Anda di halaman 1dari 8

KAJIAN ILMIAH

HAMBATAN YANG DIHADAPI KEPALA RUANGAN DALAM


MEWUJUDKAN KEBIJAKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DISUSUN OLEH :

PETRA DIANSARI
ZEGA 197046002
petradiansarizega56@gmail.com

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA 2019
ABSTRAK

Program kebijakan kesehatan ibu dan anak merupakan pelayanan kesehatan yang harus dilaksanakan
dengan cara menurunkan angka kematian ibu dan anak. Dalam pelaksanaanya dibutuhkan peranan dari
kepala ruangan yang dalam pelaksanaanya memiliki hambatan kepala ruangan dalam mewujudkan
kebijakan kesehatan ibu dan anak .Metode yang digunakan Kajian ini dilakukan dengan mencari sumber
data baik dari jurnal maupun buku-buku serta Rencana strategis Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Artikel penelitian yang digunakan bersumber dari Repository USU, Scholar Google. Dalam
mewujudkan kebijakan kesehatan ibu dan anak dibutuhkan komunikasi, sumber daya, disposisi serta
struktur birokrasi. Diharapkan kepala ruangan mampu mewujudkan kebijakan kesehatan ibu dan anak dan
memotivasi perawat untuk mewujudkannya sehingga terdapat sikap profesional perawat.

Kata Kunci : Hambatan kepala ruangan, kebijakan, kesehatan ibu dan anak

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan organisasi penyedia jasa bagi masyarakat. Menurut
Laksono (2019) aksesibilitas masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan adalah hak
setiap orang untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya kesehatan, termasuk di
dalamnya hal untuk mendapatkan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan. Aksesibilitas
masyarakat pada fasilitas pelayanan kesehatan menjadi jauh lebih penting lagi ketika
kita dihadapkan pada kondisi di Indonesia yang sangat penuh variabilitas.
Menurut Lestari (2014) harapan terhadap profesi keperawatan yakni tenaga
keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada
masyarakat harus bertanggung jawab dan akuntabel terhadap pelayanan keperawatan
yang bermutu, aman, dan terjangkau sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang
dimilikinya. Adapun penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan kepada
kewenangan yang diberikan karena keahlian di bidang ilmu keperawatan yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu
pengetahuan, dan tuntutan globalisasi.
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan mengacu pada sejauh mana
layanan kesehatan dapat meningkat dan konsisten sesuai perkembangan pengetahuan
profesional (Meirawaty & Yudianto, 2019). Salah satu pelayanan kesehatan yang
melibatkan pelayanan keperawatan yaitu pelaksanaan program kebijakan kesehatan ibu
dan anak. Program Kesehatan Ibu dan Anak yang telah dilaksanakan selama ini
bertujuan untuk meningkatkan derajat Kesehatan Ibu dan Anak serta menurunkan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
Menurut Oktaviani, Suryoputra, dan Sriatmi (2018) Salah satu upaya pemerintah
Indonesia yang bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan anak adalah melalui
desentralisasi bidang kesehatan yang memberi kesempatan bagi pemerintah daerah
untuk melakukan inovasi pelayanan kesehatan masyarakat. Desentralisasi sektor
kesehatan memungkinkan pemerintah daerah untuk membuat program pembangunan
kesehatan yang lebih spesifik dan sesuai dengan kebutuhan.
Kebijakan kesehatan menyampaikan tentang informasi nyata mengenai sebab-
sebab tuntutan timbulnya kebijakan, isi kebijakan (arahan, petunjuk penerapan) dan
hasil atau akibat kebijakan guna menyelesaikan masalah-masalah sosial dan kesehatan
(Siyoto & Supriyanto, 2015). Dalam pelaksanaan kebijakan ini, dibutuhkan peran aktif
dari seorang kepala ruangan dalam memtivasi

B. Tujuan
Tujuan kajian ini adalah untuk melihat bagaimana hambatan yang dihadapi
kepala ruangan dalam mewujudkan kebijakan kesehatan ibu dan anak.

C. Metode
Kajian ini dilakukan dengan mencari sumber data baik dari jurnal maupun buku-
buku yang berhubungan dengan hambatan yang dihadapi kepala ruangan dalam
mewujudkan kebijakan kesehatan ibu dan anak. Artikel penelitian yang digunakan
bersumber dari Google Scholar. Penelusuran dilakukan dengan kata kunci yang sesuai
dengan topik yaitu hambatan kepala ruangan, kebijakan kesehatan, kesehatan ibu dan
anak.

D. Hasil
Dalam mewujudkan kebijakan kesehatan ibu dan anak dibutuhkan komunikasi,
sumber daya, disposisi serta struktur birokrasi. Dengan demikian kepala ruangan harus
memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan perawat, memotivasi
perawat untuk menghasilkan sumber daya yang profesional, kepala ruangan harus
mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut serta
menciptakan kerjasama dari berbagai pihak.

E. Pembahasan
Prinsip utama dalam perbaikan mutu dan kinerja pelayanan kesehatan adalah
kepedulian terhadap pelanggan. Pasien sebagai pelanggan eksternal tidak hanya
menginginkan kesembuhan dari sakit yang diderita yang merupakan outcome
pelayanan, tetapi merasakan dan menilai bagaimana ia diperlakukan dalam proses
pelayanan kesehatan (Maryono, 2018). Kepedulian terhadap pelanggan berarti
memperhatikan kepuasan pelanggan dalam hal ini kepuasaan pasien. Menurut Suharto
(2019) kepuasaan sebagai upaya melakukan mapping terhadap pengelolaan sumber
daya potensial selama ini untuk mengetahui kelebihan dan atau kekurangan kinerja
pelayanan yang telah dilakukan dalam sudut pandang pasien telah atau pernah
mendapatkan tindakan medis dan asuhan keperawatan.
Salah satu faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang dikemukakan oleh Napirah, Rahma dan Tony (2016) yaitu persepsi masyarakat
tentang kualitas pelayanan. Pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia salah satunya
yaitu pelaksanaan program kebijakan kesehatan ibu dan anak. Rapat Konsultasi
Nasional Program Kefarmasian dan Alkes (2015) tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan 2015-2019 dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak maka
harus menurunkannya angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan menurunnya
angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup.
Teori implementasi oleh George C. Edward III yang diterjemakan Agustino
(2006, dalam Tanjung, 2016) menjelaskan bahwa terdapat empat variabel yang sangat
menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu :
1. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi
pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor
komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena menjembatani antara
masyarakat dengan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan sehingga dapat
diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada
yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat
kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu
hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik.
2. Sumberdaya
Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan
adalah Sumber daya merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
mengimplementasikan sebuah kebijakan. Walaupun isi kebijakan sudah
dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator
kekurangan untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber
daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, yakni kompetensi implementator
dan Sumber daya financial. adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar
efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari : staf,
kewenangan, sarana dan prasarana.
3. Disposisi
Disposisi diartikan sebagai sikap para implementor untuk mengimplementasikan
kebijakan. Dalam implementasi kebijakan menurut George C.Edward III, jika ingin
berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui
apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai
kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Disposisi sebagaimana
yang dijelaskan adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,
seperti kejujuran, komitmen, sifat demokratis. Ketika implementor memiliki sifat
atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
kebijakan tidak efektif.
4. Struktur birokrasi
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah
mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan bagaimana cara
melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya,
implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat
ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks
menuntut adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah
kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik
dengan jalan melakukan koordinasi yang baik. Menurut George C. Edward III
terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah
yang lebih baik, yaitu dengan melakukan Standard Operating Prosedure (SOP) dan
melaksanakan koordinasi berjenjang.
Hambatan merupakan faktor yang tidak terkendali (yang telah melampaui batas
kontrol dari implementor) yang secara tidak langsung berhubungan dengan
implementasi, sehingga dapat menghambat, bahkan menggagalkan implementasi
program yang telah dirancang. Kendala yang paling besar dijumpai dalam pelaksanaan
program kesehatan ibu dan anak adalah masalah sarana dan prasarana yang masih
belum memadai untuk mendukung terlaksananya pelayanan kesehatan ibu dan anak ,
masalah lainya adalah kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih
kurang (Lahagu, 2016).
Mutu pelayanan keperawatan merupakan cerminan mutu pelayanan kesehatan.
Menurut Nurdiana., Hariyat dan Anisah (2017) kepala ruangan sebagai salah satu
manajer keperawatan memiliki peran yang tidak terlepas dari proses manajemen yang
dilakukan, termasuk menerapkan perhatian kepada sumber daya material maupun
sumber daya manusia keperawatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Simamora (2013)
bahwa sikap profesional perawat dapat dilihat dari kemampuannya dalam menerapkan
karakteristik sikap CIH’HUY perawat yaitu: memiliki daya Kreatifitas (Creative),
Penuh dengan Wawasan (insight), Kerendahan Hati (Humble), Ramah tamah
(Hospitality), Kesatuan perasaan sebagai kesatuan tim pelayan kesehatan (Unity), dan
Kebanggaan akan layanan Asuhan Keperawatan (Yes I’m a Nurse). Untuk itu, menurut
Pasthikarini, Wahyuningsih dan Richard. (2018) kepala ruangan harus menciptakan
motivasi kerja perawat sehingga pengimplementasian program-program yang ditetapkan
dapat terlaksana.

F. Penutup
Mewujudkan kebijakan kesehatan ibu dan anak tidak terlepas dari peranan
kepala ruangan dan perawat di ruangan serta pihak lain. Setiap hambatan pasti akan
dapat diselasaikan apabila ada komunikasi yang baik, sumber daya yang profesional,
disposisi yang baik serta struktur birokrasi yang saling berkoordinasi.
DAFTAR PUSTAKA

Lahagu, W. (2016). Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak dalam Sistem
Kesehatan Kabupaten Nias Utara Tahun 2015. Medan: Universitas
Sumatera Utara

Laksono, A. D. (2019). Mendekatkan Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas pada


Masyarakat. https://doi.org/10.31227/osf.io/rvzhc.

Lestari, T. R.P. (2014). Harapan Atas Profesi Keperawatan di Indonesia. Jurnal


Kajian, Vol. 19, No.1.

Maryono. (2018). Istilah-Istilah dalam Kebijakan dan Manajemen Kesehatan.


Pasuruan: CV. Qiara Media.

Meirawaty, G., & Yudianto, K. (2019). Field Experience : Manajemen Strategis pada
Proses Manajemen Keperawatan. Media Karya Kesehatan, Vol. 2, No. 2,
ISSN: 2621-9026.

Napirah, M. R., Rahman, A., & Tony, A. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tambarana Kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso. Jurnal
Pengembangan Kota, Vol. 4, No.1.

Nurdiana., Hariyati, R, T. S., & Anisah, S. (2017). Penerapan Fungsi Manajemen


Kepala Ruangan dalam Pengendalian Mutu Keperawatan. Jurnal Persatuan
Perawat Nasional Indonesia, Vol. 2, No. 3,

Oktaviani, F. A., Suryoputra, A., & Sriatmi, A. (2018). Analisis Implementasi


Kebijakan Peraturan Daerah No.2 Tahun 2015 Tentang Keselamatan Ibu
dan Anak di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vo. 6, No. 1,
ISSN: 2356-3346

Pasthikarini, P., Wahyuningsih, A., & Richard, S. D. (2018). Peran Manajer


Keperawatan dalam Menciptakan Motivasi Kerja Perawat. Jurnal
Penelitian Keperawatan, Vol. 4, No. 2.

Rapat Konsultasi Nasional Program Kefarmasian dan Alkes. (2015). Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan 2015-2019. Palu, 31 Maret 2015.

Simamora, R. H. (2013). Upaya Pembinaan Perawat Di Rumah Sakit Ngesti Waluyo


Parakan Temanggung. Jawa Tengah. Jurnal Keperawatan Soedirman, 8(2).

Siyoto, S., & Supriyanto, S. (2015). Kebijakan dan Manajemen Kesehatan.


Yogyakarta : Andi.
Suharto, S. (2019). Kajian Survey Kepuasan Layanan Publik dan Kebijakan
Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu dalam Bidang Kesehatan. Ponogoro :
Uwais Inspirasi Indonesia.

Tanjung, I. R. (2016). Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak di Era Jaminan
Kesehatan Nasional di Kabupaten Nias Barat Tahun 2016. Medan: Universitas
Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai