Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam Bab II ini berisikan tentang kajian pustaka mengenai Program Pelajar

Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tugas dan peran Pelajar

Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, peraturan lalu lintas,

pelanggaran peraturan lalu lintas dan sanksi atas pelanggaran peraturan lalu lintas

dan angkutan jalan, penelitian yang relevan, dan yang terakhir mengenai

kerangka berpikir.

A. Program Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Sebagai Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Thomas R. Dye dalam Budi Winarno (2012: 20) kebijakan

publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak

dilakukan. Lebih lanjut Budi Winarno (2012: 38) memberikan pernyataan

bahwa kebijakan publik adalah suatu definisi yang menekankan tidak hanya

pada apa yang diusulkan pemerintah, tetapi juga mencakup pula arah tindakan

atau apa yang dilakukan oleh pemerintah.

Sedangkan menurut Harold Laswell dan Abraham Kaplan (1970: 17)

dalam Riant Nugroho(2015: 6) mendefinisikan sebagai suatu program yang

diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-

praktik tertentu. Sedangkan menurut Nakamura dan Smalwood dalam

Solahuddin Kusumanegara (2010: 4) kebijakan publik adalah serangkaian

7
instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang

menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara mencapai tujuan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan kebijakan publik

merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan maupun tidak

dilakukan oleh pemerintah, yang memiliki tujuan untuk mengatasi suatu

permasalahan yang terjadi pada suatu pemerintahan. Tujuan-tujuan tersebut

diwujudkan melalui nilai-nilai dan praktik tertentu. Secara tidak langsung

kebijakan publik merupakan suatu kondisi yang diharapkan atau dicita-

citakan oleh pemerintah untuk membentuk suatu masyarakat sesuai dengan

apa yang seharusnya dan apa yang menjadi harapannya, dalam hal ini menuju

masyarakat yang lebih baik. Kebijakan publik yang baik tentu harus

diimplementasikan agar dapat terwujud secara nyata untuk itu pada bagian

selanjutnya membahas mengenai bagaimana implementasi dalam suatu

kebijakan publik.

2. Implementasi Kebijakan Publik

Ripley dan Franklin dalam Budi Winarno (2012: 148) berpendapat

implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis

keluaran nyata. Istilah implementasi merujuk pada sejumlah kegiatan yang

mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil

yang diinginkan oleh para pejabat.Selanjutnya Grindle dalam Budi Winarno

(2012: 149). menyatakan secara umum, tugas implementasi adalah

8
membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa

direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Menurut Solahuddin Kusumanegara (2010: 98) implementasi kebijakan

publik dipahami juga sebagai suatu proses, output, dan outcome.

Implementasi dapat dikonseptualisasikan sebagai proses karena didalamnya

terjadi beberapa rangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Selanjutnya Lester

dan Stewart (2000) dalam Solahuddin Kusumanegara (2010: 99) menyatakan

implementasi juga diartikan outputs, yaitu melihat apakah aktivitas dalam

rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi

sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan.

Akhirnya, implementasi juga dikonseptualisasikan sebagai outcomes.

Konseptualisasi ini terfokus pada akibat yang ditimbulkan dari adanya

implementasi suatu kebijakan mengurangi masalah atau bahkan menambah

masalah baru dalam masyarakat.

Menurut beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

implementasi kebijakan publik merupakan suatu perbuatan atau kegiatan

yang dilakukan untuk merealisasikan suatu kebijakan yang telah dibuat.

Implementasi kebijakan publik suatu tindakan yang dilakukan untuk

mewujudkan suatu tujuan dari kebijakan publik yang telah dibuat. Salah satu

peran dari implementasi adalah untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari

sebuah kebijakan suatu kebijakan publik. Dalam proses implementasi

kebijakan tentunya memilik faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil

9
dari suatu implementasi, oleh karena itu pada bagian selanjutnya akan dibahas

mengenai faktor-faktor dalam implementasi kebijakan publik.

3. Faktor-faktor Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Edwards (1980) dalam Budi Winarno (2012: 177) menyatakan

terdapatempat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan

publik. Faktor-faktor atau variabel-variabel tersebut adalah komunikasi,

sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku, dan

struktur birokrasi. Keempat faktor tersebut berpengaruh terhadap

implementasi kebijakan bekerja secara stimulan dan berinteraksi satu sama

lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan. Berikut

penjelassan mengenai faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Komunikasi

Menurut Edwards dalam Budi Winarno (2012:178) komunikasi

merupakan hal yangpenting dalam implementasi kebijakan. Ada tiga hal

penting dalam proses komunikasi kebijakan yaitu transmisi, konsistensi, dan

kejelasan. Persyaratan utama bagi mereka yang melaksanakan keputusan-

keputusan harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijkan dan

perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum

leputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Komunikasi yang

dilakukan harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para

pelaksana. Komunikasi yang dilakukan melalui petunjuk-petunjuk harus

disampaikan dengan jelas dan konsisten. Dalam hal ini komunikasi yang

10
dilakukan adalah dengan antar organisasi yang terkait dan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan

Selain itu menurut Hood (1976) dalam Solichin Abdul Wahab (2015: 174-

175) guna mencapai implementasi yang sempurna diperlukan suatu sistem

satuan administrasi yang tunggal (unitary administrative system) hal ini

bertujuan agar tercipta koordinasi yang baik dan dapat menjamin bahwa data,

saran, dan perintah-perintah yang dihasilkan benar-benar dimengerti sebagai

apa yang dikehendaki oleh pihak yang mengirimnya.

b. Sumber-sumber

Menurut Budi Winarno (2012: 184) menyatakan perintah-perintah

implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas, dan konsisten, tetapi

jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi cenderung tidak

efektif. Sumber-sumber penting yang meliputi: staf yang memadai serta

keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka,

wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-

usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Selanjutnya menurut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (1978; 1986)

dalam Solichin Abdul Wahab (2015: 170) tanggung jawab utama untuk

mengimplementasikan program atau proyek secara tepat sudah tentu berada

dipundak para staf administrasi, termasuk diantaranya para perancang

bangunan dan para manajer program. Sebab merakalah yang pada umumnya

telah dibekali dengan sejumlah kemampuan teknik administrasi tertentu,

11
semisal network planning and control (perencanaan jaringan dan kontrol),

manpower forecasting (tenaga kerja peramalan), dan inventory control

(pengendalian persediaan), sehingga dapat diharapkan bahwa sejak dini setiap

hambatan yang bakal terjadi dapat diantisipasi sebelumnya, dan tindakan-

tindakan yang cepat dan tepat segera dilakukan.

Dari pendapat yang dikemukakan pengertian sumber dalam hal ini adalah

sumber daya yang diperlukan untuk dapat mewujudkan implementasi

kebijakan publik, apabila sumber daya yang ada tidak memenuhi kriteria yang

telah ditentukan maka proses implementasi suatu kebijakan publik akan

mengalami kendala atau permasalahan dan dapat mengakibatkan

ketidakefektifan dari suatu kebijakan yang telah dibuat. Selain sumber-

sumber, adapun faktor lain yang menunjang implementasi kebijakan yaitu

kecenderungan-kecenderungan.

c. Kecenderungan-kecenderungan

Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga

yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi

kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu

kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar

mereka melaksanakan kebijakan sebagai mana yang diinginkan oleh para

pembuat keputusan awal. Demikian pula sebaliknya, bila tingkah laku atau

perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan pembuat keputusan,

maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit. Para pejabat

birokrasi pemerintah merupakan pelaksana-pelaksana yang paling umum dan

12
penting dalam mengetahui pengaruh-pengaruh tertentu pada kecenderungan-

kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku mereka, bila dibandingkan

dengan para hakim dan pelaksana kebijakan swasta/non pemerintah (Budi

Winarno, 2012:197-198).

d. Struktur birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara

keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, tetapi dalam implementasi

kebijakan struktur birokrasi sering menjadi pengahambat efektifitas sebuah

kebijakan, hal tersebut dikarenakan dua hal yaitu prosedur-prosedur kerja

ukuran-ukuran dasar atau sering disebut Standard Operating Procedures

(SOP) dan Fragmentasi (Edwards dalam Budi Winarno, 2012: 206). Dari

kedua hal tersebut hubungan terhadap implementasi kebijakan adalah sebagai

berikut:

1) Standard Operating Procedures, merupakan prosedur-prosedur yang

digunakan oleh organisasi-organisasi dalam menanggulangi masalah

secara umum. Dimana dengan SOP mampu menyeragamkan tindakan

yang dilakukan oleh pelaksana dan juga memudahkan untuk dilakukan

pemindahan personil dikarenakan kesamaan tindakan yang diambil untuk

menghadapi masalah. Tetapi dengan SOP juga dapat menghambat

implementasi kebijakan publik karena dengan keseragaman tindakan tidak

akan memperhitungkan keadaan yang dihadapai. Sehingga dengan SOP

malah membuat masalah dengan keadaan berbeda dituntut untuk

menyesuaikan SOP yang ada sehingga kemungkinan memakan waktu

13
lama akan terjadi. Jadi SOP sangat mungkin menghalangi implementasi

kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru dengan

tipe personil baru.

2) Fragmentasi, atau diartikan sebagai pembagian lembaga menjadi beberapa

bagian dengan fungsi masing-masing, artinya fragmentasi organisasi

adalah dengan menyebar kepada beberapa organisasi atau badan untuk

menjalankan kebijakan dengan tujuan agar mampu mengamati dengan

teliti apa yang dijalankan dan usaha menentukan perilaku masing-masing

badan. Farmentasi memang terlihat efektif tetapi disisi lain kemungkinan

adanya pertentangan antara satu badan dengan badan lainnya akan

menghambat implementasi kebijakan, dimana kepentingan untuk

mempertahankan fungsi masing-masing akan menolak terjadinya

koordinasi secara terbuka antar badan yang menjalankan kebijakan publik

tersebut. Hal itu akan membuat kebijakan yang dijalankan hanya sebatas

kompetisi bagi masing-masing badan untuk menunjukkan eksistensi kerja

mereka.

Hasil pembahasan mengenai implementasi kebijakan publik dapat

disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan atau

perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah, yang

memiliki tujuan untuk mengatasi suatu permasalahan yang terjadi pada suatu

pemerintahan. Tujuan-tujuan tersebut diwujudkan melalui nilai-nilai dan

praktik tertentu. Dalam mengimplementasikan kebijakan publik memiliki

14
beberapa faktor yang perlu diperhatikan, faktor-faktor yang telah disebutkan

diatas sangat mempengaruhi proses implementasi kebijakan publik.

Salah satu kebijakan publik yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia

adalah Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, padapasal 208 ayat 2 menyatakan tujuan untuk mewujudkan upaya

membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan keselamatan lalu

lintas dan angkutan jalan. Salah satu program untuk mewujudkan tujuan

tersebut yang diturunkan melalui Peraturan Direktur Jendral Perhubungan

Darat Nomor SK/825AJ705/DRJD/2010 pada tahun 2010 dengan

mengadakan suatu program pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan yaitu program pelajar pelopor keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan. Untuk dapat mengetahui apakah salah satu kebijakan publik

yang telah dibuat ini dapat mewujudkan tujuan yang ingin dicapai maka

perlunya melihat apakah implementasi kebijakan ini telah sesuai dengan apa

yang telah menjadi acuan dengan melihat bagaimana pelaksanaan program

tersebut.

4. Pengertian Program Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan

adalah proses penilaian atau seleksi terhadap para pelajar SMA dan /atau

sederajat diprovinsi dan kabupaten/kota dari seluruh Indonesia dalam upaya

meningkatkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dengan memilih

15
pelajar yang akan ditetapkan sebagai Juara Pelajar Pelopor Keselamatan

Tingkat Nasional (SK.825/AJ 705/DRJD/2010)

Pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ dimaksudkan untuk

meningkatkan kepedulian terhadap keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan

di kalangan pelajar khususnya. Adapaun maksud selain meningkatkan

kepedulian yaitu sebagai salah satu cara pembentukan karakter budaya

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko

kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan,

Jalan, dan/atau lingkungan (SK.825/AJ 705/DRJD/2010)

Adapun tata cara pemilihan atau seleksi untuk dapat menjadi Pelajar

Pelopor Keselamatan LLAJ kepada pelajar SMA dan/atau sederajat di

Provinsi dan Kabupaten/Kota dari seluruh Indonesia dengan memilih pelajar

yang akan ditetapkan sebagai juara Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat

nasional (SK.825/AJ 705/DRJD/2010)

5. Tujuan

Tujuan pelaksanaan pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan diatur dalam SK.825/AJ 705/DRJD/2010 Bab II pasal 2

yaitu:1) meningkatkan kesadaranpelajar dalam mematuhi peraturan lalu lintas;

2) mengurangi risiko kecelakaan akibat perilaku sebagai pengguna jalan; 3)

menanamkan dan membangun kesadaran generasi muda melalui pelajar untuk

berperilaku tertib berlalu lintas dan tanggung jawab untuk meningkatkan

keselamatan; 4) menyebarluaskan informasi tentang keselamatan jalan ke

16
kalangan generasi muda melalui pelajar; 5) memberikan penghargaan

(reward) atas prestasi kepedulian dalam berlalu lintas yang tinggi untuk

mewujudkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

6. Jadwal Pelaksanaan

Menurut SK.825/AJ 705/DRJD/2010 tentang pedoman teknis pemilihan

Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ, pada pasal 13 pelaksanaan pemilihan

Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ di tingkat Kabupaten/Kota, tingkat

Provinsi, dan tingkat Nasional sebagai berikut :

a. Tingkat Kabupaten/Kota

Pada tingkat Kabupaten/Kota menurut pedoman teknis pemilihan pelajar

pelopor keselamata lalu lintas dan angkutan jalan jadwal pemilihan pada

bulan Juni sampai Juli. Adapun tahapan pemilihan sebagai berikut: 1)

Masa pencalonan, 2) Pemilihan dan penetapan pemenang, 3) Penyampaian

nam Pelajar Pelopor Keselamatan terpilih ke tingkat Provinsi, 4)

Pengiriman peserta pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat

Kabupaten/Kota

b. Tingkat Provinsi

Pada tingkat Kabupaten/Kota menurut pedoman teknis pemilihan Pelajar

Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan jadwal pemilihan pada

bulan Agustus sampai September. Adapun tahapan pemilihan sebagai

berikut : 1) Masa pengajuan dari panitia tingkat Kabupaten/Kota, 2)

Pemilihan dan penetapan pemenang, 3) Penyampaian nama Pelajar

Pelopor Keselamatan terpilih ke tingkat nasional.

17
c. Tingkat Nasional

1) Pengiriman surat ke daerah tentang kesiapan mengikuti pemilihan

Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ yang dilampiri juknis

pelaksanaan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ.

2) Pembuatan surat ke instansi terkait perihal tenaga personil dalam

kepanitiaan.

3) Pembuatan konsep surat keputusan menteri perhubungan tentang

panitia pelaksana pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ

tingkat nasional.

4) Penggandaan dan pendistribusian surat keputusan menteri

perhubungan tentang panitia pelaksana pemilihan Pelajar Pelopor

Keselamatan LLAJ tingkat nasioanal.

5) Pelaksanaan kegiatan pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ

di tingkat Kabupaten/Kota dan Propinsi.

6) Rapat panitia I pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat

nasional (persiapan awal).

7) Pemesanan akomodasi dan konsumsi untuk penyelenggaraan

pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat nasional

8) Rapat panitia II pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat

nasional LLAJ (pembagian tugas masing-masing bidang)

9) Pembuatan surat ke dinas perhubungan/dinas LLAJ propinsi untuk

meminta nama peserta Pelajar Pelopor Keselamatan yang dikirim ke

pusat (dilampiri biodata) beserta hasil seleksinya.

18
10) Pembuatan materi test tertulis.

11) Rapat pembahasan masing-masing bidang

12) Rapat panitia III pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ

tingkat nasional (persiapan akhir).

13) Konfirmasi I, peserta Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat propinsi

14) Konfirmasi II, peserta Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat propinsi

15) Konfirmasi III, peserta Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat propinsi

16) Pemesanan perlengkapan untuk para peserta Pelajar Pelopor

Keselamatan LLAJ

17) Para peserta dan pendamping pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan

tingkat nasional LLAJ datang ke Jakarta.

18) Peserta Pelajar Pelopor Keselamatan mengikuti outbound

19) Pembukaan oleh menteri perhubungan/dirjen perhubungan darat

pada acara pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat

nasional yang diikuti para peserta.

20) Para peserta melanjutkan tes tertulis

21) Para peserta melakukan kunjungan

22) Para peserta mengikuti : a) Penyerahan piagam peringkat I, II, III

oleh direktur jenderal perhubungan darat, b) Penyerahan piagam

peringkat IV s/d terakhir dan pernyerahan plakat serta travel cek,

dilanjutkan sambutan dan penutupan penyelenggaraan pemilihan

Pelajar Pelopor Keselamatan oleh direktur keselamatan transportasi

19
darat, c) Para peserta dan tim pendamping kembali ke daerah

masing-masing

7. Kepanitiaan

Menurut pedoman teknis pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ

pada bab ketiga pasal 3 sampai 8 dijelaskan mengenai kepanitiaan Pelajar

Pelopor Keselamatan dibentuk berdasarkan tingkat pemilihan dalam hal ini

terdapat tiga tingkatan yaitu. Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional sebagi

berikut:

a. Kabupaten/Kota

1) Panitia Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/WaliKota.

2) Terdiri dari unsur-unsur Kepolisian Daerah, Dinas Kabupaten/Kota

yang membidangi Perhubungan/LLAJ, Dinas Kabupaten/Kota yang

membidangi Pendidikan Nasional, Dinas Kabupaten/Kota yang

membidangi Kesehatan, Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi

Pemuda dan Olahraga, dan PT. Jasa Raharja.

3) Diketuai oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi

Perhubungan.

b. Provinsi

1) Panitia Tingkat Provinsi dibentuk oleh Gubernur terdiri dari unsur-

unsur Kepolisian Daerah, Dinas Provinsi yang membidangi

Perhubungan/LLAJ, Dinas Provinsi yang membidangi Pendidikan

Nasional, Dinas Provinsi yang membidangi Kesehatan, Dinas Provinsi

yang membidangi Pemuda dan Olahraga, dan PT. Jasa Raharja.

20
2) Diketuai oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi

Perhubungan/LLAJ

c. Nasional

1) Panitia Tingkat Nasional dibentuk oleh Direktur Jenderal atas nama

Menteri.

2) Pada tingkat Nasional panitia terdiri dari unsur Kepolisian R.I.,

Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum,

Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan PT.

Jasa Raharja.

3) Diketuai oleh Direktur Keselamatan Transportasi Darat, Direktorat

Jenderal Perhubungan Darat.

8. Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan

Persyaratan dan tata cara pelaksanaan mengenai pemilihan Pelajar Pelopor

Keselamatan LLAJ diatur dalam SK 825/AJ 705/DRJD/2010 bagian kedua

pada pasal 9 sampai dengan pasal 12 mengenai kriteria atau persyaratan

peserta pemilihan pelajar pelopor LLAJ sebagai berikut:

a. Kabupaten/Kota

1) Kepala sekolah mengusulkan peserta pelajar setingkat sma/sederajat

yangberdomisili di Kabupaten/Kota kepada panitia pemilihan Pelajar

Pelopor KeselamatanLLAJ tingkat Kabupaten/Kota setempat.

