JURNAL
OLEH
Imiawati Sadaoda
TAHUN 2020
2
Tahun : 2017
1. Latar Belakang
2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari jurnal ini yaitu untuk mengetahui bahwa komunikasi
kesehatan.
3. Metode Penelitian
4. Hasil Penelitian
5. Kesimpulan
Lawas
Tahun : 2016
1. Latar Belakang
2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari jurnal ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui
sakit.
5
3. Metode Penelitian
4. Hasil Penelitian
5. Kesimpulan
BPJS belum optimal, hal ini terlihat dari ukuran dan tujuan kebijakan,
Tahun : 2016
1. Latar Belakang
meningkatkan tanggung
2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari jurnal ini yaitu agar kita dapat mengetahi
3. Metode Penelitian
membuat gam baran atau tulisan secara sis-tematis. Faktual dan akurat
atau individu-individu secara utuh”. Jadi pokok kaji annya tidak akan
disederhanakan pada variable yang telah ditata atau suatu hipotesa yang
4. Hasil Penelitian
yang masih belum optimal yang dilihat dari keterangan petugas mengenai
5. Kesimpulan
dapat dilihat pada tabel dalam pembahasan dari hasil pengkajian perilaku
Tahun : 2016
1. Latar Belakang
untuk PKD biasa dikenal dengan istilah Obat Publik dan Perbekalan
publik perlu dilakukan upaya perencanaan yang akurat dan reliabel guna
Kesehatan
Kabupaten Kediri tahun 2014, ada 244 jenis obat diluar obat program,
2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari jurnal ini yaitu agar kita dapat mengetahui
Kesehatan
3. Metode Penelitian
digunakan dalam penelitian ini adalah data pengelolaan obat pada tahun
4. Hasil Penelitian
Kepala Bidang P2P, Kepala Bidang Promkes dan PL, Kepala Seksi
Langsung, Kepala
Usia Lanjut, Kepala Seksi JPKM, Kepala UPTD Gudang Farmasi dan
5. Kesimpulan
stock, lead time, dan sisa stok. Lead time Kabupaten Kediri berdasarkan
jenis obat kelompok A hanya 25 jenis obat atau sebesar 48,07% yang
Pemerintah
Misnaniarti
Tahun : 2017
1. Latar Belakang
pihak. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah untuk mengetahui
2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari jurnal ini yaitu agar kita dapat mengetahui dan
pemerintah
3. Metode Penelitian
penelitian dilakukan pada 2013. Informan ada 20 orang terdiri dari pejabat
4. Hasil Penelitian
5. Kesimpulan
kepentingan
Volume VII Nomor 3, Juli 2016 ISSN 2086-3098 (cetak)
ISSN 2502-7778 (elektronik)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
dan lead time. Dikatakan stockout jika sisa menurut Quick et.al (2012) stok obat yang
stok adalah 0. Berdasarkan data kosong (stockout) akan menyebabkan
penghitungan obat menurut analisis ABC, terganggunya pelayanan kesehatan. Untuk
kelompok obat A di UPTD Gudang Farmasi itu masalah yang diangkat dalam penelitian
dan Alat Kesehatan dan UPTD Puskesmas ini adalah terjadinya kondisi obat stagnant
Kabupaten Kediri tahun 2014 sebagian secara rerata sebesar 31% dan stockout
besar dalam kondisi stagnant yaitu 93,48%. sebesar 21% di UPTD Puskesmas
Sedangkan kondisi obat yang menjadi buffer Kabupaten Kediri pada Tahun 2014.
hanya sebesar 6,52%. Pengelolaan obat Salah satu faktor penyebab kondisi obat
yang baik dapat menyediakan obat yang stagnant menurut Renie& Pudjirahardjo
tepat jumlah dan jenis dan menghindarkan (2013) adalah perencanaan yang tidak tepat.
dari kondisi stagnant maupun stockout. Penelitian mengenai perencanaan obat di
Pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri belum pernah dilakukan
Kabupaten Kediri belum terlaksana dengan sehingga berdasarkan data masalah diatas
baik karena tidak dapat menjaga stok obat peneliti ingin mengetahui perencanaan obat
pada kondisi optimum, sehingga timbul di Kabupaten Kediri dengan membuat
kondisi obat stagnant. simulasi penghitungan perencanaan obat
Jika dijabarkan per puskesmas, dari 37 dengan menggunakan metode konsumsi.
puskesmas di wilayah Kabupaten Kediri Hasilnya diharapkan dapat digunakan oleh
mengalami kondisi obat yang beragam. Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri sebagai
Setiap puskesmas masih ditemukan obat dasar perencanaan obat periode
kelompok A dalam kondisi stagnant dan selanjutnya.
stockout. Rerata kondisi obat kelompok A
pada 37 Puskesmas Kabupaten Kediri yang METODE PENELITIAN
mengalami stagnant sebanyak 31%, buffer
48%, dan stockout 21%. Jika ditinjau berdasarkan jenis
Berdasarkan data tersebut dapat pendekatan penelitian yang digunakan,
disimpulkan bahwa masih terjadinya kondisi maka penelitian ini merupakan penelitian
obat stagnant dan stockout sehingga dapat observasional karena pengumpulan
mengganggu proses pelayanan kepada data/informasi tanpa dilakukan intervensi
pasien serta dapat menghambat pencapaian atau perlakuan pada populasi, dengan
target kegiatan yang telah ditentukan. rancangan sebagai penelitian deskriptif. Data
Sebanyak 37 UPTD Puskesmas melakukan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
permintaan obat ke UPTD Gudang Farmasi data pengelolaan obat pada tahun 2014 dan
dan Alat Kesehatan setiap 3 bulan sekali. 2015.
Permintaan obat Puskesmas dihitung Lokasi penelitian dilakukan di Dinas
berdasarkan stok optimum obat yang Kesehatan Kabupaten Kediri. Waktu
tersedia di Puskesmas. penelitian dimulai pada bulan Januari-Maret
Berdasarkan hasil wawawancara dengan 2016. Pengumpulan data dilakukan selama
pengelola obat di 19 UPTD Puskesmas satu bulan yaitu bulan Maret 2016.
diperoleh data bahwa selama ini dalam Populasi pada penelitian ini adalah UPTD
melakukan perencanaan obat menggunakan Puskesmas Kabupaten Kediri sebesar 37
metode konsumsi yaitu dengan UPTD Puskesmas, dan sampelnya dalah
menggunakan data pemakaian obat tahun seluruh populasi yaitu seluruh UPTD
sebelumnya. Metode konsumsi memiliki Puskesmas Kabupaten Kediri. Teknik
beberapa tahapan penghitungan pengumpulan yang digunakan adalah studi
diantaranya: penghitungan rata-rata dokumentasi yaitu melakukan penelusuran
pemakaian obat, penghitungan sisa stok, data sekunder Lembar permintaan dan
penghitungan kekosongan obat, laporan pemakaian obat seluruh puskesmas
penghitungan waktu tunggu, dan serta data laporan pengelolaan obat di
penghitungan safety stock. Dari 19 UPTD UPTD Gudang Farmasi dan Alat Kesehatan.
Puskesmas yang disurvey didapatkan data Sedangkan data primer diperoleh dengan
bahwa semua puskesmas tidak melakukan wawancara mendalam ke staf seksi Farmasi
penghitungan waktu kekosongan dan dan Penyehatan Makanan dan Minuman.
penghitungan waktu tunggu. Penghitungan Tahapan penelitian yang dilakukan
kebutuhan obat yang kurang akurat adalah melakukan penelusuran data LPLPO
menyebabkan kelebihan atau kekurangan selama tahun 2014 dan tahun 2015;
stok obat. menghitung pemakaian rata-rata per bulan;
Menurut Abadi (2014) stok obat berlebih menghitung waktu tunggu (Lead Time);
(overstock/stagnant) sangat berpotensi menghitung safety stock; dan menghitung
menjadi obat kadaluarsa. Hal ini akan sisa stok. LPLPO ditelusuri di UPTD Gudang
menimbulkan kerugian material. Sedangkan Farmasi dan Alat Kesehatan. Tahapan
penelitian ini didasarkan pada langkah- obat adalah metode ABC. Metode ABC
langkah dalam penghitungan kebutuhan obat menggambarkan tingkat konsumsi obat per
dengan menggunakan metode konsumsi. tahun hanya diwakili oleh sejumlah kecil
Instrumen yang digunakan dalam obat. Sebagai contoh, dari pengamatan
penelitian ini berupa tabel penghitungan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa
kebutuhan obat berdasarkan metode sebagian besar dana obat (70%) digunakan
konsumsi, tabel penghitungan kelompok untuk pengadaan 10% dari jenis/item obat
obat berdasarkan analisis ABC, dan tabel yang paling banyak digunakan, sedangkan
penghitungan ketersediaan obat. Selain itu sisanya sekitar 90% jenis/item obat
dalam melakukan wawancara mendalam menggunakan dana sebesar 30%. Metode
digunakan instrumen panduan pertanyaan ABC membagi kelompok obat ke dalam tiga
untuk wawancara. Teknik yang digunakan bagian yaitu kelompok obat A, kelompok
dalam analisis data adalah dengan obat B, dan kelompok obat C.Berikut
menggunakan tabel penghitungan dijelaskan tentang kelompok ABC.
kebutuhan obat dengan menggunakan Data yang digunakan dalam analisis ABC
metode konsumsi. ini adalah data obat tahun 2015. Data obat
yang dianalisis merupakan data obat diluar
HASIL PENELITIAN obat program, obat gigi, reagen
laboratorium, dan perbekalan kesehatan.
Perencanaan kebutuhan obat di Dinas Pemisahan data obat mempunyai tujuan
Kesehatan Kabupaten Kediri dilakukan agar pengelompokkan obat berdasarkan
melalui koordinasi dengan tim perencanaan analisis ABC tidak bias dengan data obat
obat dan perbekalan kesehatan kabupaten. lain yang memiliki investasi besar akan tetapi
Selain itu perencanaan kebutuhan obat juga tidak menunjukkan kebutuhan obat pasien.
didasarkan pada usulan perencanaan Misalnya obat program merupakan obat
puskesmas. Pada tahun 2015 tim perencana yang digunakan untuk mensukseskan
obat dan perbekalan kesehatan bertemu 1 program kesehatan pemerintah misalnya
kali untuk membahas pengadaan obat tahun vitamin A, Albendazol tablet 200mg. Besar
2015. kecilnya jumlah pemakaian obat program
Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas tidak tergantung pada besar kecilnya jumlah
Kesehatan Kabupaten Kediri No.188/1848/ pasien akan tetapi tergantung pada besar
418.48/2015 Tim perencanaan obat dan kecilnya jumlah kasus yang ingin ditangani.
perbekalan kesehatan terdiri dari Kepala Berdasarkan hasil penelitian dengan
Bidang Pelayanan Medik Dasar dan menggunakan metode ABC terhadap jenis
Kefarmasian, Kepala Seksi Kefarmasian dan dan jumlah obat yang dimiliki oleh Dinas
Penyehatan Makanan Minuman, Kepala Kesehatan Kabupaten Kediri seperti yang
Bidang Kesga Dan Gizi, Kepala Bidang P2P, tercantum pada tabel 1.
Kepala Bidang Promkes dan PL, Kepala
Seksi Kesehatan Khusus, Kepala Seksi Tabel 1. Pengelompokkan obat dengan
Pencegahan Penyakit Menular Langsung, menggunakan analisis ABC berdasarkan
Kepala Pengamatan Penyakit dan Imunisasi, jumlah item obat dan besarnya biaya di
Kepala Seksi Anak, Remaja, dan Usia Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri Tahun
Lanjut, Kepala Seksi JPKM, Kepala UPTD 2015
Gudang Farmasi dan Alat Kesehatan, dan
Kelompok Jumlah Biaya (Rp) Persen- Persen-
Staf Seksi Kefarmasian dan Penyehatan Item tase tase
Makanan Minuman. Obat Item Biaya
Sebelum tim perencana terbentuk, A 52 2.889.616.823 21 70
pelaksanaan perencanaan obat dilakukan B 53 829.635.333 22 20
oleh seksi Farmakmin. Dengan memberikan C 139 418.512.865 57 10
surat permintaan usulan data obat dari Jumlah 244 4.137.765.021 100 100
puskesmas maupun pemegang program
dinas kesehatan tanpa melalui pertemuan. Berdasarkan analisis ABC tersebut
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terlihat bahwa dari 244 jenis obat sebanyak
dinyatakan bahwa dalam melakukan 52 yang termasuk dalam kelompok A (21%)
perencanaan obat (penghitungan kebutuhan dengan biaya sebesar Rp 2.889.616.823
obat) didasarkan pada metode konsumsi. (70%). Obat yang termasuk kelompok A
merupakan obat yang menghabiskan
Mengidentifikasi tingkat pemakaian anggaran sekitar 70% tetapi memiliki
dengan menggunakan metode ABC presentase item yang paling
kecil.Pengendalian obat kelompok A dapat
Pada penelitian ini metode yang dilakukan melalui penyiapan anggaran,
digunakan untuk mengetahui persediaan penyimpanan obat yang baik dan distribusi
obat yang baik, serta pemantauan mutu obat (Lead Time); (3) Menghitung stok pengaman
yang baik. (Safety Stock); (4) Menghitung stok akhir;
Untuk mengetahui pengelolaan yang dan (5) Menghitung total kebutuhan obat
obat yang baik dapat dilihat dari tingkat
ketersediaan obat yang ada. Berikut Rumus:
disajikan data tentang tingkat ketersediaan A = (B+C+D) - E
obat kelompok A pada tabel 2.
Keterangan:
Tabel 2. A = Rencana Pengadaan
Tingkat Ketersediaan Obat di Dinas B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
Kesehatan Kabupaten Kediri Tahun 2015 C = Buffer Stock (10%-20%)
D = Lead time 3-6 bulan
Tingkat Jumlah Persentase E = Sisa Stok
Ketersediaan
Stagnant 42 81% Mempersiapkan daftar nama obat yang
Buffer 10 19% akan dihitung
Stockout 0 0
Jumlah 52 100% Daftar nama obat yang akan dihitung
kebutuhannya adalah daftar nama obat
Tingkat ketersediaan obat pada tabel 3 kelompok A. Berdasarkan hasil
dihitung berdasarkan sisa stok yang ada di penghitungan klasifikasi jenis obat dengan
UPTD Puskesmas dan UPTD Gudang menggunakan metode ABC diperoleh bahwa
Farmasi dibandingkan dengan safety stock item obat yang termasuk ke dalam kategori
dan lead time. Safety stock dihitung untuk A sejumlah 52 jenis seperti yaag tercantum
mencegah terjadinya kejadian diluar dugaan pada tabel 1 dan 2. Jenis obat kelompok A
seperti perubahan pola penyakit. Sedangkan yaitu (1) Amoksisilin Kapsul 500 mg; (2)
lead time merupakan jumlah obat yang Parasetamol Tablet 500 mg; (3) Albendazol
dihitung selama masa tunggu dari mulai suspensi 200 mg/5 ml; (4) Ringer Laktat
pengadaan sampai dengan penerimaan Larutan Infus Steril ; (5) Obat Batuk Hitam (
obat. Jika dihitung safety stock dan lead time O.B.H ) Cairan; (6) Piridoksin HCL Tablet 10
di Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri setara mg; (7) Obat Flu Kombinasi (Alpara); (8)
dengan 6 kali rata-rata pemakaian. Ibuprofen Tablet 400 mg; (9) Vitamin B
Perencanaan obat di Kabupaten Kediri Komplek Tablet; (10) Fitomenadion ( Vit. K 1
dilakukan 2 kali yaitu pertama perencanaan ) Inj. 10 mg/ml - 1 ml; (11) Sianokobalamin
obat digunakan untuk memperoleh anggaran (Vit.B12) Tablet 50 mcg; (12) Antalgin (
obat. Perencanaan obat yang kedua metampiron ) Tablet 500 mg; (13) Serum
dilakukan sebelum proses pengadaan obat. Anti Bisa Ular Polivalen Inj. 5 ml ( ABU I );
Data yang digunakan pada perencanaan (14) Asam Mefenamat Tablet 500 mg; (15)
pertama adalah data pemakaian obat tahun Eritromisin Tablet 500 mg; (16) Kalium
2014 sedangkan data yang digunakan pada Diklofenak Tablet 50, (17) Antasida DOEN
perencanaan kedua adalah data pemakaian Tablet Kombinasi; (18) Deksametason
obat tahun 2015. Tablet 0.5 mg; (19) Amoksisilin Sirup Kering
Pada penelitian ini perencanaan obat 125 mg/5 ml; (20) Ibuprofen Tablet 200 mg;
dengan menggunakan metode konsumsi (21) Anti Bakteri DOEN, Salep Kombinasi;
merupakan perencanaan obat yang (22) Kalsium Laktat (Kalk) Tablet 500 mg;
dilakukan untuk memperoleh anggaran obat (23) Triamcinolone Acetonide 1 mg; (24)
sehingga data yang digunakan untuk Oksitosin Injeksi 10 IU/ml - 1 ml; (25)
menyusun perencanaan adalah data Antasida DOEN II suspensi; (26)
pemakaian obat tahun 2014 dan jenis obat Parasetamol Drops; (27) Sefotaksim Injeksi
yang dihitung dalam penelitian ini adalah 1 g; (28) Amoksisilin Kapsul 250 mg; (29)
jenis obat kelompok A.. Klorfeniramin Maleat (CTM) Tablet 4 mg;
(30) Multivitamin tablet; (31) Siprofloksasin
Perencanaan kebutuhan obat dengan Tablet 500 mg; (32) Tiamfenikol Kapsul 500
metode konsumsi mg; (33) Kaptopril Tablet 25 mg; (34)
Glukosa Larutan Infus 10 % Steril (Produk
Langkah yang dilakukan dalam lokal); (35) Natrium Diklofenak Tablet 50 mg;
penghitungan kebutuhan obat berdasarkan (36) Betahistin Mesilat Tablet 6 mg; (37)
metode konsumsi adalah: (1) Tramadol Kapsul 50 mg; (38) Parasetamol
Mempersiapkan daftar obat yang akan Sirup 120 mg/5 ml; (39) Fluphenazine
dihitung; (2) Menghitung pemakaian rata-rata Decanoate 25mg/ml; (40) Kotrimoksasol
per bulan; (3) Menghitung waktu tunggu Suspensi; (41) Sulfasetamid Natrium Tetes
Mata 15%; (42) Serum Anti Tetanus Inj.
1.500 IU/Ampul ( A.T.S ); (43) Gliseril Kediri sampai dengan tahun 2015 tidak
Guayakolat Tablet 100 mg; (44) Sefadroxil dapat melakukan pengadaan obat sendiri,
Kapsul 250 mg; (45) Ambroxol sirup 15 sehingga selama ini obat di UPTD
mg/ml; (46) Tiamfenikol sirup kering 125 mg Puskesmas diperoleh dengan melakukan
/ 5 ml; (47) Metronidasol Tablet 250 mg; (48) permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Fitomenadion ( Vit. K ) Tablet Salut 10 mg; Kediri. Pada tahun 2016 UPTD Puskemas
(50) Difenhidramin HCL Inj. 10 mg/ml - 1 ml; dapat melakukan pembelian obat dengan
(51)Ampisillin Serbuk Injeksi i.m/i.v 1000 menggunakan dana kapitasi BPJS.
mg/ml; dan (52) Hidrokortison Krim 2.5 %. Proses pengadaan membutuhkan waktu
sekitar 3 bulan dari mulai pembuatan
Menghitung rata-rata pemakaian obat per Kerangka Acuan Kerja (KAK) sampai
tahun dengan penerimaan obat. Pengadaan obat
selama ini dilakukan 1 tahun sekali. Dinas
Dalam menghitung rata-rata pemakaian Kesehatan memulai pengadaan rata-rata
obat per tahun diperlukan data pemakaian pada tribulan 4 dikarenakan anggaran yang
obat kelompok A selama tahun 2014 digunakan untuk pengadaan obat masih
kemudian dibagi 12 bulan. Penggunaan data melalui proses Perubahan Anggaran
obat tahun 2014 dikarenakan perencanaan Kegiatan (PAK) yang baru disahkan menjadi
kebutuhan obat tahun 2016 dilaksanakan DPA sekitar bulan september tahun berjalan.
pada tahun 2015 sesuai dengan kegiatan Sampai saat ini obat hasil proses
perencanaan yang dilakukan oleh Dinas pengadaan dari Dinas Kesehatan
Kesehatan Kabupaten Kediri. Sehingga rata- didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan
rata obat yang digunakan adalah rata-rata puskesmas. UPTD Puskesmas Kabupaten
pemakaian obat tahun 2014. Rata-rata Kediri belum dapat melakukan pengadaan
pemakaian obat dhitung dengan obat sendiri karena keterbatasan kompetensi
mempertimbangkan waktu kekosongan obat. SDM pengadaan (tidak ada pejabat
Berdasarkan data (laporan pemakaian pengadaan) sehingga dalam mencukupi
dan lembar permintaan obat) LPLPO tahun kebutuhan obat, UPTD Puskesmas
2014 diketahui bahwa ada obat pada melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan
kategori A yang yang mengalami Kabupaten Kediri.
kekosongan. Jenis obat Albendazol 200 mg Berdasarkan uraian diatas dapat
suspensi mengalami kekosongan obat disimpulkan bahwa lama waktu tunggu obat
selama 1 bulan.Waktu kekosongan obat adalah 3 bulan. Masing-masing jenis obat
digunakan untuk menghitung perkiraan dalam kelompok obat A dihitung waktu
pemakaian obat selama terjadi kekosongan tunggu 3 bulan kemudian dikalikan rata-rata
obat sehingga diperoleh rata-rata pemakaian pemakaian. Hasil penghitungan waktu
yang sesuai dengan kenyataan yaitu dengan tunggu dapat dilihat pada kolom D pada
mengestimasi jumlah pemakaian obat tabel 4.
disamakan dengan rata-rata pemakaian obat
bulan berikutnya. Kemudian dihitung lagi Menghitung stok pengaman (Safety
rata-rata pemakaian obat dan dikalikan 12 Stock)
untuk mengetahui jumlah pemakaian selama
1 tahun. Penghitungan stok pengaman dilakukan
Berdasarkan data awal diketahui bahwa dengan menggunakan rumus yaitu (Quick et
seluruh UPTD Puskesmas di Kabupaten al., 2012):
Kediri tidak memperhitungkan waktu
kekosongan obat sehingga data jumlah total Rumus:
pemakaian obat hanya mengacu pada obat Ss = Ca x Lt
yang memiliki stok. Sehingga data
pemakaian obat yang telah dihitung selama Keterangan:
1 tahun tidak mencerminkan pemakaian obat Ss= Safety stock
yang sebenarnya. Hal ini yang akan Ca=rata-rata pemakaian per bulan
menimbulkan ketidakkuratan dalam Lt= Lead Time
penghitungan perencanaan obat.
Berdasarkan rumus di atas dapat
Menghitung waktu tunggu (Lead Time) dianalisis bahwa dalam melakukan
penghitungan stok pengaman harus
Dalam menghitung waktu tunggu harus diketahui nilai waktu tunggu masing-masing
mengetahui kapan pelaksanaan pengadaan jenis obat. Dalam uraian sebelumnya
dan kapan obat diterima oleh UPTD Gudang dinyatakan bahwa waktu tunggu obat di
Farmasi dan Alat Kesehatan Kabupaten Kabupaten Kediri membutuhkan waktu 3
Kediri. UPTD Puskesmas di Kabupaten bulan mulai dari pengadaan sampai dengan
penerimaan obat. Sehingga nilai safety stock metode konsumsi diketahui bahwa dari 52
setara dengan nilai lead time yaitu 3 kali jenis obat yang ada di kelompok A tidak
rata-rata pemakaian obat. Hasil semua obat perlu dilakukan pengadaan.
penghitungan safety stock dapat dilihat pada Jenis obat yang perlu diadakan ada 25 jenis
kolom C pada tabel 4. obat yaitu Echinacea purpurea 250mg,
Albendazol suspensi 200 mg/5 ml, Obat
Menghitung Stok Akhir Batuk Hitam (O.B.H) Cairan, Obat Flu
Kombinasi (Alpara), Fitomenadion (Vit. K 1)
Stok akhir adalah jumlah obat yang ada Inj. 10 mg/ml - 1 ml, Antalgin (metampiron)
di akhir periode. Penghitungan kebutuhan Tablet 500 mg, Serum Anti Bisa Ular
obat harus menghitung stok akhir di Polivalen Inj. 5 ml (ABU I), Eritromisin Tablet
sarana pelayanan kesehatan secara akurat. 500 mg, Kalium Diklofenak Tablet 50 mg,
Sisa stok dihitung tidak hanya sisa stok yang Deksametason Tablet 0.5 mg, Ibuprofen
ada di UPTD Gudang Farmasi dan Alat Tablet 200 mg, Triamcinolone Acetonide 1
Kesehatan akan tetapi juga sisa stok yang mg, Oksitosin Injeksi 10 IU/ml - 1 ml,
ada di seluruh Puskesmas. UPTD Sefotaksim Injeksi 1 g, Klorfeniramin Maleat
Puskesmas yang ada di Kabupaten Kediri (CTM) Tablet 4 mg, Multivitamin tablet,
sebanyak 37 UPTD Puskesmas. Tiap UPTD Tiamfenikol Kapsul 500 mg, Betahistin
Puskesmas dihitung sisa stok kemudian Mesilat Tablet 6 mg, Tramadol Kapsul 50
dijumlah dengan sisa stok yang ada di UPTD mg, Serum Anti Tetanus Inj. 1.500 IU/Ampul
Gudang Farmasi dan Alat kesehatan (A.T.S), Gliseril Guayakolat Tablet 100 mg,
Kabupaten Kediri. Hasilnya tercantum pada Sefadroxil Kapsul 250 mg,Tiamfenikol sirup
tabel 4 pada kolom E. kering 125 mg / 5 ml, Fitomenadion (Vit. K)
Data sisa stok dapat diperoleh dari Tablet Salut 10 mg, dan Hidrokortison Krim
Laporan Pemakaian dan Lembar permintaan 2,5 %.
Obat (LPLPO) yang dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Kediri. Sisa stok pada PEMBAHASAN
LPLPO dihitung setiap bulan. Sehingga
untuk mendapatkan sisa stok di akhir tahun Prinsip metode konsumsi adalah
dapat dilihat kolom sisa stok pada bulan menghitung kebutuhan obat tahun yang
Desember. akan datang berdasarkan pola pemakaian
atau pola konsumsi obat tahun lalu (Quick,
Menghitung total kebutuhan obat et.al, 2012). Metode ini menunjukkan
kelompok A Tahun 2016 berdasarkan gambaran banyaknya jenis dan jumlah obat
metode konsumsi yang digunakan oleh semua unit pelayanan
tertentu untuk mengobati kasus penyakit
Dalam menghitung jumlah total selama periode waktu tertentu, misalnya
kebutuhan obat kelompok A tahun 2016 setahun sekali.
dengan menggunakan metode konsumsi Metode ini dapat digunakan secara
rumus yang digunakan adalah: efektif apabila tersedia data penggunaan
obat dari tahun ke tahun tersedia secara
Rumus: lengkap dan konsumsi di unit pelayanan
A = (B+C+D)-E
bersifat konstan dan tidak fluktuatif. Menurut
Kementerian Kesehatan RI (2010) dalam
Keterangan: melakukan penghitungan kebutuhan obat
A= Rencana Kebutuhan dengan metode konsumsi ada hala-hal yang
B= Pemakaian rata-rata x12 bulan harus diperhatikan. Hal tersebut antara lain:
C= Safety Stock pengumpulan dan pengolahan data; analisa
D= Lead Time data untuk infromasi dan evaluasi;
E= Sisa Stok penghitungan perkiraan kebutuhan obat; dan
penyesuaian jumlah kebutuhan obat dnegan
Rencana kebutuhan obat seperti yang alokasi dana.
tercantum pada tabel 3 dihitung dengan Keakuratan data pemakaian obat
menjumlahkan pemakaian total obat (dengan menurut Rumbai et.al., (2015) dipengaruhi
mempertimbangkan waktu kekosongan obat) oleh beberapa faktor yaitu: (a) Kurangnya
kolom B dengan safety stock pada kolom C, tenaga farmasi khususnya Apoteker yang
lead time pada kolom D dan dikurangi sisa terlatih menyebabkan pekerjaan kefarmasian
stok yang ada di kolom E. Dan hasilnya terganggu. Pengatahuan petugas pengelola
diperoleh rencana kebutuhan obat tahun obat tentang manajemen pengelolaan obat
2016 seperti yang tercantum pada kolom A. menjadi tidak baik. Hal ini dapat
Berdasarkan hasil penghitungan mempengaruhi keakuratan data sehingga
kebutuhan obat dengan menggunakan menyebabkan perencanaan kebutuhan obat
menjadi tidak tepat; (b) Kegiatan koordinasi Lima Ratus Sembilan Puluh Empat Ribu Dua
dan monitoring dari atasan selama Ratus Tiga Rupiah).
pelaksanaan kegiatan perencanaan Metode konsumsi memiliki kelebihan
kebutuhan dapat memotivasi petugas diantaranya tidak membutuhkan data
pengelola obat untuk menyelesaikan morbiditas dan standar pengobatan,
perencanaan kebutuhan secara maksimal penghitungan lebih sederhana, dan dapat
dan bertanggungjawab. Koordinasi dan diandalkan jika pencatatan baik. Kekurangan
monitoring dapat membantu petugas metode konsumsi yaitu tidak dapat dijadikan
pengelolaan obat dalam melaksanakan dasar pengkajian penggunaan obat, tidak
perencanaan dan kebutuhan obat dengan dapat diandalkan jika terjadi perubahan pada
baik dan tepat. Selain itu juga dapat pola penyakit karena metode ini hanya
meningkatkan rasa tangung jawab untuk mengacu pada pemakaian obat sebelumnya.
membuat daftar perencanaan kebutuhan
obat di dinas kesehatan yang nantinya KESIMPULAN DAN SARAN
didistribusikan ke puskesmas sesuai
instruksi yang disampaikan oleh dinas Kesimpulan
kesehatan.
Menurut penelitian Setyowati (2003) Rencana kebutuhan obat dihitung
dinyatakan bahwa seringkali dalam berdasarkan pemakaian rata-rata obat,
menghitung kebutuhan obat sisa stok yang safety stock, lead time, dan sisa stok. Lead
ada di UPTD Puskesmas tidak time Kabupaten Kediri berdasarkan lama
diperhitungkan. Sehingga hal ini mengurangi waktu proses pengadaan sampai dengan
keakuratan penghitungan kebutuhan obat penerimaan obat membutuhkan waktu 3
yang akhirnya dapat menyebabkan obat bulan sehingga dalam penghitungan lead
stagnant. time yaitu 3 kali rata-rata pemakaian. Begitu
Meskipun kelompok obat A merupakan juga dengan safety stock di Kabupaten
kelompok obat membutuhkan pengawasan Kediri sebesar 3 kali rata permakaian rata-
lebih intensif dibandingkan dengan kelompok rata. Berdasarkan hasil penghitungan
obat B maupun C tidak berarti bahwa setiap rencana kebutuhan obat tahun 2016
jenis obat dalam kelompok A perlu dilakukan diketahui bahwa dari 52 jenis obat kelompok
pengadaan. Harus dilihat kondisi sisa stok A hanya 25 jenis obat atau sebesar 48,07%
masing-masing jenis obat. Sehingga rencana yang perlu dilakukan pengadaan. Besar
pengadaan obat hanya untuk jenis obat yang anggaran yang diperlukan untuk pengadaan
memang diperlukan sehingga stok obat tetap obat kelompok A sebesar Rp
optimal. 1.438.594.203,-.
Berdasarkan hasil penghitungan
kebutuhan obat diketahui bahwa lead time Saran
obat selama 3 bulan dan safety stock
sebanyak 3 bulan. Kegunaan menghitung Untuk memperoleh perencanaan
stok pengaman dalam merencanakan kebutuhan obat di Kabupaten Kediri yang
kebutuhan obat adalah sebagai antisipasi akurat dilakukan seluruh langkah-langkah
terhadap kejadian diluar dugaan misalnya dalam penghitungan kebutuhan obat sesuai
adanya Kejadian Luar Biasa (KLB), dan dengan harus mempertimbangkan lama
kenaikan angka kunjungan pasien ke kekosongan per jenis obat. Sedangkan untuk
puskesmas. Sehingga dapat mencegah peneliti lainnya diperlukan penelitian lebih
terjadinya obat kosong (stockout) yang dapat lanjut tentang perencanaan obat dengan
mengganggu pelayanan obat kepada pasien metode kombinasi misalnya metode
(Kementerian Kesehatan RI, 2010). konsumsi dan morbiditas sehingga diperoleh
Hasil penghitungan diketahui bahwa jenis ketepatan perencanaan mendekati
obat pada kelompok A sebanyak 27 item kebutuhan.
obat tidak perlu dilakukan pengadaan karena
stoknya mencukupi hingga akhir tahun. DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa jumlah
anggaran obat yang dibutuhkan untuk Abadi, Muhammad., 2014. Analisis Dasar
pengadaan obat kelompok A dihitung Hukum, Kebijakan, dan Peraturan
dengan mengalikan jumlah rencana Penanganan Obat Overstock di UPT
kebutuhan obat dengan harga satuan di Farmasi dan Alat Kesehatan Kota
setiap jenis obat. Hasilnya didapatkan bahwa Yogyakarta, Tesis, Universitas
anggaran yag dibutuhkan untuk pengadaan Gajahmada.
obat sebanyak Rp 1.438.594.203 (Satu Arinda Silvania, L. H. S., 2012. Evaluasi
Milyar Empat Ratus Tiga Puluh Delapan Juta Kesesuaian Antara Perencanaan Dan
Realisasi Penerimaan Obat. Jurnal
yang mem-pengaruhi kesehatan sehingga dapat organisir dan dikoordinasikan untuk memfor-
meningkat-kan derajat kesehatannya (Fitriani, mulasikan, mengimplementasikan, dan menge-
2011, h.87). Salah satu tonggak promosi lola (manage) keputusan-keputusan dalam orga-
kesehatan di Indonesia adalah Deklarasi Jakarta nisasi publik. Chandles dan Plano menjelaskan
(1997) dalam Depkes RI (2008, h.8) yang administrasi publik sebagai sebuah seni dan ilmu
merumuskan prioritas promosi kesehatan abad (art and science) yang bertujuan untuk mengatur
21 untuk meningkatkan tanggung jawab sosial public affair dan melaksanakan berbagai tugas
dalam kesehatan, meningkatkan investasi untuk yang ditentukan. Selanjutnya Kencana dkk
pembangunan kesehatan dan perluasan kemitraan (1999) memaparkan bahwa ada tujuh hal khusus
untuk kesehatan, meningkatkan kemampuan dari publik administrasi yaitu tidak dapat
masyarakat dan perberdayaan individu serta dielakkan, senantiasa mengharapkan ketaatan,
menjamin tersedianya infrastruktur promosi mempunyai prioritas, mempunyai pe-ngecualian,
kesehatan. puncak pimpinan politik, sulit di-ukur, sehingga
Kota Malang sebagai kota kedua terbesar di kita terlalu banyak mengharap dari publik
Jawa Timur dengan jumlah penduduk mencapai administrasi ini.
836.373 jiwa dengan tingkat kepadatan mencapai
7.627 jiwa / Km2 (Rekapitulasi Penduduk Kota 2. Implementasi Kebijakan
Malang Tahun 2013). Jumlah penduduk mem- Wahab (1997, h.10) mengatakan istilah ke-
pengaruhi derajat kesehatannya, sebagai buk- bijakan dalam penggunaannya seringkali saling
tinya dari survei rumah tangga yang dilakukan dipertukarkan istilah tujuan (goals), program,
Dinas Kesehatan Kota Malang bersama 15 keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan,
puskesmas menunjukkan data bahwa dari 22.880 usulan dan rancangan-rancangan besar. Ke-
rumah tangga di Kota Malang 37,1% keluarga bijakan yang telah dapat dirumuskan bermaksud
dinyatakan keluarga sehat, dan 62,9% keluarga untuk mencapai tujuan tertentu.
dinyatakan keluarga tidak sehat (Dinas Selanjutnya Thomas R. Dye (1995) dikutip
Kesehatan Kota Malang tahun 2013). Pusat oleh Nugroho (2011, h.495) menguraikan proses
Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi kebijakan publik mempunyai beberapa tahapan:
kesehatan yang mempunyai tugas untuk (1) Identifikasi masalah kebijakan; (2)
membina peran dari masyarakat, memberikan Penyusunan agenda; (3) Perumusan kebijakan;
pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat (4) Pengesahan kebijakan; (5) Implementasi
serta bertanggungjawab atas pemeliharaan ke- kebijakan; dan (6) Evaluasi kebijakan.
sehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas juga Secara prinsip terdapat dua pemilahan jenis
merupakan organisasi sosial yang melaksanakan teknik atau model implementasi kebijakan. Pe-
tugas sebagai penyedia jasa kesehatan untuk milahan pertama adalah implemenasi kebijakan
masyarakat. Salah satu dari 15 puskesmas yang yang berpola dari atas ke bawah (top-down) dan
melakukan pendataan serta pengkajian rumah kebalikannya adalah dari bawah ke atas (bottom-
tangga di daerah wilayah kerjanya di Kota up) dan pemilahan implementasi yang berpola
Malang yaitu Puskesmas Dinoyo. paksa (command-and-control) dan mekanisme
Tujuan penelitian adalah mendiskripsikan pasar (economic incentive). Model implementasi
dan menganalisa implementasi kebijakan pro- kebijakan merupakan bentuk dari kebijakan
mosi kesehatan Puskesmas Dinoyo di Kota tersebut dan mempunyai karakteristik tersendiri,
Malang.Manfaat penelitian sebagai sebagai salah satu model implementasi kebijakan yaitu
masukan bagi Puskesmas Dinoyo Kota Malang implementasi kebijakan publik model George
dan para staf untuk meningkatkan perannya Edward.
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan Menurut Edward dalam Nugroho (2011)
masyarakat diwilayah kerjanya. untuk mewujudkan implementasi kebijakan
publik yang efektif maka perlu aspek diantaranya
Tinjauan Pustaka sebagai berikut ini: (1) komunikasi, (2)
1. Administrasi Publik ketersediaan sumberdaya, (3) disposition, (4)
Pengertian administrasi menurut Nawawi Struktur birokrasi.
(1990) dalam Kencana “administrasi adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses 3. Promosi Kesehatan
pengendalian usaha kerjasama sekelompok ma- Menurut Simnett dan Elwes (1994, h.29)
nusia untuk mencapai tujuan bersama yang telah promosi kesehatan sebagai memperbaiki ke-
ditetapkan sebelumnya” (1999, h.15). sehatan: memajukan, mendukung, mendorong
Chandler & Plano dalam Keban (2004, h.3) dan menempatkan kesehatan lebih tinggi pada
menjelaskan administrasi publik sebagai proses agenda perorangan maupun masyarakat umum.
dimana sumber daya serta personil publik di- Menurut Notoatmodjo (2007, h.56) promosi ke-
pelaksanaan promosi kesehatan didalam gedung masyarakat wilayah kerja puskesmas yang dapat
puskesmas maupun di luar gedung puskesmas dilihat dalam tabel berikut:
ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan Pengkajian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
program, sikap dan tanggap dari para pihak yang Puskesmas Dinoyo
terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pe- Rumah
laksana kebijakan. Tahun Kelurahan Tangga PHBS
Resource, dalam hal ini berkenaan dengan Sehat
tersedianya sumberdaya pendukung untuk ke- 2011 Merjosari 37,4% 69,2%
efektifan implementasi kebijakan promosi ke- Sumbersari 21,4% 76,7%
sehatan, yaitu sunberdaya manusia. Hal ini ber- 2012
Tlogowaru 30,0% 80,3%
kenaan dengan sikap yang diberikan oleh petugas Tunggulwulung 26,7% 63,0%
kesehatan dalam memberikan informasi kepada 2013
Ketawanggedhe 22,4% 54,9%
pasien maupun masyarakat yang lain serta Sumber: Puskesmas Dinoyo
tersedianya petugas khusus untuk melakukan Promosi yang dilakukan oleh Puskesmas
promosi kesehatan. Dinoyo dapat diidentifikasi strategi yang di-
Disposition, dalam hal ini berkenaan laksanakan yaitu dengan stretegi sebagai berikut:
dengan kesediaan dari para implementor untuk a. Pemberdayaan masyarakat dengan bentuk
melaksanakan kebijakan publik tersebut. Dis- adanya kader kesehatan disetiap kelurahan
posisi dalam organisasi publik Puskesmas untuk membantu kinerja puskesmas
Dinoyo adalah adanya sikap dukungan yang di- b. Bina suasana dengan bentuk terciptanya rasa
berikan oleh petugas puskesmas dalam melak- nyaman yang dapat dirasakan oleh masya-
sanakan promosi kesehatan di puskesmas. Sikap rakat dalam pemberian penyuluhan
dukungan ini terdapat pada aktor-aktor yang c. Advokasi dengan bentuk kerjasama dengan
melaksanakan promosi kesehatan yaitu petugas masyarakat serta Dinas Kesehatan dalam
khusus promosi dan pemberdayaan yang sudah pemberian informasi kepada masyarakat
mendapatkan pelatihan tentang promosi kese- tentang kesehatan.
hatan dan dibantu dengan kader yang berasal dari d. Media pendukung promosi kesehatan yang
masyarakat dengan diberikan penyuluhan secara digunakan oleh puskesmas hasil dari kreatif
berkala di puskesmas. petugas khusus promosi kesehatan.
Struktur birokrasi, dalam hal ini berkenaan
dengan kesesuian organisasi birokrasi organisasi 2. Faktor Pendukung Dan Penghambat
Puskesmas Dinoyo. Adanya kejelasan dengan Implementasi Promosi Kesehatan
mempergunakan standar pelayanan dalam hal Setiap adanya implementasi maupun
promosi kesehatan seperti penyuluhan yang pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas
dilakukan oleh Puskesmas Dinoyo. tentunya akan mengalami hambatan serta duku-
Promosi kesehatan di dalam gedung ngan sebagai indikator pencapaian keberhasilan
Puskesmas Dinoyo meliputi loket pendaftaran, dan kegagalan setiap kegiatan yang dilakukan.
poliklinik serta pelayanan KIA dan KB, ruang a. Faktor Pendukung
perawatan inap, laboratorium, apotek, klinik Petugas khusus promosi kesehatan selalu
khusus, halaman puskesmas dan pemanfaatan berkoordinasi dengan semua petugas kesehatan
ruang tunggu di masing-masing tempat pela- di Puskesmas Dinoyo dalam memberikan in-
yanan kesehatan. formasi kesehatan kepada masyarakat. Sarana
Puskesmas Dinoyo telah melakukan komu- dan prasarana seperti ruang kerja staff, komputer,
nikasi kesehatan melalui konseling seperti media promosi, dan lain sebagainya yang
pemberian nasehat atau pesan-pesan mengenai memadai membuat proses kerja nyaman dalam
kesehaatn maupun penyuluhan-penyuluhan yang hal implementasi promosi kesehatan yang
dilaksanakan oleh puskesmas. Rekapitulasi per- dilakukan oleh petugas kesehatan khusus untuk
hitungan cakupan komponen kegiatan kinerja promosi kesehatan. Sumber daya manusia pada
puskesmas Dinoyo dalam upaya promosi ke- bagian promosi kesehatan maupun tenaga
sehatan 89,41% data yang diperoleh dari Profil kesehatan pada masyarakat hampir seluruhnya
Puskesmas Dinoyo tahun 2013. Pelaksanaan memiliki latar pendidikan yang mumpuni dalam
promosi kesehatan di luar gedung puskesmas hal pemberian informasi kesehatan. Memiliki pe-
melakukan penyuluhan, kunjungan rumah, survei tunjuk teknis dalam pelaksanaan promosi
lingkungan serta pada pos-pos kesehatan yang kesehatan untuk penyuluhan kepada masyarakat
diadakan di luar gedung puskesmas. Pada sebagai pegangan dalam melakukan promosi
kunjungan rumah diadakan identifikasi atau kesehatan.
rekapitulasi perilaku hidup bersih dan sehat
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan RI. (2008). Modul Pelatihan Bagi Tenaga Promosi Kesehatan Di Puskesmas.
Jakarta, Pusdiklat SDM Kesehatan-Departemen Kesehatan RI.
Fitriani, Sinta. (2011). Promosi Kesehatan. Yogyakarta, Graha Ilmu.
Keban, Yeremias. (2004). Enam Dimensi Strategi Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu.
Yogyakarta, Gave Media.
Kencana, Inu et,al. (1997). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta, PT. Rineka Cipta
Ginting, Marlina et,al. (2011). Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan: Panduan Bagi
Petugas Kesehatan Di Puskesmas. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas. Jakarta, Menteri Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/MENKES/SK/V/2007 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas. Jakarta, Menteri Kesehatan RI.
Moleong, Lexy. J. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Nazir, Mohammad. (2003). Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indo.
Notoatmojdo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta, Rineka Cipta.
Nugroho, Rian. (2011). Public Policy. Jakarta, Elek Media Komputindo.
Simnett, Ewles. (1994). Promosi Kesehatan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung, Alfabeta.
Wahab, Solichin Abdul (1997). Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Keimplementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta, PT. BumiAksara.
http://ojs.uma.ac.id/index.php/publikauma
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Medan Area, Indonesia
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program Badan Penyelenggara
Jaminan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Kabupaten Padang Lawas. Masalah yang diteliti adalah
sejauhmana sasaran dari program BPJS. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif
deskriptif dan didukung data skunder. Jenis data yang digunakan adalah data primer di peroleh
dari hasil wawancara dan data sekunder diperoleh data pengolahan data dan observasi. Tehnik
analisa data dimulai dari pengumpulan informasi melalui wawancara dan pada tahap akhir dengan
menarik kesimpulan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Implementasi Program
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan yang diterapkan di Rumah Sakit umum Sibuhuan
Kabupaten Padang Lawas sudah berjalan dengan baik.
Abstract
The pupose of this study was to determine the public’s Health InsurnceProgrm Implementation in
the people’s Health Center Island, The problem studied is the exent to which the objectives of a
public health insurance program. The approach used in this research is descriptive qualitative and
suppoted by secondary datapbtained from the date processing of the data and observations. Data
analysis techniques starting from gathering information thorough interviews and at the final stage
with interesting conclusions. From research result indicate that the eyecution of body of oranizer
of health gurantec what is applied at home pain of sibuhuan of vegency of firld lawas have walked
better.
Keywords: Implementation; Program BPJS
How to Cite: Ade Irma Suryani, Agung Suharyanto (2016). Implementasi Program Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Dalam Meningkatkan Pelayanan Administrasi Kesehatan
di Rumah Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
4 (1):
*Corresponding author: P-ISSN-2549-9165
E-mail: Agungsuharyanto@yahoo.co.id e-ISSN-2580-2011
86
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 4 (1) (2016):
Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta TingkatPertama (RITP), Pelayanan kesehatan
yang bersangkutan. Rujukan Tingkat lanjutan, yaittu Rawat Jalan
Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Tingkat Lanjut (RJTL), pelayanan Persalinan,
Nasional ditetapkan melalui Peraturan pelayanan Gawat Darurat, pelayanan ambulan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala bagi pasien rujukan dengan kondisi tertentu
sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, antar fasilitas kesehatan, Pemberian
dan kebutuhan dasar hidup yang layak. BPJS kompensasi khusus bagi peserta diwilayah
Kesehatan menghitung kelebihan atau tidak tersedia fasilitas kesehatan memenuhi
kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji syarat.
atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi Permasalahan pelayanan administrasi
kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, kesehatan di rumah sakit umum sibuhuan
BPJS Kesehatan memberitahukan secara kabupaten padang lawas harus lebih
tertulis kepada Pemberi Kerja dan atau diperhatikan dan ditingkatkan,, karena
Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari masyarakat masih banyak yang kurang
kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau berminat dalam kebijakan Badan
kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan Penyelenggara Jaminan Soial Kesehatan
dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya. (BPJS).
Iuran premi kepesertaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) METODE PENELITIAN
Kesehatan pekerja informal. Besaran iuran Dalam penelitian ini, peneliti
bagi pekerja bukan penerima upah itu adalah menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
Rp 25.500 per bulan untuk layanan rawat melakukan wawancara mendalam, dan
inap kelas III, Rp 42.500 untuk kelas II dan menggambarkan pelaksanaan pelayanan
Rp59.500 untuk kelas I Rp 25.000 . administrasi kesehatan BPJS di Rumah Sakit
Permasalahan yang muncul dalam Umum Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas.
konteks monitoring dan evaluasi sebuah yang kemudian hasil wawancara diolah dan
kebijakan adalah apakah kebijakan Jaminan akan diperoleh data-data dan fakta-fakta
Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan ini untuk mendukung penelitian ini.
dapat meningkatkan akses pelayanan Penelitian ini dilaksanakan di Rumah
kesehatan dan pelayanan kesehatan yang Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Padang
bermutu kepada seluruh warga Indonesia Lawas (Rumah sakit Rawat Inap), Jl.Kihajar
dengan asas keadilan. Permasalahan kedua Dewantara. Tipe penelitian yang digunakan
adalah sosialisasi mekanisme pelaksanaan yaitu tipe penelitan deskriptif dimasudkan
BPJS Kesehatan baik ke provider kesehatan, untuk memberikan gambaran secara jelas
dokter keluarga, klinik swasta maupun mengenai masalah-masalah yang di teliti,
stakeholder yang lain. Pertanyaan ini penting mengidentifikasi dan menjelaskan data yang
karena sampai saat ini belum ada rencana ada secara sistematis. Tipe deskriptif
untuk monitoring dan evaluasi kebijakan didasarkan pafa pristiwa-pristiwa yang
secara independen yang berfokus pada akses terjadi pada saat peneliti melakukan
dan mutu pelayanan dalam konteks penelitian kemudian dan menganalisanya dan
pemerataan keadilan pelayanan kesehatan. membandingkan dengan kenyataan yang ada
Pelayanan Badan Penyelenggara dengan teori, selanjutnya menarik
Jaminan Kesehatan (BPJS) telah dijalankan kesimpulan. Bong dan Taylor mendefensikan
khususnya di Rumah Sakit Umum, jenis pendekata kualitatif sebagai prosedur
pelayanan BPJS yang tersedia di Rumah penelitian yang menghasilkan data diskriptif
Sakit Umum seperti: Rawat Jalan Tingkat berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari
Pertama (RJTP) dan Rawat Inap
88
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 4 (1) (2016):
orang-orang dan prilaku diamati secara primer dan tulisan atau dokumen-dokumen
langsung. yang mendukung pernyataan informan. Untuk
Dasar penelitian yang dilakukan adalah memperoleh data yang relevan dengan ujuan
survey yaitu yang dilakukan dengan penelitian, maka digunakan teknik
mengumpulkan dan menganalisis studi kasus pengumpulan data sebagai berikut: (1)Data
tentang implementasi program badan primer, data yang diperoleh dari lokasi
penyelenggara jaminan kesehatan dengan penelitian atau data yang bersumber atau
memilih data atau menentukan ruang lingkup berasal dari informan yang berkaitan dengan
tertentu sebagai sampel yang dianggap variabel pelaksana program badan
refresentif. penyelenggara jaminan kesehatan, (2) data
Sehubungan dengan rumusan masalah sekunder, data perlengkapan yang diperoleh
yang di angkat dalam penelitian ini, maka dari laporan – laporan , dokumen-dokumen,
yang menjadi unit analisis adalah program buku teks, yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di penelitian yang dibahas.
Rumah Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Teknik pengumpulan data adalah
Padang Lawas. Unit analisis ini didasarkan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
kepada pertimbangan bagaimana yang dipandang ilmiah dalam suatu penelitian
implementasi program badan penyelenggara terhadap hasil yang diperoleh secara dalam
jaminan kesehatan sebagai kebijakan yang proses kerja dan mencatat hal yang berkaitan
ditetapkanleh pemerintah. Informan adalah dengan permasalahan penelitian. Meolong
seseorang yang benar-benar mengetahui mengatakan bahwa sumber data utama dalam
sesuatu persoalaan atau atau permasalahan penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tertentu yang dapat diperoleh informasi yang tindakan selebihnya adalah data tambahan
jelas, akurat, dan terpecaya, keterangan, atau seperti dokumen dan lain-lain Data yang
dapat membantu dalam memenuhi persoalan dipakai adalah data primer, yaitu data yang
dan permasalahan. Dalam proses penelitian, diperoleh dari wawancara langsung dengan
informan penelitian ini meliputi beberapa pengurus yang bersangkutan. Dalam
macam (suryanto 2005:175) seperti: penelitian ini metode yang peneliti gunakan
Informan kunci yaitu: mereka yang adalah:
mengetahui dan memiliki berbagai informasi Wawancara atau interview adalah
pokok yang diperlukan dalam penelitian yang percakapan atau Tanya jawab yang diarahkan
menjadi informan kunci dalam penelitian ini untuk tujuan tertentu, dalam hal ini
adalah Kepala Administas rumah sakit umum pertanyaan yang ditujukan kepada responden
Sibuhuan. Informan utama yaitu: mereka untuk memperoleh data. Deddy Mulyana
yang terlibat langsung dalam interaksi sosial menjelaskan wawancara adalah bentuk
yang di teliti. Yang menjadi informan utama komunikasi antara dua orang, melibatkan
dalam penelitian ini adalah masyarakat yang seseorang yang ingin memperoleh informasi
menrima program BPJS di Kabupaten Padang dari seseorang lainnya, dengan mengajukan
Lawas. pertanyaan-pertanyaan dari seseorang lainnya
Informan tambahan yaitu: mereka yang berdasarkan tujuan tertentu. Teknik yang
memberi informasi walaupun tidak langsung digunakan adalalah interview bebas
terlibat dalam interaksi sosial yang di teliti. terpimpin, yaitu penelitian mengajukan
Yang menjadi informan tambahan adalah beberapa pertanyaan yang tela dipersiapkan
Masyarakat yang tidak memakai program kemudian langsung dijawab oleh informan
BPJS di sekitar Kabupaten Padang Lawas. dengan bebas dan terbuka. Dalam hal ini
Sumber data dalam penelitian ini adalah kata- dilakukan peneliti untuk dapat menggali
kata dan tindakan para informan sebagai data informasi dan data yang akurat dari nara
89
Agung Suharyanto (2016). Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)
Memberikan informasi atau data tentang kegiatan pelayanan dari perawatan umum.
upaya kesehatandan pencapaian yang Dalam melaksanakan tugas, bagian Rawat
dilakukan di Rumah Sakit Umum Di Inap Memfunyai Fungsi:
kabupaten Padang Lawas meliputi cakupan 1. Medata Pasien yang datang berobat.
atau program dan sumber kesehatan 2. Memberikan vital sign dan menanya
berdasarkan Standar kesehatan berdasarkan keluhan pasien.
Standar Pelayananan menimal dibidang 3. Menghubungi Dokter atau melaporkan
Kesehatan. Memberikan informasi atau data kepada Dokter tentang Pasien untuk
status kesehatan masyarakat meliputi angka member therapy.
Kematian, angka kesakitan dan status Gizi. 4. Melaksanakan therapi yang diberikan
Sebagai alat untuk memonotoring dan Dokter, seperti Infus pasien bila
mengevaluasi kegiatan atau program di diperlukan, Obat –obatan dan lain –lain .
Rumah Sakit Umum Kabupaten Padang 5. Melaporkan Diet pasien paad petugas
Lawas. Sebagai salah satu upaya untuk masak.
memacu penyempurnaan system Informasi 6. Menjaga Kebersihan dan Kenyamanan
Kesehatan (SIK) di Rumah Sakit Umum di ruangan.
Kabupaten Padang Lawas meliputi kegiatan 7. Membuat Rawatan.
pencatatan daan pelaporan di Rumah Sakit. Bagian Loket atau Kartu mempunyai
Sebagai bagian untuk penyusunan Profil tugas mencatat dan membuat nomor index
Dinas Kesehatan. family folder, serta membuat laporan
Selanjutnya jumlah tenaga kerja di penggunaan nomor index family folder.
Rumah Sakit Umum Kabupaten Padang Bagian Farmasi mempunyai tugas pokok
Lawas teridiri dari 10 Dokter Umum, 30 pembuatan perencanaan obat, pengadaan
Perawat Laki – laki, 40 Perawat Perempuan. atau permintaan obat penerimaan dan
Kepala Rumah Sakit Umum empunyai tugas penyimpanan obat, pelaporan serta
memimpin, mengawasi dan mengkordinasi penyuluhan obat. Dalam melaksanakan tugas
pelaksanaan penyelenggaran pelayanan farmasi berfungsi:
kesehatan kepada masyarakat secara Memberikan pelayanan Obat sesuai resep.
paripurna dalam wilayah kerjanya. Dalam Membanttu lalaporan LPLPO sesuai dengan
melaksnakan tugas, Kepala Rumah Sakit kebutuhan Rumah Sakit Umum.
Umum menyelenggarakan fungsi: Pecatatan dan Pemakaian Obat harian.
1. Melaksanakan Fungsi – fungsi Manajemen. Fungsinya membantu kepala Rumah
2. Membuat rencana, program kerja dan Sakit dalam melaksanakan pelayanan
jadwal kegiatan puskesmas sebagai kesehatan masyarakat. Menerimah pasien
pedoman pelaksanaan kegiatan. dengan ramah, senyum sapa. Mendengarkan,
3. Melaksanakan Koordinasi termasuk menerima, dan memberikan penjelasan
melaporkan kegiatan DI Rumah Sakit terhadap keluhan pasien.Memberikan
dengan Dinas kesehatan Kabupaten tindakan awal sebagai wujuddari pelayanan
Padang Lawas untuk mendapatkan kesehatan yang meliputi penimbangan berat
masukan, informasi serta untuk badan, mengukur tekanan darah, mengukur
mengevaluasi permasalahan agar diperoleh suhu badan, dan lain –lain.
hasil kerja yang optimal dan Mendampingi Dokter dalam memberikan
sebagaipertanggung jawaban kegitan. terapi kepada pasien. Tugas Pokok dan Fungsi
4. Menjabarkan dan membagi tugas kepada Bidan dan Perawat coordinator Rumah Sakit
bawahan sesuai tugas dan tanggung jawab. Fungsinya membantu Kepala Rumah Sakit
Bagian Rawat Inap mempunyai tugas dalam melaksanakan pelayanan masyarakat
mengatur dan mengkoordinasikan seluruh tugasnya seperti:
91
Agung Suharyanto (2016). Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)
a. Melakukan pendataan pada ibu hamil. Sumber :Rumah Sakit Umum Sibuhuan
b. Mengkordinir pelayanan KIA dan BDD. Keadaan pegawai Rumah Sakit Umum
c. Memberikan pertolongan persalinan KB. Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
d. Melakukan Otopsi kimatian ibu, bayi, dan berdasarkan jenis kelmin terdiri dari 20
balita. Orang Laki – laki dan 30 Orang Perempuan,
e. Melakukan Evaluasi PWSKIA. jadi total keseluruhan pegawai di Rumah
Berperan serta aktif dalam pembinaan Saki Umum Sibuhuan Kabupaten Padang
kepada Desa pengembangan peran serta Lawas keseluruhannya 50 Orang.
masyarakat bidang kesehatan. Berdasarkan dari data Rumah Sakit
Tabel 4.2.6 Keadaan Pegawai Di Rumah Umum Kabupaten Padang Lawas, jumlah
Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Padang penduduk di Kabupaten Padang Lawas
Lawas Berdasarkan Jenis Kelaminnya. 248.371 penduduk sedangkan masyarakat
Jenis Kelamin Jumlah yang terdata yang memakai BPJS di
Kabupaten Padang Lawas sebanyak 124.25
Laki - Laki 20 Orang penduduk. Jadi dapat disimpulkan bahwa
masyarakat Kabupaten Padang Lawas rata –
Perempuan 30 Orang rata menggunakan BPJS.
Total 50 Orang
Dari data diatas menunjukkan bahwa rawat jalan 95 Orang. Dengan jumlah total
penduduk yang melakukan yang memakai 593 Orang.
kartu BPJS, masyarakat rawat inap 588 orang,
92
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 4 (1) (2016):
34 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Negara membayar uang andmistrasinya hanya cukup
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi membayar iuran pembayarannya perbulan
seluruh rakyat dan memperdayakan yang di tetapkan oleh BPJS tanpa pandang
masyarakat yang lemah dan tiding mampu bulu.”( Wawancara Dr. Elni Rubianti Daulay
sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dimana ,10 februari 2015).
dalam berjalannya BPJS masyarakat di Rumah Meningkatnya masyarakat yang
Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Padang berkunjung ke rumah sakit salah satu
Lawas sesuai dengan pasal yang terkait, faktornya ialah di perngaruhi oleh pelayanan
masyarakat lemah terlayani. dan pembiayaan yang sudah di tetapkan
Implementasi Program Badan kepada masyarakat seperti yang di ungkapkan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Di salah satu pasien rumah sakit umum
Rumah Sakit Sibuhuan Kabupaten Padang sibuhuan mengatakan bahwa :
Lawas. Implementasi Program BPJS “Setelah adanya kartu BPS ini, saya semakin
berdasarkan tujuanyang ditetapkan yaitu: mudah untuk berobat karna pelayanannya
Membantu dan meringankan masyarakat semakin canggih dan pembayaran
dalam hal pembiayaan Kesehatan. Dengan administrasinya semakin mudah, cukup
adanya program pemerintah BPJS, dimana membayar setiap bulan.” (Wawancara Siti
dalam hal pembiayaan masyarakat sudah Nurlelan, 10 februari 2015).
terbantu dengan adanya pembiayaan tersebut. Jadi tujuan dari BPJS ini memberikan
Seperti sebagaimana yang telah diungkapkan pelayanan bagi masyarakat yang mampu atau
penanggung jawab Rumah sakit Umum tidak mampu, tanpa padang bulu.
Sibuhuan: Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
“Sangat bagus, karena dengan adanya kartu Bagi masyarakat. Sebagaimana yang
BPJS masyarakat cukup terbantu dalam diungkapkan pemanggung jawab Rumah Sakit
bidang kesehatan ini, karna masyarakat lebih Umum Sibuhuan , mengatakan:
ringan dalam masalah pembiayaan dengan
memakai BPJS”. (Wawancara Dr. Elni Rubianti “Program BPJS yang dilaksanakan di Rumah
Daulay , 10 februari 2014 rabu). Sakit Umum ini berjalan dengan baik, semua
Dalam hal ini peneliti menganalisis pasienyang memaka kartu BPJS dilayani, dan
bahwa dengan adanya BPJS masyarakat tiding dibedakan masyarakat miskin atau
terbantu dalam hal kesehatan karna adanya masyarakat yang manpu”. (Wawancara Dr.
kartu BPJS masyarakat lebih mudah untuk Elni Rubianti Daulay, 10 februari 2015).
berobat ke Rumah Sakit Umum Implementasi program jaminan
Meningkatkan cakupan masyarakat dalam kesehatan masyarakat kepada masyarakat
mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah dinilai berdasarkan beberapa variable
sakit umum sibuhuan kabupaten padang menurut teori Van Meter dan Van Horn
lawas milik pemerintah dan pemerintah yaitu:
daerah 1. Ukuran dan tujuan kebijakan
Daerah yang menjadi wilayah kerja Ukuran dan tujuan kebijakan sangat
Rumah Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten menentukan keberhasiln pencapaian tujuan
Padang Lawas memiliki letak yang sangat dari implementasi program Badan
mudah di jangkau oleh masyarakat, Penyelenggara Jaminan Kesehatan khususnya
sebagaimana yang diutarakan penanggung pada Rumah Sakit Umum Sibuhuan
jawab Rumah Sakit, mengatakan bahwa: Kabupaten Padang Lawas. Implementasi akan
“Meningkatnya jumlah masyarakat yang menjadi efektif apabila ukuran dan tujuan
berobat ke rumah sakit sejak adanya BPJS, dari kebijakan memang sesuai dengankondisi
karena adanya BPJS masyarakat tidak perlu social kultur yang ada. Pemahaman tentang
94
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 4 (1) (2016):
maksud umum dai suatu standard dari tujuan “Dari segi dana, Program BPJS sesuai yang
kebijakan adalah penting. Implementasi dibutuhkan dengan tenaga kesehatan,
kebijakan yang berhasil, bias jadi gagal misalnya pasien yang ditolong melahirkan
(fruststed) ketika para pelaksana (officialis), cukup untuk kebutuhan yang diperlukan pada
tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar tenaga kesehatan.”(Dr. Elni Rubianti Daulay
dan tujuan kebijakan. Satandar dan Tujuan 10 februari 2015).
kebijakan memiliki hubungan erat dengan Dari ananlisis penelitian dilapangan,
disposisi para pelaksana (implementers). sesuai dengan yang dikemukakan Van Meter
Namun demikian, ada beberapa kasus dan Van Horn pelaksanaan program BPJS dari
yang terkesan sulit dalam mengidentifikasi segi ukuran dan tujuan kebijakannya sudah
dan mengukur kinerja. Ada dua penyebab sesuai dengan kebutuhan kebutuhan
yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van masyarakat itu sendiri.
Hor, yaitu: Sumber Daya
Mungkin disebabkan oleh bidang program Dalam suatu kebijakan mungkin
yang terlalu luas dan sifat tujuan yang saja tujuan yang ditetapkan sudah jelas dan
kompleks. Akibat dan kekaburan dan logis, tetapi bukan hanya factor tersebut yang
kontradiksi dalam pernyataan ukuran dasar mempengaruhi pengimplementasian suatu
dan tujuan. Kadang kala kekaburan dalam program. Faktor sumber daya juga
ukuran oleh pembuat keputusan agar dapat mempunyai pengaruh yang sangat penting.
menjamin tanggapan positif dari individu Ketersedian sumber daya dalam melaksanakan
yang diserahi tanggung jawab implementasi sebuah program merupakan salah satu faktor
padang tinggkat organisasi yang lain atau yang harus selalu diperhatikan. Dalam hal ini
system penyampaian kebijakan. sumber daya yang dimaksud adalah sumber
Arah disposisi para pelaksana daya manusia, sumber daya finalis, dan
(implementers) terhadap standar dan tujuan sumber daya waktu untuk mendukung
kebijakan juga merupakan hal yang crucial. jalannya implementasi program BPJS daerah
Implementasi mungkin bisa jadi gagal dalam khususnya di daerah Rumah Sakit Umum
melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka Kabupaten Padang Lawas. Indikator sumber
menolak atau tidak mengerti apa yang daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
menjadi tujuan suatu kebijakan dan Sumber daya manusia yang utama
sebagaimana tujuan dari program BPJS : dalam Implementasi program adalah sumber
Hasil wawancara peneliti dengan daya manusia (staf). Kegagalan yang sering
penanggung jawab Rumah Sakit Umum terjadi dalam implementasi kebijakan salah
Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas satunya disebabkan oleh manusianya yang
mengatakan: tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak
“Sangat bagus , karena dengan adanya BPJS kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah
masyarakat yang berobat lebih mudah stsf dan Implementer saja tidak cukup, tetapi
mendapatkan pelayanan yang baik. diperlukan staf yang cukup serta memiliki
(Wawancara Dr. Elni Rubianti Daulay 10 kemampuan yang sesuai untuk menjalankan
februari 2015)”. Kemudian dari segi manakah program tersebut. Berkenaan dengan sumber
masyarakat sudah merasa puas dengan daya manusia, hasil wawancara dengan
pelayanannya dengan adanya program BPJS penanggung jawab program BPJS di
ini, Sebagaimana hasil dari wawancara dengan Kabupaen Padang Lawas:
penanggung jawab Rumah Sakit Umum “jumlah tenaga kerja di Rumah Sakit Umum
Sibuhuan Kabupaten padang lawas, 50 Orang pegawai, 10 Orang dokter dan
mengatakan: ditambah lagi tenaga honorer” (Dr. Elni
95
Agung Suharyanto (2016). Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)
Disposisi atau sikap pelaksana akan akan diterapkan kepada sasarandari progam
menimbulkan hambtan –hambatan yang tersebut.
nyata terhadap Implementasi kebijakan yang Komunikasi di dalam dan antar
diinginkan oleh Pejabat – pejabat yang lebih organisasi merupakan suatu program yang
diatas. Berkenaan dengan pengangkatan sangat kompleks dan sulit. Dalam
Birokrasi sebagai aparat meneruskan pesan – pesan kebawah dalam
pelaksana,berdasarkan hasil wawancara suatu organisasi atau dari organisasi ke
penulis dengan penanggung jawab Rumah organisasi lainnya, para komunikator dapat
Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Padang menyimpangkannya atau menyebar luaskan,
Lawas mengatakan Bahwa: baik secara sengaja atau tidak sengaja. Lebih
“Untuk pengangkatan pegawai sesuai dengan dari itu, Jika Sumber – sunber Informasi yang
prosedur yang berlaku dan penenmpatannya berbeda memberikn Implementasi yang
sesuai dengan keahlian mereka masing – bertentangan, para pelaksana akan
masing”. (Wawancara Dr. Elni Rubianti menghadap kesulitan yang lebih besar untuk
Daulay 10 februari 2015)”. melaksanakan kebijakan. Sebagaimana yang
Menurut pemantauan penulis diungkapkan oleh penanggung jawab Rumah
dilapangan bahwa benar untuk pengangkatan Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten Padang
pegawai telah sesuai dengan prosedur dan Lawas, mengatakan bahwa:
penempatan pegawai sudah tepat pada “Komunikasinya berjalan dengan baik, mulai
keahliah mereka masing – masing. dari komunikasi kepala Rumah Sakit, Kepala
Berdasarkan Teori Van Meter dan Van Horn Administasi, dan pegawai – pegawai yang
tidak ditemukan kekaburan dalam sikap adadan komunikasi hubunhan antar
kecenderungan (Dispotion) agen pelaksana, organisasi yang ada dalam Rumah Sakit itu
karena pengangkatan pegawai di Rumah Sakit sendiri berjalan dengan baik.”(Wawancara
Umum Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Dr.Elni Rubianti Daulay 10 februari 2015).
sesuai dengan penempatan dan tenaga ahli Program BPJS masyarakat yang
masing – masing pegawai Rumah Sakit ditetapkan oleh pemerintah, pada dasarnya
Umum Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas. program ini bertujuan untuk membantu dan
Komunikasi sangat menentukan meringankan beban masyarakat dalam
keberhasilan pencapaian tujuan dri embiayaan pelayanan kesehatan. Yang paling
Implementasi program BPJS di Rumah Sakit penting dalam operasional program ini adalah
Umum Sibuhuaan Kabupaten Padang Lawas. bahwa masyarakat tahu akan fasilitas
Implementasi yang efektif terjadi apabila para kesehatan masyarakat yang di programkan
pembuat keputusn sudah sudah mengetahui oleh pemerintah.
apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan Dalam penelitian dilapangan ada
yang akan mereka kerjakan dapat berjalan sebagian masyarakat yang belum paham
dengan bak bila komunikasi berjalan dengan dengan adanya BPJS. Sebagaimana yang
baik.Sehingga Implementasi Program harus diungkapkan salah satu pasien yang berobat
dikomunikasikan denga baik kepada pihak – di Rumah Sakit Umum Sibuhuan Kabupaten
pihak yang terkait. Padang Lawas, mengatakan bahwa:
Selain itu, kebijakan yang “Saya kurang tahu bagaimana cara
dikomunikasikan harus tepat, akurat dan menggunakan kartu BPJS ini apa bila saya
konsisten. Komunikasi di perlukan agar para berobat kerumah sakit”(Wawancara Anto 10
pembuat kebijakan dan para implementer februari 2015).
program tersebut akan semakin konsisten Adapun bentuk sosialisasi yang
dalam melaksanakan setiap program yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Umum
Sibuhuan mensosialisasikan program BPJS
97
Agung Suharyanto (2016). Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)
yang diunggkapkan penanggung jawab “Dari segi Politik tidak ada ikut campur
Rumah Sakit Umum Kabupaten Padang dengan program BPJS kesehatan masyarakat,
Lawas : ehingga tidak ada masalah dn berjalan
“Sebelum terlaksnanya program BPJS ini lancar”(Wawancarara Dr. Elni Rubianti
sudah diinformasikan kepada atau sudah Daulay 10 februari 2015).
disosialisasikan kepada pihak – pihak yang Kemudian hasil wawancara peneliti terhadap
terkait, dari itu tidak ada masyarakat , mengatakan:
masalah”(Wawancara Dr.Elni Rubianti Daulay “Selama sini saya merasaakan pelayaanan
10 februari 2015). dengan baik, tidak ada hal yang berlebihan
Melihat kondisiyang ada dilapangan yang saya temui”(Wawancara Lena, 10
mengenai cara sosialisasi yang dilakukan para februari 2015).
pelaksana Program BPJS , Peneliti merasa Dalam hal ini keterlibatan politik tidak
sudah merasa sudah diinformasikan secara ada dalam program BPJS, tidak digunakan
menyeluruh.Hanya saja ada sebagin kegiatan politik. Dalam kenyataan masih ada
masyarakaat yang yang kurang paham dengan wargayang merasa kurang memahami dengan
program BPJS . sehingga masyarakat proses BPJS. Sesuai dengan teori Van Meter
mengungkapkan bahwa program BPJS tidak dan Van horn dalam lingkungan Ekonomi,
disosialisassikan kepada mereka. Dengan Sosial dan Politik tidak ditemukan
melihat realitas diatas, peneliti menarik keterlibatan Politik dalam hal program BPJS.
kesimpulan bahwa proses komunikasi kepada Oleh karena itu BPJS berjalan dengan baik.
masyarakat yang membutuhkan BPJS tidak Dari hasil penelitian yang penulis
mengerti oleh masyarakaat itu sendiri, laksanakan, ada beberapa hambatan dalam
karena ketidak pedulian masyarakat Implementasi BPJS di Rumah Sakit Umum
(rendahnya partisipasi masyarakat untuk Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas adalah
memperoleh program kesehatan), Sehingga Ketidak pedulian Masyarakat terhadap
ada sebagian masyaraka yang belum paham program BPJS , sehingga masyarakat
dengan adanya program BPJS. Sesuai dengan menganggap bahwa BPJS itu tidak
teori Van Meter dan Van Horn dalam disosialisasikan, Kurangnya partisipasi atau
komunikasi antar organisasi dan aktifitas keaktivan memenuhi persyaratan untuk
pelaksana masih kurang berjalan baik. Karena memperoleh BPJS sehingga mereka terlambat
sebagian masyarakat tidak paham atau tidak mendapatkan pelayanan Rumah Sakit. Sejauh
ingin tau mengenai program pelayanan BPJS ini hanya dua hambatan yang peneliti ketahui
di Rumah Sakit Uumum Sibuhuan Kabupaten selama melaksanakan penelitian di Rumah
Padang Lawas. Sakit Umum Kabupaten Padang Lawas.
Kondisi Lingkungan menpunyai
pengaruh yang penting pada keinginan dan SIMPULAN
kemampuan yuridiski atau organisasi Dari hasil penelitian dilapangan bahwa
pelaksana. Lingkungan external dalam dalam Implementasi Program BPJS dirumah Sakit
hal ini lingkungan Ekonomi Sosial dan Politik Umum Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
turut mendorong keberhasilan kebijakan belum maksimal, masih ada kekurangan yang
publik. Khususnya di Rumah Sakit Umum perlu diperhatikan. Implementasi Program
Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas, proses Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan
program BPJS kesehatan menyeluruh (BPJS) belum optimal, hal ni terlihat dari:
disalurkan kepada masyarakat yang Ukuran dan tujuan kebijakan, setelah
membutuhkanny. Penanggung jawab Rumah melakukan penelitin bahwa tujuan dari
Sakit Umum mengatakan bahwa: program badan penyelenggara jaminan
kesehatan sudah tercapai.
98
Jurnal Ilmu Administrasi Publik 4 (1) (2016):
Sumber Daya sudah cukup baik, namun Ekonomi Keluarga Berorientasi Desa.
harus lebih ditingkatkan lagi sumber dayanya. Kementerian Sosial RI, Jakarta.
Komunikasi antar Organisasi dan aktivitaas Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik:
pelaksana, perlu adanya melakukan sosialisasi Konsep, Teori dan Aplikasi.Yogyakarta:
yang lebih baik lagi. Misalnya dengan Pustaka Pelajar.
Soedijar, Z.A, 1990. Penelitian Profil Anak Jalanan
melakukan komunikasi yang lebih jelas dan
di DKI Jakarta, Badan Penelitian dan
dapat dipahami oleh pihak masyarakat, bagi Pengembangan Sosial, Departemen Sosial RI,
masyarakat yang elum paham atas informasi Jakarta.
BPJS yang ada di Rumah Sakit Umum. Suharno, 2010. Dasar-Dasar Kebijakan Publik:
Lingkungan, Sosial dan Politik, dalam hal ini Kajian Proses & Analisis Kebijakan.
tidak ada keterlibatan. Yogyakarta: UNY Press.
Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan
DAFTAR PUSTAKA Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Sinar Grafika.
Agustino, L, 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Suparlan, Parsudi, 1993. Metode Penelitian
Bandung: AIPI Bandung dan Puslit KP2W Kwalitatif. Jakarta: Program Kajian Wilayah
Lemlit Unpad. Amerika – Universitas Indonesia.
-----------------, 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial.
Publik. Bandung: Alfabeta. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ali Marpuji, dkk., 1990. Gelandangan di Kertasura, Thoha, Miftah, 1993, Pembinaan Organisasi:
dalam Monografi 3. Lembaga Penelitian Proses Diagnosa dan Intervensi, Jakarta: P.T
Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Raja Grafindo Persada.
Andi Gadjong, 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Wahab, Solichin Abdul, 2004. Pengantar Analisis
Proses, (Edisi Revisi), Yogyakarta: Media Kebijaksanaan Negara Jakarta: Rineka Cipta,
Pressindo. Universitas Negeri Malang.
Darwin. 1999. Implementasi Kebijakan. -------------------------------, 2008. Analisis Kebijakan
Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan
UGM. Negara. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi
Dunn, William N, 1998. Pengantar Analisis Aksara.
Kebijakan Publik Edisi kedua, Gadjah Mada Winarno, Budi, 2007. Teori dan Proses Kebijakan
University Press, Yogyakarta. Publik, Yogyakarta: Media Pressindo.
Dwiyanto, Agus, 2000. Penilaian Kinerja
Organisasi Publik. Jurusan Ilmu Administrasi
Negara, Fisipol UGM, Yogyakarta.
Islamy, Irfan M. 2009, Prinsip-Prinsip Perumusan
Kebijakan Negara, Jakarta: Sinar Grafika.
Ketaren, Nurlela, 1992, Asas-Asas Manajemen,
Medan USU Press
Mangunhardjana, A. 1986. Pembinaan, Arti dan
Metodenya, Kanisius Media.com, Jakarta.
Moleong, Lexy J, 2006, Metode Penelitian Kulitatif,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nawawi, Ismail. 1987. Public Policy, Analisis,
Strategi Advokasi Teori dan Praktek.
Surabaya: PMN.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi,
Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta. Elex
Media Komputindo.
Rohman, Arif. 2011. Program Penanganan
Gelandangan, Pengemis, dan Anak Jalanan
Terpadu Melalui Penguatan Ketahanan
99
JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA
VOLUME 06 No. 03 September ● 2017 Halaman 159 - 166
jabatan yang diemban), dan pay for performance merupakan faktor vital dalam menjalankan proses
(berdasarkan pencapaian prestasi kinerja yang bisnis di rumah sakit yang memberikan kontribusi
dihasilkan).2 pendapatan yang besar pada rumah sakit.
Khusus dalam hal jasa medis, remunerasi Adanya ketidakpuasan, khususnya dari
merupakan besaran nilai jumlah uang yang diterima kelompok SMF, tentu akan berimbas terhadap
oleh tenaga medis sebagai kompensasi atas kinerja menurunnya motivasi kerja, dan ujungnya
yang telah dilakukan, berkaitan dengan risiko dan berimbas terhadap menurunnya kinerja dan
tanggung jawab profesi dari pekerjaannya. Perlu kualitas pelayanan. Kualitas RS bisa jadi sangat
dipahami bahwa layanan rumah sakit merupakan ditentukan oleh pelayanan medis dari para dokter
hasil dari satu kerjasama berbagai unit/layanan akan tetapi perludipahami pula bahwa pelayanan
bersama, dengan berbagai proporsi, kerja, risiko medis yang ada merupakan hasil kerjasama antar
dan tanggung jawab. profesi lain di RS.
Mutu pelayanan rumah sakit identik dengan Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah
kepuasan, pada pasien/masyarakat, profesional untuk mengetahui implementasi kebijakan
(utamanya tenaga medis), manajemen dan renumerasi di Rumah Sakit A dilihat berdasarkan
pemerintah. Makna profesional adalah adanya aspek kondisi lingkungan, hubungan antar
kerjasama lintas profesi dalam pelayanan di organisasi, sumber daya organisasi untuk
rumah sakit. Selain itu, kerjasama lintas fungsional implementasi program, serta karakteristik dan
(profesi) berperan penting dalam memfasilitasi kemampuan pelaksana. Diharapkan hasil penelitian
rumah sakit mencapai efisiensi, dalam beban kerja ini dapat menjelaskan upaya mewujudkan reformasi
maupun dalam bentuk anggaran dan pengeluaran birokrasi melalui kebijakan remunerasi sesuai
materi.3,4,5Oleh karena itu, dengan adanya sistem dengan Peraturan Menpan No.15/2008.
remunerasi maka semua profesi yang terlibat dalam
pelayanan medis akan mendapat apresiasi secara BAHAN DAN CARA PENELITIAN
lebih adil berdasarkan kinerja. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
Konsekuensi dari hal ini, pada saat akan dengan rancangan studi kasus. Kerangka pikir
diterapkannya remunerasi di RSA banyak sekali menggunakan analisis implementasi kebijakan
pro dan kontra dari karyawan. Berdasarkan publik Cheema dan Rondinelli dan Keputusan
pengamatan diketahui bahwa sebagian besar Menteri Keuangan (KMK) RI Nomor : 165/Menkeu/
karyawan non medik menyambut secara antusias SK/IV/2008. Teori Cheema dan Rondinelli (1983),
remunerasi dengan ekspektasi tambahan mengemukakan bahwa ada empat variabel yang
pendapatan yang signifikan. Sebaliknya sikap dapat memengaruhi kinerja dan dampak suatu
kontra ditunjukkan kelompok dokter bedah dan program, yaitu kondisi lingkungan, hubungan
kardiovaskular. Kekhawatiran ini mungkin karena antar organisasi, sumber daya organisasi untuk
kelompok ini mendapatkan take home pay yang implementasi program, serta karakteristik dan
paling tinggi pada sistem penggajian fee for kemampuan agen pelaksana.2,6,7 Lokasi penelitian
service sehingga dengan diberlakukan remunerasi, di salah satu rumah sakit publik di Jakarta. Waktu
pendapatan kelompok ini akan berkurang. Hal ini penelitian dilakukan pada 2013. Informan ada 20
tentu konsekuensi dari sistem pembagian alokasi orang terdiri dari pejabat terkait (direktur, kepala
dana yang sama, terjadi peningkatan pendapatan bagian, kepala sub bagian), dokter Satuan Medik
pada sebagian besar karyawan non medik dan Fungsional (SMF), perawat, dan karyawan non
tentu berimbas dengan menurunnya pendapatan medis.
kelompok dokter tadi. Dengan diterapkannya Data dikumpulkan dengan metode wawancara
sistem remunerasi, maka pendapatan kelompok mendalam (in-depth interviews) dan Focus Group
dokter pada Satuan Medik Fungsional (SMF) Discussion (FGD). Selain itu juga dikumpulkan
tertentu akan berubah, dan tentu ini akan memiliki data laporan RS yang berkaitan dengan informasi
fluktuasi yang besar pula dibandingkan dengan mengenai kinerja pelayanan dan keuangan rumah
profesi lainnya di RS. sakit serta kinerja SDM pada tahun 2006 sampai
Selain itu, banyak sekali pihak pro kontra dengan 2013. Validitas data melalui metode
bahkan menolak sistem remunerasi ini karena triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi
adanya asumsi akan mengurangi “take home pay” metode, dan triangulasi analisis. Data kemudian
mereka, karena ada pendapat akan mensubsidi ke diolah, ditelaah dan disajikan dalam tabel sesuai
komponen SDM lainnya di RS. Kelompok SMF ini teori bahwa hasil disajikan dalam bentuk matriks,
narasi dan tabulasi data. 8 Reduksi data yang pemetaan (mapping) karyawan yang meliputi job
dilakukan melalui proses abstraksi data dengan grade, job description, dan job value.
membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan- Kendala sumberdaya eksternal dapat
pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap disimpulkan tidak ada. Rumah sakit A merupakan
berada di dalamnya.9 Analisis data menggunakan Badan Layanan Umum (BLU), memiliki
analisis isi (content analysis). Selanjutnya dikaitkan penerimaan yang cukup besar untuk membiayai
dengan teori yang ada, peraturan-peraturan dan 90% pengeluaran operasionalnya. Anggaran
kebijakan sebagai landasan hukum remunerasi. dari Pemerintah yang diterima rumah sakit
hanya sebesar 10% dari pengeluarannya untuk
membiayai pengeluaran gaji Pegawai Negeri Sipil.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Implementasi remunerasi berbasis kinerja tidak
Berikut hasil penelitian berdasarkan
tergantung dari sumberdaya eksternal. Bahkan
empat variabel yang diyakini dapat mempengaruhi
RSAingin meningkatkan kisaran remunerasi yang
implementasi program-program pemerintah,
diterima pegawai sesuai dengan tinggi rendahnya
meliputi kondisi lingkungan, hubungan antar
tingkat penerimaan rumah sakit.
organisasi, sumberdaya organisasi, karakteristik
Terjadi perubahan sosial kultural dengan
dan kapabilitas instansi pelaksana.
diberlakukan sistem remunerasi berbasis kinerja,
yaitu terjadi perubahan paradigma bekerja di
Kondisi Lingkungan
lingkungan RSA. Terjadi perubahan paradigma
Informasi kondisi lingkungan yang digali
dari sistem penggajian yang lama khususnya fee
meliputi aspek struktur pembuatan kebijakan,
for service (bagi kelompok medis) menjadi sistem
kendala sumberdaya eksternal, sosio kultural,
remunerasi yang berbasis kinerja. Perubahan
derajat keterlibatan penerima program, ketersediaan
paradigma ini tidak mudah dilakukan khususnya
infrastruktur fisik. Berdasarkan aspek struktur
bagi tenaga non medis yang dulunya menggunakan
pembuatan kebijakan, diketahui belum banyak
sistem penggajiannya berbasis pada penggajian
keterlibatan Kementerian Kesehatan dalam proses
PNS yang hanya berdasarkan pangkat dan
penyusunan kebijakan remunerasi berbasis kinerja
golongan serta lama bekerja.
tersebut. Mulai proses penyusunan kebijakan
Rumah SakitA memiliki infrastruktur yang
hingga implementasinya dilaksanakan dengan
memadai dan peralatan medis yang selalu
bantuan konsultan Sumber Daya Manusia (SDM).
disesuaikan dengan perkembangan teknologi
Proses penyusunan membutuhkan waktu hampir
kedokteran pada saat ini. Sebagai sebuah rumah
9 bulan termasuk proses persiapan dan sosialisasi
sakit pendidikan, selalu berupaya memenuhi
remunerasi. Upaya yang dilakukan oleh tim
kebutuhan pelayanan kardiologi dan pembuluh
adalah menyamakan persepsi tentang remunerasi
darah dengan peralatan yang paling baik, paling
yaitu dengan melibatkan semua stakeholder,
mudah digunakan dan memiliki risiko paling rendah
terkait pengertian remunerasi, tujuan dan proses
kepada pasien serta paling efisien.
pelaksanaannya termasuk di antaranya adalah
Unit Sebelum Remunerasi (2005 – 2007) Setelah Remunerasi (2009 – 2011) Perubahan (%)
Rawat Inap
Jumlah TT 267 – 325 325 – 331 23,97
Jumlah pasien 20.204 66.886 231,05
BOR (%) 72,92 63,21 -13,32
Bedah (total) 4.088 6.321 54,62
Bedah Dewasa 866 3.776 336,03
Bedah Pediatrik 676 2.518 272,49
DI dan INB 16.596 20.937 26,16
Rawat Jalan (total) 310.484 404.069 30,14
Poliklinik Umum 245.220 312.786 27,55
Poliklinik 65.264 91.283 39,87
Eksekutif
Sumber : Laporan RS A
Grafik Perbandingan
Pendapatan dan Biaya Periode 2005-2012
Pendapatan
Biaya
Keuangan (KMK) RI nomor: 165/Menkeu/SK/ itu, payung hukum penerapan remunerasi, yaitu
IV/2008. Besaran remunerasi tersebut telah Peraturan Pemerintah nomor 23/2005 mengenai
ditetapkan maksimal sebesar 40% dari pendapatan pengelolaan BLU yang memberikan keleluasaan
tahun 2008. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan remunerasi.
untuk memberikan remunerasi kepada seluruh Secara umum dapat disimpulkan bahwa
karyawan setiap tahunnya adalah 30% dari seluruh komitmen birokrasi khususnya dari Bagian SDM
pengeluaran rumah sakit pada tahun tersebut. sudah cukup baik. Seluruh SDM yang terlibat
Biaya yang dibutuhkan untuk belanja pegawai telah memberikan komitmen yang cukup baik
sebelum remunerasi berkisar antara 28% sampai terhadap implementasi kebijakan remunerasi di
34% dari pendapatan, dan berkisar antara 27% RSA. Namun, perlu dipertimbangkan berbagai hal
sampai 33% setelah diberlakukannya remunerasi. yang berkaitan dengan ketidakpuasan karyawan
Artinya sesuai dengan KMK tersebut bahwa seperti kurang transparannya penentuan harga
belanja pegawai yang digunakan untuk remunerasi jabatan, perhitungan kinerja dan kurangnya
memenuhi pagu di bawah 40%. kemampuan komunikasi pimpinan rumah sakit
Pembiayaan kegiatan yang berjalan di kepada karyawannya.
RSAmenurut informan sudah memadai dengan
anggaran yang mencukupi. Berdasarkan informan Karakteristik dan Kapabilitas Instansi Pelaksana
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar karyawan Karakteristik dan kapabilitas instansi
RSA puas dengan sistem remunerasi saat ini pelaksana di RSA, sebagai rumah sakit vertikal
dan setuju bahwa sistem remunerasi merupakan di bawah Kementerian Kesehatan dengan jenis
sistem insentif yang berkeadilan. Namun, sebagian pelayanan spesialistik kardiovaskular.Saat ini
berpendapat bahwa sistem remunerasi belum RSA menjadi pusat rujukan nasional untuk
efektif sebagai alat ukur penilaian kinerja. Hal penyakit-penyakit yang berkaitan dengan masalah
ini perlu disikapi oleh sikap manajemen untuk kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah. Sebagai
melakukan elaborasi lebih lanjut terkait penyebab instansi BLU, RS ini memiliki kemandirian finansial
masalah pada pelaksanaan sistem remunerasi yang cukup tinggi dengan penerimaan tahunan
tersebut. paling tinggi. Beberapa informan memegang
Alokasi anggaran untuk belanja pegawai peranan yang cukup penting di Kementerian
tahun 2008 sampai tahun 2012 berkisar antara Kesehatan dan Kementerian Keuangan dalam
27% sampai 33% dari pendapatan rumah sakit. penerapan remunerasi di RSA.
Sebagian besar informan setuju dilakukan revisi Secara umum, bagian SDM Rumah Sakit
remunerasi karena semenjak diberlakukan tahun A memiliki kemampuan teknis dan manajerial
2008 alokasi anggaran untuk remunerasi belum yang cukup baik dalam melaksanakan sistem
ditingkatkan secara optimal sesuai dengan remunerasi. Hal ini dapat diihat dari pelaksanaan
proporsi pendapatan. Hal ini penting karena sistem remunerasi dengan baik, tidak ada
menyebabkan remunerasi relatif menjadi tidak permasalahan yang terkait dengan ketepatan waktu
kompetitif baik untuk tenaga medis, tenaga dan keakuratan perhitungan remunerasi. Sistem
kesehatan, maupun karyawan lainnya. Hal ini dan prosedur yang ada telah dilaksanakan secara
karena tidak mempertimbangkan harga pasar konsisten. Diketahui bahwa pada awal mendesain
tenaga medis maupun tenaga kesehatan selain itu dan mengimplementasikan sistem remunerasi ini,
tidak terdapat peningkatan besaran pendapatan Bagian SDM dibantu oleh tenaga konsultan.
yang signifikan. Hubungan pihak manajemen dengan
Adapun pada tahun 2011 dengan pendapatan karyawan sebagai penerima kebijakan remunerasi
lebih dari Rp.600 M, persentase belanja pegawai masih perlu mendapatkan perhatian. Informasi ini
hanya berkisar 29%. Seharusnya masih dapat berdasarkanpersepsi informan yang berpendapat
ditingkatkan sepanjang tidak melebihi pagu 40%. bahwa adanya kebimbangan dan penolakan dari
Hal ini penting demi menjaga nilai kompetitif berbagai pihak ketika akan dilaksanakan kebijakan
bagi tenaga medis, tenaga kesehatan, maupun remunerasi, khususnya staf medis, walaupun
karyawan lainnya. akhirnya dapat diterima. Hal ini kemungkinan
Pemerintah pusat memberikan dukungan karenasosialisasi yang kurang memadai dari
secara positif terhadap kebijakan remunerasi pihak manajemen. Berdasarkan informasi
di RSA, sebagai instansi BLU pertama yang informan diketahui hampir semua memberikan
menerapkan remunerasi di Kemenkes. Selain persepsi negatif perihal komunikasi internal ini,
khususnyabagian SDM dan karyawan. Hal ini kepada karyawan. Setiap karyawan wajib datang
karena minimnya sosialisasi dan komunikasi antara tepat pada waktunya dan pulang pada waktunya.
pengelola kebijakan remunerasi dengan pegawai. Sistem remunerasi mendorong ketaatan karyawan
Pegawai tidak memahami mekanisme dalam terhadap kedisiplinan kerja karena dengan sistem
memberikan penilaian atas kinerja, serta tidak remunerasi berbasis kinerja, karyawan yang tidak
mengerti secara detil posisi dan statusnya dalam disiplin akan mendapat penilaian kinerja yang
tingkatan harga jabatan. Minimnya informasi rendah dan akan berdampak pada remunerasi
yang diterima oleh pegawai ini menyebabkan yang akan diterima.
ketidakpuasan, perasaan curiga dan kecemburuan Keterlibatan karyawan dalam kebijakan
sosial di kalangan pegawai terutama pegawai non remunerasi di RSA ini dinilai kurang. Penerapan
medis dan paramedis. Upaya sosialisasi dapat suatu kebijakan sangat diperlukan peran serta
menggunakan surat edaran atau melalui media dari pelaksana kebijakan tersebut. Begitu juga
berupa informasi di websiteRSA maupun melalui pada transparansi, menjadi hal yang sangat krusial
majalah internal rumah sakit. Bisa juga dengan dalam penerapan remunerasi. Transparansi adalah
memanfaatkan acarasosial yangtidak formal seperti keterbukaan di mana karyawan dapat mengetahui
gathering karyawan. grade atau peringkat job decription atau tupoksinya,
Informan menilai positif terhadap kualitas job value atau nilai pekerjaannya serta job price
kepemimpinan yang berlangsung, namun ada juga (harga pekerjaannya).
yang menilai kurang puas terhadap kepemimpinan Upaya monitoring dan evaluasi di RSA belum
yang ada. Adanya persepsi negatif ini perlu disikapi dilakukan secara optimal semenjak remunerasi
untuk perbaikan ke depan. Kualitas pimpinan tahun 2008. Menurut Suyanto11, bahwa supervisi
tidak hanya ditentukan oleh kapabilitas yang diartikan sebagai pengamatan atau pengawasan
dimilikinya, juga bisa ditentukan oleh efektivitas secara langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan
komunikasi dengan jajaran di bawahnya maupun yang sifatnya rutin. Selaras dengan penelitian Ilyas,12
dengan karyawan. Kemampuan mengontrol bahwa faktor yang berkaitanlangsung dengan
dan mengkoordinasikan keputusan pada tingkat kinerja seorang dokter yaitu penghasilan, manfaat
direksi, sudah cukup baik. Begitu juga koordinasi supervisi, pengembangan karier, dan pelatihan.
keputusan antar unit organisasi dalam mendukung Hal ini pula yang sedikit banyak mempengaruhi
implementasikan kebijakan dinilai sudah cukup baik. penerimaan SDM (seperti dokter SMF) terhadap
Namun demikian transparansi dalam pengambilan implementasi kebijakan remunerasi. Dengan kata
keputusan masih cukup rendah. lain, faktor-faktor tersebut bisa meningkatkan
Dapat disimpulkan bahwa upaya yang kinerja personal dan organisasi.13
dilakukan dalam proses persiapan implementasi Secara konsep, monitoring dan evaluasi
remunerasi di RSA sudah sesuai dengan langkah- diperlukan pada penerapan manajemen
langkah normatif impelementasi kebijakan secara kompensasi. Evaluasi diperlukan untuk menilai
umum. Langkah-langkah yang dilakukan pada hambatan dan kekurangan dalam penerapan
prinsipnya telah memenuhi dasar-dasar proses remunerasi untuk selanjutnya dapat dijadikan
manajemen kompensasi (reward management acuan untuk pengembangan proses kompensasi
process). yang lebih baik. Proses remunerasi adalah suatu
Kondisi struktural yang mencakup proses evaluasi yang terus berkembang sesuai
kepemimpinan di rumah sakit dapat berpengaruh dengan kondisi kinerja suatu perusahaan. Artinya,
terhadap implementasi suatu kebijakan yang monitoring dan evaluasi sangat diperlukan dalam
berdampak pada kinerja rumah sakit tersebut. perkembangan mekanisme sistem remunerasi
Menurut Griffith dkk, faktor yang ikut berpengaruh yang disesuaikan dengan waktu yang berjalan.14
pada kinerja rumah sakit adalah faktor Dukungan dari jejaring terhadap implementasi
kepemimpinan dan manajemen serta faktor tenaga program atau kebijakan di RSA jelas penting
kerja dan beban kerja.10 keberadaannya. Penerapan remunerasi diRSA
Perubahan sosial dalam sistem remunerasi dapat menjadi percontohan bagi rumah sakit lain.
lebih menitikberatkan kepada pencapaian target Kedudukan RS inisebagaipusat rujukan nasional
kinerja individu dan unit yang sudah ditetapkan memiliki kekuatan untuk membentuk jaringan
sebelumnya, tidak lagi hanya berdasarkan lama karena ada fungsi untuk membina Pusat Jantung
bekerja dan pangkat golongan. Budaya kerja yang Regional di seluruh Indonesia. Kekuatan ini akan
berkembang di RSA menerapkan disiplin yang tinggi berpengaruh terhadap rumah sakit vertikal maupun
RSUD. Jejaring ini meliputi ARVI (Asosiasi Rumah berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
Sakit Vertikal Indonesia), Asosiasi Rumah Sakit pelayanan, khususnya faktor komunikasi yang
Pendidikan Indonesia (ARSPI). Ini seharusnya mempunyai pengaruh paling besar.20
menjadi modal bagi RSA dalam melakukan Diharapkan kebijakan remunerasi ini
advokasi dan sosialisasi penerapan remunerasi. terus dilanjutkan, karena sistem anggaran yang
Pembiayaan kegiatan yang berjalan di RS A berorientasi kepada kinerja merupakan merupakan
sudah memadai dengan anggaran yang mencukupi. sistem penganggaran yang mempunyai banyak
Hal ini dikarenakan tingkat pendapatan rumah sakit keunggulan positif dan kemaslahatan publik
yang cukup tinggi. Selaras dengan Siregar bahwa dibandingkan dengan sistem anggaran tradisional.
57,1% karyawan puas dengan sistem remunerasi Dana rumah sakit yang terbatas akan dapat
dibandingkan dengan sistem penggajian yang memenuhi keperluan rumah sakit yang sangat
lama. Tetapi 58,6% karyawan tidak setuju bahwa banyak, serta mengandung unsur pengendalian
sistem remunerasi efektif untuk penilaian kinerja. biaya. Sehingga seluruh alokasi dana, mempunyai
59,8% setuju bahwa sistem remunerasi merupakan tujuan, sasaran, dan target kinerja secara jelas.21
sistem insentif karyawan yang berkeadilan.15 Ditemukan pengaruh yang nyata dari
Diketahui bahwa belanja pegawai untuk sistem pembayaran pada perilaku dokter. Dokter
remunerasi hanya berkisar dari 27% sampai dengan layanan fee for servicessecara signifikan
33% dan tidak pernah melewati pagu 40% yang memberikan layanan medis secara berlebihan
ditetapkan oleh KMK 165/2008. Seharusnya daripada dokter dengan sistem kapitasi.22 Hasil
peningkatan pendapatan harus diiringi dengan penelitian di Jerman juga membuktikan bahwa
peningkatan porsi belanja pegawai untuk reformasi sistem remunerasi mempengaruhi supply-
remunerasi sehingga karyawan dapat menikmati side pelayanan rawat jalan. Sehingga kebijakan
hasil yang didapatkan dari kerja keras. dari sisi supplai (supply-side) mungkin menjadi
Kelemahan dari KMK 165/2008 adalah instrumen yang lebih baik untuk pengendalian
menetapkan besaran absolut untuk belanja biaya. Sistem remunerasi ini juga untuk mengurangi
pegawai (remunerasi), tetapi bukan proporsi inefisiensi akibat asimetri informasi antara dokter
yang sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan. dan pasien.23
Dukungan pemerintah berupa Grand design
reformasi birokrasi yang ditetapkan berdasarkan KESIMPULAN DAN SARAN
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Impelementasi kebijakan remunerasi di
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Rumah Sakit A telah berlangsung cukup baik
20/2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi dan sesuai dengan KMK 165 tahun 2008 yang
2010-2014.16, 17, 18, 19 dibuktikan dengan meningkatnya kinerja pelayanan
Permasalahan birokrasi dan SDM dapat dan keuangan sebelum dan setelah pelaksanan
diatasi dengan meningkatkan komunikasi yang remunerasi. Namun, ada beberapa kekurangan
intens antara pihak manajemen dengan karyawan. yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu kondisi
Sosialisasi perlu dilakukan agar ada transparansi lingkungan berupa sosio kultural dimana masih
dalam penerapan sistem remunerasi. Perlu terdapat etos kerja karyawan yang rendah,
diperbanyak wadah komunikasi antara pihak manajemen yang kurang produktif, birokrasi yang
manajemen dengan karyawan, secara formal belum efisien, serta adanya tenaga medis yang
melalui workshop maupun secara non formal nyaman dengan sistem lama (fee for service).
melalui acara sosial (gathering karyawan) yang Selain itu, monitoring dan evaluasi yang belum
disisipkan pesan-pesan mengenai remunerasi. dilakukan secara optimal sejak diberlakukan tahun
Komunikasi internal dalam persiapan 2008, serta kurangnya komunikasi dan koordinasi
dan implementasi juga berpengaruh terhadap antar organisasi khususnya dari pengelola program
keberhasilan kebijakan remunerasi. Menurut SDM.
Armstrong dan Murlis, 14 optimalisasi media Diharapkan agarpimpinan dan manajemen
komunikasi selain cara-cara formal antara lain Rumah Sakit dapat memperkuat dukungan
seperti kampanye poster, surat pembaca, email manajemen dalam membangun budaya
secara personal, brosur, briefing tim dalam kerja karyawan, efisiensi birokrasi dan
acara-acara sosial nonformal. Hal ini perlu optimalisasiproduktivitas manajemen secara
menjadi perhatian karena implementasi kebijakan bertahap dan berkelanjutan. Menetapkan kebijakan
perubahan status kelembagaan rumah sakit formal untuk mengintensifkan upaya monitoring
dan evaluasi secara berkaladalam penerapan 11. Suyanto. Mengenal Kepemimpinan dan
remunerasi. Dapatmengoptimalisasikan upaya manajemen keperawatan di rumah sakit.
komunikasi internal dengan cara meningkatkan cetakan ketiga, Jogjakarta : Mitra Cendikia ;
frekuensi komunikasi tentang remunerasi baik 2009
secara formal seperti surat edaran informasi 12. Ilyas Y. Kinerja, Teori, Penilaian, dan penelitian.
remunerasi secara berkala, workshop dan forum Depok: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM
diskusi SDM, maupun secara informal dengan UI; 2002.
memanfaatkan semua modalitas komunikasi 13. Widyatmini, HakimL. Hubungan kepemimpinan,
seperti website, majalah internal dan acara social kompensasi dan kompetensi terhadap
gathering karyawan. kinerjapegawai Dinas Kesehatan Kota Depok.
Jurnal Ekonomi Bisnis.2008; 2 (13): 163-170
REFERENSI 14. Armstrong M, Murlis H. Reward management,
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor a handbook of remuneration strategy and
61 Tahun 2007 tentang pedoman teknis practice. London: Kogan Page; 2001.
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum 15. Siregar NNE.Persepsi kepuasan karyawan
Daerah. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri. terhadap efektivitas sistem remunerasi di RS
2. Dawud Y. Peran proses manajemen dalam Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
pengembangan mutu pelayanan rumah sakit. tahun 2008-2010. [Tesis]. Depok: Fakultas
Jurnal Manajemen dan Administrasi Rumah Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;
Sakit Indonesia. 1999; 1 (I): 36-46. 2011.
3. Kalam DZ.Effect of similiarity-dissimiliarity, 16. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010
team cohesion, and hospital cross functional tentang grand design reformasi birokrasi 2010-
teamworks effectiveness on organizational 2025.
performance. Florida: Lynn University; 2008. 17. Peraturan Menteri Penerapan Aparatur Negara
4. Firdausi NJ,Wulansari RD. Upaya peningkatan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010
kinerja rumah sakit melalui optimalisasi high tentang road map reformasi birokrasi 2010-
performance work practices tim lintas fungsi. 2014.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. 2013; 18. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
1 (1): 75-82. Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
5. Nawawi I. Public policy; analisis, strategi Nomor 9 Tahun 2011, tentang pedoman
advokasi, teori, dan praktek. Surabaya: PMN; penyusunan road mapreformasi birokrasi
2009. kementerian/lembaga dan pemerintah daerah
6. Subarsono AG. Analisis kebijakan publik: 19. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
konsep, teori dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Negara Nomor 15 Tahun 2008 pedoman umum
Pelajar; 2012. reformasi birokrasi.
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 165/ 20. Kusnadi D. The changing of institutional status
KMK.05/2008 tentang penetapan remunerasi and quality of hospital patient care in hospital.
bagi pejabat pengelola, dewan pengawas, dan Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2012;
pegawai BLU RSJPDHK. Jakarta: Kementerian 7 (2): 63-67.
Keuangan. 21. Sulistiadi, W. Sistem anggaran rumah sakit
8. Bungin B. Content analysis dan focus group yang berorientasi kinerja untuk meningkatkan
discusion dalam penelitian sosial. In B. (Ed.), kualitas keuangan publik. Jurnal Kesehatan
Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Masyarakat Nasional. 2008; 2 (5): 234-240.
Rajawali Pers; 2010. 22. Schmidt HH, Selten R, Wiesen D. How payment
9. Moleong L. Metodologi penelitian kualitatif. PT. systems affect physicians’ provision behaviour;
Remaja Rosdakarya.Bandung; 2006. An experimental investigation. Journal of Health
10. Griffiths P, Renz A, Rafferty AM, The impact Economics. 2011; 30 (4):637– 646.
of organization and management factors on 23. Schmitz H.Practice budgets and the patient
infection control in hospitals : a scoping review, mix of physicians; The effect of aremuneration
London: King’s College London, University of system reform on health care utilisation. Journal
London. 2008. of Health Economics. 2013; 32 (6):1240– 1249
ABSTRAK
Komunikasi adalah faktor penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan dan program pemerintah.
Beberapa temuan hasil riset dan pemberitaan di media menunjukkan bahwa masih terdapat kebijakan dan
program kesehatan yang belum berhasil mencapai target, yang mungkin disebabkan karena tidak berjalannya
fungsi komunikasi secara optimal. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk menganalisis proses kebijakan dan
menghasilkan formulasi kebijakan komunikasi publik (berupa rancangan pedoman). Desain penelitian deskriptif
menggunakan metodologi kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, focus group
discussion dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan fungsi komunikasi yang dijalankan telah mengalami
kemajuan, tetapi masih ada permasalahan dan tantangan, baik internal maupun eksternal, antara lain belum memiliki
pedoman komunikasi yang dijadikan acuan dalam mengarahkan, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan
tugas dan fungsinya sehari-hari dan mengatur hal-hal kehumasan yang mendasar dan menyeluruh. Disimpulkan
bahwa fungsi komunikasi yang dijalankan Unit Hubungan Masyarakat Kementerian Kesehatan belum berjalan
secara optimal. Direkomendasikan segera adanya pedoman yang mengatur fungsi komunikasi secara terintegrasi
dan komprehensif dalam hal kelembagaan, kegiatan, tata laksana kerja dan sumber daya. Hasil penelitian ini
diharapkan akan diadopsi menjadi regulasi dalam mendukung pelaksanaan program pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Kata kunci: Formulasi, kebijakan, komunikasi, hubungan masyarakat
ABSTRACT
Communicationis animportant factor inthe successful implementation ofgovernment policies and programs.
Some findings fromprevious studiesandnews in mediaindicatethatthere arehealth policies and programsthathave
notsucceeded inachievingtheirtargets,which may be due tothe ineffectiveness ofthe communication function.
Therefore, the aim of this research was to analyze policy process and produce a formulation of communications
policy (in the form of a guideline draft). Using qualitative methodology with descriptive type, data collection was
conducted through in-depth interviews, focus group discussion, and literature analysis. The results showed that the
communication functions that have been conducted haveprogressed, but there were still problems and challenges,
both internally and externally. This includes the absence of a communications guidelineto be referenced in
directing, controlling, and evaluating the implementation of tasks and daily functions as well as regulating matters
of public relations fundamentally and thoroughly. It was concluded that communication functions executed by
the Public Relations Unit of the Ministry of Health have not been optimally implemented. It is recommended to
immediately realize guidelines to manage the communication functions in an integrated and comprehensive way in
terms of institutions, activities, governance, and resource. It is hoped that the findings of this study will be adopted
into regulation in support of the implementation of health development programs in Indonesia.
Keywords: Formulation, policy, communication, public relation
97
Aji Muhawarman : Formulasi Kebijakan Komunikasi untuk Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan
98
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
an masyarakat yang telah dan akan dilakukan. tasi, dan peralatan lainnya. Kerangka teori di-
Selain itu, belum adanya pedoman nasional yang susun berdasarkan empat teori utama yakni: teori
seharusnya diterbitkan oleh Kementerian Komu- pembuatan kebijakan, teori agenda setting, teori
nikasi dan Informatika selaku penanggung jawab segitiga kebijakan dan teori komunikasi.10-13 Pene-
aktivitas komunikasi lembaga pemerintah. litian ini dikembangkan mulai dari analisis situasi,
Menurut Martson, seharusnya dalam kegia- kemudian tahapan pembuatan kebijakan dengan
tan Public Relations (PR) menggunakan formula mengidentifikasi isu utama hingga formulasi ke-
RACE (Research, Action Plan, Communication bijakan. Melalui proses ini dapat dihasilkan re-
and Evaluation) artinya seorang praktisi/institusi komendasi kebijakan berupa rancangan instrumen
PR seperti Puskomblik (Pusat Komunikasi Pub- kebijakan komunikasi berdasarkan komponen ko-
lik) Kemenkes harus tahu banyak tentang kondisi munikasi, yaitu: tujuan, komunikator, konten, me-
organisasi, program, khalayaknya dan komponen dia, komunikan dan strategi.
penunjang komunikasi lainnya sebelum melun- Validasi data hasil penelitian dilakukan de-
curkan program PR yang akan mendukung penuh ngan teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber
implementasi sebuah kebijakan.8 Oleh karena itu, data, triangulasi teori dan triangulasi metodologi.
tujuan penelitian ini adalah menggali informasi Tujuan triangulasi adalah untuk: a) meningkatkan
lebih dalam dan menghasilkan sebuah rancangan validitas dan reliabilitas penelitian, b) mening-
instrumen kebijakan komunikasi publik yang di- katkan ketepatan interpretasi, c) meningkatkan
harapkan akan diformulasikan lebih lanjut dan keyakinan bahwa data/informasi yang berhasil
diadopsi menjadi regulasi sehingga bisa menjadi dikumpulkan adalah faktual.14 Selanjutnya data
salah satu referensi utama bagi upaya Komunikasi, diolah dengan proses coding dan kategorisasi dari
Informasi dan Edukasi (KIE). trans-krip wawancara dan FGD, kemudian diana-
lisis menggunakan teknik analisis isi (content ana-
BAHAN DAN METODE lysis).
Penelitian ini menggunakan metode peneli-
tian kualitatif melalui perspektif kebijakan. Pemi- HASIL
lihan metode kualitatif karena informasi penelitian Identifikasi analisis situasi yang dilakukan
harus digali secara mendalam agar mampu meng- pada kondisi internal dan eksternal, dengan tu-
angkat jawaban yang dicari atas permasalahan juan untuk mengetahui kelebihan dan kekurang-
yang diteliti.9 Pengumpulan data pada tahun 2015 an organisasi, peluang dan hambatan yang ada,
di Kementerian Kesehatan, Kementerian Komu- kebutuhan yang sebenarnya, serta memperhatikan
nikasi dan Informatika, Dinas Kesehatan, Univer- tuntutan dan dinamika yang terjadi di lingkungan
sitas Indonesia, dan perusahaan swasta tertentu. sekitar. Ini dilakukan agar kebijakan yang dihasil-
Pemilihan informan dengan teknik purposive sam- kan dapat tepat sasaran dan solutif.
pling berdasarkan asas kecukupan (adequacy) dan Secara umum pelaksanaan kebijakan dan
kesesuaian (approriateness). Informan kunci ada- program kesehatan telah mengalami kemajuan dari
lah pejabat dari instansi Kemenkes, Kementerian tahun ke tahun, meskipun masih ada yang belum
Kominfo, serta pakar dan praktisi dari beberapa diselesaikan. Faktor komunikasi (sosialisasi) pada
instansi terkait (jumlah 7 orang), serta tokoh ma- kebijakan dan program yang diluncurkan peme-
syarakat, kader dan warga (6 orang). rintah menjadi determinan yang menentukan
Pengambilan data menggunakan wawan- program tersebut berhasil atau tidak. Seluruh in-
cara mendalam semi terstruktur dan Focus Group forman berpendapat bahwa upaya komunikasi
Discussion (FGD), serta dari data sekunder beru- merupakan hal yang penting dalam proses imple-
pa kepustakaan, dokumen peraturan perundangan, mentasi kebijakan/program pemerintah termasuk
hasil riset yang memiliki keterkaitan dengan ma- bidang kesehatan, seperti pada petikan wawancara
teri penelitian. Alat pengumpulan data selain pe- berikut:
neliti sendiri juga dengan peralatan berupa: pan-
duan wawancara, form informed consent, buku “…hampir semua aktivitas kebijakan pub-
catatan, alat tulis, voice recorder, alat dokumen- lik pemerintah mutlak harus didukung
99
Aji Muhawarman : Formulasi Kebijakan Komunikasi untuk Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan
100
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
pentingnya strategi komunikasi dalam mengiden- tang peran dan kewenangan Humas; banyak yang
tifikasi khalayak yang menjadi sasaran baik dari beranggapan bahwa Humas bukanlah unit/bagian
segi penentuan isi pesan maupun pemilihan media kerja yang dibutuhkan organisasi, 3) profesional-
komunikasinya. Informan juga menilai perlu ada- isme praktisi Humas; Humas dituntut untuk terus
nya pedoman, walaupun masih ada informan yang meningkatkan kompetensinya dan tanggap terha-
belum memahami secara jelas kebijakan/program dap dinamika lingkungan di sekitarnya.
yang dilaksanakan Kemenkes.
Hasil penelusuran informasi melalui website “Ya mungkin disini (Humas) gak terlalu
beberapa kementerian, hanya sebagian kecil yang dianggap penting ya, dan saya pikir juga
sudah memiliki dan menerapkannya. Dari sekitar pejabat-pejabat memahami bahwa PR itu,
kadang di atas (pimpinan) sendiri gak pa-
34 kementerian atau lembaga setingkat kemente-
ham kalo PR itu sangat penting”.
rian, diluar Kementerian Pendayagunaan Aparatur (Informan 5)
Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan
Kementerian Kominfo, tercatat hanya3 kementeri- Menurut informan, fungsi komunikasi yang
an yang sudah mempunyai pedoman komunikasi/ dilakukan oleh Humas harusnya tidak hanya sam-
kehumasan dalam bentuk peraturan menteri, yakni pai pada tingkatan awareness saja, tetapi juga
Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam hingga terjadinya perubahan perilaku atau jika
Negeri, dan Kementerian Kehutanan. berupa kebijakan terhadap masyarakat agar ber-
partisipasi/turut serta mendukung implementasi
“Jadi saya melihatnya sangat bervariasi,
kebijakan pemerintah.
pada K/L yang menterinya paham betul
bagaimana sebuah fungsi komunikasi harus Berdasarkan hasil penelusuran data
dijalankan, itu fungsi jubir dan humasnya sekunder diketahui bahwa Humas saat ini belum
jadi menonjol”. (Informan 6) berada pada posisi yang strategis. Eksistensi Hu-
mas pemerintah di daerah yang tidak masuk ke
Berdasarkan hasil studi literatur diketahui dalam struktur organisasi di Satuan Kerja Peme-
terdapat beberapa peraturan perundangan yang rintah Daerah (SKPD) baik di tingkat Pemerintah
seharusnya dijadikan acuan dalam melaksanakan Provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.
program dan kegiatan komunikasi di Kementeri- Selanjutnya agenda setting yang diidenti-
an Kesehatan mulai dari Undang-undang, PP/Per- fikasi berupa situasi politik dan birokrasi berpe-
pres, dan Peraturan/Keputusan Menteri. ngaruh terhadap Humas dan fungsi komunikasi
Tahap selanjutnya identifikasi isu utama di bidang kesehatan, khususnya situasi politik in-
yang menjadi titik tolak berkembangnya suatu ternal (birokrasi). Berdasarkan hasil wawancara
masalah menjadi masalah kebijakan. Kemuncul- diketahui berbagai permasalahan dan isu yang ada
an isu-isu yang beredar di tengah masyarakat dan di Puskomblik, juga telah dilakukan sejumlah al-
di dalam institusi akan sangat mempengaruhi la- ternatif solusinya. Diantaranya adalah melakukan
hirnya atau bergantinya sebuah kebijakan publik. kegiatan terobosan tidak hanya bekerja secara
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa BAU (Business As Usual), membuat pedoman
hanya isu-isu strategis yang berdampak luas yang komunikasi/kehumasan dan memperkuat kemitra-
akan diakomodir oleh para aktor berwenang (poli- an dengan pihak-pihak terkait. Untuk mengatasi
cy maker). Beberapa isu strategis yang berpotensi keterbatasan anggaran, SDM atau sarana yang
menjadi pendorong percepatan formulasi kebijak- ada, seperti memilih untuk melakukan kegiatan
an komunikasi di Kemenkes, diantaranya adalah terobosan/inovatif ketimbang mencari-cari alasan
terbentuknya pemerintahan baru, adanya rencana tidak berjalannya kegiatan karena terlalu banyak
perubahan organisasi (reorganisasi), era desentra- hambatan.
lisasi dan adanya konsep baru Humas pemerintah Cara lain untuk menyiasati kekurangan atau
(Government Public Relations/GPR). keterbatasan adalah menjalin kerjasama kemitraan
Beberapa isu lain, diantaranya adalah:1) dengan pihak-pihak lain. Solusi lainnya dalam
posisi Humas dalam organisasi, 2) persepsi ten- menghadapi permasalahan dan tantangan dalam
101
Aji Muhawarman : Formulasi Kebijakan Komunikasi untuk Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan
menjalankan fungsi komunikasi di Kemenkes sudah dilakukan beberapa kali dan telah meli-
yakni pembuatan pedoman yang memuat strategi batkan beberapa pihak terkait seperti Humas-
komunikasi, koordinasi, riset, pembiayaan dan se- Humas unit utama sebagai pelaksana dan tim pakar
bagainya. untuk memberikan masukan sesuai keahliannya
Pada bagian formulasi kebijakan komuni- masing-masing. Penyusunannya memakan wak-
kasi, menurut informan, isi kebijakan/pedoman tu cukup lama dikarenakan harapan yang tinggi
komunikasi harus lengkap dan mengakomodir dari praktisi Humas di Kemenkes agar kebijakan
semua kepentingan. Ada juga yang berpendapat (pedoman) tersebut berisi panduan lengkap. Yang
bahwa pengaturan detil tidak perlu masuk dalam terlewatkan adalah tahapan riset dan tidak meli-
pedoman, cukup dituangkan dalam bentuk Stan- batkan target audiens, sehingga pedoman ini tidak
dard Operating Procedures (SOP). memiliki landasan yang kuat (research based) dan
Hal penting menurut informan yang dilaku- akan sulit untuk menjangkau sasarannya dan akan
kan sebelum menentukan dan menetapkan isi pe- kembali pada pola kerja lama yang hanya komuni-
ngaturan dalam kebijakan, adalah melakukan anal- kasi satu arah saja, tidak memperhatikan aspirasi
isis situasi (SWOT), menyusun Key Performance kebutuhan di daerah dan masyarakat.
Indicator (KPI) yang akan menjadi acuan dalam
menyiapkan strategi dan unsur-unsur komunikasi “Ekspektasi temen-temen Humas unit uta-
lainnya, bisa juga dengan menyusun strategi ko- ma itu suatu buku tebal dan itu mengatur
munikasi baru kemudian dijabarkan lebih lanjut. segala macam dan akhirnya itu kan jadi
Proses formulasi kebijakan publik seba- gak selesai-selesai, 2 tahun loh itu gak
gaimana diatur dalam pedoman umum formulasi, selesai-selesai. Jadi sebetulnya pedoman
implementasi, evaluasi kinerja dan revisi kebija- ini sudah kaya cuma gak ada yang ekseku-
kan publik di lingkungan lembaga Pemerintah si karena kebanyakan masukan. Nah saya
sudah men-challenge, harus sudah selesai
Pusat dan Daerah (Gambar 1).15 Apabila mengacu
tuh sebelum Biro Humas itu jadi, mungkin
pada Permenpan ini, pada penelitian ini lingkup April keluar. Saya mohon itu sudah selesai.
formulasi dibatasi hingga penyusunan draft 0 (nol) Itu sebetulnya. Kelamaan”. (Informan 1)
kebijakan karena adanya keterbatasan waktu dan
kemampuan peneliti. Komponen terakhir dalam formulasi kebijak-
Proses penyusunan kebijakan (pedoman) an adalah mampu mengendalikan semua kegiatan
102
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
perumusan kebijakan dan memutuskan isi kebijak- masyarakat dengan yang selama dilakukan hanya
an yang akan dihasilkan (decision maker). Selain sampai memberikan pemahaman, ketidakjelasan
para pembuat keputusan, ada pihak-pihak yang siapa yang menjadi komunikator, ketidakmam-
secara tidak langsung berpartisipasi, ada pula se- puan dalam mengemas pesan dan memilih media
bagian pihak lainnya yang menjadi pengguna/ yang tepat, hingga tidak teridentifikasinya target
penerima manfaat dari kebijakan yang dibuat. audiens yang menjadi sasaran tiap program kese-
Semua informan menyatakan bahwa semua stake- hatan bahkan diperberat dengan tidak adanya pan-
holders, sebagai apapun kapasitasnya selama pu- duan.
nya kepentingan harus diikutsertakan dalam pro-
ses pembuatan kebijakan, dalam hal ini pembuatan “Semuanya penting. Tapi yang paling pen-
pedoman komunikasi/kehumasan di Kemenkes. ting itu adalah pedoman (1) pemetaan kha-
Intinya adalah stakeholders sebagai aktor layak baru kemudian (2) pengemasan isi
yang terlibat, baik dalam kapasitasnya meme- informasinya baru pedoman (3) pemilihan
media untuk menjangkau. 3 hal ini yang
ngaruhi pembuatan kebijakan maupun sebagai
substantif”. (Informan 3)
penerima manfaat (beneficiaries) tidak hanya da-
lam proses pembuatan kebijakan, tetapi juga pada Secara garis besar rekomendasi kebijakan
implementasi kebijakan tersebut nantinya, yang komunikasi memperhatikan unsur-unsur yang
dalam hal ini adalah kebijakan komunikasi/kehu- terkandung dalam sebuah proses komunikasi se-
masan di Kemenkes. perti siapa komunikatornya, bagaimana pengema-
Dapat diidentifikasi bahwa aktor kebijakan san pesannya, bagaimana memilih medianya dan
komunikasiini antara lain adalah: 1) Para peja- seperti apa cara penyampaiannya serta bagaima-
bat pembuat keputusan (Menteri Kesehatan dan na memetakan khalayak yang akan dituju. Selain
jajaran eselon I), pemberi arahan, dukungan dan itu tentu sebuah proses komunikasi harus diawa-
komitmen; 2) Praktisi Humas di Kemenkes baik li dengan penentuan tujuan dari komunikasi itu
di pusat maupun di daerah, sebagai pengguna sendiri. Keberhasilan komunikasi juga tidak lepas
langsung kebijakan; 3) Kementerian PAN-RB dan dari strategi apa yang digunakan. Untuk itu selain
Kementerian Kominfo, selaku lembaga pembina standarisasi terhadap elemen-elemen komunika-
dan pengawas fungsi komunikasi yang dilakukan si tersebut, perlu juga untuk menentukan tujuan
oleh seluruh kementerian/lembaga pemerintah; 4) dan menyiapkan strategi dalam berkomunikasi.
Para pakar dan akademisi, selain sebagai tim ahli Seluruh elemen tersebut dielaborasi lebih detil
juga sebagai pengguna; 5) Perwakilan kelompok pada draft pedoman komunikasi di bagian strategi
masyarakat, misalnya LSM, media atau komuni- komunikasi.
tas pemerhati kesehatan, dan sebagainya. Semua Rekomendasi yang dihasilkan berbentuk
pihak tersebut memiliki kepentingan dan pe- draft pedoman komunikasi di Kemenkes berisi
ngaruhnya sendiri-sendiri yang patut diakomodir strategi komunikasi, serta secara rinci terdiri dari
dalam kebijakan yang tengah disusun. bagian-bagian yang membahas tentang komuni-
Tahap akhir penelitian dengan mengidenti- kasi dan hubungan masyarakat, penyelenggaraan
fikasi rekomendasi yang disampaikan berisi materi kegiatan-kegiatan komunikasi oleh hubungan
pokok yang terdiri dari tujuan, komunikator, pe- masyarakat dan juga yang tidak kalah pentingnya
san, media, komunikan dan strategi komunikasi. tentang materi pembinaan, pembiayaan, monitor-
Tujuan komunikasi dalam konteks komunikasi ing, evaluasi dan audit komunikasi.
institusi kepada publik internal maupun ekster-
nal, setidaknya ada 3 jenis yakni: menyampaikan PEMBAHASAN
informasi, melakukan persuasi, dan memberikan Komunikasi dan informasi telah berperan
edukasi. banyak dalam mendukung keberhasilan pemba-
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bah- ngunan nasional. Tanpa adanya komunikasi yang
wa permasalahan terjadi di semua komponen ko- dilakukan pemerintah, kebijakan dan program yang
munikasi mulai dari ketidaksesuaian antara tujuan digulirkan tidak akan banyak diketahui masya-
ideal komunikasi yang ingin merubah perilaku
103
Aji Muhawarman : Formulasi Kebijakan Komunikasi untuk Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan
rakat. Masyarakat yang tidak mengetahui kebijak- Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kementeri-
an dan memahami program pemerintah kemung- an Komunikasi dan Informatika selaku penang-
kinan besar tidak akan turut berpartisipasi dalam gung jawab Unit Hubungan Masyarakat di instan-
melaksanakan kebijakan dan program pemerintah, si pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. yang seharusnya dijadikan referensi oleh seluruh
Masalah kebijakan adalah suatu situasi atau Kementerian/Lembaga baik di pusat maupun di
kondisi yang menghasilkan kebutuhan dan keti- daerah untuk mengatasi beban permasalahan in-
dakpuasan di masyarakat sehingga memerlukan ternal, dan untuk membangun serta meningkatkan
solusi dari pemerintah.16 Menurut Kingdon inilah fungsi komunikasi dan manajemen kehumasan di
yang disebut penetapan agenda (agenda setting) instansi pemerintah agar pelaksanaannya dapat
yang dapat pula dikatakan sebagai daftar subyek lebih efektif, efisien dan optimal.
atau masalah yang menjadi perhatian serius pihak Pada proses formulasi kebijakan salah sa-
pemerintah atau kalangan di luar pemerintahan da- tunya terdapat konsep penetapan kebijakan sebagai
lam suatu waktu tertentu.11 Fase ini menghasilkan sebuah sistem yang digambarkan oleh Easton. Se-
pemilihan diantara masalah dan isu yang beragam. buah sistem yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
Sebuah proses membangun isu kebijakan berke- sosial, politik, ekonomi, sejarah dan faktor eks-
naan dengan strategi potensial dan instrumennya ternal lainnya tak terkecuali pula faktor internal
yang mampu mengembangkan kebijakan dalam yang memengaruhi para aktor, stakeholders atau
tahapan berikutnya dari siklus kebijakan.17 penentu kebijakan yaitu nilai-nilai, kepentingan,
Pada proses perancangan kebijakan, ter- juga pilihan-pilihan dipengaruhi oleh perilaku dan
dapat sebuah fase yang sangat menentukan keber- kepribadian mereka. Kesemuanya akan berpe-
hasilan sebuah kebijakan yang dihasilkan, yaitu ran signifikan dalam proses pembuatan kebijakan
fase formulasi/perumusan kebijakan. Proses me- hingga memungkinkan terjadinya tarik-menarik
ngacu kepada cara bagaimana kebijakan dimulai, kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan,
dikembangkan atau disusun, dinegosiasi, diko- alokasi sumber daya dan bargaining position di
munikasikan, dilaksanakan dan dievaluasi. Pada antara pelaku yang terlibat dalam sebuah kotak
tahap formulasi kebijakan, masalah yang masuk hitam penetapan kebijakan.19 Mengetahui aktor
ke dalam agenda kebijakan dibahas untuk men- (stakeholders) yang terlibat menjadi hal penting
cari alternatif pemecahan masalah terbaik. Sama mengingat mereka yang akan menentukan nasib
halnya seperti dalam perjuangan suatu isu masuk kebijakan akan seperti apa.6
ke dalam agenda setting, dalam tahap formulasi, Hasil penelitian menunjukkan permasalah-
setiap alternatif juga bersaing untuk dapat dipilih an dalam fungsi komunikasi/kehumasan yang per-
menjadi prioritas keputusan guna menyelesaikan lu diprioritaskan dan perlu segera ditangani, yaitu:
masalah.6 Sumber Daya Manusia, prosedur dan mekanisme
Pada bidang kesehatan, terdapat suatu stu- kerja, posisi dan peranan Humas yang berada pada
di yang secara khusus mempelajari cara menggu- posisi strategis dalam struktur organisasi dan ter-
nakan komunikasi untuk menyebarluaskan infor- libat dalam berbagai penentuan kebijakan organi-
masi kesehatan yang dapat memengaruhi individu sasi dan akan meningkatkan kontribusinya ter-
dan komunitas dalam membuat keputusan untuk hadap keberlangsungan organisasi. Humas harus
hidup sehat. Komunikasi jenis ini meliputi infor- mampu membangun dirinya agar dianggap sebuah
masi tentang pencegahan penyakit, promosi kese- investasi dan bukan hanya pengeluaran yang tidak
hatan, kebijakan kesehatan, regulasi kesehatan memiliki korelasi dengan tujuan organisasi/lemba-
yang sedapat mungkin mengubah dan memperba- ga pemerintah.20
harui kualitas kesehatan setiap individu atau ma- Alternatif solusi dari beberapa isu dan ma-
syarakat. Studi ini meliputi komunikasi persuasif salah bidang komunikasi tersebut dengan urutan
yang berdampak pada perubahan perilaku ma- prioritas yang termudah untuk dilakukan yakni: 1)
syarakat dan faktor-faktor psikologis individual menyusun strategi komunikasi yang tepat. Strate-
dalam hal persepsi terhadap kesehatan.17 gi ini merupakan metode yang digunakan untuk
Kementerian Pendayagunaan Aparatur mencapai tujuan komunikasi dan juga output ser-
104
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
ta outcome dari sebuah program komunikasi, 2) draft pedoman komunikasi di bagian strategi ko-
membuat pedoman/panduan kegiatan komunikasi/ munikasi.
Humas, 3) menerapkan konsep Government Pub- Rekomendasi yang berbentuk draft pe-
lic Relations (GPR). Solusi ini bisa dilakukan ber- doman komunikasi di Kementerian Kesehatan
tahap dan menjadi prioritas terakhir. Konsep GPR tersebut selain berisi strategi komunikasi juga se-
di Indonesia sendiri masih butuh penyesuaian un- cara rinci terdiri dari bagian-bagian yang memba-
tuk bisa diterapkan secara utuh. has tentang komunikasi dan hubungan masyarakat,
Hasil penelitian menunjukkan permasalah- penyelenggaraan kegiatan-kegiatan komunikasi
an yang terjadi di semua aspek komunikasi mulai oleh hubungan masyarakat dan juga yang tidak
dari ketidaksesuaian antara tujuan ideal komunika- kalah pentingnya tentang materi pembinaan, pem-
si yang ingin merubah perilaku masyarakat dengan biayaan, monitoring, evaluasi dan audit komuni-
yang selama dilakukan hanya sampai memberikan kasi.
pemahaman, ketidakjelasan siapa yang menjadi
komunikator, ketidakmampuan dalam mengemas KESIMPULAN DAN SARAN
pesan dan memilih media yang tepat, hingga ti- Fungsi komunikasi yang dijalankan oleh
dak teridentifikasinya target audiens yang menjadi Puskomblik Kementerian Kesehatan telah meng-
sasaran tiap program kesehatan bahkan diperberat alami kemajuan, tetapi masih ada permasalahan
dengan tidak adanya panduan dalam menyusun dan tantangan internal maupun eksternal, antara
strategi komunikasi yang efektif dan efisien, maka lain belum memiliki pedoman komunikasi yang
semakin jelaslah bahwa hadirnya pedoman komu- dijadikan acuan dalam mengarahkan, mengen-
nikasi saat ini sangat dibutuhkan. dalikan dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan
Hasil pembandingan dengan kebijakan fungsinya sehari-hari dan mengatur hal-hal ke-
komunikasi yang telah ada, serta kajian sejum- humasan yang mendasar dan menyeluruh. Saat
lah literatur, baik berupa peraturan perundang- penelitian ini dilakukan, Puskomblik Kemenkes
undangan seperti yang sudah dijelaskan pada sedang menginisiasi penyiapan kebijakan komuni-
bagian sebelumnya maupun beberapa dokumen kasi yang berisi materi kehumasan secara umum.
khusus komunikasi beberapa lembaga dan refe- Penelitian ini menghasilkan draft pedoman
rensi lainnya, ditambah lagi sebagian juga diadap- komunikasi yang diharapkan dapat melengkapi
tasi dari draft pedoman yang sudah disiapkan oleh draft pedoman yang sedang dipersiapkan oleh Pus-
Puskomblik Kemenkes. Selanjutnya disusun dan komblik Kemenkes. Rekomendasi bagi Puskom-
disajikan sejumlah materi yang berisi substansi blik Kementerian Kesehatan agar dapat memper-
pengaturan dari draft pedoman komunikasi yang cepat proses penyelesaian pembuatan kebijakan
akan direkomendasikan kepada Puskomblik Ke- komunikasi, menetapkannya dalam bentuk Pera-
menkes. turan Menteri Kesehatan dan mensosialisasikan-
Secara garis besar, rekomendasi kebijakan nya ke seluruh unit kerja di Kementerian Kesehat-
komunikasi ini memperhatikan unsur-unsur yang an dan unit terkait di daerah sehingga bisa segera
terkandung dalam sebuah proses komunikasi se- diterapkan. Selain itu juga agar dapat meningkat-
perti siapa komunikatornya, bagaimana pengema- kan kapasitas dan alokasi sumber daya yang di-
san pesannya, bagaimana memilih medianya dan butuhkan terutama dalam hal SDM dan anggaran.
seperti apa cara penyampaiannya serta bagaima- Rekomendasi untuk instansi lain yang terkait,
na memetakan khalayak yang akan dituju. Selain supaya dapat membuat kebijakan untuk mem-
itu tentu sebuah proses komunikasi harus diawa- perkuat posisi dan peran Humas pemerintah.
li dengan penentuan tujuan dari komunikasi itu
sendiri. Keberhasilan komunikasi juga tidak lepas DAFTAR PUSTAKA
dari strategi apa yang digunakan. Untuk itu, selain 1. Edward III GC. Implementing Public Policy.
standarisasi terhadap elemen-elemen komunikasi Washington: Quarterly Press;1980.
tersebut, perlu juga untuk menentukan tujuan dan 2. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan
menyiapkan strategi dalam berkomunikasi. Ke- Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
semua elemen tersebut dielaborasi lebih detil pada Pengembangan Kesehatan; 2013.
105
Aji Muhawarman : Formulasi Kebijakan Komunikasi untuk Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan
3. Badan Pusat Statistik. Survei Demografi Ke- 13. Ardianto, E., Komala, L. & Karlinah, S. Ko-
sehatan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat munikasi Massa, Suatu Pengantar. Bandung:
Statistik RI; 2012. Simbiosa Rekatama Media; 2014.
4. Suryaningsih C. Pengaruh Pendidikan Kese- 14. Wibowo A. Metodologi Penelitan Praktis
hatan terhadap Pengetahuan Ibu Post Partum Bidang Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers;
tentang ASI Eksklusif. Jurnal Keperawatan 2014.
Soedirman. 2013;8(2):77-86 15. Peraturan Menteri Negara PAN Nomor
5. WHO. Global Adult Tobacco Survey: Indone- PER/4/M.PAN/4/2007 tentang Pedoman
sia Report 2011. India: WHO, Regional Office Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Ki-
for South East Asia; 2012. nerja dan Revisi Kebijakan Publik di Lingku-
6. Winarno B. Kebijakan Publik (Teori, Proses ngan Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta:
dan Studi Kasus). Yogyakarta: CAPS; 2012. Kementerian Negara Pendayagunaan Apara-
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Ta- tur Negara. 2007.
hun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja 16. Anderson JE. Public Policymaking: an Intro-
Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementeri- duction. Boston USA: Houghtin Miffin Com-
an Kesehatan RI. pany; 2003.
8. Kriyantono R. Teknik Praktis Riset Komuni- 17. Fischer, F., Miller, G. J. & Sidney, M. S.
kasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group; Handbook of Public Policy Analysis; Theory,
2012. Politics and Methods. USA: CRC Press;2007.
9. Ghony, M,& Almanshur, F. Metode Penelitian 18. Liliweri A. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehat-
Kualitatif. Jakarta: Ar-Ruzz Media; 2012. an. Jakarta: Pustaka Pelajar; 2007.
10. Ayuningtyas D. Kebijakan Kesehatan: Prinsip 19. Ayuningtyas D. Kotak Hitam Sistem Peneta-
dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers; 2014. pan Kebijakan dan Faktor-Faktor yang Mem-
11. Kingdon JW. Agenda, Alternatives and Public pengaruhinya. Jurnal Manajemen Pelayanan
Policies. London: Pearson Education Limited; Kesehatan. 2008;11(2):44-48.
2014. 20. Wasesa, S. A. & Macnamara, J. Strategi Public
12. Buse, K, Mays, N. & Walt, G. Making Health Relations. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
Policy, Understanding Health Policy.New 2010.
York: Open University Press; 2005.
106