Disusun Oleh:
Ajeng Marwa Tiarahadini
Nadhra Assaidah
Tri Wahyuningrum Nadatul Qoiroh
S1 Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2022
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
BAB III.....................................................................................................................................10
KESIMPULAN........................................................................................................................10
DAFTAR PUSKATA..............................................................................................................11
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kasih dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Isu Gender Dalam
Kespro” dengan baik dan semaksimal mungkin. Tak lupa kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. kami sadar bahwa manusia
tidak ada yang sempurna oleh karena itu kami mengharapkan kebesaran hati dari para
pembaca dengan memberikan kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seks atau jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara pria dan wanita.
Perbedaan biologis tersebut dapat dilihat dari alat kelamin serta perbedaan genetik.
Gender adalah karakteristik pria dan wanita yang terbentuk dalam masyarakat.
Sementara itu, gender adalah karakteristik pria dan wanita yang terbentuk dalam
masyarakat. Gender terbenduk dengan alami, dapat dilihat sejak seorang individu
lahir. Sedangkan gender dibentuk oleh sosial dan budaya.
Dalam suatu masyaraat dikenal nilai-nilai dan sistem budaya yang berbeda
satu dengan yang lainnya, sehingga setiap masyarakat memiliki konstrusi yang
berbeda dalam memandang peran laki-laki dan perempuan.oleh karena itu, konstruksi
sosisal terhadap perbedaan jenis kelamin akan terus berkembang seiring dengan
perubahan dalam masyarakat yang membentuknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud pelayanan kespro yang bersikap peka gender ?
1
6. Bagaimana isu gender pada lansia ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang pelayanan kespro yang bersikap peka gender
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3. Memahami sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit dan
sikap masyarakat terhadap perempuan dan laki-laki yg sakit.
a. Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak Peristiwa kehamilan, persalinan dan nifas
merupakan kurun kehidupan wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat
membawa kematian, makna kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota
keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil
pimpinan rumah tangga, ibu dari anak-anak yang dilahirkan, istri dari suami, anak
bagi seorang ibu yang melahirkan, ataupun tulang punggung bagi sebuah keluarga,
semua sulit untuk digantikan. Tindakan untuk mengurangi terjadinya kematian ibu
karena kehamilan dan persalinan, harus dilakukan pemantauan sejak dini agar dapat
mengambil tindakan yang cepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan
darurat. Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal, pelayanan persalinan
3
dan masa nifas. Upaya intervensi tersebut merupakan dimensi pertama dari
paradigma baru pendekatan secara Continuum of Care yaitu sejak kehamilan,
persalinan, nifas, hari-hari dan tahun-tahun kehidupan perempuan. Dimensi kedua
adalah tempat yaitu menghubungkan berbagai tingkat pelayanan di rumah,
masyarakat dan kesehatan.Informasi akurat perlu diberikan atas ketidaktahuan
bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan mengakibatkan kehamilan, dan bahwa
tanpa menggunakan kotrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi, bila
jalan keluar yang ditempuh dengan melakukan pengguguran maka hal ini akan
mengancam jiwa ibu tersebut.
4
seksual, seperti gonorhoea, sifilis, herpes genital, chlamydia, ataupun kondisi infeksi
yang mengakibatkan infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory diseases/PID)
seperti penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang tidak steril. Semua
contoh penyakit tersebut bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat
berakibat seumur hidup pada wanita maupun pria, yaitu misalnya kemandulan, hal
ini akan menurunkan kualitas hidup wanita maupun pria.
e. Komponen Usia Lanjut Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan
mempromosikan peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan
setelah akhir kurun usia reproduksi (menopouse/andropause). Upaya pencegahan
dapat dilakukan melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim
pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan
akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-lain.
5
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan
perempuan.Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena dampak dan gender
steriotipi masingmasing. Misalnya sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan sebagai
laki-laki, maka lakilaki dianggap tidak pantas memperlihatkan rasa sakit atau
mempertunjukkan kelemahan-kelemahan serta keluhannya. Perempuan yang diharapkan
memiliki toleransi yang tinggi, berdampak terhadap cara mereka menunda-nunda
pencarian pengobatan, terutama dalam situasi social ekonomi yang kurang dan harus
memilih prioritas, maka biasanya perempuan dianggap wajar untuk berkorban.Keadaan
ini juga dapat berpengaruh terhadap konsekuensi kesehatan yang dihadapi laki-laki dan
perempuan. 5 isu gender dalam berbagai siklus kehidupan yaitu:
Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada beberapa suku tertentu,
kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan dengan alas an, misalnya laki-laki adalah
penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga yang
handal; laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di hari tua. Dan perbedaan
perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak, sifat
agresif anak laki-laki serta perilaku yang mengandung resiko diterima sebagai suatu
kewajaran, bahkan didorong kearah itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki.
Sehingga data menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering terluka dan
mengalami kecelakaan.
Secara biologis bayi perempuan lebih tahan di banding dengan anak laki-laki
terhadap infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab jika data
memperlihatkan kematian bayi perempuan lebih tinggi dari pada bayi laki-laki maka
patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Dimasa balita kematian karena
kecelakaan lehin tinggi dialami oleh balita laki-laki karena sifatnya yang agresif dan
banyak gerak.
Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain : kawin
muda kehamilan remaja, umumnya remaja putri mengalami kekurangan nutrisi,
seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala
umum dikalangan remaja perempuan. Gerakan serta interaksi sosial remaja putri
6
seringkali terbatasi dengan datangnya menarch. Perkawinan dini remaja putri dapat
terjadi karena kurangnya pendidikan Kesehatan reproduksi dan seksual (PKRS)
yang komprehensif sejak anak (Djamilah Kartikawati, 2012). Perkawinan anak
karena lemahnya akses pendidikan dan Kesehatan (Mies G, dkk 2016). Pernikahan
dini terjadi karena faktor ekonomi (Khaerani, 2019, Wulandari dan Laksono, 2020),
semakin lemah tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya perkawinan
muda (Kurniawati, 2016). (Sherlin, 2014) menyebutkan bahwa hukum adat tidak
mengenal batas umur mereka. Hal ini dapat memberi tanggung jawab dan beban
melampaui usianya. Belum lagi jika remaja putri mengalami kehamilan,
menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap kematian.
Isu gender dalam kesehatan reproduksi antara lain yaitu pada kesehatan ibu
dan bayi, dimana angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi di Indonesia.
Selain itu, ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan (kapan hamil
dan dimana akan melahirkan), sikap dan perilaku keluarga yang cenderung
mengutamakan laki-laki, dan permasalahan keluarga berencana seperti masih
tingginya unmet need KB.
7
Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty di Universitas Brawijaya,
Malang, dalam sambutannya pada acara Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan
Dunia-State of World population (SWOP) Report yang dibuat oleh UNFPA setiap
tahunnya yang bekerja sama dengan BKKBN.
8
Data PKBI menunjukkan peningkatan konsultasi lansia pada upaya pemenuhan
kebutuhan seksual lansia, utamanya pada lansia laki laki. Perbedaan cara pandang
tentang seksualitas pada laki laki dan perempuan lansia menjadi salah satu penyebab
gangguan kejiwaan, disamping fungsi organ reproduktif yang menurun. Data ini menjadi
informasi awal yang penting untuk pembangunan kesehatan bagi lansia. Hal ini bisa jadi
menjadi salah satu alasan/temuan awal dibalik kasus pelecehan seksual yang dilakukan
oleh laki laki lansia pada anak-anak, meskipun masih harus digali informasi lebih dalam.
(Data kekerasan tahun 2016 memperlihatan 10 kasus kekerasan yang dilakukan oleh
lansia laki laki).
Mengacu pada Hasil Studi Lacet Global Health World Health Organization
(WHO) yang dilakukan di 28 Negara, lanjutnya, 1 dari 6 lansia di dunia mengalami
kekerasan. Sebanyak 2% di antaranya mengalami kekerasan fisik, 11,6% mengalami
kekerasan psikis, 6,8% mengalami kekerasan ekonomi dan 0,9% mengalami kekerasan
seksual. Sebagai upaya melindungi perempuan lansia, kata dia, pemerintah melalui
Kementerian PPPA telah membentuk Peraturan Menteri PPPA Nomor 24 Tahun 2010
tentang model perlindungan perempuan lansia yang responsif gender.
9
BAB III
KESIMPULAN
Isu gender merupakan permasalahan yang diakibatkan karena adanya kesenjangan
atau ketimpangan gender yang berimplikasi adanya diskriminasi terhadap salah satu pihak
perempuan dan laki-laki.
Kesetaraan gender penting demi menjunjung persamaan hak sebagai manusia antara
perempuan dan laki-laki, juga untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan,
serta pelecehan yang sering dialami oleh perempuan.
10
DAFTAR PUSKATA
Anonim. HASIL ANALISIS ISU GENDER DAN ANAK(ISU, ANALISIS, DAN REKOMENDASI PERBIDANG)
TAHUN 2017.
Indriyani Astuti. 2018. Kekerasan Berbasi Gender Banyangi Lansia Perempuan. Diunduh dari :
https://mediaindonesia.com/humaniora/159716/kekerasan-berbasis-gender-bayangi-lansia-
perempuan
Aulia, Fatmayanti. Dkk. 2022. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Diunduh dari :
https://books.google.co.id/books?
id=smNhEAAAQBAJ&pg=PA19&dq=isu+gender+pada+anak&hl=en&newbks=1&newbks_redi
r=0&source=gb_mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwjslYCBi9v9AhWaoWMGHU9
aBXIQ6wF6BAgDEAU#v=onepage&q=isu%20gender%20pada%20anak&f=false
11