2) Peserta pelajar setingkat SMA/sederajat harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

21
a) Berumur maksimal 19 tahun; b) diutamakan dapat berbahasa

Inggris; c) berkelakuan baik yang dinyatakan oleh kepala sekolah;d)

berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; e)

tidak mengkonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang.

3) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor KeselamatanLLAJtingkat

Kabupaten/Kota memberikan pembekalanmengenai pengetahuan di

bidang LLAJ kepada peserta pelajar.

4) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan tingkat Kabupaten/Kota melakukan penilaian terhadap

peserta Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan

tingkat Kabupaten/Kota.

5) Berdasarkan hasil penilaian diusulkan paling banyak 3 (tiga) peringkat

teratas.

6) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan tingkat Kabupaten/Kota mengusulkan nama peserta

kepada Bupati/Walikota untuk penetapan pemenang 1, 2, dan 3.

7) Bupati/Walikota mengusulkan nama pemenang pada panitia tingkat

Provinsi.

b. Provinsi

1) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat Provinsi

memberikan pembekalan kepada para peserta pelajar yang diusulkan

oleh tingkat Kabupaten/Kota.

22
2) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan Tingkat Provinsi melakukan penilaian terhadap peserta

Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ yang disulkan oleh Tingkat

Kabupaten/Kota.

3) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan

angkutan jalan Tingkat Provinsi mengusulkan nama peserta kepada

Gubernur untuk penetapan pemenang 1, 2, dan 3.

4) Gubernur mengusulkan nama pemenang pada panitia tingkat Nasional.

c. Nasional

1) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat Nasional

melakukan penilaian dan evaluasi terhadap peserta Pelajar Pelopor

Keselamatan LLAJ yang diusulkan oleh tingkat Provinsi.

2) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ jalan tingkat

Nasional mengusulkan nama peserta kepada Menteri Perhubungan

melalui Dirjen untuk penetapan pemenang 1, 2, dan 3.

9. Penilaian

a. Kriteria Penilaian

Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan melakukan penilaian

terhadap peserta pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan, meliputi

penilaian terhadap karya tulis dan pengetahuan di bidang LLAJ. Penilaian

dilakukan terhadap 4 (empat) unsur meliputi kepemimpinan (leadership),

kemampuan berbicara didepan umum (public speaking), norma/etika,

materi karya tulis, yaitu sebagai berikut:

23
1) Kepemimpinan/Leadership

a) Empati/kepedulian.

Pandangannya tentang kehidupan, hubungan antar manusia dan

lingkungan: dalam keluarga (ortu, saudara sekandung, saudara

lainnya), dengan tetangga, dengan teman, dengan manusia lainnya,

dengan lingkungan sekitar (hewan, tumbuhan, dsb).

b) Inisiatif.

Potensi tindakan yang dilakukan jika menemukan suatu masalah

c) Percaya diri, tidak grogi, gugup.

1. Dapat dilihat dari kata sambutan pada awal, tengah, penutupan,

dan mengatasi kesulitan atau permasalahan yang timbul

mendadak ketika sedang presentasi;

2. Dapat dilihat melalui tatapan matanya, gerakan tangan, gerakan

bibir, dan bahasa tubuh lainnya.

d) Kemampuan meyakinkan orang lain.

1. Dapat dilihat melalui mimik mukanya,tatapan matanya, gerakan

tangan, gerakan bibir, dan bahasa tubuh lainnya.

2. Dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan dan penggunaan kata

dan kalimat yang meyakinkan.

e) Penampilan rapih menguatkan citra diri.

1. Keserasian pakaian atasan dan bawahan, baik dalam disain,

warna, maupun dengan tubuhnya.

24
2. Kelengkapan tambahan / aksesoris yang sesuai dan

mendukung.

2) Kemampuan berbicara di depan umum (public speaking)

a) Non verbal communication (eyecontact, postur berdiri, dll). Dapat

dilihat melalui mimik mukanya, tatapan matanya, gerakan tangan,

gerakan bibir, dan bahasa tubuh lainnya.

b) Pilihan kata dan penggunaan bahasa (verbal). Penyampaian dengan

mengunakan kata, kalimat, dan istilah yang tepat sesuai dengan

hal-hal yang sedang disampaikan.

c) Intonasi dan artikulasi.

Pengeluaran suara yang sesuai dengan pernyataan yang sedang

diungkapkan, apakah semakin memperjelas, biasa saja, atau justru

menjauh dari pengertiannya.

d) Penggunaan alat peraga / bantu dalam presentasi. Pemakaian

bahan-bahan peraga yang mendukung presentasi, seperti bentuk2

tampialn slide dan alat-alat lainnya.

e) Pesan mudah dimengerti.

Keseluruhan penampilan apakah menunjukkan substansi yang

sudah dibuat dapat disampaikan dan diterima serta dipahami

dengan baik oleh pemirsa.

f) Pemanfaatan waktu

Ketepatan waktu dalam pemaparan sesuai alokasi waktu.

3) Norma/etika

25
a) Aplikasi peraturan/ norma/etika dalam presentasi

1) Pengetahuan mengenai peraturan-peraturan atau norma-norma

yang berlaku yang terkait dengan lalu lintas jalan, seperti tata

cara berlalu lintas, dll

2) Wawasan mengenai kondisi lalu lintas di daerahnya

3) Pengetahuan tentang etika berlalu lintas

4) Penerapan peraturan yang berlaku dalam berlalu lintas,baik

oleh masyarakat setempat maupun petugas terkait

b) Inovasi/ ide baru sebagai masukan terhadap peraturan.

1) Identifikasi kelemahan – kelemahan dari peraturan yang

diterapkan

2) Masukan pemikiran untuk menyempurnakan peraturan –

peraturan yang berlaku

3) Identifikasi permasalahan-permasalahan yang timbul,baik antar

pengguna jalan maupun antar instansi terkait

4) Inovasi / ide – ide baru untuk mengatasi permasalahan –

permasalahan lalu lintas jalan yang ada

5) Mampu memberikan contoh keselamatan jalan dalam

keseharian.

a. Perilaku sehari-hari dalam berlalu lintas di jalan, baik

sebagai pengendara kendaraan bermotor maupun pejalan

kaki

26
b. Berbagai upaya dalam meningkatkan keselamatan di jalan,

baik pada diri sendiri, keluarga maupun kepada masyarakat.

4) Materi karya tulis.

a) Struktur penulisan (latar belakang, problem, solusi,dll).

1) Format penulisan karya tulis telah sesuai atau belum dengan

format penulisan laporan pada umumnya.

2) Adanya hubungan antar bab.

b) Kualitas isi.

1) Ruang lingkup karya tulis menyangkut pemikiranuntuk

mengatasi suatu permasalahan-permasalahan yang saat ini

sedang dihadapi, yang tidak dapat di atasi.

2) Keakuratan data-data yang diperoleh.

Analisa dapat diterima secara logis dan dapatditerapkan untuk

menganalisa permasalahan- permasalahan sejenis.

c) Pesan dan harapan.

1) Pesan untuk mengatasi setiap permasalahan-permasalahan lalu

lntas jalan yang sedang maupun yang akan dihadapi, baik

kepada orang lain, lembaga, maupun pemerintah.

2) Harapan mengenai dunia transportasi jalan, baik

perkembangan teknologi, kebijakan, sumber daya manusia dan

lain-lain agar terciptanya keselamatan jalan

d) Penyusunan kalimat yang baik dan tepat serta efektif dan efisien.

1) Penggunaan kalimat yang baku

27
2) Kalimat yang dipergunakan mudah dan langsung dapat

dimengerti serta saling berhubungan antara yang satu dengan

yang lainnya

e) Bahan presentasi.

1) Bahan presentasi secara umum sudah mewakili karya tulis

2) Mudah dan langsung dapat dimengerti isi penulisannya, sesuai

dengan karya tulis yang dibuat

3) Efisien dan efektif

b. Metode Penilaian

Adapun metode penilaian diatur dalam pasal 18 dan 19 dalam

pedoman teknis pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ, yaitu

sebagai berikut:

1) Penentuan peserta terbaik atau juara didasarkan pada urutan jumlah

nilai akhir

terbesar.

2) Nilai akhir merupakan rata-rata dari nilai akhir para anggota tim

penilai.

3) Apabila terdapat nilai akhir yang sama maka ditentukan berdasarkan

pada nilai akhir Kategori yang mempunyai bobot terbesar, yaitu

kategori substansi karya tulis dan bahan presentasi.

4) Apabila berdasarkan metode penilaian masih terdapat nilai yang sama,

maka penentuan peserta terbaik atau juara didasarkan pada penilaian

hasil test psikologi.

28
5) Untuk penilaian Tingkat Nasional di samping penilaian terhadap karya

tulis dan pengetahuan di bidang LLAJ dilakukan penilaian terhadap

hasil test psikologi. Test psikologi mempergunakan rekomendasi dari

Psikolog penyedia bahan test psikologi

Selanjutnya dalam lampiran ketiga peraturan Dirjen Pehubungan Darat

diatur mengenai pembobotan penilaian Pelajar Pelopor Keselamatan

LLAJ. Metode penilaian yang digunakan adalah dengan sistem

pembobotan, yaitu kelima kategori tersebut diberi nilai bobot sesuai

dengan tingkat pentingnya dan total nilai bobot adalah 100%, sebagai

berikut :

1 Leadership : 25 %
2 Public Speaking : 25 %
3 Norma/Etika : 20 %
4 Materi Karya : 28 %
____________________________ +
Total : 100 %
c. Pendidikan dan Pembekalan

Adapun pendididikan dan pembekalan Pelajar Pelopor Keselamatan

LLAJ diatur pada pasal 20 dalam SK 825/AJ 705/DRJD/2010 menyatakan

sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembekalan kepada para peserta pemilihan Pelajar

Pelopor Keselamatan LLAJ didahului dengan kegiatan outbound.

2. Kegiatan outboundsebagaimana dimaksud pada ayat 1 dimaksudkan

untuk memberikan informasi dalam rangka menanamkan kesadaran

dan patokan tentang perilaku berlalu lintas di jalan yang tertib, teratur

29
dalam pelaksanaan tugas, tanggung jawab, hak/kewajiban, disiplin,

sopan santun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

di bidang lalu lintas dan angkutan jalan dan norma-norma masyarakat.

3. Pelaksanaan pendidikan/pembekalan dilakukan dengan metoda antara

lain: a) ceramah; b) diskusi; c) tanya jawab; d) simulasi;dan e)

demonstrasi.

B. Tugas dan Peran Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh Pelajar Pelopor

Keselamatan LLAJ. Kegiatan sosialisasi tersebut diadakan di setiap daerah yang

memiliki perwakilan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ. Tugas tersebut

diantaranya adalah melakukan sosialisasi tentang keselamatan bagi kalangan

pelajar tingkat SMA. Selain itu kegiatan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ ini

bekerja sama dengan dinas dan lembaga pendidikan terkait untuk melakukan

sosialisasi. Adapun jenis sosialisasi yang dilakukan adalah melalaui beberapa

macam media yaitu:a) permainan tentang marka jalan, b) soal-soal interaktif

mengenai lalu lintas, c) video tentang lalu lintas, d) kemudian memberikan modul

tentang materi sosialisasi keselamatan berlalulintas untuk remaja atau

SMA(Modul Keselamatan Berlalu Lintas untuk Remaja)

Kemudian selain memberikan sosialisasi melalui berbagai macam media

diatas, pelajar pelopor berperan sebagai Duta Keselamatan LLAJ yang diharapkan

mampu memberikan contoh dan teladan kepada para pelajar tingkat SMA. Selain

menjadi contoh tugas dan tanggung jawab yang diberikan tersebut diharapkan

30
makin mampu mewujudkan masyarakan yang tertib berlalu lintas dan mampu

mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat setiap tahun

serta menurunkan jumlah korban yang meninggal ataupun luka-luka akibat

kecelakaan lalu lintas.

C. Peraturan Lalu Lintas

1. Pengertian

Peraturan lalu lintas mengatur pengguna jalan-jalan umum dan

memberikan kerangka kerja untuk mendorong dan, apabila dibutuhkan untuk

menegakkan perilaku para pengguna jalan yang lebih aman. Peraturan lalu

lintas memberikan kerangka kerja bagi polisi lalu lintas dan badan-badan

penegak hukum lainnya untuk memastikan dipenuhinya peraturan

berkendara. Peraturan yang ada harus dikaji ulang, diperbarui, dan

dikonsolidasikan bila dimungkinkan. Peraturan mengenai berkendara dalam

keadaan mabuk, penggunaan sabuk keselamatan dan helm, dan batas

kecepatan apabila belum ada harus dibuat sesegera mungkin (Charles

Melhuish, dkk. 1996:4.10 - 3)

2. Asas dan Tujuan

Asas dan tujuan peraturan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan

dicantumkan dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2009 pada bab 2 pasal 2

dan 3 sebagai berikut:

a) Asas

Lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan

memperhatikan: a) Asas transparan; b) Asas akuntabel; c) Asas

31
berkelanjutan; d) Asas partisipatif; e) Asas bermanfaat; f) Asas efisien

dan efektif; g) Asas seimbang; h) Asas terpadu; dan i) Asas mandiri

b) Tujuan

Lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan:

1) Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,

selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain

untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan

umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu

menjunjung tinggi martabat bangsa;

2) Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

3) Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi

masyarakat.

3. Tata Cara Berlalu Lintas

Tata cara berlalu lintas diatur dalam uu no 22 tahun 2009 pada bagian

keempat, pasal 105 sampai dengan pasal 121 sebagai berikut:

Pasal 105 mengatur mengenai setiap orang yang menggunakan jalan wajib:

a. Berperilaku tertib; dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan

dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat

menimbulkan kerusakan jalan.

Selanjutnya dalam pasal 106 dikemukakan mengenai ketentuan dan

kewajiban pengemudi kendaraan bermotor di jalan dalam mengemudikan

kendaraan yaitu sebagai berikut:

32
a. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

b. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

c. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.

d. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mematuhi ketentuan:a) Rambu perintah atau rambu larangan; b) Marka

jalan; c) Alat pemberi isyarat lalu lintas; d) Gerakan lalu lintas; e) Berhenti

dan parkir; f) Peringatan dengan bunyi dan sinar; g) Kecepatan maksimal

atau minimal; dan/atau; h) Tata cara penggandengan dan penempelan

dengan kendaraan lain

e. Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang

yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan:

1. Surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat tanda coba

kendaraan bermotor; 2) Surat izin mengemudi; 3) Bukti lulus uji berkala;

dan/atau ; 4) Tanda bukti lain yang sah.

f. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat

atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib

mengenakan sabuk keselamatan.

g. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat

atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di jalan dan

penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk

33
keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional

Indonesia.

h. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang

sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar

nasional Indonesia.

i. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping

dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang.

Mengenai tata tertib penggunaan lampu utama diatur dalam pasal 107 pada

ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

1. Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama

kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada

kondisi tertentu.

2. Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang

hari.

Kemudian pada pasal 108 sampai dengan pasal 111 mengatur mengenai

penggunaan jalur atau lajur lalu lintas adapun isi dari pasal tersebut sebagai

berikut:

Pasal 108

1. Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus menggunakan jalur Jalan

sebelah kiri.

2. Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika:

a. Pengemudi bermaksud akan melewati Kendaraan di depannya; atau

34
b. Diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.

3. Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih rendah,

mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri

Jalan.

4. Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi Kendaraan

dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah

arah, atau mendahului Kendaraan lain.

Pasal 109

1. Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati Kendaraan lain

harus menggunakan lajur atau jalur Jalan sebelah kanan dari

Kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang

bebas, dan tersedia ruang yang cukup.

2. Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat

1 dapat menggunakan lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap

memperhatikan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

3. Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan

menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan. Pengemudi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1dilarang melewati kendaraan tersebut.

Pasal 110

1. Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan lain dari arah berlawanan

pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara jelas wajib

memberikan ruang gerak yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.

35
2. Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 jika terhalang oleh

suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib

mendahulukan Kendaraan yang datang dari arah berlawanan.

Pasal 111

Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan

bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, pengemudi Kendaraan yang

arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang

mendaki.

Pasal 112 sampai dengan pasal 114 mengatur mengenai bagaimana tata tertib

mengemudi dalam hal belokan atau simpangan sebagai berikut:

1. Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalikarah wajib

mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang

Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah

atau isyarat tangan.

2. Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke

samping wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan

di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.

3. Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi alat pemberi isyarat lalu

lintas, pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali

ditentukan lain oleh rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu lintas.

Pasal 113

36
1. Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan dengan alat

pemberi isyarat lalu lintas, pengemudi wajib memberikan hak utama

kepada:

a. Kendaraan yang datang dari arah depan dan/atau dari arah cabang

persimpangan yang lain jika hal itu dinyatakan dengan rambu lalu

lintas atau marka jalan;

b. Kendaraan dari jalan utama jika pengemudi tersebut datang dari

cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan yang

berbatasan dengan jalan;

c. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan sebelah

kiri jika cabang persimpangan 4 (empat) atau lebih dan sama besar;

d. Kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah kiridi persimpangan 3

(tiga) yang tidak tegak lurus; atau

e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang lurus

pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.

2. Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali lalu lintas yang

berbentuk bundaran, pengemudi harus memberikan hak utama kepada

kendaraan lain yang datang dari arah kanan.

Pasal 114

Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, pengemudi

kendaraan wajib:

a. Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai

ditutup, dan/atau ada isyarat lain;

37
b. Mendahulukan kereta api; dan

c. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi

rel.

Selanjutnya mengenai tata tertib kecepatan laju kendaraan bermotor diatur

pada pasal 115 sampai dengan pasal 117 yaitu sebagai berikut:

Pasal 115

Pengemudi Kendaraan Bermotor di jalan dilarang:

a. Mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi

yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, dan/atau

b. Berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.

Pasal 116

1. Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan rambu

lalu lintas.

2. Selain sesuai dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika:

a. Akan melewati kendaraan bermotor umum yang sedang

menurunkan dan menaikkan penumpang;

b. Akan melewati kendaraan tidak bermotor yang ditarik oleh hewan,

hewan yang ditunggangi, atau hewan yang digiring;

c. Cuaca hujan dan/atau genangan air;

d. Memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan

dengan rambu lalu lintas;

38
e. Mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta api;

dan/atau

f. Melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang.

Pasal 117

Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati

situasi lalu lintas di samping dan di belakang kendaraan dengan cara

yang tidakmembahayakan kendaraan lain.

Kemudian pada pasal 120 sampai dengan 121 mengatur mengenai ketentuan

parkir bagi kendaaraan bermotor yaitu sebagai berikut:

Pasal 120

Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut

menurut arah Lalu Lintas.

Pasal 121

1. Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga

pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada

saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku untuk

Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping.

D. Pelanggaran Peraturan dalam Berlalu Lintas dan Sanksi yang Diberikan

Pelanggaran peraturan dalam berlalu lintas yang dimaksud dalam pasal 316

ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 adalah :

Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 274, Pasal 275 ayat (1),

Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal

39
283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289,

Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal

296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302,

Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal

309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran.

Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas.

Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau

denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat

unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini

dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan

tidak terlalu membebani masyarakat. Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang

ini juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan

angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda.

Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada

pejabat atau penyelenggara Jalan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan

efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman

(reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang

berprestasi. Adapun tingkatan sanksi pelanggaran yang diberikan Menurut

Undang-Undang No. 22 tahun 2009 sesuai dengan pasal 316 ayat 1, adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1. Daftar Sanksi atas Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

No Pasal Maksimum
Jenis Pelanggaran Pasal
. Dilanggar Denda (Rp) Kurungan

40
A. Penyelenggara Jalan
Pemerintah membiarkan jalan
rusak, sehingga terjadi kecelakaan 273
1. 24 (1) 12.000.000 6 bulan
yang menimbulkan luka ringan (1)
atau kerusakan kendaraan.
Pemerintah membiarkan jalan
273
2. rusak, sehingga terjadi kecelakaan 24 (1) 24.000.000 1 tahun
(2)
yang menimbulkan luka berat.
Pemerintah membiarkan jalan
rusak, sehingga terjadi kecelakaan 273
3. 24 (1) 120.000.000 5 tahun
yang menimbulkan orang (3)
meninggal dunia.
Pemerintah tidak memberi rambu
273
4. pada jalan rusak atau belum 24 (2) 1.500.000 6 bulan
(3)
diperbaiki.
B. Kendaraan Bermotor
Merusak dan mengganggu fungsi 274
1. 28 (1) 24.000.000 1 tahun
jalan. (1)
Mengganggu fungsi rambu lalu
lintas, marka jalan, alat pemberi
275
2. isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan 28 (2) 2.500.000 1 bulan
(1)
kaki, dan alat pengaman pengguna
jalan.
Merusak fungsi rambu lalu lintas,
marka jalan, alat pemberi isyarat 275
3. 28 (2) 50.000.000 2 tahun
lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, (2)
dan alat pengaman pengguna jalan.
Memasang perlengkapan yang
4. membahayakan keselamatan lalu 279 58 500.000 2 tahun
lintas.
Tidak memasang tanda nomor
5. 280 68 (1) 500.000 2 bulan
kendaraan bermotor.
6. Tidak memiliki SIM. 281 77 (1) 1.000.000 4 bulan
Tidak mematuhi perintah petugas
7. 282 104 (3) 250.000 1 bulan
di jalan.
Mengemudi tidak konsentrasi
8. 283 106 (1) 750.000 3 bulan
(sambil menggunakan HP)
Tidak mengutamakan pejalan kaki
9. 284 106 (2) 500.000 2 bulan
atau pesepeda.
Tidak memenuhi kelengkapan
285 106 (3)
10. teknis (spion, lampu utama, 250.000 1 bulan
(2) 48 (2,3)
klakson, lampu rem, dll)
Tidak memenuhi kelengkapan
285 106 (3)
11. teknis (spion, lampu utama, 500.000 2 bulan
(2) 48 (2)
klakson, lampu rem, dll)
Melanggar rambu dan marka. 287
12. 106 (4) 500.000 2 bulan
(1)
Melanggar APPIL (lampu lalu 287
13. 106 (4) 500.000 2 bulan
lintas) (2)
Melanggaran aturan gerakan lalu 287
14. 106 (4) 250.000 1 bulan
lintas. (3)
Menghalangi ambulans. 287
15. 106 (4) 250.000 1 bulan
(4)
16. Melanggar kecepatan maksimum 287 106 (4) 500.000 2 bulan

41
atau kecepatan minimum. (5)
Melanggar aturan penggandengan 287
17. 106 (4) 250.000 1 bulan
atau penempelan (6)
Tidak dapat menunjukkan STNK. 288
18. 106 (5) 500.000 2 bulan
(1)
Tidak dapat menunjukkan SIM. 288
19. 106 (5) 250.000 1 bulan
(2)
Tidak member isyarat lampu
20. 294 1 12 (1) 250.000 1 bulan
seinsaat belok atau putar arah.
Tidak member isyarat lampu sein
21. 295 1 12 (2) 250.000 1 bulan
saat berpindah jalur.
Tidak memperhatikan sinyal
22. 296 1 14 750.000 3 bulan
perlintasan kereta api.
23. Balap-balapan di jalan. 297 1 15 3.000.000 1 tahun
Parkir darurat tanpa memasang
24. 298 121 (1) 500.000 2 bulan
peralatan isyarat.
Tidak menggunakan lajur yang 280
25. 124 (1) 250.000 1 bulan
telah ditentukan. (a)
Tidak menggunakan kelas
26. 281 125 250.000 1 bulan
jalansesuai dengan ketentuan.
Kendaraan yang mengangkut
barang tertentu yang tidak
27. 285 162 (1) 500.000 2 bulan
memenuhi syarat
keselamatan.
Kecelakaan menyebabkan 310
28. 229 (2) 1.000.000 6 bulan
kerusakan kendaraan atau barang. (1)
Kecelakaan menyebabkan korban 310
29. 229 (3) 2.000.000 1 tahun
luka ringan. (2)
Kecelakaan menyebabkan korban 310
28. 229 (4) 10.000.000 5 tahun
luka berat. (3)
Kecelakaan menyebabkan korban 310
31. 229 (4) 10.000.000 6 tahun
meninggal dunia. (4)
Mengemudikan kendaraan ugal-
31 1
32. ugalan yang membahayakan 229 3.000.000 1 tahun
(1)
nyawa atau barang.
Mengemudikan kendaraan ugal-
ugalan mengakibatkan kecelakaan 21 1
33. 229 (2) 4.000.000 2 tahun
dan menyebabkan kerusakan (2)
kendaraan.
Mengemudikan kendaraan ugal-
ugalan mengakibatkan kecelakaan 21 1
34. 229 (3) 8.000.000 4 tahun
dan menyebabkan kerusakan (3)
kendaraan dan luka ringan.
Mengemudikan kendaraan ugal-
21 1
35. ugalan mengakibatkan kecelakaan 229 (4) 20.000.000 10 tahun
(4)
dan menyebabkan luka berat.
Mengemudikan kendaraan ugal-
21 1
36. ugalan mengakibatkan kecelakaan 229 (4) 24.000.000 12 tahun
(4)
dan menyebabkan meninggal dunia
37. Tabrak lari. 312 229 (4) 75.000.000 3 tahun
Tidak mengasuransikan awak
38. 313 1.500.000 6 bulan
kendaraan dan penumpang.
39. Pencabutan surat izin mengemudi. 314 250.000 1 bulan
C. Kendaraan Roda Dua

42
Tidak memakai helm standar . 291
1. 106 (8) 250.000 1 bulan
(1)
Membiarkan penumpang tidak 291
2. 106 (8) 250.000 1 bulan
menggunakan helm SNI. (2)
Mengangkut penumpang lebih dari
3. 292 106 (9) 250.000 1 bulan
satu orang tanpa kereta samping.
Tidak menyalakan lampu utama 293
4. 107 (1) 250.000 1 bulan
pada malam hari. (1)
Tidak menyalakan lampu utama 293
5. 107 (2) 100.000 15 hari
pada siang hari. (2)
D. Kendaraan Roda Empat
Tidak membawa peralatan
berupaban cadangansegitiga
1. pengaman, dongkrak, pembuka 278 57 (3) 250.000 1 bulan
roda, dan peralatan pertolongan
pertama pada kecelakaan.
Tidak menggunakan sabuk
2. 289 106 (6) 250.000 1 bulan
keselamatan.
Tidak memberhentikan kendaraan
280
3. ketika menaikan atau menurunkan 124 (1) 250.000 1 bulan
(b)
penumpang.
Tidak menutup pintu kendaraan 280 1
4. 124(1) 250.000
sebagaimana mestinya. (c) bulan

E. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan yang relevan tentang program Pelajar Pelopor

Keselamatan LLAJ dilakukan oleh Afila Nuri Wardani pada tahun 2014 di Kota

Surakarta dengan judul program percontohan tertib dan pelopor keselamatan

berlalu lintas serta implikasinnya terhadap penguatan civic disposition pelajar di

Kota Surakarta (Studi Sekolah Pelopor Keselamatan Lalu Lintas). Dalam

penelitian ini mendapatkan hasil sebagai berikut:

1. Implementasi Program Percontohan Tertib dan Pelopor Keselamatan Berlalu

Lintas merupakan kebijakan yang Langsung diimplementasikan ke dalam

bentuk program yang dilaksanakan oleh kerjasama antara Dinas Pendidikan

Pemuda dan Olah Raga, Satlantas Polresta Surakarta dan Dinas

Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Surakarta. Agenda kegiatan

yang meliputi sosialisasi etika dan disiplin berlalu lintas oleh Satlantas

43
Polresta Surakarta dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika

Kota Surakarta dan Tindakan penertiban oleh Satlantas Polresta

Surakarta.Hasil penindakan dilaporkan kepada Dinas Pendidikan Pemuda

dan Olah Raga Kota Surakarta. Untuk selanjutnya dilaporkan kepada

sekolah-sekolah dari pelajar yang terbukti melanggar lalu lintas.

2. Implikasi Program Percontohan Tertib Dan Pelopor Keselamatan Berlalu

Lintas terhadap penguatan Civic disposition pelajar di Kota Surakarta.

Program Percontohan Tertib Dan Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas

Berhasil Menekan Angka Pelanggaran Lalu Lintas oleh Pelajar di Surakarta

dan juga berhasil menurunkan Angka Kecelakaan Lalu Lintas Usia Pelajar

(16-30 tahun). Namun pelajar dari sekolah pelopor keselamatan lalu lintas

Kota Surakarta belum menunjukkan adanya kesadaran hukum karena

berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa pelajar mematuhi hukum

karena takut dihukum oleh Sat Lantas Polresta Surakarta yaitu adanya proses

penilangan.

3. Program Percontohan Tertib dan Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas

relevan terhadap pengembangan pembelajaran dan pengembangan materi

Kompetensi Dasar 4.3 Menyajikan hasil telaah tentang aturan hukum yang

berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yaitu Undang-

Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam

pembelajaran kurikulum 2013 PPKn di Sekolah Menengah Pertama Kelas

IX Berdasarkan Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka

Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah

44
Tsanawiyah. Kata Kunci: Pendidikan Lalu Lintas, Penguatan Civic

disposition, Pengembangan Kurikulum 2013

Berdasarkan penjelasan di atas terlihat adanya relevansi penelitian yang

dilakukan di Kota Surakarta dengan penelitian di Kota Salatiga. Di sisi lai terdapat

perbedaan penelitian tersebut dilakukan pada tingkat sekolah di sebuah sekolah,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini ada pada tingkat Kota yang

memiliki ruang yang lebih besar akan tetapi hanya terbatas pada beberapa sekolah

tingkat menengah atas yaitu SMA/SMK di Kota Salatiga. Adapun perbedaan yang

paling mendasar dari dua penelitian tersebut dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah pada pokok pembahasan utama yaitu dalam hal ini yang akan

diteliti adalah mengenai dampak sebuah program, dalam hal ini adalah program

Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ dengan tingkat pelanggaran dalam berlalu

lintas

F. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori dan penelitian yang relevan tersebut maka

dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka berpikir

Pelanggaran Program Pelajar


Peratutan Lalu Pelopor
Lintas Keselamatan
LLAJ
45
Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan perundang-

undangan dan menimbulkan akibat hukum. Pelanggaran merupakan perbuatan

pidana yang tergoloh tidak seberat kejahatan. Salah satu contoh pelanggaran yang

sering terjadi adalah pelanggaran dalam berlalu lintas. Dewasa ini kasus

pelanggaran terhadap lalu lintas semakin meningkat ditunjukkan dengan tingginya

angka kecelakaan lalu lintas yang salah satunya diakibatkan oleh pelanggaran lalu

lintas.

Melihat banyaknya kasus pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas maka

pemerintah mengadakan suatu program yang diharapkan mampu meningkatkan

kepatuhan hukum dalam berlalu lintas terkhusus di kalangan pelajar SMA/SMK,

program tersebut dinamakan program Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ.

Program Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ dilaksanakan, dimana program

tersebut merupakan sebuah program yang diadakan secara rutin setiap tahun.

Dalam hal ini program tersebut memiliki tujuan agar seluruh lapisan masyarakat

khususnya pelajar dapat menjadi pelopor keselamatan yaitu sadar akan hak dan

kewajibannya dalam mematuhi dan melaksakan peraturan yang berlaku. Maka

dari itu disadari pentingnya program tersebut guna menumbuhkan sikap patuh

pelajar dalam hal ini pelajar SMA/SMK.

46

Anda mungkin juga menyukai