Anda di halaman 1dari 30

POLA ASUH ORANGTUA SINGLE PARENT TERHADAP

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 235


JAKARTA

Disusun oleh:
Usamah Abdi Robbani (20180710138)

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan


karunia dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyusun proposal skripsi dengan
judul “Pola Asuh Orangtua Single Parent Terhadap Perkembangan Kepribadian
Remaja di SMPN 235 Jakarta” sebagai tugas untuk memenuhi mata kuliah
Metodologi Penelitian Kualitatif. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Nawari Ismail, M.Ag. selaku dosen pembimbing mata


kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif;
2. Ayah dan ibu, serta kakak dan adik-adik yang senantiasa menyalurkan
dukungan jiwa dan raga untuk mendukung penulis.

Proposal skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan selanjutnya.

Yogyakarta, 22 Juni 2022

Usamah Abdi Robbani


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
A. Latar Blekanag Masalah ............................................................................... 5
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 7
C. Batasan Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 8
D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian .................... Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 10
A. Keluarga ..................................................................................................... 10
1. Pengertian Keluarga ............................................................................... 10
2. Tipe-tipe Keluarga .................................................................................. 10
3. Fungsi Keluarga ..................................................................................... 11
B. Pola Asuh ................................................................................................... 12
1. Pengertian Pola Asuh ............................................................................. 12
2. Jenis-jenis Pola Asuh.............................................................................. 12
C. Single Parent .............................................................................................. 13
1. Pengertian ............................................................................................... 13
2. Faktor-faktor menjadi Single Parent ...................................................... 14
3. Peran Ganda Orang Tua Single Parent ................................................... 15
4. Keluarga sebagai Pembentuk Utama Kepribadian ................................. 17
D. Perkembangan Kepribadian Remaja .......................................................... 18
1. Pengertian Perkembangan Kepribadian Remaja .................................... 18
2. Jenis-jenis Kepribadian .......................................................................... 19
3. Pengertian Remaja .................................................................................. 20
4. Perkembangan Kepribadian masa Remaja ............................................. 20
E. Kerangka Pikir ........................................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 24
A. Pendekatan dan Jenis penelitian ................................................................. 24
B. Lokasi Penelitian ........................................................................................ 24
C. Sumber Data ............................................................................................... 25
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 26
E. Analisis Data .............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah lembaga dari Departemen Kesehatan dan Layanan


Kemanusiaan (Health Resources and Services Administration/HRSA) di
Amerika Utara menyebutkan bahwa sekelompok dua orang atau lebih yang
terkait melalui proses kelahiran, perkawinan, atau adopsi dengan hidup
bersama; semua orang tersebut dianggap sebagai satu keluarga. Keluarga
adalah unit kelompok masyarakat yang alami dan fundamental, serta berhak
atas perlindungan masyarakat dan negara (United Nations, 1948). Pada
dasarnya, keluarga merupakan jaringan kerabat dan nonkerabat yang
terkecil, terorganisir, dan tahan lama dengan berinteraksi setiap hari,
menyediakan kebutuhan rumah tangga anak-anak dan menjamin
kelangsungan hidupnya (Stack, 1996). Friedman (2010) mengungkapkan
bahwa keluarga memiliki fungsi afektif, fungsi sosialisasi dan status sosial,
fungsi reproduksi, fungsi perawatan kesehatan, dan fungsi ekonomi. Setiap
fungsi tersebut memiliki peran yang dimiliki oleh oleh tiap-tiap anggota
keluarga, baik dari sisi ayah maupun dari sisi ibu. Keduanya memiliki peran
atas fungsi-fungsi keluarga yang saling melengkapi.

World Health Organization (WHO) menjelaskan dalam Handout


New Modules: Orientation Programme on Adolescent Health for Health-
care Provider bahwa masa remaja digambarkan sebagai masa dalam
kehidupan seseorang yang bukan lagi anak-anak, tetapi juga belum sampai
tahap dewasa. Masa ini merupakan periode di mana seorang individu
mengalami perubahan fisik yang sangat pesat, begitu pula dengan
perubahan psikologisnya. Selain itu, remaja sering mengalami perubahan
dalam ekspektasi sosial dan persepsi. Kapasitas individu saat masa remaja
yang berkaitan dengan pemikiran abstrak dan kritis pun berkembang
bersamaan dengan rasa kesadaran diri kepada ekspektasi sosial yang
membutuhkan kematangan emosi.
Meskipun remaja digolongkan sebagai suatu fase kehidupan yang
tidak selalu terikat dengan umur, WHO sendiri telah mendefinisikan bahwa
remaja merupakan suatu fase dalam kehidupan individu yang dikategorikan
pada anak usia 10-19 tahun dan “youth” pada anak usia 15-24 tahun.
Sehingga sekelompok orang yang berusia 10-24 tahun dikategorikan
sebagai remaja. WHO menegaskan, masa remaja ini bukanlah sekelompok
anak dengan karakteristik yang homogen, melainkan kebutuhan mereka
sangatlah bervariasi bergantung jenis kelamin, tahap perkembangan,
keadaan kehidupan dan kondisi sosial-ekonomi lingkungannya.

Selain ditandai dengan perubahan fisik yang cepat, perkembangan


remaja juga terikat kuat dengan hubungannya dengan orangtua (Wulandari,
2014). Adanya keinginan yang kuat untuk tetap bergantung pada orangtua
adalah ciri yang dimiliki remaja pada tahap awal. Pada tahap pertengahan,
remaja mulai mengalami konflik utama terhadap kemandirian dan kontrol
di mana terdapat dorongan besar untuk melepaskan diri dari orangtua.
Ketika hal tersebut tidak dilalui dengan baik, akan menimbulkan perilaku
berisiko yang dilakukan remaja. Hasil Survei Demografi dan
Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2017 mencatat sebesar 3,6 persen
remaja pria berumur 15-19 tahun pernah melakukan hubungan seksual
pranikah. Melihat rentannya perkembangan psikologis remaja tersebut,
kedua orangtua memiliki peran yang saling melengkapi dalam pengasuhan
remaja.

Ayah dan ibu memiliki peran masing-masing dalam memberikan


pengasuhan kepada anaknya. Pruett (2000) mengungkapkan saat seorang
anak memasuki tahap remaja, ayah memiliki peran penting dalam
membangun harga dirinya agar tetap positif dan juga menguatkan keinginan
anak untuk berprestasi khususnya pada remaja perempuan, serta
mengembangkan motivasi untuk sukses dalam pekerjaan dan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada remaja laki-laki.
Hasil penelitian Fatmasari (2013) mengungkapkan bentuk kedekatan
dengan ayah terlihat dari kegiatan yang bersifat informal dan rekreatif,
sementara kedekatan dengan ibu berkaitan dengan tugas rumah tangga. Hal
ini menunjukkan bahwa pengasuhan yang tepat untuk remaja harus terdapat
keseimbangan baik dari sisi ayah maupun dari sisi ibu.

Ketika terdapat ketidakseimbangan antara peran ayah dan peran ibu,


dalam hal ini karena berpisah, maka akan terjadi perubahan di dalam
keluarga berupa perubahan peran dan tugas yang harus ditanggung oleh
orangtua tunggal dalam mengasuh anak. Beban tugas yang semula menjadi
tanggung jawab dua orang (ayah dan ibu) yang saling melengkapi, dengan
terpaksa harus ditanggung hanya oleh seorang ayah atau seorang ibu. Hal
ini akan menyebabkan remaja yang kondisinya masih dalam tahap
perubahan psikologis akan mendapat ketidakseimbangan peran orangtua.
Peran ayah yang diisi juga oleh ibu atau peran ibu yang ternyata dilakukan
oleh ayah, atau bahkan benar-benar kehilangan peran ayah atau peran
ibunya karena ia hanya memiliki orangtua tunggal. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis psikologis anak dengan
pengasuhan orangtua tunggal dengan studi kasus di SMPN 235 Jakarta.

B. Identifikasi Masalah

Keluarga merupakan unit inti pertama bagi seseorang untuk


mendapatkan pengasuhan. Keluarga yang utuh akan menghadirkan peran
serta tugas yang seimbang, baik dari sisi ayah maupun dari sisi ibu. Remaja
merupakan salah satu fase perubahan seorang individu dari anak-anak
menjadi dewasa. Ketidakseimbangan peran yang diberikan oleh orangtua
sebagai akibat dari perpisahan orangtuanya akan membuat proses
perkembangan psikologis remaja menjadi tidak stabil. Berdasarkan uraian
tersebut, maka berikut ini adalah identifikasi masalah pada penelitian ini:

1. Pengasuhan orangtua tunggal terhadap remaja pada siswa di SMPN 235


Jakarta
2. Perkembangan psikologis remaja pada siswa dengan pengasuhan
orangtua tunggal di SMPN 235 Jakarta
3. Dampak psikologis remaja yang mendapatkan pengasuhan orangtua
tunggal di SMPN 235 Jakarta
C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di SMPN 235


Jakarta dengan sampel siswa yang akan dipilih dari tiap tingkat dan jenis
kelamin yang berbeda. Hal itu guna mendapatkan responden dari ketiga
tingkatan pendidikan pertama dan tersedia baik remaja laki-laki maupun
remaja perempuan, sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi lebih kaya
analisis. Selain itu, penelitian ini akan mengangkat definisi orangtua tunggal
yang di mana seorang anak hanya tinggal bersama salah satu dari
orangtuanya, baik hanya oleh ayah saja maupun oleh ibu saja, tanpa
menetapkan sebab berpisahnya kedua orangtua. Hal ini dikarenakan
mungkin saja terdapat perbedaan perkembangan psikologis remaja ketika
diasuh oleh orangtua tunggal yang ditinggalkan meninggal atau yang
ditinggalkan karena bercerai. Informasi tersebut akan menjadi tambahan
analisis bila dimasukkan ke dalam hasil.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah


dijelaskan di atas, penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengasuhan orangtua tunggal terhadap remaja pada siswa


SMPN 235 Jakarta?
2. Bagaimana perkembangan kepribadian remaja pada siswa dengan
pengasuhan orangtua tunggal di SMPN 235 Jakarta?
3. Bagaimana dampak pengasuhan orangtua tunggal terhadap
perkembangan kepribadian siswa di SMPN 235 Jakarta?

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut ini adalah tujuan dan


manfaat penelitian dari penelitian ini:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengasuhan orangtua tunggal terhadap
remaja pada siswa SMPN 235 Jakarta;
2. Untuk menganalisis perkembangan psikologis remaja pada siswa
dengan pengasuhan orangtua tunggal di SMPN 235 Jakarta;
3. Untuk mengidentifikasi dampak psikologis remaja yang mendapatkan
pengasuhan orangtua tunggal.

