Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN
Analisis Kebijakan Kesehatan pert 7
Oleh :
Ayulia Fardila Sari ZA, SKM, MPH
Definisi
• Implementasi kebijakan sebagai sebuah kegiatan
mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy
output) yang dilakukan oleh para pelaksana kepada
kelompok sasaran (target group) untuk mewujudkan
tujuan kebijakan. (Purwanto, 2012)
• Implementasi kebijakan dilihat sebagai proses
interaksi antara penentuan tujuan dan tindakan
untuk mencapainya. (Pressman dan Wildavsky, 1984)
• Implementasi kebijakan merupakan proses yg
sanagt penting dalam proses kebijakan publik.
Tanpa implementasi kebijakan maka tujuan2
penting dlm perumusan kebijakan tidak dapat
terwujud
• Tahap implementasi kana menentukan apakah
kebijakan publik berhasil menyelesaikan
masalah2 publik yg dihadapi
Fokus Utama Analisis Implementasi
Kebijakan
Analisis implementasi kebijakan dibutuhkan untuk memahami:
• Mengapa suatu kebijakan gagal diimplementasikan di suatu
daerah?
• M e n ga p a s u at u ke b i j a ka n p u b l i k ya n g s a m a , ya n g
dirumuskan oleh pemerintah memiliki tingkat keberhasilan
yang berbeda-beda ketika diimplementasikan oleh
pemerintah daerah?
• Mengapa suatu jenis kebijakan lebih mudah dibanding
dengan jenis kebijakan lain?
• M e n ga p a p e r b e d a a n ke l o m p o k s a s a ra n ke b i j a ka n
memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan?
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk mengevaluasi kebijakan :
• Output,
• Akses,
• Cakupan,
• Bias,
• Ketepatan layanan,
• Akuntabilitas,
• Kesesuaian program dengan kebutuhan,
• Outcome
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
mengevaluasi kebijakan :

• Output, digunakan untuk mengetahui konsekuensi langsung


yang dirasakan oleh kelompok sasaran sebagai akibat dari
implementasi kebijakan
• Akses, berkaitan dengan seberapa mudah kelompok sasaran
mendapatkan layanan dari implementasi sebuah kebijakan
• Cakupan, tentang siapa saja yang menjadi kelompok sasaran
dan perbandingan jumlah kelompok sasaran yang telah
mendapat layanan dengan total kelompok layanan dapat pula
menganalisis frekuensi untuk mengetahui seberapa sering
kelompok sasaran memperoleh layanan kebijakan
• Bias, menganalisis potensi terjadinya “penyimpangan“ atau
ketidaktepatan implementasi kebijakan
• Ketepatan layanan, berkaitan tentang apakah pelayanan yang
dilakukan tepat waktu atau tidak
• Akuntabilitas, menggali tentang aspek pertanggungjawaban
implementasi kebijakan
• Kesesuaian program dengan kebutuhan, menganalisis apakah
kebijakan yang diimplementasikan telah sesuai dengan apa
yang diperlukan atau menjadi kebutuhan masyarakat
• Outcome, yaitu digunakan untuk mengukur dampak suatu
kebijakan. Hal ini merupakan kelanjutan dari output
Kebijakan-kebijakan yang cenderung
memunculkan masalah dalam
implementasinya:
1. Kebijakan Baru
2. Kebijakan yang didesentralisasikan
3. Kebijakan Kontroversial
4. Kebijakan yang kompleks
5. Kebijakan yang berhubungan dengan krisis
6. Kebijakan yang ditetapkan oleh pengadilan
1. Kebijakan Baru
Kebijakan baru kerap menemui permasalahan dalam
implementasinya oleh berbagai alasan, diantaranya :
• saluran komunikasi yang masih dibangun, sementara
efektivitas komunikasi sangat vital untuk keberhasilan
impelementasi kebijakan.
• tujuan yang ditetapkan sering kali tidak jelas.
• pada tahap awal masih terjadi ketidakkonsistenan
petunjuk pelaksanaan.
• kebijakan baru kemungkinan besar menemui hambatan
sumber-sumber pendanaan dan sumber daya lainnya.
• cenderung mendapat perhatian dan prioritas yang
rendah dari pelaksana
• kebijakan memunculkan tindakan-tindakan yang tidak
atau belum pernah dilakukan sebelumnya.
• kebijakan baru masih dapat dubah oleh para pelaksana
untuk disesuaikan dengan cara lama
2. Kebijakan yang didesentralisasikan
Kebijakan yang diserahkan dan dikelola oleh unit yang lebih
kecil biasanya melibatkan lebh banyak orang. Semakin banyak
organisasi yang erlibat dan semaki n p a nj a n g ra nta i
birokratisasi, maka semakin banyak pula kemungkinan untuk
terjadi distorsi informasi. Selain itu, pengawasan kebijakan
yang didesentralisasikan akan menjadi semakin kompleks

3. Kebijakan Kontroversial
kebijakan yang lahir dari perdebatan dan pro-kontra yang bsar
memerlukan proses kompromi yang besar pula. Kebijakan
yang kontroversial juga mendorong pihak yang berseberangan
untuk memengaruhi proses implementasinya agar tujuan
kebijakan tidak tercapai optimal.
4. Kebijakan yang kompleks
tingkat kerumitan sebuah kebijakan juga dapat memengaruhi
keberhasilan kebijakan itu sendiri. Kebijakan yang rumit akan
menimbulkan kesulitan penerapan oleh aktor pelaksana.

5. Kebijakan yang berhubungan dengan krisis


Keadaan krisis sering meminta tindakan cepat dan fleksibel,
situasi ini pada saat yang sama memunculkan besarnya
potensi penolakan tehadap kebijakan saat krisis yang tidak
d i i n g i n ka n . Ke te r b ata s a n wa k t u d a n s u m b e r d aya
menimbulkan kesulitan dalam proses implementasi.

6. Kebijakan yang ditetapkan oleh pengadilan


Keputusan pengadilan sering serupa pernyataan-pernyataan
normatif yang membutuhkan interprtasi lebih mendalam
Jenis pendekatan model implementasi kebijakan :

• Model top down


– Model elit, model proses dan model inkremental dianggap
sebagai gambaran pembuatan kebijakan berdasarkan
model top down.

• Model bottom up
– D a p a t d i l i h a t p a d a m o d e l ke l o m p o k d a n m o d e l
kelembagaan.
Model Analisis Implementasi Kebijakan

1. Model Grindle
• Model ini menekankan bahwa proses pembuatan kebijakan
bersifat interaktif dan tidak linier.
• Elemen sentral dalam model ini adalah bahwa inisiatif atau
reformasi kebijakan dapat diubah dan dibatalkan pada setiap
tahap siklusnya oleh tekanan dan reaksi dari orang-orang yang
menantangnya.
• Tidak seperti model linier, model interaktif memandang
reformasi memberikan tekanan untuk perubahan di banyak
titik
• Kebijakan implementasi kebijakan menurut Grindle
d i p e n g a r u h i o l e h d u a v a r i a b e l b e s a r, y a k n i i s i
kebijakan/content of policy dan lingkungan implementasi
kebijakan/context of implementation
Variabel isi kebijakan, mencakup :
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups
yang dipengaruhi oleh kebijakan
b. Jenis manfaat yang dihasilkan kebijakan dan yang diterima oleh
target groups
c. Derajat perubahan yang diinginkan oleh kebijakan
d. Kedudukan pembuat kebijakan tepat
e. Implementor kebijakan disebutkan dengan rinci
f. Sumberdaya yang memadai untuk pelaksanaan kebijakan

Variabel lingkungan kebijakan, yang mencakup :


a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki
oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan
b. Karakteristik institusi dan rezim yang berkuasa
c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran/target
groups
Diagram Model Grindle
2. Model Edward III
Empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif yaitu
komunikasi, sumberdaya, disposisi atau siikap dan struktur birokrasi.
• Komunikasi, berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan
pada organisasi dan publik, ketersediaan sumber daya untuk
melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggapan dari para pihak yang
terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksanaan kebijakan
• Sumberdaya, berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung,
khususnya sumber daya manusia. Berkenaan dengan kecakapan
pelaksana kebijakan publik untk carry out kebijakan secara efektif
• Disposisi, berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk
melaksanakan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak
mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan
kebijakan.
• Struktrur biokrasi, berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi
yang enjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya
adalah bagaimana agar tidak terjadi ‘’bureauretic fragmentation’’
karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari
efektif.
Model Edward III

KOMUNIKASI
(COMMUNICATION)

SUMBER DAYA
(RESOURCE)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
(POLICY IMPLEMENTATION)

SIKAP
(ATTITUDES)

STRUKTUR BIROKRASI
(BUREAUCRATIC
STRUCTURE)
3. Model Mazmanian dan Sabatier
Implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan.
Mazmania Sabatier dalam Nugroho, 2014 mengklasifikasikan proses
implementasi ke dalam tiga variabel:
a. Variabel independen, yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang
berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan,
keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki
b. Variabel Intervening
Diartikan sebagai kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses
implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan,
dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana,
keterpaduan hirarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari
lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana yang memiliki
keterbukaan kepada pihak luar, variabel di luar kebijakan yang
mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator
kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis
konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan
kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana
c. Variabel Dependen
Yaitu tahapan dalam proses implementasi kebijakan publik dengan lima
tahapan, yang terdiri dari: pertama, pemahaman dari lembaga/badan
pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana. Kedua,
kepatuhan objek. Ketiga, hasil nyata. Ke-empat, penerimaan atas hasil
nyata. Terakhir, kelima, tahapan yang mengarah pada revisi atas kebijakan
yang dibuat dan dilaksanakan, baik sebagian maupun keseluruhan
kebijakan yang bersifat mendasar.
4. Model Van Meter dan Van Horn
Model ini diperkenalkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van
Horn, 1975 yang melihat implementasi kebijakan berjalan
linier dengan kebijakan publik, implementor dan kinerja
kebijakan publik.
5. Model Hogwood dan Gunn
Model ini dikembangkan oleh Hogwood, Brian W, Lewis A
Gunn, 1986 dan dikenal sebagai Top Down Approach. Menurut
mereka dalam implementasi kebijakan dieprlukan beberapa syarat.
1. j a m i n a n b a h w a ko n d i s i e k s t e r n a l y a n g d i h a d a p i o l e h
badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan
2. tersedianya sumber-sumber dan waktu yang memadai.
3. perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
4. kebijakan yang diimplementasikan didasari hubungan kausal yang
andal
5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata
rantai pengghubungnya
6. Hubungan saling ketergantungan kecil
7. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
8. Komuunikasi dan koordinasi yang sempurna
9. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut
dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna
6. Model Goggin, Bowman dan Lester
model ini memperlihatkan bahwa dalam implementasi kebijakan
terdapat variabel independen, interverning dan juga dependen.
Salah satu faktor yang dianggap memiliki peran besar dalam proses
ini adalah komunikasi yang menjadi penentu bahwa proses
implementasi ini dapat berjalan baik atau tidak.
7. Model G. Shabbir Cheema dan Denis A. Rondinelli
Kerangka konsep yang dapat digunakan untuk analisis
implementasi program-program pemerintah yang bersifat
desentralisasi.
Ada empat variabel yang dapat memengaruhi kinerja dan
dampak suatu program, yaitu :
a. Kondisi lingkungan, antara lain meliputi
– tipe sistem politik
– struktur pembuat kebijakan
– karakteristik struktur politik lokal
– kendala sumber daya
– sosio kultural
– derajat keterlibatan pada penerima program
– tersedianya infrastruktur fisik yang cukup
b. Hubungan antar organisasi, diantaranya
– Kejelasan dan konsistensi sasaran program
– pembagian fungsi antar instansi yang pantas
– standarisasi prosedur perencanaananggaran,implementasi dan evaluasi;
– ketepatan, konsistensi, dan kualitas komunikasi antar institusi;
– efektivitas jejaring untuk mendukung program

c. Sumber daya organisasi untuk implementasi program, terdiri atas


– kontrol terhadap sumber dana;
– keseimbangan antara pembagian anggaran dan kegiatan rogram;
– ketepatan alokasi anggaran;
– pendapatan yang cukup untuk pengeluaran;
– dukungan pemimpinan politik pusat;
– dukungan pemimpinan politik lokal; komitmen birokrasi
d. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana, terdiri dari
– keterampilan teknis, manajerial, dan politis petugas;
– kemampuan untuk mengoordinasi,
– mengontrol dan mengintegrasikan keputusan; dukungan
dan sumber daya politik instansi;
– sifat komunikasi;
– hubungan yang baik antar instansi dengan kelompok
sasaran;
– hubungan yang baik antar instansi dengan pihak diluar
pemerintah dan non goverment organization;
– kualitas pemimpin instansi yang bersangkutan;
– komitmen petugas terhadap program;
– kedudukan instansi dalam hierarki sistem admistrasi
Model Cheema dan Rondinelli

Hubungan antar organisasi


1. Kejelasan dan konsistensi
sasaran program
2. P e m b a g i a n u n g s i a n t a r
Karakteristik dan kapabilitas instansi
instansi yang pantas
pelaksana
3. S t a n d a r i s a s i p r o s e d u r
1. Keterampilan teknis, manajerial
Kondisi Lingkungan perencanaan, anggaran,
dan politis petugas
1. Tipe sistem politik implementasi dan evaluasi
2. K e m a m p u a n u n t u k
2. Struktur Pembuat 4. Ketepatan, konsistensi dan
mengoordinasi, mengontrol dan
Kebijakan kualitas komunikasi antar Kinerja dan dampak
mengintegrasikan keputusan
3. Karakteristik instansi 1. Tingkat sejauh mana
3. Dukungan dan sumber daya
struktur politik 5. Efektivitas jejaring untuk program dapat
politik instansi
lokal mendukung program mencapai sasaran
4. Sifat komunikasi internal
4. Kendala sumber y a n g t e l a h
5. H u b u n g a n y a n g b a i k
daya ditetapkan
antarinstansi dengan kelompok
5. Sosio kultural 2. Adanya perubahan
sasaran
6. Derajat Sumber daya organisasi k e m a m p u a n
6. Hubungan yang baik antar pihak
keterlibatan para 1. Kontrol terhadap sumber administrasi
instansi dengan pihak diluar
penerima dana organisasi lokal
pemerintah dan NGO
program 2. K e s e i m b a n g a n a n t a r a 3. Berbagai keluaran
7. Kualitas pemimpin instansi yang
7. Tersedianya pembagian anggaran dan dan hasil yang lain
bersangkutan
infrastruktur fisik kegiatan program 8. Komitmen petugas terhadap
yang cukup 3. Ketetapan alokasi anggaran program
4. Pendapatan yang cukup 9. K e d u d u k a n i n s t a n s i d a l a m
untuk anggaran hierarki sistem administrasi
5. Dukungan pemimpin politik
pusat
6. Dukungan pemimpin politik
lokal
7. Komitmen birokrasi
• Analisis Implementasi kebijakan juga dapat
memetakan faktor2 yg mempengaruhi
keberhasilan dan kegagalan implementasi
kebijakan
• Dalam melakukan analisis implementasi
kebijakan, model2 implementasi kebijakan
dapat membantu dalam memetakan kebijakan
yg diimplementasikan secara top down,
bottom up, atau mensinkronisasi dua
pendekatan tsb
Tahapan kerja yang menggunakan pendekatan top-down sebagai
berikut
a. Memilih kebijakan yang akan dikaji
b. Memperlajari dokumen kebijakan yang ada untuk dapat
mengidentfikasi tujuan dan sasaran kebijakan yang secara formal
tercantum dalam dokumen kebijakan
c. Mengidentifikasi bentuk-bentuk keluaran kebijakan yang
digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran
kebijakan
d. Mengidentifikasi apakah keluaran kebijakan telah diterima oleh
kelompok sasaran dengan baik, sesuai SOP yang ada
e. Mengidentifikasi apakah keluaran kebijakan tersebut memiliki
manfaat bagi kelompok sasaran
f. Mengidentifikasi apakah muncul dampak setelah kelompok
sasaran memanfaatkan keluaran kebijakan yang mereka terima.
Analisis kemudian diarahkan untuk mengetahui apakah dampak
yang muncul tersebut berimplikasi terhadap terwujudnya tujuan
kebijakan sebagaimana ditetapkan dalam dokumen kebijakan.
Langkah-langkah dalam penelitian bottom up, sebagai berikut :
a. Memetakan stakeholder (aktor dan organisasi) yang terlibat
dalam implementasi kebijakan pada level terbawah
b. Mencari informasi dari para aktor tersebut tentang
pemahaman terhadap kebijakan yang mereka
implementasikan dan apa kepentingan mereka terlibat dalam
implementasi
c. Memetakan keterkaitan (jaringan) para aktor pada level
terbawah tsb dengan aktor-aktor pd level di atasnya
d. Peneliti bergerak ke atas dg memetakan aktor pd level yg
lebih tinggi dengan mencari informasi yg sama
e. Pemetaan dilakukan terus sampai level tertinggi (para policy
maker)
Studi Kasus
• Judul penelitian: “Implementasi Kebijakan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas Kab
Kuningan Tahun 2011-2012”
• Latar belakang:
• Program BOK di Kab Kuningan meningkatkan dana
operasional puskesmas th 2011 dan 2012 menjadi 2
kali lipat, namun hal tsb tdk berbanding positif dg
pencapaian cakupan indikator SPM bid. Kesehatan
• Ini mengindikasikan bhwa implementasi program
BOK di puskesmas kab Kuninganblm mencapai target
• Tujuan: menganalisis faktor-faktor yg
mempengaruhi implementasi kebijakan BOK di
Puskesmas Kab Kuningan berdasarkan variabel
kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi,
sumber daya organisasi, serta karakteristik dan
kapabilitas instansi pelaksana
• Metode: kualitatif di 4 puskesmas dan Dinkes
dg jumlah informan 23 orang
• Penelitian ini menggunakan kombinasi antara
teori implementasi kebijakan dari G. Shabbir
Cheema dan Dennis A. rondinelli (1983) dan
Kerangka pikir program BOK yg tercantum
dalam Kepmenkes RI No.
210/Menkes/PER/1?2011 tentang petunjuk
teknis BOK
Variabel2 yg mempengaruhi implementasi kebijakan C(heema
dan Rondinelli)

