Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TUTORIAL 1 SKENARIO 2

PROMOSI DAN PREVENSI KEBIDANAN


SELF STUDY

DISUSUN OLEH :
LISA INDRIYANI
NIM :2210101198

DOSEN PENGAMPU:
 ANJARWATI, S.SIT., MPH

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN ALIH JALUR


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2022/2023
STEP 5 LEARNING OBJECTIVE
a. Peran bidan dalam promosi Kesehatan (Lisa)
b. kegiatan bidan dalam konsep Precede-Procede (Yayang)
c. upaya promosi Kesehatan dalam mengatasi masalah Kesehatan (Lisa)
d. Strategi promosi Kesehatan di posyandu (Yuli)
e. Tahapan perubahan perilaku (Farida)
f. Hambatan dalam promosi Kesehatan (Lisa)
g. Memunculkan inovasi baru dalam promkes (Sri Margi)

HASIL BELAJAR MANDIRI


1. Peran bidan dalam promosi Kesehatan
a. Peran Sebagai Advokator
Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang/ badan organisasi yang di
duga mempunyai pengaruh terhadap keerhasilan suatu program atau kelancaran
suatu kegiatan.

Bentuk kegiatan advocator :


 Seminar
   Bidan menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya
 Bidan menyampaikan masalah kesehatan menggunakan media dalam
bentuk lisan, artikel, berita, diskusi, penyampaian pendapat untuk
membentuk opini public.
b. Peran Sebagai Edukator

Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan


pelayanan kebidanan di setiap tatanan pelayanan kesehatan agar mereka mampu 
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
Fungsi bidan sebagai educator :
 Melaksanakan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan
pelayanan kebidanan.
 Membina kader dan kelompok masyarakat
 Mentorship dan preseptorsip bagi calon tenaga kesehatan dan bidan baru.
c. Peran Sebagai Fasilitator

Bidan mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, mengkondisikan iklim


kelompok ang harmonis, serta menfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam
kelompok.

d.   Peran Sebagai Motivator

Upaya yang di lakukan bidan sebagai pendamping adalah menyadarkan dan


mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat
mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah itu.
e. Care Provider

Bidan berperan sebagai pemberi asuhan kebidanan komprehensif dan


profesional yang berfokus pada keunikan perempuan, untuk mencapai reproduksi
sehat, pencapaian peran ibu dan kualitas masa pengasuhan anak.
f. Community Leader
Bidan berperan sebagai penggerak dan pemberdaya masyarakat dalam
peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kesehatan reproduksi dan Keluarga
Berencana dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang tersedia.

Dikutip dari:
https://www.academia.edu/9417834/
PERAN_DAN_FUNGSI_BIDAN_DALAM_PROMKES

2. kegiatan bidan dalam konsep Precede-Procede


. Teori PRECEDE-PROCEED PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, and Enabling
Causes in Educational Diagnosis and Evaluation) adalah suatu model pendekatan yang
dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai alat untuk
merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan suatu model
pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan. Namun, pada
tahun 1991 Green menyempurnakan kerangka tersebut menjadi PRECEDE-PROCEED.
PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational, Construct, in Educational and
Environmental Development). PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah,
penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk
menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.12 Menurut
Green dan Kreuter perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor predisposisi seperti: pengetahuan,
sikap, persepsi, kepercayaan, dan nilai atau norma yang diyakini seseorang
b. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor pemungkin yaitu faktor lingkungan yang
memfasilitasi perilaku seseorang.
c. Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor penguat seperti perilaku orang lain yang
berpengaruh (tokoh masyarakat, guru, petugas kesehatan, orang tua, dan pemegang
keputusan) yang dapat mendorong orang untuk berperilaku.
Dikutip dari : http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2194/3/BAB%20II.pdf

Contoh pengaplikasian dalam kegiatan :


Perencanaan pemecahan masalah yang digunakan untuk pelaksanaan IMD (Inisiasi
Menyusu Dini) di ruang bersalin RSUD Prof. Dr. Soekandar adalah dengan model
rencana PRECEDE-PROCEED yang terdiri dari berbagai tahap, yaitu:
Tahap 1 : Social Diagnosis
Temuan masalah kesehatan yaitu hambatan pelaksanaan program IMD (Inisiasi
Menyusu Dini) pada ibu bersalin. Hambatan dari faktor ibu adalah kelelahan,
sedangkan dari faktor bidan adalah keterbatasan tenaga bidan. Perubahan perilaku
kesehatan untuk mencapai masalah kesehatan adalah: perilaku terhadap sistem
pelayanan kesehatan (petugas kesehatan atau bidan, respon ibu bersalin terhadap
pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Tahap 2 : Diagnosis Epidemiologi.
Data Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada tahun 2012 dari 926 ibu bersalin normal
(714 bersalin normal dengan komplikasi dan 212 bersalin normal tanpa komplikasi)
hanya 194 yang dilaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) belum sesuai SOP
(Standard Operational Procedure).
Tahap 3 : Diagnosis Perilaku dan Lingkungan (behavioral and environmental diagnosis).
Lingkungan internal: yaitu ibu bersalin.
Lingkungan eksternal: yaitu petugas kesehatan atau bidan sebagai pelaksana
program IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Tahap 4 : Diagnosis pendidikan dan organisasi.
Rencana program penanganan masalah kesehatan diklasifikasikan pada tiga bidang
yaitu: Predisposing factors, reinforcing factors, enabling factors. Faktor predisposisi
(predisposing factors) yaitu petugas kesehatan atau bidan (pengetahuan, kepatuhan,
komitmen, pengalaman, lama kerja) tentang pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini). Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu dukungan suami atau keluarga dan
lingkungan kerja bidan. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu fasilitas dan
anggaran keuangan RSUD, dalam hal ini penyediaan fasilitas untuk pelaksanaan IMD
(selimut dan topi bayi). Serta kebijakan yang ada di RSUD tentang pelaksanaan IMD.
Tahap 5 : Diagnosis Administrasi dan Kebijakan.
Pihak RSUD dalam menangani masalah ini telah mengeluarkan peraturan tentang
sanksi atau teguran apabila bidan tidak melaksanakan program IMD sesuai dengan
SOP. Dengan adanya peraturan ini bisa meningkatkan tingkat kepatuhan bidan dalam
melaksanakan IMD, sehingga program bisa tercapai dengan maksimal. Kegiatan yang
terprogram bisa berupa pelatihan bagi tenaga bidan tentang pelaksanaan IMD, yang
rutin dilaksanakan setiap tahun. Kegiatan juga berupa siang klinik yang di adakan
setiap bulan sekali oleh pihak rumah sakit sebagai forum pertemuan tenaga medis dan
paramedis. Organisasi yang ditunjuk secara fungsional adalah bidang pelayanan
medik untuk menangani dan memantau program IMD ini.
Tahap 6 : Implementasi. Tahap ini merupakan awal dari kegiatan model PROCEED.
Pelaksanaan program IMD (Inisiasi Menyusu Dini) dalam hal ini adalah
RSUD Prof.Dr.Soekandar Mojosari Mojokerto telah memprogramkan penanganan
masalah pelaksanaan IMD dengan cara menerapkan SOP IMD yang ada dan
persalinan dengan pendampingan suami atau keluarga. Pelaksanaan IMD harus sesuai
dengan SOP yang ada di ruang bersalin. Kegiatan dilaksanakan berdasarkan temuan-
temuan pada tahap sebelumnya. Untuk meningkatkan pengetahuan ibu bersalin adalah
dengan pemutaran video tentang IMD di ruang tunggu poli hamil, pembagian brosur,
leaflet tentang IMD. Sedangkan untuk meningkatkan pengetahuan bidan adalah
dengan pelatihan tentang IMD serta penambahan tenaga bidan. Rumah sakit juga
harus melengkapi fasilitas atau saran prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan
IMD, seperti selimut dan topi bayi.
Tahap 7 : Evaluasi proses.
Evaluasi dilakukan dengan menyediakan komponen evaluasi pada pelaksanaan
program, yang berupa pencatatan pelaporan kegiatan IMD pada buku laporan
persalinan dan buku laporan bayi yang di IMD. Evaluasi juga dilakukan pada ketiga
faktor (faktor predisposisi, pendukung dan pendorong) dengan kegiatan yang telah
dilakukan apakah ada perkembangan ke arah positif dari ketiga faktor tersebut.
Tahap 8 : Evaluasi dampak.
Evaluasi ini ditujukan untuk mengevaluasi efektifitas program tentang kemampuan
dan pengetahuan bidan dalam melaksanakan program IMD, apakah sudah ada
kepatuhan bidan terhadap SOP IMD.
Tahap 9 : Evaluasi outcome.
Dari kegiatan yang sudah dilaksanakan apakah bisa mengoptimalkan pelaksanaan
IMD. Untuk jangka panjang apakah program IMD bisa dilanjutkan lagi. Dukungan
anggaran keuangan rumah sakit apakah masih relevan bisa mengoptimalkan program
IMD. (diah Siwi Heti,2014)
Dikutip dari :
DS Hety - Medica Majapahit (JURNAL ILMIAH …, 2014 -
ejournal.stikesmajapahit.ac.id

3. upaya promosi Kesehatan dalam mengatasi masalah Kesehatan


a. Advokat (Advocate)

Melakukan kegiatan advokasi terhadap para pengambil keputusan diberbagai


program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. Melakukan advokasi berarti
melakukan upaya-upaya kesehatan. Melakukan advokasi berarti melakukan upaya-
upaya agar para pembuat keputusan atau penentu kebijakan tersebut mempercayai
dan meyakini bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu didukung melalui
kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan politik.

b. Menjembatani (Mediate)

Menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor
yang terkait dengan kesehatan. Dalam melaksanakan program-program kesehatan
perlu kerja sama dengan program lain dilingkungan kesehatan, maupun sektor lain
yang terkait. Oleh sebab itu, dama mewujudkan kerja sama atau kemitraan ini
peran promosi kesehatan diperlukan.

c. Memampukan (Enable)

Memberikan kemampuan atau keterampilan kepada masyarakat agar mereka


mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri.
Hal ini berarti kepada masyarakat diberikan kemampuan atau keterampilan agar
mereka mandiri dibidang kesehatan, termasuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka. Misalnya pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan
keterampilan cara-cara bertani, beternak, bertanam obat-obatan tradisional,
koperasi, dan sebagainya dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga.
Selanjutnya dengan ekonomi keluarga yang meningkat, maka kemampuan dalam
pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan keluarga juga meningkat.

https://mahasiswa.ung.ac.id/811413026/home/2014/5/7/promosi-kesehatan.html

4. Strategi promosi Kesehatan di posyandu


Berdasarkan rumusan WHO (1994) strategi promosi kesehatan secara global ini terdirida
ri 3 hal, yaitu :
1. Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut
membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi
kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut
mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat
pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
dalam bentuk undang- undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi,
dan sebagainya. Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara
formal maupun informal. Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan
seminar tentang issu atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para
pejabat yang terkait. Kegiatan advokasi secara informal misalnya sowan kepada para
pejabat yang relevan dengan program yang diusulkan, untuk secara informal
meminta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana
atau fasilitaslain. Dari uraian 4 dapat disimpulkan bahwa sasaran advokasi adalah
para pejabat baik eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang
terkait dengan masalah kesehatan (sasaran tertier).
2. Dukungan Sosial (Social support)
Strategi dukunngan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial
melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun
informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai
jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan
masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan
sosial melalui toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program
kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program-
program tersebut Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina
suasana, atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan
dukungan sosial ini antara lain: pelatihan pelatihan paratoma, seminar, lokakarya,
bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran utama
dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat
(sasaran sekunder).
3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan pada masyarakat
langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi
kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai
kegiatan, antaralain: penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan
masyarakat dalam bentuk misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan
peningkatan pendapatan keluarga (income generating skill). Dengan meningkatnya
kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap kemampuan dalam 5
pemeliharaan kesehatan mereka, misalnya: terbentuknya dana sehat,terbentuknya pos
obat desa, berdirinya polindes, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan semacam ini di
masyrakat sering disebut gerakan masyarakat untuk kesehatan. Dari uaraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat.
https://bktm-makassar.org/wtp-admin/assets/datas/publications/
MAKALAH_STRATEGI_PROMOSI_KESEHATAN.pdf

5. Tahapan perubahan perilaku


Menurut Transtheoretical Model yang diperkenalkan James Prochaska dan Carlo
DiClemente pada akhir tahun 1970, ada sejumlah tahapan yang terjadi dalam perubahan
perilaku. Mereka menyebut bahwa perubahan tidak terjadi dengan mudah, serta
membutuhkan komitmen untuk dapat terwujud
a. precontemplation
merupakan tahap saat seseorang belum mengakui ada perilakunya yang bermasalah.
Teman, anggota keluarga, atau pasangan mungkin telah mengisyaratkan bahwa ada
perilaku yang bermasalah, namun Anda memilih untuk menyangkalnya
b. contemplation
seseorang akan semakin sadar soal manfaat melakukan perubahan. Namun, adanya
harga yang harus dibayar kemudian memicu konsep dalam diri mereka untuk
memutuskan apakah perubahan perlu dilakukan atau tidak
Tahapan ini bisa berlangsung selama beberapa bulan, bahkan hingga hitungan tahun.
Banyak orang yang gagal dalam tahapan ini karena tidak melihat perubahan sebagai
sarana mendapat keuntungan fisik, mental, maupun emosional.
c. Preparation
tahap saat seseorang mulai melakukan perubahan kecil sebagai bentuk persiapan.
Agar berhasil dalam tahap ini, siapkan sebanyak mungkin informasi yang
mendukung Anda untuk melakukan perubahan perilaku. Siapkan juga daftar motivasi
dan pasang di tempat yang mudah terlihat supaya selalu teringat untuk berubah lebih
baik lagi.
d. Action
Dalam tahap ini, seseorang akan mulai mengambil tindakan langsung untuk meraih
apa yang menjadi tujuannya
e. Maintenance
Merupakan tahapan dimana saat anda mencoba untuk mempertahankan perilaku
baru. Pada tahap ini, cobalah mencari cara untuk menghindari godaan. Beri hadiah
untuk diri sendiri ketika Anda berhasil menghindari godaan yang ada dengan baik.
f. Relapse
Ketika melakukan perubahan perilaku, kekambuhan adalah hal yang biasa terjadi.
Saat perilaku lama kambuh, Anda mungkin akan mengalami kekecewaan, frustasi
dan merasa gagal
Kunci supaya berhasil yaitu membiarkan kemunduran tersebut merusak kepercayaan
diri Anda. Jika Anda mulai kembali ke pola perilaku lama, cobalah mencari tahu apa
yang menjadi pemicu kekambuhan beserta tindakan untuk menghindarinya.
https://www.sehatq.com/artikel/tahapan-perubahan-perilaku , 2016

6. Hambatan dalam promosi Kesehatan


Kendala-kendala tersebut adalah :
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat luar
Masyarakat yang kurang melakukan hubungan dengan masyarakat luar dapat
menyebabkab kurangnya memnadapat informasi tentang perkembangan dunia. Hal ini
mengakibatkan masyarakat tersebut terasing dan tetap terkurung dalam pola-pola
pemikiran yang sempit dan lama. Selain itu mereka cenderung tetap mempertahankan
tradisi yang tidak mendorong kearah kemajuan.

b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan Tekhnologi yang terlambat


Jika suatu masyarakat kurang melakukan hubungan dengan masyarakat luar,
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi pada masyarakat tersebut menjadi
lambat. Hal ini disebabkan mereka kurang atau belum menerima informasi tentang
kemajuan masyarakat lain. Disamping itu penjajahan juga dapat menyebabkan
terlambatnya perkembangan IPTEK pada suatu masyarakat

c. Sikap masyarakat yang tradisional


Masyarakat yang masih mempertahankan tradisi dan menganggap tradisi tak
dapat diubah secara mutlak, dapat mengakibatkan terhambatnya perubahan sosial
dalam masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan masyarakat tak bersedia menerima
inovasi dari luar. Padahal, inovasi tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat
mendorong terjadinya perubahan yang diharapkan dalam suatu masyarakat.

d. Prasangka terhadap Hal-hal yang baru atau asing


Rasa curiga terhadap hal-hal baru yang datang dari luar dapat menghambat
terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat. Sikap ini bisa dijumpai dalam
masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa-bangsa barat. Mereka tak bisa melupakan
pengalaman-pengalaman pahit selama masa penjajahan. Akibatnya, semua unsur-
unsur baru yang berasal dari bangsa barat selalu dicurigai dan sulit mereka terima.

e. Adat atau kebiasaan


Adat dan kebiasaan juga dapat menghambat terjadinya perubahan dalam
masyarakat. Unsur-unsur baru dianggap oleh sebagian masyarakat dapat merusak adat
atau kebiasaan yang telah mereka anut sejak lama. Mereka khawatir adat atau
kebiasaan yang dianut menjadi punah jika mereka menerima unsur-unsur baru bahkan
dapat merusak tatanan atau kelembagaan sosial yang meraka bangun dalam
masyarakatnya.

f. Ketergantungan (depedence).
Ketergantungan suatu komunitas terhadap orang lain (misalnya terhadap
pendamping sosial) menyebabkan proses “pemandirian” masyarakat membutuhkan
waktu yang cenderung lebih lama.

g. Superego
Superego yang terlalu kuat dalam diri seseorang cenderung membuat ia tidak
mau atau sulit menerima perubahan atau pembaharuan. Dorongan superego yang
berlebihan dapat menimbulkan kepatuhan yang berlebihan pula.

h. Rasa tidak percaya diri (self distrust)


Rasa tidak percaya diri membuat seseorang tidak yakin dengan
kemampuannya sehingga sulit untuk menggali dan memunculkan potensi yang ada
pada dirinya. Hal ini membuat orang menjadi sulit berkembang karena ia sendiri tidak
mau berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

i. Rasa tidak aman dan regresi (insecurity and regression)


Keberhasilan dan “masa-masa kejayaan” yang pernah dialami seseorang
cenderung menyebabkan ia larut dalam “kenangan” terhadap keberhasilan tersebut
dan tidak berani atau tidak mau melakukan perubahan. Contoh regresi ini adalah :
seseorang yang tidak mau mengubah pola pertaniannya karena ia pernah mengalami
masa-masa panen yang melimpah di waktu yang lalu. Rasa tidak aman berkaitan
dengan keengganan seseorang untuk melakukan tindakan perubahan atau
pembaharuan karena ia hidup dalam suatu kondisi yang dirasakan tidak
membahayakan dan berlangsung dalam waktu cukup. Contoh rasa tidak aman ini
antara lain : seseorang tidak berani mengemukakan pendapatnya karena takut salah,
takut malu dan takut dimarahi oleh pimpinan yang mungkin juga menimbulkan
konsekuensi ia akan diberhentikan dari pekerjaannya.

j. Kesepakatan terhadap norma tertentu (conforming to norms)


Norma berkaitan erat dengan kebiasaan dalam suatu komunitas. Norma
merupakan aturan-aturan yang tidak tertulis namun mengikat anggota-anggota
komunitas. Di satu sisi, norma dapat mendukung upaya perubahan tetapi di sisi lain
norma dapat menjadi penghambat untuk melakukan pembaharuan.

k. Kesatuan dan kepaduan sistem dan budaya (systemic and cultural coherence)
Perubahan yang dilakukan pada suatu area akan dapat mempengaruhi area
yang lain karena dalam suatu komunitas tidak berlaku hanya satu sistem tetapi
berbagai sistem yang saling terkait, menyatu dan terpadu sehingga memungkinkan
masyarakat itu hidup dalam keadaan mantap. Sebagai contoh, perubahan sistem mata
pencaharian dari ladang berpindah menjadi lahan pertanian tetap akan menimbulkan
perubahan pada kebiasaan yang lain seperti pola pengasuhan anak, pola konsumsi dan
sebagainya.
l. Kelompok kepentingann.
Kelompok kepentingan dapat menjadi salah satu penghambat dalam upaya
pemberdayaan masyarakat. Misalnya, upaya pemberdayaan petani di suatu desa tidak
dapat dilaksanakan karena ada kelompok kepentingan tertentu yang bermaksud
membeli lahan pertanian untuk mendirikan perusahan tekstil. Kelompok kepentingan
ini akan berupaya lebih dulu agar lahan pertanian tersebut jatuh ke tangan mereka.

m. Hal yang bersifat sakral (the sacrosanct). 


Beberapa kegiatan tertentu lebih mudah berubah dibandingkan beberapa
kegiatan lain, terutama bila kegiatan tersebut tidak berbenturan dengan nilai-nilai
yang dianggap sakral oleh komunitas. Sebagai contoh : di banyak wilayah, dukungan
terhadap perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin dirasakan masih
sangat kurang karena masyarakat umumnya masih menganggap bahwa pemimpin
adalah laki-laki sebagaimana yang diajarkan oleh agama atau sesuai dengan sistem
patriaki.

n. Penolakan terhadap orang luar.


Anggota-anggota komunitas mempunyai sifat yang universal dimiliki oleh
manusia. Salah satunya adalah rasa curiga dan “terganggu” terhadap orang asing.
Pekerja sosial atau pendamping sosial yang akan memfasilitasi program
pemberdayaan tentu akan mengalami kendala dan membutuhkan waktu yang cukup
lama sebelum ia dapat diterima dalam suatu komunitas. Di samping itu, rasa curiga
dan terganggu ini menyebabkan komunitas enggan untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh “orang asing” yang memfasilitasi
program pemberdayaan di daerah mereka.
https://nsimeon.blogspot.com/2014/01/faktor-faktor-penghambat-dan-pendorong.html

7. Memunculkan inovasi baru dalam promkes


Adanya sejumlah inovasi yang muncul dapat mempermudah masyarakat mendapatkan
informasi maupun akses layanan kesehatan dengan mudah dan cepat. Diharapkan ada
banyak lagi inovasi yang diciptakan SDM di sektor kesehatan dalam rangka
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Contoh inovasi :
a. e-Pengawasan Intern. Melalui e-pengawasan intern seluruh aktivitas di Kemenkes
dapat terpantau bersih dan bebas korupsi. Data meliputi audit, review, evaluasi, dan
pemantauan. Dengan integrasi teknologi ini dapat dilakukan dengan praktis dan
akurat.
b. Sistem Pelaporan Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir (aplikasi Maternal Death
Notification). Aplikasi tersebut untuk memantau kematian ibu dan bayi baru lahir.
c. aplikasi mobile Germas. Aplikasi tersebut diciptakan sesuai standar inspeksi
lingkungan yang mempermudah masyarakat menemukan tempat makan sehat, bersih
tanpa penyakit
d.  e-consultation.
Konsultasi elektronik ini hasil kerjasama luar negeri bidang kesehatan. Pedoman
kerjasama luar negeri telah dipaparkan dengan jelas demi kesehatan masyarakat yang
lebih baik.
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20190212/2529373/kemenkes-
luncurkan-8-inovasi-program-kesehatan/

Anda mungkin juga menyukai