenuhi kebutuhan suatu golongan
atau suatu masalah tertentu dalam masyarakat.
 Detriments, yakni indikator negatif dalam bidang sosial seperti kriminal;
 Manfaat tambahan (marginal rate of return), yaitu tambahan hasil banding
biaya atau pengorbanan (change-in benefits/change –in-cost).

2.4 Model- model Kebijakan Publik

Terdapat 2 (dua) model dalam mempelajari kebijakan publik, yaitu:

1. Model menurut hasil dan dampak, terdapat beberapa model:

a. Model Rasional;

Model rasional adalah model di mana prosedur pembuatan keputusan yang akan
membimbing pada pilihan alternatif dicari yang paling efisien dari pencapaian tujuan
kebijakan. Teori-teori rasionalis berakar pada penerapan rasionalisme dan positifisme,
bermula dari gagasan untuk mengembangkan secara obyektif (tidak memihak) suatu
pengetahuan untuk memperbaiki kondisi manusia. Masalah-masalah masyarakat harus
dipecahkan dengan cara yang „ilmiah‟ atau „rasional‟, dengan mengumpulkan seluruh
informasi yang relevan dengan masalah dan pemecahan alternatif bagi mereka, kemudian
memilih alternatif yang terbaik. Tugas dari analis kebijakan adalah melihat
perkembangan pengetahuan yang relevan dengan pemecahan masalah-masalah tersebut
dan kemudian untuk penerapannya ditawarkan pada pemerintah. Pendekatan ini juga
dikenal sebagai „ilmiah‟, „keahlian teknik‟, „ahli manajerial‟.

Kritik terhadap model rasional datang dari ilmuwan Herbert Simon, di awal
1950-an, dia menyodorkan beberapa rintangan bagi para pembuat keputusan dalam
mencapai rasionalitas komprehensif yang „murni‟. Penilaian Simon mengenai model
rasional menyimpulkan bahwa keputusan public dalam praktiknya tidak dapat
memaksimalkan keuntungan yang lebih besar dari biaya, tetapi hanya cenderung untuk
memuaskan para pembuat keputusan. Ada 3 hal yang menyebabkannya, yaitu manusia:

1. memiliki keterbatasan intelektual,

2. mempunyai keterbatasan waktu dan tenaga,

3. mempunyai keterbatasan informasi.

Contoh pengambilan keputusan kebijakan publik model rasional :

Pemerintah akan meningkatkan produksi beras di suatu kecamatan. Model ini


akan melihat aspek-aspek yang berkaitan dengan peningkatan produksi beras, seperti
penyediaan bibit unggul, pupuk, irigasi, ketersediaan lahan pertanian, upah buruh tani,
cuaca, penyediaan pestisida. Masing-masing aspek akan dilihat dari sisi apakah sebagai
faktor penghambat atau pendorong untuk memperhitungkan efisiensi, keuntungan dan
kerugian. Alternatif akan diambil dari suatu kebijakan yang mengandung sesedikit
mungkin risiko kerugian dan inefisien

b. Model Inkremental;

Model incremental menggambarkan pembuatan keputusan kebijakan publik


adalah sebagai suatu proses politis yang ditandai dengan tawar menawar dan kompromi
untuk kepentingan para pembuat keputusan sendiri. Keputusan yang akhirnya dibuat
lebih mencerminkan pada apa yang tampak secara politis daripada yang diinginkan.
Dalam pandangan Lindblom, para pembuat keputusan mengembangkan kebijakan
melalui suatu proses pembuatan „membandingkan keberhasilan secara terbatas dari
keputusan yang lalu‟. Dalam artikel „The Science of “Mudding Through” dia
menyatakan bahwa para pembuat keputusan bekerja melalui suatu proses „secara terus
menerus dari situasi saat ini, langkah demi langkah, dan dengan tingkat yang kecil
membuat keputusan yang berbeda secara marginal dari yang sudah ada; dengan kata lain,
perubahan sesedikit mungkin dari status quo adalah incremental.

Model incremental memandang bahwa pembuatan keputusan bagi pemecahan


masalah untuk mencapai tujuan, dipilih melalui trial and error dari pada melalui evaluasi
menyeluruh. Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan alternatif yang akan
dipatuhi kelompok sasaran dan menghentikan pencarian alternatif lain ketika mereka
mempercayai suatu alternatif yang dapat diterima sudah didapatkan. Namun demikian
pembuatan keputusan incremental merupakan usaha-usaha untuk mencapai keputusan
yang lebih “jrasional”.

c. Model Mixed-Scanning;

Model ini merupakan model yang menggabungkan antara model rasional dengan
model inkremental. Tokoh dari model ini adalah adalah Amitai Etzioni. Pada 1967,
Amitai tzioni menawarkan teori lain yang mencoba menengahi kedua kecenderungan
ekstrem antara model rasional-komprehensif dengan model inkremental, Teori itu dikenal
dengan teori/model/ pendekatan Mixed Scanning Theory. Sebagai gambaran, Etzioni
(1967: 389 dalam Aldes, 2016) menggambarkan tiga alternatif dalam observasi cuaca.
Penganut pandangan rasional komprehensif akan melakukan pengamatan di semua
tempat di bumi ini, secara rinci, dan hasilnya sudah tentu akan sangat mahal.
Penganut pandangan inkremental akan merasa cukup mengambil pengamatan di
satu tempat secara rinci, dan mengabaikan observasi di tempat-tempat lain, sehingga
tidak memiliki gambaran yang komprehensif mengenai situasi cuaca di dunia. Namun,
penganut pandangan mixed scanning akan melakukan kedua-duanya. Pertama akan
memonitor angkasa secara garis besar, kemudian memilih tempat-tempat khusus sebagai
sampel, dan pada tiap sampel dilakukan pengamatan secara rinci. Dengan cara ini, akurasi
dalam pengambilan keputusan dapat dipelihara, dapat dijaga, dan pada saat yang sama
diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang keadaan cuaca dunia.
Dengan mixed scanning, kemungkinan daerah-daerah yang hanya dapat
dijangkau dengan menggunakan satu kamera yang secara detail tidak dapat dijangkau
untuk menjelaskan permasalahannya. Berbeda juga dengan inkrementalis yang secara
nyata akan melewatkan bagian bagian yang akan bias menimbulkan masalah daerah yang
tidak dikenali. Untuk permasalahan yang kompleks, yang saling melibatkan berbagai
bidang, akan lebih baik dilakukan dengan cara rasional komprehensif atau dengan mixed
scanning yang mencoba meneropong permasalahan secara keseluruhan secara sekilas
kemudian mengambil beberapa sampel permasalahan dan memfokuskan perhatian pada
beberapa sampel tersebut.

d. Model Garbage Can;

Model kaleng sampah atau model garbage can, yang digagas oleh March dan Olsen,
mengusulkan apa yang disebut “dari pembuatan keputusan yang menolak rasionalitas dan
menerima irrasional”. Dalam pandangan model ini, pembuatan keputusan merupakan
suatu hal yang ber ambiguous (bersifat mendua) sangat tinggi dan berawal dari proses
yang tidak dapat diperkirakan dalam pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Model
Garbage Can merupakan model kebijakan publik yang diambil pemerintah saat terjadi
suatu peristiwa yang mendesak,.

Menurut March dan Olsen, keputusan dapat tercapai melalui hal-hal berikut:

Berbagai masalah dan alternatif pemecahan masalah dibuang oleh partisipan ke dalam
kaleng sampah. Di dalam suatu kaleng sampah terdapat beberapa alternatif, tetapi ini
juga tergantung pada sampah apa yang dihasilkan dari suatu kejadian atau masalah,
pada campuran sampah kaleng yang tersedia, dan pada kecepatan yang dikoleksi
sampah dibuang dari tempatnya.

e. Model Institusional;
Model Institusional merupakan model tradisional dalam proses pembuatan kebijakan di
mana fokus model ini terletak pada struktur organisasi pemerintah. Kegiatan-kegiatan
politik berpusat pada lembaga-lembaga pemerintah yaitu lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif pada pemerintahan pusat (nasional), regional, dan lokal.

Kebijakan publik dirumuskan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah


tersebut. Terdapat hubungan yang kuat sekali antara kebijakan publik dengan lembaga-
lembaga pemerintah. Suatu keputusan dari pemilihan alternatif pemecahan masalah tidak
dapat menjadi kebijakan publik tanpa keputusan tersebut dirumuskan, disahkan dan
dilaksanakan terlebih dahulu oleh lembaga pemerintahan.

Menurut Thomas R. Dye, alasan terjadinya hubungan yang kuat sekali antara kebijakan
publik dengan lembaga-lembaga pemerintah, karena lembaga-lembaga pemerintahan
tersebut mempunyai tiga (3) kewenangan yang tidak dimiliki lembaga-lembaga lain di
luar lembaga pemerintahan, yaitu:

Lembaga pemerintah berwenang memberikan pengesahan (legitimasi) terhadap kebijakan


publik, ini berarti kebijakan publik merupakan kewajiban-kewajiban hukum yang harus
ditaati/dilaksanakan oleh semua warga negara.

Lembaga pemerintah mempunyai kewenangan untuk memberi sifat universal kepada


kebijakan publik, artinya kebijakan publik dapat disebarluaskan dan berlaku pada seluruh
warga negara atau kelompok sasaran kebijakan publik tersebut.

Hanya pemerintah yang memegang hak monopoli untuk memaksakan secara sah
kebijakan publik pada anggota masyarakat, sehingga ia dapat memberikan sanksi pada
mereka yang tidak menaatinya.

Pada perkembangan terakhir model ini telah muncul dalam bentuk "model
institusional baru‟ (neo-institusionalisme) dengan "tambahan‟ tekanan pada
peranan lembaga lembaga politik dalam proses perumusan kebijakan publik yang
lebih difokuskan pada pembuatan ramalan-ramalan tentang bagaimana hubungan
antara pelbagai macam kebijakan publik dengan semua level pemerintahan.
Sumber :Prof. Dr. Sri Suwitri, M.Si., Konsep Dasar Kebijakan Publik

f. Model Elit-massa;
Model Elit-Massa menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk
"piramida‟ dimana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elit pada ujung
piramida dan aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik berada di tengah-
tengah antara masyarakat dan elit. Aktor internal birokrasi pembuat kebijakan
publik (pemerintah) seharusnya menyeimbangkan antara kepentingan masyarakat
dan elit dalam setiap kebijakan publik yang diambilnya. Akan tetapi dalam model
ini mereka bukan sebagai “abdi rakyat” (“servant of the people”) tetapi lebih
sebagai kepanjangan tangan dari "elit‟ yaitu "kelompok-kelompok kecil yang
telah mapan‟ (The Establishment). Hal ini disebabkan kebijakan publik
ditentukan semata-mata oleh kelompok elit, sehingga aktor pembuat kebijakan
publik (pemerintah) hanyalah sekedar pelaksana-pelaksana dari kebijakan publik
yang telah ditetapkan oleh elit.

Kebijakan publik dibuat oleh elit yang seharusnya merupakan "aktor eksternal‟
maka kebijakan publik itu disusun berdasarkan kepentingan kelompok elit dan
tuntutan dan keinginan rakyat banyak (massa) tidak diperhatikan.

Kelompok elit digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat


untuk kepentingan mereka sendiri dalam suatu kondisi masyarakat yang bersikap
apatis, kerancuan informasi, sehingga masyarakat menjadi pasif. Kebijakan publik
mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan massa.
Kebijakan publik merupakan perwujudan keinginan-keinginan, kepentingan-
kepentingan dan nilai-nilai golongan elit yang berkuasa.

Kebijakan publik seharusnya menggambarkan kepentingan/tuntutan rakyat, tetapi


dalam model ini, rakyat bersifat apatis, dan buta terhadap informasi akibat
tekanan dari elit, sehingga kelompok elit mampu membentuk dan mempengaruhi
massa melalui kebijakan-kebijakan publik yang dihasilkannya.

Elitisme menurut Thomas R. Dye mempunyai arti bahwa kebijakan publik tidak
begitu banyak mencerminkan keinginan rakyat tetapi keinginan elit. Perubahan
dan pembaruan terhadap kebijakan publik terjadi hanya jika ada peristiwa-
peristiwa yang mengancam sistem politik dan kedudukan elit. Tujuan perubahan
kebijakan publik untuk melindungi sistem dan kedudukan elit. Elit menciptakan
sistem sedemikian rupa sehingga massa sebagian besar menjadi pasif, apatis, dan
buta informasi tentang kebijakan publik. Elit mempengaruhi massa dan bukan
sebaliknya, komunikasi berjalan satu arah yaitu dari atas ke bawah. Massa sulit
menguasai elit, dan massa tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap
perilaku elit yang membuat keputusan.

Irfan Islamy menggambarkan kriteria-kriteria model elit-massa adalah sebagai


berikut.

1. Masyarakat dibagi menjadi dua yaitu kelompok kecil (golongan elit) yang
mempunyai kekuasaan (penguasa) dan kelompok besar (golongan non-
elit) yang tidak punya kekuasaan (dikuasai).
2. Kelompok elit yang berkuasa berbeda dengan kelompok non-elit yang
dikuasai,karena kelompok elit terpilih berdasarkan keistimewaan yang
mereka miliki.
3. Perpindahan posisi/kedudukan dari non-elit ke elit akan dipersulit, kecuali
non elit yang telah menerima konsensus dasar golongan elit yang dapat
masuk kedalam lingkaran penguasa.
4. Golongan elit menggunakan konsensus tadi untuk mendukung nilai-nilai
dasar dan sistem sosial dan untuk melindungi sistem tersebut. Konsensus
didasarkan pada pengakuan milik-milik pribadi; status sosial,
pemerintahan yang terbatas dan kebebasan individu.
5. Kebijakan publik tidak menggambarkan kepentingan publik melainkan
kepentingan elit.
6. Golongan elit yang aktif relatif sedikit sekali memperoleh pengaruh dari
massa yang apatis/pasif. Elitlah yang mempengaruhi massa dan bukan
massa yang mempengaruhi elit.

Model elit-massa dapat dipahami melalui contoh berikut : Pada masa Perancis dibawah
Kepemimpinan Louis XIV, terdapat kaum borjuis sebagai kelompok elit kebangsawanan.
Elit ini yang menyusun kebijakan publik dan mempengaruhi Louis XIV untuk segera
menetapkan, dimana kebijakan publik tersebut hanya memperhatikan kepentingan elit
tersebut.
g. Model Kelompok;

Model Kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan dimana


beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi & bentuk kebijakan
secara interaktif. Dengan demikian pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk
menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dengan cara bargaining,
negoisasi dan kompromi.

Thomas R. Dye sebagaimana dinyatakan Irfan Islamy menjelaskan bahwa: „Tugas sistem
politik adalah menengahi konflik antar kelompok dengan cara (1) membuat aturan
permainan dalam percaturan antar kelompok, (2) mengatur kompromi dan menciptakan
keseimbangan kepentingan-kepentingan yang berbeda, (3) mewujudkan kompromi-
kompromi tersebut dalam bentuk kebijaksanaan negara, dan (4) memaksakan berlakunya
kompromi-kompromi bagi semua pihak‟.

Kebijakan publik pada hakekatnya merupakan hasil akhir dari usaha pembuat kebijakan
dalam menjaga keseimbangan (equilibrium) yang dicapai dari perjuangan kelompok-
kelompok kepentingan yang berbeda-beda.

h. Model Sistem Politik.

Model Sistem Politik merupakan pendekatan kebijakan publik dengan melihat proses
interaksi antara pemerintah dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menciptakan
kelangsungan & perubahan hidup yang relatif stabil.

Model sistem-politik dipelopori oleh David Easton dalam “ The Political System
”. Model ini didasarkan pada konsep-konsep system yang terdiri inputs,
withinputs, outputs , dan feedback dan environment yaitu kekuatan- kekuatan
lingkungan (sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, geografis, dan sebagainya)
yang ada disekitarnya. Kebijakan publik merupakan hasil (output) dari sistem
politik.

Irfan Islamy selanjutnya menjelaskan “sistem politik” sebagai sejumlah lembaga-


lembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang berfungsi
mengubah tuntutan-tuntutan (demands), dukungan-dukungan (support) dan
sumber-sumber (resources) yang semuanya ini adalah masukan-masukan (inputs)
dan selanjutnya diubah menjadi keputusan- keputusan atau kebijak publik yang
otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat (outputs). Dengan singkat dapat
dikatakan bahwa sistem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs.

i. Model proses atau stagist

Yang ini Ibu tak dapat bahannya (mohon Ade cari ya)

Anda mungkin juga menyukai