Halaman Depan
Tugas Individu : Topik Isu Global Maupun Nasional Kesehatan
Masyarakat
Nama Dosen : Dr. Erwin Azizi Jayadipraja,DM.,SKM.,M.Kes
Oleh :
ERNI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN ISUE
Risiko sosial yang dihadapi oleh remaja yang hamil di luar pernikahan
membawa dampak yang luar biasa terhadap kehidupan remaja tersebut. Selain
harus menghadapi perubahan peran dari seorang remaja menjadi seorang ibu,
stigma yang melekat pada remaja seperti sebutan remaja yang tidak bisa
menjaga diri, gadis nakal, dan sebutan negatif lainnya hingga diskriminasi
menjadi tantangan dalam ke hi dupan keseharian mereka baik selama
kehamilan maupun setelah melahirkan.
Keadaan subjek yang telah menikah dan memiliki anak subjek tetap
mengembangkan potensi dirinya yaitu dalam bidang memasak dan terus
memperbaharui pengetahuannya, melalui browsing ataupun membaca buku.
Hal tersebut dilakukan karena subjek ingin memperbaharui pengetahuannya
dan ingin menjadi ibu yang baik terutama dalam hal mendidik anaknya. Menurut
Ryff pertumbuhan pribadi adalah dimana seseorang menyadari bahwa dirinya
Terus tumbuh dan berkembang, merubah pribadi untuk mengembangkan
pengetahuan tantang diri, terbuka terhadap pengalaman baru serta dapat
berubah menjadi pribadi yang lebih efektif.
Selain itu, subjek juga memiliki tujuan hidup yang cukup terarah, subjek
sudah merencanakan biaya pendidikan anaknya hingga keperguruan tinggi,
untuk merealisasikan tujuannya tersebut subjek dan suami mulai hidup
berhemat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menabung. Menurut Ryff
menjelaskan ciri-ciri seseorang yang memiliki tujuan hidup adalah individu yang
menyadari bahwa dirinya memiliki tujuan tertentu dalam hidup, memiliki rasa
keterarahan (directedness) dalam hidup, memiliki keyakinan dalam hidupnya,
serta memiliki tujuan dan target untuk hidup.
5
pracmaturus, kematian pra netral, golongan 20 tahun ke atas. Hal ini telah
diselidiki oleh para ahli berbagai Negara yang dilaporkan dalam population
report No. 10, 1976.
Masa remaja dari sisi psikologis, yaitu merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa, yang diawali dengan
pubertas. Pada masa ini terjadi berbagai perubahan, baik dari segi fisik, sosial,
maupun emosional, yang diawali oleh datangnya haid (perempuan) dan mimpi
basah pertama (laki-laki) (Irianti dkk, 2011). Kehamilan remaja merupakan
fenomena internasional yang belum terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun
2013 WorldHealth Organization (WHO) menetapkan tema untuk Hari
Kependudukan Dunia yaitu Kehamilan Remaja .Hal ini menandakan kasus
tersebut perlu diperhatikan oleh seluruh warga dunia. Secara global,
diperkirakan bahwa 16 juta anak perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan
setiap tahun (WHO, 2012). Kejadian kehamilan remaja banyak terjadi di negara
dengan penghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Di Indonesia
jumlah remaja 15-19 tahun menurut Badan Pusat Statistik, sebesar 20,9 juta
atau 9% dari total penduduk (BPS, 2010). Penelitian dari Australia National
University (ANU). dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI)
pada tahun 2010/2011 di Jakarta, Tangerang, Bekasi dengan jumlah sample
3006 responden 17-24 tahun menunjukan 20,9 % remaja mengalami kehamilan
7
Adapun beberapa ciri utama pribadi dengan resiliensi tinggi itu berkisar
pada kemampuan mempertahankan perasaan positif dan juga kesehatan serta
energi. Individu yang resilien juga memiliki kemampuan memecahkan masalah
yang baik, berkembangnya harga diri, konsep diri dan kepercayaan diri secara
optimal. Oleh karena itu, resiliensi merupakan faktor penting dalam proses
perkembangan psikologis untuk kembali memperbaiki keadaan dan menerima
kenyataan bagi remaja putri yang mengalami kehamilan tidak diinginkan akibat
kekerasan seksual dari pasangannya.
Sikap seksual pranikah remaja dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari
faktor pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, pengalaman pribadi, lembaga pendidikan,
lembaga agama dan emosi dari dalam individu. Sikap seksual pranikah remaja
bisa berwujud positif ataupun negatif, sikap positif kecenderungan tindakan
adalah mendukung seksual pranikah sedangkan sikap negatif kecenderungan
tindakan adalah menghindari seksual pranikah remaja (Azwar, 2009)Sikap
remaja dalam menanggapi seks diluar nikah dalam lingkungan sekitarnya
terbagi menjadi dua hal yaitu antara mendukung dan tidak mendukung dengan
9
adanya seks di luar nikah. Sikap remaja dalam menanggapi seks diluar nikah
sangat penting dibangun dengan berpola pada pengetahuan. Bila pengetahuan
remaja itu baik maka diharapkan perilaku remaja juga baik pula. Apabila mata
rantai itu terlaksana dengan baik maka diharapkan perilaku seks diluar nikah
dapat dicegah. Dengan terbentuknya sikap yang baik, diharapkan perilaku
remaja itu sendiri menjadi baik sehingga tidak keluar dari kaidah yang benar.
Apabila sikap remaja sendiri sudah tidak baik maka akan berpengaruh pada
perilaku remaja itu sendiri sehingga kecenderungan untuk melakukan hal yang
tidak baik menjadi lebih besar termasuk dalam fenomena seks diluar nikah
yang sudah banyak terjadi di sekitar kita.
Pengetahuan yang cukup tentang seks usia dini akan berdampak pada
persepsi dan perilaku seksual responden. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Notoatmojo, bahwa pengetahuan merupakan domain bagi
seseorang untuk melakukan tindakan. Semakin baik pengetahuan responden
tentang kesehatan reproduksi, maka semakin tinggi pemahaman responden
terhadap kesehatan reproduksi, akan semakin baik persepsinya terhadap
perilaku seksual.
Hal ini bertentangan dengan apa yang diatur dalam KHI tentang definisi
anak sah yang cukup dibuktikan dengan adanya pernikahan yang sah tanpa
membatasinya dengan waktu 6 bulan usia perkawinan tersebut. Haima sudah
menyinggung adanya dualisme dalam penentuan wali nikah antara
menggunakan aturan dalam fikih mazhab ataukah aturan dalam KHI.10Lebih
jelas lagi seperti apa yang diteliti oleh Afif Muammar tentang praktek yang
dilakukan oleh KUA Sewon dan KUA Kotagede dalam menetapkan wali nikah
bagi anak perempuan yang dilahirkan dari pernikahan hamil yang terdeteksi
dilahirkan kurang dari 6 bulan setelah akad nikah orang tuanya, dimana
ditemukan perbedaan dalam praktek pelaksanaanya. KUA Kotagede
Yogyakarta menetapkan bahwa wali nikah bagi anak perempuan tersebut
adalah ayah biologisnya berdasarkan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun
12
1974 pasal 42 dan KHI pasal 99 huruf „a‟. Sedangkan pada KUA Kecamatan
Sewon Kabupaten Bantul, wali nikah bagi anak perempuan tersebut ditetapkan
dengan Wali Hakim berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1987
tentang Wali Hakim dan Surat Edaran Departemen Agama Nomor :
D/ED/PW.01/03/1992 tentang petunjuk pengisian formulir NTCR yang
menjadikan waktu tenggang 6 bulan sebagai dasar penentuan hubungan
nasab, yang juga sesuai dengan ketentuan dalam fikih mazhab. Permasalahan
yang diteliti oleh Afif baru pada dua KUA saja tetapi sudah terlihat adanya
dualisme tersebut, dan tidak menutup kemungkinan bahwa dualisme ini juga
banyak terjadi pada KUA lainnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Aprianti & Shaluhiyah, Z., 2018. Fenomena Pernikahan Dini Membuat Orang
Tua dan Remaja Tidak Takut Mengalami Kehamilan Tidak
Diinginkan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 13(1), pp. 61-73.
Salmah, S., 2017. Pernikahan Dini Ditinjau Dari Sudut Pandang Sosial Dan
Pendidikan. Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah, 4(7), pp. 35-39.
Shufiyah, F., 2017. Pernikahan Dini Menurut Hadis dan Dampaknya. UIN
Sunan Kalijaga, 13(12), pp. 47-70.