http://dx.doi.org/10.24198/jmpp.v3i2.25342
ABSTRACT
Perumusan kebijakan merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembentukan
kebijakan publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti bagaimana keadaan formulasi dan
implementasi kebijakan publik di Indonesia. Penilitian ini menggunakan metode kualitatif dan
studi pustaka. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa praktek formulasi dan implementasi
kebijakan publik di Indonesia masih perlu ditingkatkan karena beberapa kasus terhambatnya
formulasi atau implementasian sebuah kebijakan disebabkan oleh pembuat dan pelaksana
kebijakan itu sendiri.
INTRODUCTION
Perumusan kebijakan merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembentukan
kebijakan publik. Seperti yang ditulis oleh Charles Lindblom dan beberapa ahli yang lain, dalam
memahami proses perumusan kebijakan kita perlu memahami aktor-aktor yang terlibat atau
pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan tersebut, baik aktor-aktor yang resmi
maupun aktor-aktor yang tidak resmi. Seperti yang diungkapkan oleh Charles Lindblom,
bahwa untuk memahami siapa sebenarnya yang merumuskan kebijakan lebih dahulu harus
dipahami sifat-sifat semua pemeran serta (participants), bagian atau peran apa yang mereka
lakukan, wewenang atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki, dan bagaimana mereka
saling berhubungan serta saling mengawasi. Dari berbagai jenis pameran serta, masing-
masing pemeran serta ini menurut Lindblom mempunyai peran secara khusus yang meliputi:
warga negara biasa, pemimpin organisasi, anggota DPR, pemimpin lembaga legislatif aktivis
partai, pemimpin partai, hakim, pegawai sipil, ahli teknik, dan manajer dunia usaha. Formulasi
kebijakan publik ialah langkah paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan.
Oleh karenanya apa yang terjadi pada fase ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya
kebijakan publik yang dibuat pada masa yang akan datang. Menurut Anderson dalam
Winarno, (2007. h. 93) Formulasi kebijakan menyangkut upaya menjawab pertanyaan
bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan
siapa yang berpartisipasi. Studi mengenai formulasi kebijakan memberikan perhatian yang
sangat dalam pada sifat –sifat (perumusan) permasalahan publik. Karena (perumusan)
permasalahan publik merupakan fundamen besar dalam merumuskan kebijakan publik
sehingga arahnya menjadi benar, tepat dan sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk
LITERATURE REVIEW
Istilah kebijakan seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan istilah tujuan (goals),
program, keputusan, Undang-Undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan rancangan-
rancangan besar (Abdul Wahab, 1997: 2). Kebijakan pada intinya adalah sebagai pedoman
untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum
maupun khusus. Sejalan dengan makna kebijakan yang dikemukakan oleh United Nation
tersebut di atas, Fredrick (dalam Islamy, 1998) memberikan pengertian kebijakan, yaitu
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam satu
lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan
terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan pengertian kebijakan publik atau Negara itu sendiri juga didefinisikan berbeda oleh
para ahli, seperti yang dikemukakan oleh Dye (dalam Islamy, 1998) bahwa kebijakan Negara
sebagai “is whatever government choose to do or not to do” (apapun yang dipilih pemerintah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Lebih lanjut Dye, mengatakan bahwa bila pemerintah
memilih untuk melakukan sesuatu harus ada tujuannya dan bersikap objektif serta meliputi
semua tindakan pemerintah.
Perumusan kebijakan adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara
keseluruhan. Oleh karena itu apa yang terjadi pada fase ini akan sangat menentukan berhasil
tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Perlu diingat pula
bahwa perumusan kebijakan publik yang baik adalah perumusan yang berorientasi pada
implementasi dan evaluasi, sebab sering kali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa
perumusan kebijakan publik yang baik adalah sebuah konseptual yang sarat dengan pesan-
pesan ideal dan normatif, namun tidak membumi (Putra, 2001).
Berbagai model dan teori oleh para pakar telah dikembangkan untuk pembahasan tentang
implementasi kebijakan negara baik yang bersifat abstrak maupun yang relatif operasional
tergantung pada kompleksitas permasalahan yang akan dikaji. Sebagai pedoman bahwa
semakin kompleks permasalahan kebijakan maka semakin mendalam analisis yang dilakukan
dan semakin diperlukan model atau teori yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas
antara variabel yang menjadi fokus analisis.
Untuk menganalisis suatu proses implementasi kebijakan itu berlangsung, dapat dilihat dari
berbagai model implementasi kebijakan. Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2002:109-
124) mengajukan model mengenai proses implementasi kebijakan. Dalam model ini Van Meter
dan Van Horn mendasarkan pada argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses
implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Kemudian
ditegaskan pula bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-
konsep yang sangat penting dalam prosedur implementasi.
1st AUTHOR’S & 2nd AUTHOR <Furthermore, if the author is above 2 people, it will be changed to "et al".
Edward III (1994:10), mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap
keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Variabel- variabel tersebut, yaitu
communication, resources, dispositions dan bureaucratic structure. Dijelaskan bahwa keempat
variabel yang mempengaruhi implementasi saling berinteraksi satu sama lain. Faktor
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi mempengaruhi secara langsung
terhadap implementasi kebijakan. Disamping itu terdapat pengaruh tidak langsung di antara
variabel tersebut, yaitu melalui dampak satu sama lain. Keempat faktor tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Komunikasi
Edward III dalam Winarno mengemukakan faktor komunikasi mempunyai tiga dimensi yaitu
dimensi transmisi (transmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). Dimensi
transmisi menghendaki agar kebijakan publik tidak hanya disampaikan kepada para pelaksana
kebijakan (implementers), tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan
pihak lain yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan
tersebut. Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada
para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak-pihak yang berkepentingan langsung maupun
tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga pihak-pihak tersebut
mengetahui maksud, tujuan, sasaran dan substansi dari kebijakan publik. Dimensi ketiga yang
berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah konsistensi. Jika implementasi kebijakan
ingin berlangsung efektif, maka perintah- perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
b. Sumber Daya
Meski perintah-perintah implementasi disampaikan secara akurat, jelas dan konsisten, tetapi
jika pelaksana kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan kebijakan,
implementasi tidak akan efektif. Sumber daya merupakan faktor yang penting dalam
mengimplementasikan kebijakan publik. Sumber daya meliputi staf dengan jumlah memadai
dan keahlian yang tepat untuk menjalankan tugas mereka, serta informasi, wewenang dan
fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usulan tertulis menjadi pelayanan publik yang
berfungsi.
c. Disposisi (Sikap)
Edward III memandang disposisi sebagai kecenderungan, keinginan atau kesepakatan para
pelaksana (implementers) untuk melaksanakan kebijakan. Keberhasilan implementasi
kebijakan tidak hanya ditentukan oleh sejauhmana para pelaku kebijakan mengetahui apa
yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para
pelaksana untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Jurnal Manajemen Pelayanan Publik Vol. xx No. xx, February 2021 4
d. Struktur Birokrasi
RESEARCH METHODS
Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini bersifat literatur, termasuk pada jenis penelitian pustaka
(library research). Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang pengumpulan
datanya dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur. Literatur yang diteliti
tidak terbatas pada buku-buku tetapi dapat juga berupa bahan-bahan dokumentasi, majalah,
jurnal, dan surat kabar. Penekanan penelitian kepustakaan adalah ingin menemukan berbagai
teori, hukum, dalil, prinsip, pendapat, gagasan dan lain-lain yang dapat dipakai untuk
menganalisis dan memecahkan masalah yang diteliti.
Adapun menurut Zed Mestika penelitian pustaka atau riset pustaka ialah serangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengolah bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan. Menurut Abdul
Rahman Sholeh, penelitian kepustakaan (library research) ialah penelitian yang menggunakan
cara untuk mendapatkan data informasi dengan menempatkan fasilitas yang ada di
perpustakaan, seperti buku, majalah, dokumen, catatan kisah-kisah sejarah.
dumping akan menimbulkan permasalahan baik masalah lingkungan, sosial maupun ekonomi.
Di wilayah perkotaan terutama di kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta,
permasalahan pengolahan sampah muncul berkaitan dengan tidak tersedianya lahan sebagai
tempat pemrosesan akhir sampah di dalam wilayahnya. Tujuan dari penelitian ini adalah
bagaimana memformulasikan kebijakan pengolahan sampah yang dapat menyelesaikan
permasalahan dalam pengolahan sampah, optimalisasi pengolahan, menghitung biaya dan
dampak lingkungan, dengan menggunakan sistem pengolahan sampah terintegrasi, dikaitkan
dengan aspek ekonomi, sosial dan keterbatasan lahan dengan mempergunakan sistem analisis
minimalisasi biaya, analisis biaya dan manfaat serta statistik Ordinary Least Square. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa di masa yang akan datang : ”integrasi teknologi dalam
sistem pengolahan sampah”, dapat membantu DKI Jakarta menyelesaikan masalah
pengolahan sampah baik aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan. Sistem ini meliputi
pemanfaatan teknologi komposter kecepatan tinggi (High Rate Composting), incinerator
dengan pemulihan energi listrik, dan sanitary landfill sebagai tempat pembuangan akhir
sampah, yang dioperasikan bersama (terintegrasi) untuk mendapatkan pengolahan sampah
yang maksimal, mengurangi limbah dan pencemaran, untuk mencapai efektivitas dan tingkat
efisiensi yang tinggi.
CONCLUSIONS
Berdasarkan studi pustaka yang telah penulis lakukan dalam penelitian ini, ditemukan bahwa
implementasi kebijakan di Indonesia masih jauh dari kata sempurna, bahkan dari tahap
formulasinya. Penulis mengutamakan menggunakan teori yang dikemukakan Mustopadidjaja
sebagai dasar penelitian, dimana dijelaskan bahwa sistem kebijakan adalah tatanan
kelembagaan yang berperan dalam penyelenggaraan sebagian atau keseluruhan proses
kebijakan yang mengakomodasikan kegiatan teknis maupun sosio politik serta saling hubungan
atau interaksi antar empat faktor dinamik yang merupakan unsur dari sistem kebijakan dan
berperan dalam proses kebijakan. Masing-masing unsur dari sistem kebijakan dirumuskan
sebagai berikut : (1) lingkungan kebijakan (policy environment); (2) pembuat dan pelaksana
kebijakan (policy maker and implementer); (3) Kebijakan itu sendiri (policy contents); dan (4)
kelompok sasaran kebijakan (target groups). Dari kelima penelitian tentang formulasi dan
implementasi kebijakan publik yang telah penulis rangkum, benar adanya keterkaitan antara
teori yang penulis gunakan sebagai dasar dan fakta lapangan. Dari dua penelitian yang telah
penulis rangkum dan analisis, proses implementasi keduanya berjalan kurang baik dikarenakan
oleh pembuat dan pelaksana kebijakan itu sendiri. Ditemukan bahwa pemerintah atau
pembuat kebijakan kurang serius dalam menanggapi sebuah isu yang perlu dibuatkan
kebijakan. Kemudian konflik kepentingan juga menjadi salah satu faktor, yang menyebabkan
kurangnya koordinasi antar lembaga yang bersangkutan yang kemudian berdampak pada
hambatan dalam formulasi dan pengimplementasian kebijakan itu sendiri.
REFERENCES
Kadarisman, M., Yuliantini, Y., & Majid, S. A. (2016). Formulasi kebijakan sistem
transportasi laut. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, 3(2), 161-183.
Amalina, A., Binasasi, S. D., & Purnaweni, H. (2018). Formulasi Kebijakan Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Karawang. GEMA PUBLICA:
Jurnal Manajemen dan Kebijakan Publik, 3(2), 92-102.
Jurnal Manajemen Pelayanan Publik Vol. xx No. xx, February 2021 8
Bagaskara, S., & Lituhayu, D. (2017). Formulasi Kebijakan Perlindungan Anak di Kota
Semarang. Journal of Public Policy and Management Review, 6(3), 104-114.
YAHYA, E. R., LENGKONG, F. D., & DENGO, S. (2018). Formulasi Kebijakan Pemerintah
Sulawesi Utara dalam Menyelesaikan Konflik antara Transportasi Online dengan
Transportasi Konvensional Studi Kasus Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Administrasi
Publik, 4(65).
Chalik, A. A., Lay, B. W., Fauzi, A., & Etty, R. (2011). Formulasi Kebijakan Sistem
Pengolahan Sampah Perkotaan Berkelanjutan Studi Kasus: DKI Jakarta. Jurnal
Permukiman, 6(1), 18-30.
Sarjono. DD., Panduan Penulisan Skripsi, (Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Agama Islam, 2008),
h.20
Zed Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta : Yayasan Bogor Indonesia, 2004), h.3
Tangkilisan, Drs Hessel Nogi S, 2003, Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman
Offset YPAPI.