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis
Hasil dan pembahasan dari penelitian ini diharapkan mampu
menjadi referensi pengetahuan mengenai perkembangan psikologis
remaja. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi pendidik di bidang psikologi dalam memahami perkembangan
psikologis remaja.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi bagi orangtua dalam memahami perkembangan
psikologis remaja dan menjadi pertimbangan kembali saat akan
melakukan perpisahan dengan pasangannya agar tidak terjadi
ketidakseimbangan peran yang dialami orangtua tunggal sehingga
berdampak pada psikologis anak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekelompok orang yang terdiri atas individu yang


bergabung bersama atas dasar ikatan pernikahan, darah, adopsi, dan
tinggal di dalam satu rumah yang sama (Friedman, 2010). Berdasarkan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami-istri,
atau ayah dan anak-anaknya atau ibu dan anak-anaknya.

2. Tipe-tipe Keluarga

Terdapat beberapa tipe/bentuk keluarga (Sudiharto, 2007), yaitu


sebagai berikut:
a. Keluarga inti (nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk
karena ikatan perkawinan yang direncanakan, terdiri atas suami,
istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun karena
adopsi.
b. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga
tempat asal seseorang dilahirkan.
c. Keluarga besar (extended family), adalah keluarga inti ditambah
keluarga lain karena adanya hubungan darah, seperti kakek, nenek,
paman, bibi, dan sepupu.
d. Keluarga berantai (social family), adalah keluarga yang terdiri atas
pria dan wanita yang meikah lebih dari satu kali dan merupakan
suatu keluarga inti.
e. Keluarga duda atau janda, adalah keluarga yang terbentuk karena
perceraian dan/atau kematian pasangan.
f. Keluarga komposit (composite family), adalah keluarga dari
perkawinan poligami dan hidup bersama.
g. Keluarga kohabitasi (cohabitation), adalah dua orang menjadi satu
keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di
Indonesia, bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan
budaya timur.
h. Keluarga inses (incest family), yaitu keluarga yang terbentuk karena
pengaruh nilai-nilai global dan perkembangan informasi sehingga
membentuk hubungan tidak wajar antara anak perempuan menikah
dengan ayah kandungnya, ayah menikah dengan anak perempuan
tirinya, dan sebagainya.
i. Keluarga tradisional dan nontradisional, di mana keluarga
tradisional memiliki ikatan atas dasar perkawinan, sementara
keluarga nontradisional tidak memiliki ikatan atas dasar perkawinan.

3. Fungsi Keluarga

Selain memiliki bentuk-bentuk yang beragam, keluarga juga


memiliki fungsi di dalamnya. Menurut Friedman (2010), keluarga
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif memiliki hubungan dengan fungsi internal keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan psikososial. Keluarga memberikan
fungsi kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam
membentuk identitas dan mempertahakannya saat ada gangguan.
Fungsi ini merupakan sumber energi kebahagiaan keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi ini berperan dalam mengembangkan dan tempat melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi merupakan fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga memiiliki fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
e. Fungsi keperawatan atau pemeliharaan kesehatan
Fungsi ini berperan dalam mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

B. Pola Asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh


orangtua dalam mendidik anak sebagai wujud dari rasa tanggung jawab
kepada anak. Pola asuh adalah bentuk nyata dalam proses pemeliharaan
anak dengan menggunakan metode yang berpusat pada pemberian kasih
sayang dan ketulusan cinta yang mendalam dari orangtua kepada anak
(Takdir, 2013).
Orangtua dapat memberikan pola asuh yang bersifat langsung dan
tidak langsung. Pola asuh langsung artinya orangtua memberikan
pembentukan kepribadian, kecerdasan dan keterampiilan yang
dilakukan secara sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman,
penciptaan situasi maupun pemberian hadiah. Sedangkan, pola tidak
langsung merupakan contoh yang diberikan oleh orangtua dalam
kehidupan sehari-hari melalui tutur kata sampai kepada adat kebiasaan.

2. Jenis-jenis Pola Asuh

Menurut Ilahi (2013:135) Metode asuh yang digunakan oleh


orangtua kepada anak menjadi faktor utama yang menentukan potensi
dan karakter seorang anak. Berkaitan dengan jenis-jenis pola asuh
orangtua, Baumrid (dalam Hetherington dan Parke, 1999) mengatakan
ada tiga macam pola asuh orangtua yang mencakup, pola asuh otoriter,
(authoritarian,), pola asuh demokratis (authoriative), dan pola asuh
permisisf (permisive), yaitu :

a. Pola asuh otoriter (authoritarian)


Santrock (2007) menerangkan bahwa pola asuh otoriter adalah
bentuk orangtua mendesak anak untuk mengikuti arahan dari
orangtua. Orangtua menerapkan batas dan kendali yang tegas pada
anak dan meminimalisir perdebatan verbal.
b. Pola asuh demokratis (authoriative)
Boeree (2008) berpendapat bahwa pola asuh demokratis
menandakan bahwa anak diberi kebebasan dan diikutkan dalam
pengambilan keputusan keluarga. Aturan diterangkan dengan jelas
dan tidak semena-mena.
c. Pola asuh permisif (permisive)
Pola asuh permisif terbagi dua (Boeree, 2008) yaitu permisif
indifferent dan permisif indulgent. Permisif indifferent memiliki ciri
berupa gaya orangtua yang sangat tidak terlibat dalam kehidupan
anak. Gaya ini biasanya mengakibatkan anak tidak memiliki
kemampuan 13ocial dan seringkali anak merasa tidak memiliki
harga diri. Sementara itu, permisif indulgent ditandai dengan
orangtua yang selalu membiarkan anaknya melakukan apa yang
mereka inginkan. Biasanya anak dengan pola asuh permisif
indulgent jarang belajar menghormati orang lain dan kesulitan untuk
mengendalikan perilakunya.

C. Single Parent

1. Pengertian

Istilah orangtua tunggal atau single parent (Haryanto, 2012) adalah


orangtua yang secara sendiri membesarkan anak-anaknya tanpa
kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangannya. Keluarga dari
orangtua tunggal merupakan wujud akibat pembubaran ikatan
perkawinan antara suami dan istri melalui cara perceraian atau kematian.
Permasalahan dalam keluarga dengan orangtua tunggal ialah merasa
kesepian, tanggung jawab mengasuh dan mencari sumber penghasilan
menjadi besar, kekurangan waktu untuk mengurus diri dan keluarga,
hingga kelelahan menanggung tanggung jawab dan membesarkan anak
sendiri.
Goode (2007) menyatakan bahwa anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang berbahafia akan tumbuh bahagia dan sehat secara
psikologis. Sebaliknya, anak yang dibesarkan dengan keluarga yang
terpisah akan menghasilkan remaja nakal yang dua kali lebih tinggi
dibandingkan dengan keluarga yang utuh.

2. Faktor-faktor menjadi Single Parent

Beberapa faktor yang menjadikan seseorang menyandang gelar


single parent, adalah sebagai berikut:

a. Perceraian

Dijelaskan oleh Cohen (1992:181) bahwa penyebab-penyebab


perceraian hampir tidak terbatas karena perkawinan melibatkan dua
individu dengan kepribadiannya masing-masing dan latar belakang
yang berbeda yang berusaha untuk hidup bersama. Alasan pokok
terjadinya perceraian adalah harapan-harapan berlebihan yang
diharapkan dari masing-masing pihak sebelum memasuki jenjang
perkawinan. Harapan-harapan tersebut dapat berupa status sosial di
masa depan, hubungan yang bersifat seksual, popularitas, jaminan
kesehatan, jaminan pekerjaan, peranan yang tepat sebagai suami istri.

Sementara itu, pada peraturan pemerintah Republik Indonesia


Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang perkawinan dijelaskan mengenai beberapa
penyebab perceraian, diantaranya adalah: salah satu pihak berbuat zina
atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang
sukar disembuhkan, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2
(dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, salah satu pihak
mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung, salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain,
salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri, antara suami dan
istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak ada
harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

b. Kematian

Pengaruh rumah tangga yang pecah karena sebab kematian pada


hubungan keluarga bahwa keretakan rumah tangga yang disebabkan
oleh kematian dan anak menyadari bahwa orang tua mereka tidak akan
pernah kembali lagi, mereka akan bersedih hati dan mengalihkan kasih
sayang mereka pada orang tua yang masih ada yang tenggelam dalam
kesedihan dan masakah praktis yang ditimbulkan rumah tangga yang
tidak lengkap lagi, anak merasa ditolak dan tidak diinginkan. Hal ini
akan menimbulkan ketidaksenangan yang sangat membahayakan
hubungan keluarga.

Hurlock (1978:216) menyatakan pada awal masa hidup anak


kehilangan ibu jauh lebih merusak daripada kehilangan ayah. Alasannya
ialah bahwa pengasuhan anak kecil dalam hal ini harus dialihkan ke
sanak saudara atau pembantu rumah tangga yang menggunakan cara
mendidik anak yang mungkin berbeda dari yang digunakan ibu mereka,
jarang dapat memberi anak perhatian dan kasih sayang yang sebelumnya
ia peroleh dari ibunya.

3. Peran Ganda Orang Tua Single Parent

a. Peran Ibu dalam Keluarga


Ibu memegang peran penting dalam mendidik anak-anaknya. Sejak
dilahirkan yang selalu disampingnya, mulai dari menyusui yang
berlangsung selama kurang lebih 2 tahun, memberi makan, minum,
mengganti pakaian dan sebagainya. Ibu dalam keluarga merupakan
orang yang pertama kali berinteraksi dengan anaknya. Ibu menjaga
anaknya agar tetap sehat dan hidup, ia merawat anaknya dengan penuh
kasih sayang tanpa mengenal lelah dan berat beban hidupnya.

Peran ibu dalam merawat dan mengurus keluarga dengan sabar,


mesra dan konsisten, ibu mempertahankan hubungan-hubungan dalam
keluarga. Ibu menciptakan suasana mendukung kelangsungan
perkembangan anak dan semua kelangsungan keberadaan unsur
keluarga lainnya. Seorang ibu yang sabar menanamkan sikap-sikap,
kebiasaan pada anak, tidak panik dalam menghadapi gejolak di dalam
maupun di luar diri anak, akan memberi rasa tenang dan rasa
tertampungnya unsur-unsur keluarga. Terlebih lagi, sikap ibu yang
mesra terhadap anak akan memberi kemudahan bagi anak yang lebih
besar untuk mencari hiburan dan dukungan pada orang dewasa, dalam
diri ibunya. Seorang ibu yang merawat dan membesarkan anak dan
keluarganya tidak boleh dipengaruhi oleh emosi atau keadaan yang
berubah-ubah (Gunarsa, 2004:32)

b. Peran Ayah dalam Keluarga

Ayah memiliki beberapa peranan dalam perkembangan anak di


antaranya ayah mengatur serta mengarahkan aktivitas anak. Misalnya
menyadarkan anak bagaimana menghadapi lingkungannya dan situasi
di luar rumah. Ia memberi dorongan, memberikan anak mengenal lebih
banyak, melangkah lebih maju, menyediakan perlengkapan permainan
yang menarik, mengajar mereka membaca, mengajak anak untuk
memperhatikan kejadian-kejadian dan hal-hal yang menarik di luar
rumah dan mengajak anak untuk berdiskusi (Dagun, 2013:2).
Peran ayah dalam keluarga dibatasi berkaitan dengan lingkungan
luar keluarga. Sang ayah hanya dianggap sebagai sumber materi dan
yang hampir menjadi orang asing, karena seolah-olah hanya berurusan
dengan dunia di luar keluarga. Dari berbagai contoh terlihat bahwa ayah
yang kurang menyadari fungsinya di rumah akhirnya kehilangan tempat
dalam perkembangan anak. Anak membutuhkan ayah bukan hanya
sebagai sumber materi, akan tetapi juga sebagai arah perkembangannya,
terutama perannya di kemudian hari. Ayah sebagai otak dalam keluarga
mempunyai beberapa tugas pokok yaitu: ayah sebagai pencari nafkah.
Ayah sebagai suami yang penuh pengertian akan memberi rasa aman.
Ayah sebagai pelindung. Bagi anak laki-laki ayah menjadi model dan
teladan untuk perannya kelak sebagai seorang laki-laki. Ayah sebagai
pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana dan mengasihi keluarga
(Gunarsa, 2004:35).

4. Keluarga sebagai Pembentuk Utama Kepribadian

Kepribadian tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia,


terutama sejak lahir sampai masa remaja yang selalu berada di
lingkungan keluarga, diasuh oleh orang tua, dan bergaul dengan anggota
keluarga lainnya. Karena itu, dapat dipahami cukup besar pengaruh dan
peranan keluarga serta orang tua dalam membentuk pribadi seorang
anak.

Pada masa kanak-kanak (umur 2-5 tahun), pembentukan


kepribadian melalui pembiasaan sangat penting artinya, karena
kemampuan inteligensinya masih rendah, belum dapat membedakan
nilai yang baik, buruk, dan mengapa dilarang, disuruh sebagainya.
Setelah anak berumur 6 atau 7 tahun, kemampuan berpikirnya semakin
tinggi dan mulai mengenal nilai-nilai, sudah mengerti larangan atau
anjuran. Saat itu mereka sudah memasuki SD. Pembentukan
kepribadian pada periode ini berlangsung lebih sulit jika dibandingkan
pada masa sebelum sekolah. Karena anak pada usia ini semakin banyak
bergaul, di sekolah, di luar sekolah, sehingga pengalamannya semakin
banyak. Akibatnya pengaruh yang diterimanya dari luar (positif atau
negatif) semakin banyak mewarnai kepribadian yang dibina orang
tuanya di rumah. Pembentukan kepribadian harus dilakukan secara
kontinu dan diadakan pemeliharaan sehingga menjadi matang dan tidak
mudah berubah lagi (Ahmadi dan Sholeh, 2005:168)

D. Perkembangan Kepribadian Remaja

1. Pengertian Perkembangan Kepribadian Remaja

a. Perkembangan
Umami (2019) menyimpulkan bahwa secara umum perkembangan
merupakan suatu proses perubahan dalam diri individu yang bersifat
kualitatif atau fungsi psikologis yang berlangsung secara terus menerus
ke arah yang lebih baik (progresif) menuju kedewasaan. Definisi
perkembangan pada umumnya mencakup unsur-unsur berikut ini:
a) Adanya perubahan fungsi psikologis yang bersifat kualitatif, yaitu
perubahan yang dapat dilihat melalui adanya kemampuan dalam
bertingkah laku sosial, emosional, moral maupun intelektual, secara
lebih matang.
b) Perubahan yang terjadi pada diri individu merupakan proses yang
berkesinambungan dan berkelanjutan sehingga perkembangan
(perubahan) pada tahap kehidupan (periode) sebelumnya
memengaruhi perkembangan pada periode sesudahnya.
c) Perubahan yang mengarah kepada pencapaian kematangan berupa
kemampuan bertingkah laku secara fisik, sosial, emosional, moral
dan intelektual sesuai dengan tingkat perkembangan tertentu dan
sesuai dengan kondisi individu yang bersangkutan.

b. Kepribadian
Ajhuri (2019) menjelaskan terdapat beberapa aspek
perkembangan yang dialami individu, salah satunya adalah
perkembangan kepribadian. Kepribadian (Makmun, 1996)
merupakan kualitas perilaku individu yang tampak dalam
melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik.
Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-
aspek kepribadian berikut ini:
a) Karakter, yaitu ciri khas yang dimiliki individu, misalnya dia
berkarakter lembut, suka marah, keras kepala, dll.
b) Tempramen, yaitu cepat atau lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c) Sikap, yaitu respon terhadap objek baik yang bersifat positif maupun
negatif.
d) Tanggung jawab, yaitu kesiapan untuk menerima resiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan.
e) Kawan sebaya, yaitu jika seseorang berkawan dengan anak yang
baik kemungkinan besar ia akan berkepribadian baik pula.

2. Jenis-jenis Kepribadian

Orang tua merupakan media sosialisasi pokok dalam pembentukan


kepribadian anak, karena interaksi anak dengan orang tua mempunyai
tingkat tertinggi dalam kehidupan anak. Menurut Mussen (2005:54)
kepribadian anak dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu sebagai
berikut :
a. Kepribadian Ekstrovert
Kecenderungan seorang anak untuk mengarahkan perhatiannya
keluar dirinya sehingga segala sikap dan keputusan-keputusan yang
diambilnya adalah berdasarkan pada pengalaman orang lain. Mereka
cenderung ramah, terbuka, aktif, dan suka bergaul. Anak dengan
kecenderungan ekstrovert biasanya memiliki banyak teman dan
disukai banyak orang karena sikapnya yang ramah dan terbuka.
b. Kepribadian Introvert
Kecenderungan seorang anak yang menarik diri dari lingkungan
sosialnya. Sikap dam keputusan yang ia ambil untuk melakukan
sesuatu biasanya didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan
pengalamannya sendiri. Kepribadian introvert biasanya pendiam
dan suka menyendiri, merasa tidak butuh orang lain karena bisa
melakukannya sendiri.
Awalnya, ekstrovert dan introvert adalah sebuah reaksi seorang anak
terhadap sesuatu. Namun, jika reaksi demikian ditunjukkan terus
menerus, maka dapat menjadi sebuah kebiasaan, dan kebiasaan tersebut
akan menjadi bagian tipe kepribadiannya. Kepribadian anak dilihat dari
keajegan tingkah laku anak ditandai dengan perubahan-perubahan
dalam setiap perkembangannya (Mussen, 2005:66)

3. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to


grow atau to grow maturity yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. World Health Organization menggambarkan masa remaja
merupakan masa dalam kehidupan seseorang yang bukan lagi anak-
anak, melainkan belum dewasa. Masa remaja merupakan fase
pengembangan dari berbagai bidang, yaitu munculnya karakteristik
pubertas hingga kematangan seksual dan reproduksi; perkembangan
proses mental dan identitas orang dewasa; dan transisi dari sosial
ekonomi dan ketergantungan emosional terhadap kemandirian relatif
(WHO, 2006).

4. Perkembangan Kepribadian masa Remaja

Perkembangan remaja umumnya ditandai dengan beberapa tingkah


laku, baik yang positif maupun yang negatif. Perilaku suka melawan,
gelisah, labil, seringkali melanda remaja pada masa ini. Berkembangnya
perilaku ini, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh adanya perlakuan-
perlakuan yang berasal dari lingkungan. Hal ini seringkali terjadi karena
kurangnya pemahaman orang-orang di sekeliling individu tentang
proses dan makna perkembangan remaja. Menurut Blair & Jones, 1964;
Ramsey, 1967; Mead, 1970; Dusek, 1977; Besonkey, 1981 dalam
Umami, 2019, perkembangan remaja memiliki ciri khas sebagai berikut:
a. Mengalami perubahan fisik (pertumbuhan) paling pesat
dibandingkan dengan periode perkembangan sebelum maupun
sesudahnya. Tulang-tulang badan memanjang lebih cepat
sehingga tubuh nampak makin besar dan kokoh. Demikian juga
dengan alat-alat pencernaan dan organ tubuh bertambah kuat dan
siap berfungsi sempurna.
b. Memiliki energi yang berlimpah secara fisik dan psikis yang
mendorong mereka untuk berprestasi dan beraktivitas. Periode
remaja merupakan periode paling kuat secara fisik dan paling
kreatif secara mental sepanjang periode kehidupan manusia.
c. Memiliki fokus perhatian yang lebih terarah pada teman sebaya
dan secara berangsur melepaskkan diri dari keterikatan dengan
keluarga terutama orangtua. Namun keinginan melepaskan diri
tersebut seringkali tidak dibarengi dengan kemandairian dalam
bidang ekonomi.
d. Memiliki ketertarikan yang kuat dengan lewan jenis. Pada
periode ini, remaja mulai mengenal hubungan lawan jenis bukan
sekedar sebagai kawan, melainkan mengarah kepada saling
menyukai.
e. Memiliki keyakinan kebenaran tentang keagamaan. Pada masa
ini remaja berusaha menemukan kebenaran yang hakiki.
f. Memiliki kemampuan untuk menunjukkan kemandirian.
Kemandirian remaja biasanya akan ditunjukkan pada
kemampuan mereka dalam mengambil keputusan terkait dengan
kegiatan dan aktivitas mereka.
g. Mengalami kesulitan dalam hal penyesuaian diri karena berada
pada periode transisi antara kehidupan masa anak-anak dan
kehidupan masa dewasa. Pada waktu tertentu orangtua mereka
menganggap mereka terlalu muda untuk terliibat dalam suatu
kegiatan (misalnya menyetir mobil ke luar kota), namun pada
waktu lain mereka diminta berperilaku sebagai orang dewasa,
misalnya pengganti ayah. Diyakini bahwa ketidakmenentuan
perlakuan orang dewasa terhadap remaja menjadikan remaja
mengalami konflik peran.
h. Pencarian identitas diri. Remaja ingin menjadi seseorang yang
dianggap benar dalam menghadapi kehidupan ini. Oleh karena
itu, remaja memerlukan keyakinan hidup yang benar untuk
mengarahkan mereka dalam bertingkah laku. Remaja
membutuhkan suatu keyakinan bertingkah laku sebagai anggota
keluarga, sebagai pelajar, sebagai anggota bahsa Indonesia, agar
dapat memfungsikan dirinya secara sosial, emosional, moral,
dan intelektual yang dapat menimbulkan kebahagiaan pada
dirinya. Keyakinan-keyakinan tersebut dapat dimiliki remaja
jika ia diperkenalkan dengan nilai-nilai keyakinan itu, diberikan
model atau contoh dari orang-orang dewasa yang dekat dengan
sekitarnya (orangtua dan guru)

Penelitian serupa yang telah dilakukan oleh Adventina S. (2019) di


Yogyakarta memberikan hasil bahwa orangtua yang merupakan subjek
penelitiannya lebih memilih untuk menggunakan pola asuh yang bebas
bertanggung jawab. Artinya, tidak terlalu memberikan banyak aturan, tetapi
lebih memberikan kebebasan untuk anaknya dalam bertindak. di
Yogyakarta. Subjek penelitian menyatakan bahwa pemberian pola asuh
tersebut baginya cocok diterapkan kepada anaknya. Di samping itu, subjek
penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat kekhawatiran saat
memberikan pola asuh yang baik, yaitu sulit untuk mengatur waktu karena
disibukkan dengan mencari nafkah.
Penelitian lain yang dilakukan Sapitri (2017) di Lampung Selatan
menunjukkan bahwa pola asuh demokratis memberikan pengaruh besar
dalam membentuk kematangan emosi remaja. Sedangkan pola asuh otoriter
dan permisif belum mampu membentuk kematangan emosi yang sama.
E. Kerangka Pikir

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini akan mengungkapkan


pola asuh yang digunakan oleh orangtua tunggal dilihat dari sisi orangtua.
Selanjutnya, aspek-aspek kepribadian remaja akan diteliti dalam penelitian
ini. Berikut ini adalah kerangka pikir penelitian yang digunakan pada
penelitian ini:

Karakter

Tempramen
Pola Asuh
Orangtua Sikap
Tunggal

Tanggung
jawab

Teman sebaya

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian


BAB III METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Jenis metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong 2011:4).
Laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk
memberikan gambaran penyajian laporan secara jelas. Peneliti akan
mengkaji permasalahan secara langsung dengan sepenuhnya melibatkan
diri pada situasi yang diteliti dan mengkaji buku-buku yang berhubungan
dengan permasalahan tersebut.
2. Kehadiran peneliti
Kehadiran peneliti di kancah penelitian menjadi mutlak adanya.
Relevansi dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi “key instrumen” atau
alat peneliti utama. Peneliti mengadakan sendiri pengamatan atau
wawancara tak berstruktur. Selain itu guna menunjang perolehan informasi
yang valid, peneliti akan menggunakan alat rekam atau kamera dan peneliti
tetap memegang peranan utama sebagai alat penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan SMPN 235 Jakarta dengan


responden siswa SMPN 235 Jakarta. Dari seluruh siswa SMPN 235 Jakarta,
akan dilakukan pemilihan siswa berdasarkan status pengasuhan orang tua
tunggalnya. Seorang siswa dikatakan mendapatkan pengasuhan orang tua
tunggal apabila ia hanya tinggal dengan ayahnya atau ibunya saja. Penelitian
ini tidak mencakup siswa yang diasuh oleh selain orang tua, misal dengan
pamannya atau bibinya, karena akan terdapat perkembangan psikologis
yang berbeda bila dengan orang tua.
C. Sumber Data

Sumber data adalah situasi yang wajar atau “natural setting”.


peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar
sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi dengan sengaja.
Berdasarkan pada penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber
data, yakni:

a. Data Primer
Sumber data utama adalah sumber informasi yang langsung
mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan dan
penyimpanan data (Ali, 1993:42)
Data primer akan diperoleh dari responden di SMPN 235 Jakarta.
Terdapat dua jenis responden dari penelitian ini. Responden jenis pertama
adalah siswa SMPN 235 Jakarta dan responden jenis kedua adalah orangtua
dari siswa yang bersangkutan. Dari tiap tingkatan (kelas VII, VIII, dan IX)
akan dipilih 2 siswa di mana 1 siswa laki-laki dan 1 siswa perempuan,
sehingga secara keseluruhan akan diperoleh 6 siswa yang menjadi
responden pada penelitian ini. Siswa dari tiap tingkatan dipilih agar dapat
dilihat perbedaan perkembangan kepribadian bagi remaja berdasarkan
tingkatan kelasnya. Remaja yang baru memasuki dunia Sekolah Menengah
Pertama (SMP) secara psikologis tentu tidak sama dengan remaja yang
sudah akan lulus dari SMP. Begitu pula dengan jenis kelamin responden.
Penelitian ini akan mencakup perbedaan perkembangan psikologis antara
remaja laki-laki dan remaja perempuan.

b. Data Sekunder.
Sumber data pendukung merupakan data-data yang digunakan untuk
memperkuat sumber data utama. Sumber data sekunder diantaranya didapat
dari hasil wawancara dengan orang tua tunggal/wali untuk memperkuat
data. Data lain juga didapat dari sumber bacaan dan berbagai sumber
lainnya. Sumber data pendukung disini adalah buku-buku yang terkait
dengan cara mendidik anak dan berbagai macam yang berkaitan dengan
orang tua tunggal.

D. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi
Observasi adalah peninjauan secara cermat (Alwi, 2007:794).
Sedangkan menurut Hadi (1980:136) sebagai metode ilmiah observasi dapat
diartikan sebagai tentang fenomena-fenomena yang diselidiki dilakukan
dengan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap pola asuh yang diterapkan
orang tua tunggal untuk mengetahui perilaku yang dipengaruhi oleh
perkembangan psikologisnya.
2. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data langsung secara lebih
mendalam dan akurat tentang permasalahan yang diteliti. Dalam
pelaksanaannya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada enam
siswa dari tiap tingkatan (kelas VII, VIII, dan IX) akan dipilih 2 siswa di
mana 1 siswa laki-laki dan 1 siswa perempuan. Metode ini peneliti lakukan
dengan bertatap muka secara langsung dengan subjek penelitian, guna
mendapat data yang valid. Selain melakukan wawancara dengan enam
siswa tersebut, peneliti juga mengadakan wawancara dengan orang tua yang
bersangkutan sebagai pendukung sumber data utama.
3. Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode-metode yang lain adalah metode
dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda,
dan sebagainya (Arikunto, 2010:274). Metode dokumentasi ini peneliti
gunakan sebagai pelengkap dalam mengumpulkan data. Dalam
penerapannya, metode berwujud arsip dan dokumen tertulis yang peneliti
peroleh dari kantor kepala desa tentang profil desa dan data single parent di
SMPN 235 Jakarta, serta foto-foto kegiatan selama proses observasi dan
wawancara langsung.

E. Analisis Data

Prof. Dr. Sugiyono, Dosen UNS mengatakan bahwa analisis data


adalah proses dalam penelitian yang sangat sulit, dikarenakan harus bisa
berpikir kreatif, kerja keras serta berwawasan. Oleh sebab itu, analisis data
suatu penelitian dengan penelitian lainya tidak akan sama. Sedangkan John
Tukey seorang ahli matematika dari Amerika mengatakan bahwa analisis
data adalah suatu prosedur menganalisis data, teknik untuk menafsirkan
sebuah data yang nantinya analisis tersebut akan membuat data menjadi
lebih mudah dipahami dan lebih akurat.
Dari dua pengertian analisis data tersebut, penulis dapat
menyimpulkan bahwa analisis data ada suatu proses pengolahan data yang
didasarkan pada kreativitas dan wawasan peneliti untuk memperoleh sebuah
analisis data yang dapat mempermudah dan mengakuratkan data penelitian
untuk memperoleh sebuah kesimpulan.
Penelitian ini akan menggunakan metode analisis data kualitatif.
Metode analisis data kualitatif adalah metode pengolahan data secara
mendalam dengan data hasil pengamatan, wawancara, dan literatur.
Kelebihan metode ini adalah kedalaman dari hasil analisisnya, dimana si
analis memainkan peran penting dalam proses analisis sebagai alat dari
penelitian. Analisis data kualitatif biasanya membahas permasalahan yang
berkonsep atau penjelasan. Adapun teknik analisis data kualitatif terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu::
a. Analisis Konten
Teknik ini bisa digunakan apabila harus memahami keseluruhan
pembahasan yang ada pada data.
b. Analisis Naratif
Teknik analisis ini berfokus pada bagaimana suatu ide atau gagasan
penelitian dinarasikan oleh subyek penelitian.
c. Analisis Wacana
Teknik ini juga bisa digunakan untuk menganalisis suatu gagasan
seperti teknik analisis naratif. Perbedaanya adalah di teknik ini
terjalin komunikasi antara responden dan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Adiratna, A. (2014). Succesful Single Parent. Yogyakarta: Charissa Publisher.


Ali, M. (1993). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung:
Angkasa.
Alwi, H. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Asri, I. G. (2018). "Hubungan Pola Asuh Terhadap Perkembangan Anak Usia
Dini". Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 2(1), 1-9.
Budiman, d. T. (2015). "Hubungan Pola Asuh Terhadap Perkembangan Anak
Usia Dini".
Dagun, S. M. (2002). Psikologi Keluarga. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Gunarsa, S. D. (2004). Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. . Jakarta:
Gunung Mulia.
Haryanto, J. T. (2012). Transformasi dari Tulang Rusuk Menjadi Tulang
Punggung. Yogyakarta: CV. Arti Bumi Intaran.
Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak Jilidi 2. Jakarta: Erlangga.
Ilahi, M. T. (2013). Quantum Parenting: Kiat Sukses Mengasuh Anak secara
Efektif dan Cerdas. Yogyakarta: Katahati.
Kristo, F. Y. (2017). "Kisah Inspiratif Pria Broken Home yang Menaklukkan Bill
Gates". Diambil kembali dari https://inet.detik.coom/cyberlife/d-
3577177/kisah-inspiratif-pria-broken-home-yang-menaklukkan-bill-gates
Lie, F. P. (t.thn.). "TUMBUH KEMBANG ANAK BROKEN HOME".
Masganti. (2015). "PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI JILID I".
Medan: Perdana Publishing.
Moleong, L. J. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya .
Nugraheni, P. N. (t.thn.). "PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS ANAK USIA DINI
KORBAN BROKEN HOME".
Nugraheni, P. N. (2014). PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS ANAK USIA DINI
KORBAN BROKEN HOME.
Rahman, U. (2009). "PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
JILID I". Lentera Pendidikan, 12(1), 46-57.
Ramadhan, P. E. (t.thn.). "ANALISIS DAMPAK PERCERAIAN ORANGTUA
TERHADAP ANAK REMAJA". Jurnal Pekerjaan Sosial, 2(1), 109-119.
Ramadhani, T. D. (2016). "KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS
(PSYCHOLOGICAL WELL - BEING) SISWA YANG
ORANGTUANYA BERCERAI.". Jurnal Bimbingan Konseling, 5(1).
Sulistiyanto, A. (2017). "Broken Home".
Trianingsih, R. I. (t.thn.). "PENGARUH KELUARGA BROKEN HOME
TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL DAN PSIKOSOSIAL
SISWA KELAS V SDN 1 SUMBERBARU BANYUWANGI." . Jurnal
Pendidikan Anak dan Karakter, 2(1).
"Keluarga Broken Hoome Dorong Anak Berbuat Kejahatan". (2011). Diambil
kembali dari DetikNews: https://news.detik.com/berita/d-
1795462/keluarga-broken-home-dorong-anak-berbuat-kejahatan
Perundang-Undangan:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai