Edward III
Edward III mengajukan pendekatan masalah implementasi dengan terlebih dahulu mengemukakan
dua pertanyaan pokok, yakni: (i) faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan?
dan (ii) faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan? Berdasarkan kedua
pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses
implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi,
termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam
implementasi suatu kebijakan.
Ditegaskan oleh Edward III dalam Juliartha (2009:58) bahwa masalah utama dari administrasi publik
adalah lack attention to implementation bahwa without effective implementation the decision of
policymakers will not be carried out successfully.Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan
dikomunikasikan kepada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan
kebijakan, sikap, dan tanggapan dari para pihak yang terlibat dan bagaimana struktur organisasi
pelaksanaan kebijakan.
1)
Komunikasi, keberhasilan kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang
harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan (target group) sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau
bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi
resistensi dari kelompok sasaran.
2)
Sumber daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi,
tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan
berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetisi
implementor, dan sumber daya financial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi
kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
3)
Disposisi, adalah watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor seperti
komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia
akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka
proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4)
Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap
organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures) atau SOP.
SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu
panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur
birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.
Dijelaskan oleh Edward III secara singkat bahwa pedoman yang tidak akurat, jelas atau konsisten
akan memberikan kesempatan kepada Implementors membuat diskresi. Diskresi ini bisa langsung
dilaksanakan atau dengan jalan membuat petunjuk lebih lanjut yang ditujukan kepada pelaksana
tingkat bawahnya. Jika komunikasi tidak baik maka diskresi ini akan memunculkan disposisi. Namun
Komunikasi yang terlampau detail akan mempengaruhi moral dan independensi implementor,
bergesernya tujuan dan terjadinya pemborosan sumber daya seperti keterampilan, kreatifitas, dan
kemampuan adaptasi. Sumber daya saling berkaitan dengan komunikasi dan mempengaruhi
disposisi dalam implementasi. Demikian juga disposisi dari implementor akan mempengaruhi
bagaimana mereka menginterpertasikan komunikasi kebijakan baik dalam menerima maupun dalam
mengelaborasi lebih lanjut ke bawah rantai komando.
Sumber : Juliartha, Edward. 2009. Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Trio Rimba
Persada
A. Landasan Teori
Penelitian ini berkenaan dengan kebijakan publik, khususnya dari aspek
implementasi kebijakan oleh karena itu teori-teori utama yang akan dijadikan
landasan adalah teori kebijakan publik dan teori implementasi kebijakan publik.
B. Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2012:21), implementasi intinya
adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy
output) yang dilakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target
group) sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan.
Menurut Agustino (2008:139), implementasi merupakan suatu proses
yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau
kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai
dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Ripley dan Franklin (dalam Winarno, 2014: 148) menyatakan bahwa
implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis
keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi mencakup tindakantindakan oleh sebagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk
membuat program berjalan. Grindle (dalam Winarno, 2014: 149) memberikan
pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum,
tugas
implementasi
adalah
membentuk
suatu
kaitan
(linkage)
yang
yang
berupa
sasaran
atau
tujuan
program-program
atau
pemerintah
dalam
suatu
lingkungan
tertentu,
dengan
ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan
untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
Budiadjo (dalam Ali, dkk, 2012 : 12) menyatakan bahwa kebijakan
merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
kelompok politik dalam usaha memilih tujuan tujuan dan cara-cara untuk
mencapai tujuan.
W.I. Jenkins (dalam Wahab, 2004 : 14) merumuskan kebijakan
sebagai aset of interrelated decisions taken by a political actor or group of
actors concerning the selection of goals and the means of achieving them whitin
a specified situation where these secisions should, in principle, be within the
power of these actors to achieve (serangkaian keputusan yang saling berkaitan
yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan
dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam
suatu situasi di mana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada
dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).
Chief J.O. Udoji (dalam Wahab, 2004 : 15), mendefinisikan kebijakan
sebagai an sanctioned course of action addresses to a particular problem or
group of related problems that affect society at large (suatu tindakan bersanksi
yang mengarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang
diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling
berkaitan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat).
Dalam Keban (2008: 60-61), Shafritz dan Russell memberikan defenisi
bahwa kebijakan publik yaituwhateever a government decides to do or not to
do, sedangkan
Chandler
dan
Plano
berpendapat public
policyadalah
publik
menghadapi
secara
masalah,
umum
dengan
dilihat
sebagai
mengarahkan
aksi
perhatian
pemerintah
dalam
terhadap
siapa
Perda
dibentuk
dalam
rangka
penyelenggaraan
provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan.
otonomi
daerah
2)
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
ciri khas masing-masing daerah.
3)
Nugroho
Dwijiwijoto
(dalam
Alfatih,
2010:15)
menyatakan
Menurut
Van
Meter
Van
Horn
(dalam
Leo
Agustino,
kebijakan
kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang, untuk
mengimplementasikan kebijakan publik ada dua pilihan langkah yaitu, langsung
mengimplementasikan
dalam
bentuk
program
atau
melalui
formulasi
beberapa
definisi
tersebut
diatas
dapat
diketahui
bahwa
pelaksanaannya
kemungkinan
bisa
terjadi
adanya
kendala
dan
melukiskan
kerumitan
dalam
proses
implementasi menyatakan
Dari
berbagai
defenisi
diatas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
aktor
pelaksana
kebijakan
dengan
sarana-sarana
when they talk about or think about successful implementation. There are three
dominant ways of thinking about successful implementation
selanjutnya
mereka
menyatakan
ada analist and actors yang berpendapat bahwa implementasi kebijakan yang
berhasil dinilai, pertama,
compliance). Namun, yang kedua, ada juga yang mengukur adanya kelancaran
rutinitas fungsi. Oleh karena Ripley dan Franklin menganggap kedua parameter
tersebut is too narrow and have limites political interest, maka mereka
mengajukan perspectiveyang ketiga, yaitu dampak yang diinginkan. Mereka
mengutarakan ini dengan mengatakan we advance a third persepective, which
is that successful implementation leads to desired... impact from whatever
program is being analyzed. Jadi ada 3 perspektif untuk mengukur keberhasilan
impelementasi kebijakan.
Dalam penelitian ini, ketiga perspektif itu dipakai sebagai pedoman untuk
mengukur keberhasilan implementasi program kemitraan. Hal ini dikarenakan
ketiga persepektif tersebut tidak kontradiksi satu dengan yang lain, bahkan
mereka saling melengkapi sehingga ketiga persepektif tersebut lebih holistic,
oleh karenanya cocok dengan penelitian ini. Ketiga measurement tersebut
adalah :
1.
2.
3.
program-program
yang
dikehendaki.
(dalam
Akib,
Haedar. Jurnal
2.
Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
3.
4.
mempengaruhi
keberhasilan
atau
tidaknya
kinerja
implementasi
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi orang-orang yang terkait langsung
terhadap kebijakan yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang
mereka rasakan.
5.
6.
dapat
menjadi
penyebab
dari
kegagalan
kinerja
implementasi
Prestasi
Kerja
mereka ini
sering
disebut
oleh
para
ahli the
down
dapat
mengimplementasikan
kebijakan
secara
sempurna (perpect
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10) Pihak-pihak
yang
memiliki
wewenang/kekuasaan
dapat
menuntut
dan
ini
juga
mensyaratkan
adanya
komunikasi
dan
koordinasi
sempurna. Seringkali, dalam pelaksanaan suatu kegiatan, kedua hal ini kurang
mendapatkan perhatiaan dengan baik. Apalagi harus sempurna. Hal ini sering
diperburuk karena adanya ego sektoral. Berdasakan deskripsi diatas, teori ini
kurang cocok untuk dijadikan untuk penelitian ini.
d. Model Implementasi Kebijakan Goerge C. Edward III
Model
implementasi
kebijakan
yang
berspektif top
down yang
dikembangkan oleh George C. Edward III. Edward III (dalam Agustino, 2008 : 149154) menamakan model implementasi kebijakan publiknya denganDirect and
Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan teori ini terdapat empat
variabel yang mempengaruhi keberhasilan impelementasi suatu kebijakan, yaitu
: 1. Komunikasi; 2. Sumberdaya; 3. Disposisi; dan 4. Struktur birokrasi.
1.
Komunikasi
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan menurut Goerge C. Edward III (dalam Agustino, 2008 : 150) adalah
komunikasi.
Komunikasi,
menurutnya
sangat
menentukan
keberhasilan
dan
peraturan
impelementasi
harus
ditansmisikan
(atau
b)
jelas
dan
tidak
membingungkan
(tidak
pada
tataran
tertentu,
para
pelaksana membutuhkan
fleksibelitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal
tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh
kebijakan yang telah ditetapkan.
c)
2.
Sumber daya
Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya
dalam mengimplementasikan kebijakan, menurut Goerge C.Edward III (dalam
Agustino, 2008 :151-152). Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen,
yaitu :
a)
staf
yang
tidak
mencukupi,
memadai,
ataupun
tidak
ompoten
dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup, tetapi
diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang
diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau
melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b)
pertama
informasi
yang
berhubungan
dengan
cara
melaksanakan
kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat
mereka diberi perintah. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para
pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
Implementer
harus
mengetahui
apakah
orang
yang
terlibat
di
dalam
c)
nihil,
maka
kekuatan
para
implementor
dimata
publik
tidak
tanpa
adanya
fasilitas
pendukung
(sarana
dan
prasarana)
maka
Disposisi
Variabel ketiga yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan
adalah disposisi. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi,
menurut Goerge C.Edward III (dalam Agustino, 2008:152-154), adalah :
a.
kebijakan
haruslah
orang-orang
yang
memiliki
dedikasi
pada
Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk
mengatasi
masalah
kecenderungan
para
pelaksana
adalah
dengan
memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut
kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat
kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara
menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor
pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah
dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi(self
interst) atau organisasi.
4.
Struktur birokrasi
Menurut Edward III (dalam Agustino,2008 : 153-154 ), yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun
sumber daya untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana
kebijakan
mengetahui
apa
yang
seharusnya
dilakukan,
dan
mempunyai
b)
Resources
(Sumberdaya)
Implementation
(Pelaksanaan)
Dispositons
Bureaucratic
(Karakter/Watak)
Strukture
(Struktur Birokrasi)
Secara umum, diantara model tidak ada yang terbaik. Menurut Riant Nugroho D
(dalam Alfatih, 2010:52) tidak ada suatu model kebijakan pun yang cocok untuk
semua implementasi kebijakan sebab setiap kebijakan memerlukan model yang
sesuai dengan sifat kebijakan itu sendiri. Dengan demikian, model implementasi
kebijakan yang mana pun bisa saja dipakai sejauh sesuai dengan kondisi yang
ada dalam penelitian.
2.
Model dalam Ripley dan Franklin ini lebih cocok dengan konteks penelitian ini
sebab pemerintah sebagai implementor kebijakan pengamanan aset daerah
Teori dalam Ripley dan Franklin juga mengakomodasi beberapa point yang
terdapat pada teori Van Meter dan Van Horn serta Brian W. Hogwood and Lewis
A.Gunn. Dalam teori pada buku mereka, Ripley dan Franklin menetapkan sasaran
dan target kebijakan yang harus dipatuhi. Begitupun teori Van Meter dan Van
Horn. Kinerja juga mendapat perhatian, baik dalam Ripley and Franklin maupun
Van Meter dan Van Horn serta Goerge C. Edward III. Begitupun dengan faktor
sumber daya, kondisi ekonomi sosial, dan politik serta sikap para implementor
juga sama-sama dianggap penting dalam teori mereka selanjutnya, teori dalam
Ripley and Franklin juga mempunyai keterkaitan dengan teori Hogwood dan
Gunn. Variabel sumber daya, tugas yang rinci dan komunikasi pada teori
Hogwood dan Gunn merujuk pada faktor kelancaran rutinitas fungsi tidak akan
berjalan dengan baik, sedangkan point komunikasi yang baik serta prosedur
yang efektif dari teori Hogwood dan Gunn secara implisit, dapat mengacuh pada
dimensi kepatuhan yang terdapat pada teori Ripley and Franklin. Dengan
demikian, antara ketiga teori tersebut ada keterkaitan unsur, walaupun cara
pengungkapannya berbeda.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Secara teoritis khususnya menurut teori George C. Edwards III (dalam Agustino,
2006:145), the are for critical factories to policy implementation they are : communication,
resources, disposition, and bureauratic structure.
Dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah provinsi
Sumatera Selatan Nomor 3 tahun 2007 tentang pengelolaan barang milik Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan, belum diketahui faktor tersebut akan ditemukan saat peneliti melakukan
penelitian, faktor tersebut bisa saja sama, bisa saja berbeda dari apa yang Goerge C.Edward III
kemukakan.
F. Kerangka Teori
Menurut Ripley dan Franklin (dalam Alfatih, 2010 : 51-52) ada tiga cara
yang dominan bagi suksesnya implementasi kebijakan, yaitu: (Al Fatih, andy.
2010. Implementasi kebijakan dan pemberdayaan masyarakat.Bandung: Unpad
Press)
1.
kepatuhan
merupakan
analisis
karakter
dan
kualitas
perilaku
perhatian
pada
berbagai
faktor
non-organisasional
yang
apa
yang
dianggap
tepat
sebagai
keputusan
pribadi
dalam
rutinitas
suatu
implementasi
pelaksanaan
yang
baik
pada
juga,
program
sehingga
kegiatan
dapat
suatu keberhasilan
Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki (the leading of the desired
performance and impact), bahwa dengan adanya kinerja dan dampak yang baik
merupakan wujud keberhasilan implementasi kebijakan.
Keberhasilan kebijakan atau program juga dikaji berdasarkan perspektif proses
implementasi dan perspektif hasil. Pada perspektif proses, program pemerintah
dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan
pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain
cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program.
Sedangkan pada perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala
program membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin
saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari
dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya.
Ketiga perspektif tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan
implementasi kebijakan, sehingga menjadi lebih mudah untuk diidentifikasi.
Model
Pendekatan top
implementasi
downmemiliki
inilah
yang
pandangan
paling
tentang
pertama
hubungan
muncul.
kebijakan
G. Kerangka Pemikiran
Ketiga Perspektif menurut teori Ripley dan Franklin (dalam Alfatih,
2010 : 51-52) dirujuk untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan ini
sesuai untuk digunakan sebagai dimensi dari Implementasi Peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Selatan Nomor 3 tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang
Milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Studi di Badan Pengelola Keuangan
dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013) karena relatif lebih
mudah untuk diidentifikasi.
Keterangan :
Apabila
dari
ketiga
perspektif
tersebut
adalah
tingkat
kepatuhan,
http://rintosusantotempirai.blogspot.co.id/2014/10/teori-implementasi-kebijakanpublik.html