Hubungan antar
organisasi

Karakteristik dan
Kondisi Kinerja dan
kapabilitas instansi
Lingkungan dampak
pelaksana

Sumber daya
organisasi
• Hasil penelitian:
– Secara umum puskesmas kb kuningan dalam
melaksanakan program BOK tidak mengalami kendala yg
berhubungan dg sumber daya
– Pengalokasian anggaran kegiatan BOK sudah sesuai
ketentuan dan mekanisme kontrol terhadap penggunaan
dana telah dilakukan melalui kegiatan verifikasi dari tim
dinkes
– Dukungan pimpinan puskesmas menjadi faktor penting
dalam kegiatan yg dibiayai dana BOK
– Komitmen seluruh elemen di puskesmas thd program BOK
sudah baik ditunjang dg komunikasi internal yg berjalan dg
baik pula
– Faktor kualitas pimpinan di puskesmas sudah baik
• Kesimpulan:
• Pelaksanaan BOK di Kab. Kuningan memberikan banyak manfaat kpd
puskesmas, khususnya operasionali kegiatan preventif dan promotif, tetapi
ini tidak memberikan pengaruh positif thd pencapaian SPM bidang
kesehatan
• Diharapkan puskesmas dapat memprioritaskan dana BOK untuk kegiatan
yg bisa mendongkrak pencapaian cakupan program kesehatan
• Dinas Kesehatan perlu mengupayakan pencairan dana BOK pada awal
tahun bisa lebih awal dan mengintensifkan monitoring dan evaluasi
disertai uji petik
• Disamping itu perlu melakukan penyegaran kegaitan manajemen
puskesmas
• Untuk program BOK masih layak dipertahankan namun perlu disertai
perbaikan dan penyempurnaan dlm pelaksanaannya
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai