Anda di halaman 1dari 16

i

Halaman Depan
Tugas Individu : Topik Isu Global Maupun Nasional Kesehatan
Masyarakat
Nama Dosen : Dr. Erwin Azizi Jayadipraja,DM.,SKM.,M.Kes

HAMIL DILUAR NIKAH

Oleh :

ERNI

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA
WALUYA KENDARI
2020
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas ini..
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan oleh karna itu saran-saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun untuk meningkatkan mutu dari penulisan ini sangat
penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu untuk kesempurnaan tugas ini dan semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kendari, 2020
iii

DAFTAR ISI

Halaman Depan ........................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................iii
PEMBAHASAN ISUE................................................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 13
1

PEMBAHASAN ISUE

HAMIL DILUAR NIKAH

Hamil di luar nikah merupakan salah satu bentuk penyimpangan. Paul B.


Horton danChester L. Hunt menjelaskan (Bungin, 2001, p.54) penyimpangan
adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap
norma-norma kelompok atau masyarakat.Sedangkan norma yang ada di
masyarakat Indonesia menganggap bahwa remaja yang hamil di luar nikah
dinilai sebagai perilaku yang menyimpang di masyarakat. Hamil di luar nikah
sangat tabu di kalangan masyarakat, tidak sekedar hamil di luar nikah yang di
anggap tabu dan aib oleh masyarakat bahkan pasangan lawan jenis saja yang
kedapatan berdua-duaan dianggap sebagai hal yang memalukan (Yanti, 2013).
Norma-norma ketimuran masih tetap menganggap kehamilan diluar nikah
sebagai aib bagi keluarga ataupun masyarakat, apapunsebab dari kehamilan
itu. Orang yang hamil diluar nikah dinilai sebagai keburukan, yang kalaupun
terjadi harus di sembunyikan. Padahal perempuan yang hamil bisa saja
merupakan korban perkosaan atau korban keadaan (dipaksa lewat bujukan
untuk melakukan hubungan seksual oleh pacarnya, atau temannya, atau
keluarganya).

Informasi mengenai kehamilannya merupakan suatu yang privasi bagi


remaja yang mengalami tekanan psikologis akibat kehamilan di luar nikah.
Seperti yang dijelaskan oleh Ida Bagus (Tari,2010)remaja yang hamil di luar
nikah, menghadapi berbagai masalah tekanan psikologis yaitu ketakutan,
kecewa, menyesal dan rendah diri. Perasaan bersalah membuat mereka tidak
berani berterus terang pada orang lain sehingga remaja tersebut perlu untuk
melakukan private disclosure. Private disclosure menurut Petronio dalam West
dan Turner (2004, p.221), adalah proses mengungkapkan informasi privat
kepada orang lain.Private disclosure membutuhkan adanya acceptance
(penerimaan) dan support (dukungan). Komunikasi antar persona mengenai
suatu masalah pribadi yang dilakukan remaja putri tersebut akan berbeda
dengan komunikasi mengenai hal-hal yang tidak bersifat privasi.
2

Tingginya angka kehamilan pada remaja di Indonesia saat ini dapat


dibuktikan dari data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
tahun 2006, kehamilan remaja di Indonesia menunjukkan hamil di luar nikah
karena diperkosa sebanyak 2,3%, karena sama-sama mau sebanyak 8,5% dan
tidak terduga sebanyak 39%. Seks bebas sendiri mencapai 18,3%. Pada tahun
2010, hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2%,karena sama-sama
menginginkan sebanyak 12,9%, dan tidak terduga sebanyak 45% dan seks
bebas mencapai 22.6%. Di Surabaya, Jawa Timur pada tahun 2010 sekitar
26% remaja mengalami hamil di luar nikah. Angka ini meningkat 11% dari tahun
2006 (BKKBN, 2010).

Kasus kehamilan di luar nikah pada remaja di Indonesia banyak terjadi


pada remaja yang masih duduk di bangku sekolah. Kepala Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten
Mojokerto Yudha Hadi mengatakan, dari catatan 63 pelajar yang hamil di luar
nikah didominasi siswi tingkat SMA yang mencapai 45 orang. Siswi SMP
sebanyak 12 orang dan siswi SD sebanyak 6 orang (Julan, 2011). Komnas
Perlindungan Anak (Komnas PA) memperoleh data dengan cara
mengumpulkan 14.726 sampel anak SMP dan SMA di 12 kota besar di
Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Makassar, Medan,Lampung,
Palembang, Kepulauan Riau dan kota-kota di Sumatera Barat dalam Forum
Diskusi Anak Remaja pada 2011.

Fenomena remaja hamil merupakan problem global. Meskipun usia


remaja rata-rata yang hamil diberbagai negara bervariasi, hampir semua remaja
yang hamil dan kemudian menjadi ibu, mempunyai lebih sedikit pilihan dalam
kehidupannya. Peran mengasuh anak yang terlalu dini menghambat remaja-
remaja tersebut untuk kembali melanjutkan sekolah dan bisa bekerja. Oleh
karena itu, keadaan tersebut bisa menjelaskan mengapa di dunia ini banyak ibu
muda dan anak-anaknya hidup dalam kemiskinan.

Di Indonesia, menurut data dari Survey Demografi dan Kesehatan


Indonesia (SDKI) tahun 2012 (dalam Susanto, 2013) terungkap bahwa angka
fertilitas remaja pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai 48 dari 1.000
kehamilan. Hasil penelitian Utomo dan McDonald (dalam Utomo dan Utomo,
3

2013) menunjukkan bahwa meskipun jumlah pernikahan dini perempuan


Indonesia mengalami penurunan signifi kan di tahun 1990 an, tetapi angka
remaja yang aktif secara seksual di luar pernikahan meningkat tajam.
Selanjutnya, Susanto (2013) juga menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Australian National Uni versity (ANU) serta Pusat Penelitian Kesehatan
Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2010. Hasil survey terhadap 3.006
responden remaja perempuan usia 17-24 tahun di Jakarta, Tangerang dan
Bekasi tersebut menunjukkan bahwa 20.9 % di antara mereka hamil dan
melahirkan sebelum menikah.

Risiko sosial yang dihadapi oleh remaja yang hamil di luar pernikahan
membawa dampak yang luar biasa terhadap kehidupan remaja tersebut. Selain
harus menghadapi perubahan peran dari seorang remaja menjadi seorang ibu,
stigma yang melekat pada remaja seperti sebutan remaja yang tidak bisa
menjaga diri, gadis nakal, dan sebutan negatif lainnya hingga diskriminasi
menjadi tantangan dalam ke hi dupan keseharian mereka baik selama
kehamilan maupun setelah melahirkan.

Rasa ingin tahu dari remaja kadang kurang disertai pertimbangan


rasional dan pengetahuan yang cukup akan akibat lanjut dari suatu perbuatan.
Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin tahu menjadi manusia
dewasa, kurangnya kontrol dari orang tua, berkembangnya naluri seks akibat
matangnya alat-alat kelamin sekunder, kurangnya informasi mengenai seks dari
pendidikan dan orang tua, serta berkembangnya informasi seks dan media
masa yang tidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan
yang diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu komplek dan
menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua dan lingkungan.

Sementarta riset Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI)


menyebutkan, 650 ribu ABG tidak perawan. Riset itu dilakukan tahun
2010/2011. Jika ditambah Tangerang dan Bekasi, ada 20,9 persen remaja
hamil sebelum menikah. Kehamilan di luar nikah dapat disebabkanoleh
berbagai macam hal, di antaranya yaitu: 1) adanya dampak negatif dari
kemajuan teknologi; 2)pengaruh teman atau lingkungan; 3) kegagalan
pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat; 4) lemahnya
4

pendidikan agama dilingkungan keluarga; 5) rasa cinta,perhatian dan


penghargaan yang kurang, terutama dari orang tua dan guru di sekolah; 6)
kemrosotan moral dan mental orang dewasa.

Gambaran psychological wellbeing pada subjek remaja akhir yang hamil


di luar nikah terlihat cukup baik karena mampu menerima kondisinya ketika
hamil di luar nikah, tidak terpuruk menyesal dan mampu bangkit untuk
memperbaiki kesalahan. Subjek juga menerima dan menyayangi anaknya,
subjek memiliki keinginan untuk menjadi seorang ibu dan istri yang baik. Subjek
percaya kehamilannya adalah takdir Tuhan yang telah digariskan untuk jalan
hidupnya, subjek memahami kelebihan dan kekurangan yang ada dalam
dirinya. Menurut Ryff individu yang dapat menerima dirinya sendiri adalah
individu yang dapat mengevaluasi dirinya secara positif, mengetahui segala
aspek yang ada pada dirinya, menerima segala aspek positif dan negatif dalam
dirinya.

Keadaan subjek yang telah menikah dan memiliki anak subjek tetap
mengembangkan potensi dirinya yaitu dalam bidang memasak dan terus
memperbaharui pengetahuannya, melalui browsing ataupun membaca buku.
Hal tersebut dilakukan karena subjek ingin memperbaharui pengetahuannya
dan ingin menjadi ibu yang baik terutama dalam hal mendidik anaknya. Menurut
Ryff pertumbuhan pribadi adalah dimana seseorang menyadari bahwa dirinya
Terus tumbuh dan berkembang, merubah pribadi untuk mengembangkan
pengetahuan tantang diri, terbuka terhadap pengalaman baru serta dapat
berubah menjadi pribadi yang lebih efektif.

Selain itu, subjek juga memiliki tujuan hidup yang cukup terarah, subjek
sudah merencanakan biaya pendidikan anaknya hingga keperguruan tinggi,
untuk merealisasikan tujuannya tersebut subjek dan suami mulai hidup
berhemat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung. Menurut Ryff
menjelaskan ciri-ciri seseorang yang memiliki tujuan hidup adalah individu yang
menyadari bahwa dirinya memiliki tujuan tertentu dalam hidup, memiliki rasa
keterarahan (directedness) dalam hidup, memiliki keyakinan dalam hidupnya,
serta memiliki tujuan dan target untuk hidup.
5

Subjek mampu hidup mandiri tanpa menyusahkan orang lain, untuk


memenuhi kebutuhan rumah tangganya subjek dan suami memanfaatkan uang
yang ada, tidak boros dan mampu mengatur pengeluaran dengan baik, namun
ketika mengambil keputusan subjek belum cukup mandiri karena harus
berdiskusi terlebih dahulu dengan suami. Karena subjek beranggapan bahwa
seorang istri harus patuh pada suami.Menurut Ryff menyebutkan ciri dari
individu yang memiliki otonomi yang baik antara lain dapat menentukan segala
sesuatu seorang diri dan mandiri.

Kehamilan remaja berdampak padamorbiditas dan mortalitas baik pada


ibu maupun bayinya. Berbagai penelitian tentang dampak dari kehamilan
remaja adalah meningkatnya kejadian morbiditas dan mortalitas pada ibu dua
sampai empat kali lipat, persalinan Sectio Caesarea (SC), episiotomi, vakum,
persalinan dengan forceps, Chepalo Pelvic Disproportion (CPD),eklampsi,
abortus, infeksi, fistula urogenital,persalinan prematur, anemia, BBLR (Bayi
Berat Lahir Rendah), kecacatan bayi, dan asfiksia.Selain dampak tersebut
terdapat juga dampak kekerasan dari pasangan, perceraian dan putus sekolah.

Berdasarkan laporan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Dinas


Kesehatan Kabupaten
Indramayu tahun 2012 didapatkan data sebanyak 65 remaja melakukan seks
pranikah, sebanyak 48 remaja putri hamil di luar nikah (kehamilan tidak
diinginkan), 172 remaja melahirkan usia <20 tahun, 14 remaja melakukan
aborsi, 41 remaja mengalami infeksi menular seksual.

Perkawinan di bawah umur 16 tahun wanita tersebut paling tinggi baru


memperoleh pendidikan selama 9 tahun (paling tinggi SLTP) dan sebagian
besar putus sekolah setelah berumah tangga. Pendidikan pada wanita
mempengaruhi berbagai hal diantaranya pendidikan anak-anak dan
keberhasilan program KB serta kependudukan.

Perkawinan di bawah umur berarti memberi peluang kepada wanita


belasan tahun untuk menjadi hamil dengan resiko tinggi (high risk pregnancy)
pada kehamilan belasan tahun (teen age pregnancy) komplikasi-komplikasi
pada ibu dan anak seperti anemia, preaelamasi, elam, abortus, partus
6

pracmaturus, kematian pra netral, golongan 20 tahun ke atas. Hal ini telah
diselidiki oleh para ahli berbagai Negara yang dilaporkan dalam population
report No. 10, 1976.

Perkawinan di bawah umur berarti memperpanjang reproduksi,


menarchemasa kini lebih cepat dari 50 tahun yang lampau. Sedangkan
menopause lambat karena faktor kesehatan umumnya. Dengan menunda
perkawinan berarti memperpanjang masa antara dua generasi dan
memperpendek masa reproduksi. Dengan menunda perkawinan, maka jelas
pengaruhnya terhadap lajunya pertumbuhan penduduk.

Dilihat dari batas umur menyatakan bahwa, bolehnya seseorang


menikah menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
adalah umur 19 tahun bagi pria dan umur 16 tahun bagi wanita. Ada hal yang
menarik dimana sebagian literature mengklaim pernikahan di bawah umur atau
young marriage sebagai penyebab perceraian, studi gagal, sering terjadi
pertengkaran dan ekonomi sulit.

Masa remaja dari sisi psikologis, yaitu merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa, yang diawali dengan
pubertas. Pada masa ini terjadi berbagai perubahan, baik dari segi fisik, sosial,
maupun emosional, yang diawali oleh datangnya haid (perempuan) dan mimpi
basah pertama (laki-laki) (Irianti dkk, 2011). Kehamilan remaja merupakan
fenomena internasional yang belum terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun
2013 WorldHealth Organization (WHO) menetapkan tema untuk Hari
Kependudukan Dunia yaitu Kehamilan Remaja .Hal ini menandakan kasus
tersebut perlu diperhatikan oleh seluruh warga dunia. Secara global,
diperkirakan bahwa 16 juta anak perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan
setiap tahun (WHO, 2012). Kejadian kehamilan remaja banyak terjadi di negara
dengan penghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Di Indonesia
jumlah remaja 15-19 tahun menurut Badan Pusat Statistik, sebesar 20,9 juta
atau 9% dari total penduduk (BPS, 2010). Penelitian dari Australia National
University (ANU). dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI)
pada tahun 2010/2011 di Jakarta, Tangerang, Bekasi dengan jumlah sample
3006 responden 17-24 tahun menunjukan 20,9 % remaja mengalami kehamilan
7

sebelum menikah dan kelahiran setelah menikah. Peningkatan presentase


kehamilan pada remaja disebabkan karena pasangan remaja yang mempunyai
rasa ingin tahu yang tinggi dan 2 penasaran terjadi begitu saja tanpa disadari
perasaan yang bersalah, dan dipaksa oleh pasangannya.
Pada umumnya, pendidik terbaik adalah orangtua, termasuk dalam bidang seks
dan kesehatan reproduksi remaja. Terkait dengan pendidikan orang tua, dapat
membantu membangkitkan kesadaran anaknya melalui penjelasan kepada
anaknya mengenai resiko kehamilan pada remaja sejak dini pada anak
Informasi seksual dari teman sebaya dapat meningkatkan perilaku seksual
remaja.

Rahasia mengenai kehamilan yang dialami oleh keempat informan


merupakan rahasia yang tidak dapat dirahasiakan dengan waktu yang lama.
Hal ini karena terjadinya perubahan fisik seorang remaja perempuan yang
mengalami kehamilan. Sehingga cepat ataupun lambat kehamilan yang mereka
alami akan diketahui oleh orang lain. Perempuan yang sedang mengandung
tentu akan mengalami pembesaran perut yang lama kelamaan akan nampak
dengan jelas. Jika informan tidak mengungkapkan kehamilannya sebelum
perutnya membesar, maka orang-orang akan mengetahui kehamilannya dan
justru akan memberikan berbagai penilaian jelek. Terlebih lagi mereka memiliki
status singleyang seharusnya tidak mengalami hal tersebut.

Remaja putri yang mengalami kehamilan tentunya akan bingung apa


yang harusdilakukan mengenai kandungannya. Di saat kondisi mereka
mengandung, mereka tentu dalam keadaan penuh tekanan. Maka ia
membutuhkan bantuan orang lain yang lebih paham mengenai kehamilan.
Masukan dan saran apa yang harus mereka lakukan untuk merawat kehamilan
akan sangat dibutuhkan. Sehingga mereak memilih sahabat dan juga orangtua
untuk mengungkapkan rahasia kehamilannya. Meskipun resiko yang mereka
dapat adalah rasa malu dan mungkin penilaian yang jelek terhadap diri
informan, namun keadaan dan tekanan lebih membuat mereka tertekan.
Terlebih lagi kondisi fisik perempuan yang mengandung akan lebih rentan
dibandingkan dengan kondisi fisik saat perempuan sedang tidak dalam kondisi
8

mengandung.Maka atas dasar pertimbangan yang lebih banyak pada


keuntungan, maka informan memilih untuk mengungkapkannya.

Kemampuan remaja putri untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa


kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat seperti kesulitannya
menghadapi kehamilan tidak diinginkan akibat kekerasan seksual dari
pasangannya bukanlah sebuah keberuntungan, tetapi hal tersebut
Menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu. Resiliensi adalah
keterampilan yang penting untuk dikemangkan disegala sektor kehidupan.

Adapun beberapa ciri utama pribadi dengan resiliensi tinggi itu berkisar
pada kemampuan mempertahankan perasaan positif dan juga kesehatan serta
energi. Individu yang resilien juga memiliki kemampuan memecahkan masalah
yang baik, berkembangnya harga diri, konsep diri dan kepercayaan diri secara
optimal. Oleh karena itu, resiliensi merupakan faktor penting dalam proses
perkembangan psikologis untuk kembali memperbaiki keadaan dan menerima
kenyataan bagi remaja putri yang mengalami kehamilan tidak diinginkan akibat
kekerasan seksual dari pasangannya.

Faktor orang terdekat, seperti keluarga, sahabat dan masyarakat sekitar


kehidupan subjek juga sangat membantu proses perkembangan resiliensi
kedua subjek. Sebab, kedua subjek membutuhkan dukungan, harapan positif
dan kepedulian untuk menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan
resiliensi dalam dirinya sehingga dapat menjadi sosok remaja putri yang lebih
baik darisebelumnya.

Sikap seksual pranikah remaja dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari
faktor pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, pengalaman pribadi, lembaga pendidikan,
lembaga agama dan emosi dari dalam individu. Sikap seksual pranikah remaja
bisa berwujud positif ataupun negatif, sikap positif kecenderungan tindakan
adalah mendukung seksual pranikah sedangkan sikap negatif kecenderungan
tindakan adalah menghindari seksual pranikah remaja (Azwar, 2009)Sikap
remaja dalam menanggapi seks diluar nikah dalam lingkungan sekitarnya
terbagi menjadi dua hal yaitu antara mendukung dan tidak mendukung dengan
9

adanya seks di luar nikah. Sikap remaja dalam menanggapi seks diluar nikah
sangat penting dibangun dengan berpola pada pengetahuan. Bila pengetahuan
remaja itu baik maka diharapkan perilaku remaja juga baik pula. Apabila mata
rantai itu terlaksana dengan baik maka diharapkan perilaku seks diluar nikah
dapat dicegah. Dengan terbentuknya sikap yang baik, diharapkan perilaku
remaja itu sendiri menjadi baik sehingga tidak keluar dari kaidah yang benar.
Apabila sikap remaja sendiri sudah tidak baik maka akan berpengaruh pada
perilaku remaja itu sendiri sehingga kecenderungan untuk melakukan hal yang
tidak baik menjadi lebih besar termasuk dalam fenomena seks diluar nikah
yang sudah banyak terjadi di sekitar kita.

Pengetahuan sangat berhubungan dengan pendidikan, sedangkan


pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan
untuk mengembangkan diri, semakin tinggi pendidikan semakin mudah
menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Notoatmodjo,
2010). Informasi mempengaruhi tingkat pengetahuan, informasi biasanya
diperoleh dari guru, orang tua, teman dan buku (Notoatmodjo, 2010) Sumber
informasi dapat menstimulasi pengetahuan responden tentang seks usia dini,
tetapi dalam menerima informasi responden memiliki persepsi yang berbeda-
beda sehingga akan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang hanya sekedar
tahu, paham atau mempunyai persepsi yang salah. Jadi walaupun informasi
sudah terakses secara bebas tetapi baik tidaknya pengetahuan tergantung
masing-masing individu dalam perhatian, pemahaman dan penemuan terhadap
informasi yang diterima.

Selanjutnya ditinjau dari sosial ekonomi dapat mempengaruhi


pengetahuan responden. Hal ini karena tingkat sosial ekonomi merupakan
tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan, sosial ekonomi
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku seseorang di bidang
kesehatan, sehubungan dengan kesempatan memperoleh informasi karena
adanya fasilitas atau media informasi, semakin tinggi tingkat pendapatan
manusia semakin tinggi keinginan manusia untuk dapat memperoleh informasi
melalui media yang lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, akan
menambah tingkat pengetahuan (Arista, 2017).
10

Berdasarkan hasil penelitian, responden merupakan siswa SMA


sehingga diasumsikan responden memiliki keluarga yang cukup mampu,
sehingga responden memiliki cukup uang saku untuk mengakses informasi
tentang seks usia dini, seperti melalui media internet ataupun melakukan
konseling ke pelayanan kesehatan untuk memperoleh informasi tentang
kesehatan reproduksi. Informasi sangat penting dalam pembentukan
pengetahuan seseorang. Kemudahan responden dalam memperoleh informasi
turut memberikan kesempatan dalam memperoleh pengetahuan tentang seks
usia dini seperti informasi yang diperoleh melalui media elektronik dalam bentuk
internet. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Notoatmojo (2010)
bahwa seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
mempunyai pengetahuan yang luas.

Pengetahuan yang cukup tentang seks usia dini akan berdampak pada
persepsi dan perilaku seksual responden. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Notoatmojo, bahwa pengetahuan merupakan domain bagi
seseorang untuk melakukan tindakan. Semakin baik pengetahuan responden
tentang kesehatan reproduksi, maka semakin tinggi pemahaman responden
terhadap kesehatan reproduksi, akan semakin baik persepsinya terhadap
perilaku seksual.

Pengaruh orang lain yang di anggap penting dapat membentuk sikap


responden terhadap perilaku seks usia dini. Hal ini menurut Azwar (2009)
karena orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap kita. Diantara orang yang biasanya dianggap
penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi,
teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain.

Kebudayaan dapat membentuk sikap responden terhadap perilaku seks


usia dini. Hal ini menurut Azwar (2009) karena kebudayaan dimana kita hidup
dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita
terhadap berbagai masalah. Karena kebudayaan pula yang memberi corak
pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat
asuhannya.
11

Media massa juga dapat membentuk sikap responden terhadap perilaku


seks usia ini. Hal ini karena sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media
massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Dalam memberikan informasi media massa membawa pula pesan-
pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarah opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

Lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan juga turut membentuk


sikap responden terhadap perilaku seks bebas. Hal ini karena lembaga
pendidikan serta agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis
pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh
dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Faktor emosional juga dapat mempengaruhi pembentukan sikap


responden terhadap perilaku seks usia dini. Hal ini karena tidak semua bentuk
sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang.
Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.

Hal ini bertentangan dengan apa yang diatur dalam KHI tentang definisi
anak sah yang cukup dibuktikan dengan adanya pernikahan yang sah tanpa
membatasinya dengan waktu 6 bulan usia perkawinan tersebut. Haima sudah
menyinggung adanya dualisme dalam penentuan wali nikah antara
menggunakan aturan dalam fikih mazhab ataukah aturan dalam KHI.10Lebih
jelas lagi seperti apa yang diteliti oleh Afif Muammar tentang praktek yang
dilakukan oleh KUA Sewon dan KUA Kotagede dalam menetapkan wali nikah
bagi anak perempuan yang dilahirkan dari pernikahan hamil yang terdeteksi
dilahirkan kurang dari 6 bulan setelah akad nikah orang tuanya, dimana
ditemukan perbedaan dalam praktek pelaksanaanya. KUA Kotagede
Yogyakarta menetapkan bahwa wali nikah bagi anak perempuan tersebut
adalah ayah biologisnya berdasarkan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun
12

1974 pasal 42 dan KHI pasal 99 huruf „a‟. Sedangkan pada KUA Kecamatan
Sewon Kabupaten Bantul, wali nikah bagi anak perempuan tersebut ditetapkan
dengan Wali Hakim berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1987
tentang Wali Hakim dan Surat Edaran Departemen Agama Nomor :
D/ED/PW.01/03/1992 tentang petunjuk pengisian formulir NTCR yang
menjadikan waktu tenggang 6 bulan sebagai dasar penentuan hubungan
nasab, yang juga sesuai dengan ketentuan dalam fikih mazhab. Permasalahan
yang diteliti oleh Afif baru pada dua KUA saja tetapi sudah terlihat adanya
dualisme tersebut, dan tidak menutup kemungkinan bahwa dualisme ini juga
banyak terjadi pada KUA lainnya.
13

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, R., 2017. ANALISIS DAMPAK PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA


PUTRI DI DESA SIDOLUHUR KECAMATAN GODEAN
YOGYAKARTA. Universitas Aisyiyah Yogyakarta, 6(1), pp. 235-243.

Aprianti & Shaluhiyah, Z., 2018. Fenomena Pernikahan Dini Membuat Orang
Tua dan Remaja Tidak Takut Mengalami Kehamilan Tidak
Diinginkan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 13(1), pp. 61-73.

Arista, A., 2017. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Resiko Kehamilan


Pada Remaja di Luar Pernikahan Dengan Sikap Terhadap
Hubungan Seksual Pranikah Pada Siswa SMAN 3 Magetan.
Universitas Sebelas Maret, 1(2), pp. 55-67.

Damayanti, 2019. Kajian Tumbuhan Obat Berdasarkan Kelompok Penyakit


Penting Pada Berbagai Etnis Di Indonesia. IPB. Bogor, 1(12), pp. 12-
22.

Fadlyana, E., 2018. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya. Ilmu


Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran, 11(1), pp. 36-41.

Kartikawati, R. & Djamilah, 2017. Dampak Perkawinan Anak di Indonesia.


JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 1, Mei 2014, 3(1), pp. 1-16.

Latifatul, A. M., 2017. PERNIKAHAN DINI DI INDONESIA: FAKTOR DAN


PERAN PEMERINTAH (PERSPEKTIF PENEGAKAN DAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK). Jurnal Perempuan, 21(1),
pp. 1-12.

Musfiroh, M. R., 2017. Pernikahan Dini dan Upaya Perlindungan Anak di


Indonesia. Jurnal Hkum dan Syariah, 8(2), pp. 67-73.

Salmah, S., 2017. Pernikahan Dini Ditinjau Dari Sudut Pandang Sosial Dan
Pendidikan. Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah, 4(7), pp. 35-39.

Shufiyah, F., 2017. Pernikahan Dini Menurut Hadis dan Dampaknya. UIN
Sunan Kalijaga, 13(12), pp. 47-70.

Anda mungkin juga menyukai