Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA

DENGAN PENGASUHAN ORANG TUA TUNGGAL


DI JAKARTA
(Studi Kasus pada Siswa SMPN 235 Jakarta)

Proposal Skripsi

Disusun oleh:
Usamah Abdi Robbani (20180710138)

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan


karunia dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyusun proposal skripsi dengan
judul “Analisis Perkembangan Kepribadian Remaja dengan Pengasuhan Orang
Tua Tunggal di Jakarta (Studi Kasus pada Siswa SMPN 235 Jakarta)” sebagai
tugas untuk memenuhi mata kuliah Proposal Skripsi. Penulis juga mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Novia Fetri Aliza, M.Psi., Psikologi. selaku dosen pembimbing


mata kuliah Proposal Skripsi;
2. Ayah dan ibu, serta kakak dan adik-adik yang senantiasa menyalurkan
dukungan jiwa dan raga untuk mendukung penulis.

Proposal skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan
selanjutnya.

Yogyakarta, 21 Maret
2021

Usamah Abdi Robbani


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG MASALAH.......................................................................4
B. IDENTIFIKASI MASALAH.................................................................................5
C. BATASAN RUANG LINGKUP PENELITIAN....................................................5
D. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................6
E. TUJUAN PENELITIAN........................................................................................6
F. MANFAAT PENELITIAN....................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI....................................................7
A. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................7
B. KERANGKA TEORI...........................................................................................12
BAB III...........................................................................................................................16
METODE PENELITIAN..............................................................................................16
B. PENDEKATAN PENELITIAN...........................................................................16
C. OPERASIONAL KONSEP..................................................................................16
D. LOKASI PENELITIAN.......................................................................................19
E. SUBYEK PENELITIAN......................................................................................19
F. DATA DAN JENIS DATA..................................................................................19
G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA....................................................................20
H. ANALISIS DATA................................................................................................21
I. KREDIBILITAS PENELITIAN..........................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sebuah lembaga dari Departemen Kesehatan dan Layanan


Kemanusiaan (Health Resources and Services Administration/HRSA) di
Amerika Utara menyebutkan bahwa sekelompok dua orang atau lebih
yang terkait melalui proses kelahiran, perkawinan, atau adopsi dengan
hidup bersama; semua orang tersebut dianggap sebagai satu keluarga.
Keluarga adalah unit kelompok masyarakat yang alami dan fundamental,
serta berhak atas perlindungan masyarakat dan negara (United Nations,
1948). Pada dasarnya, keluarga merupakan jaringan kerabat dan
nonkerabat yang terkecil, terorganisir, dan tahan lama dengan berinteraksi
setiap hari, menyediakan kebutuhan rumah tangga anak-anak dan
menjamin kelangsungan hidupnya (Stack, 1996). Friedman (2010)
mengungkapkan bahwa keluarga memiliki fungsi afektif, fungsi sosialisasi
dan status sosial, fungsi reproduksi, fungsi perawatan kesehatan, dan
fungsi ekonomi. Setiap fungsi tersebut memiliki peran yang dimiliki oleh
oleh tiap-tiap anggota keluarga, baik dari sisi ayah maupun dari sisi ibu.
Keduanya memiliki peran atas fungsi-fungsi keluarga yang saling
melengkapi.
World Health Organization (WHO) menjelaskan dalam Handout
New Modules: Orientation Programme on Adolescent Health for Health-
care Provider bahwa masa remaja digambarkan sebagai masa dalam
kehidupan seseorang yang bukan lagi anak-anak, tetapi juga belum sampai
tahap dewasa. Masa ini merupakan periode di mana seorang individu
mengalami perubahan fisik yang sangat pesat, begitu pula dengan
perubahan psikologisnya. Selain itu, remaja sering mengalami perubahan
dalam ekspektasi sosial dan persepsi. Kapasitas individu saat masa remaja
yang berkaitan dengan pemikiran abstrak dan kritis pun berkembang
bersamaan dengan rasa kesadaran diri kepada ekspektasi sosial yang
membutuhkan kematangan emosi.
Meskipun remaja digolongkan sebagai suatu fase kehidupan yang
tidak selalu terikat dengan umur, WHO sendiri telah mendefinisikan
bahwa remaja merupakan suatu fase dalam kehidupan individu yang
dikategorikan pada anak usia 10-19 tahun dan “youth” pada anak usia 15-
24 tahun. Sehingga sekelompok orang yang berusia 10-24 tahun
dikategorikan sebagai remaja. WHO menegaskan, masa remaja ini
bukanlah sekelompok anak dengan karakteristik yang homogen,
melainkan kebutuhan mereka sangatlah bervariasi bergantung jenis
kelamin, tahap perkembangan, keadaan kehidupan dan kondisi sosial-
ekonomi lingkungannya.
Selain ditandai dengan perubahan fisik yang cepat, perkembangan
remaja juga terikat kuat dengan hubungannya dengan orang tua
(Wulandari, 2014). Adanya keinginan yang kuat untuk tetap bergantung
pada orang tua adalah ciri yang dimiliki remaja pada tahap awal. Pada
tahap pertengahan, remaja mulai mengalami konflik utama terhadap
kemandirian dan kontrol di mana terdapat dorongan besar untuk
melepaskan diri dari orang tua. Ketika hal tersebut tidak dilalui dengan
baik, akan menimbulkan perilaku berisiko yang dilakukan remaja. Hasil
Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2017
mencatat sebesar 3,6 persen remaja pria berumur 15-19 tahun pernah
melakukan hubungan seksual pranikah. Melihat rentannya perkembangan
psikologis remaja tersebut, kedua orang tua memiliki peran yang saling
melengkapi dalam pengasuhan remaja.
Ayah dan ibu memiliki peran masing-masing dalam memberikan
pengasuhan kepada anaknya. Pruett (2000) mengungkapkan saat seorang
anak memasuki tahap remaja, ayah memiliki peran penting dalam
membangun harga dirinya agar tetap positif dan juga menguatkan
keinginan anak untuk berprestasi khususnya pada remaja perempuan, serta
mengembangkan motivasi untuk sukses dalam pekerjaan dan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada remaja laki-laki.
Hasil penelitian Fatmasari (2013) mengungkapkan bentuk kedekatan
dengan ayah terlihat dari kegiatan yang bersifat informal dan rekreatif,
sementara kedekatan dengan ibu berkaitan dengan tugas rumah tangga.
Hal ini menunjukkan bahwa pengasuhan yang tepat untuk remaja harus
terdapat keseimbangan baik dari sisi ayah maupun dari sisi ibu.
Ketika terdapat ketidakseimbangan antara peran ayah dan peran
ibu, dalam hal ini karena berpisah, maka akan terjadi perubahan di dalam
keluarga berupa perubahan peran dan tugas yang harus ditanggung oleh
orang tua tunggal dalam mengasuh anak. Beban tugas yang semula
menjadi tanggung jawab dua orang (ayah dan ibu) yang saling
melengkapi, dengan terpaksa harus ditanggung hanya oleh seorang ayah
atau seorang ibu. Hal ini akan menyebabkan remaja yang kondisinya
masih dalam tahap perubahan psikologis akan mendapat
ketidakseimbangan peran orang tua. Peran ayah yang diisi juga oleh ibu
atau peran ibu yang ternyata dilakukan oleh ayah, atau bahkan benar-benar
kehilangan peran ayah atau peran ibunya karena ia hanya memiliki orang
tua tunggal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
psikologis anak dengan pengasuhan orang tua tunggal dengan studi kasus
di SMPN 235 Jakarta.
B. IDENTIFIKASI MASALAH

Keluarga merupakan unit inti pertama bagi seseorang untuk


mendapatkan pengasuhan. Keluarga yang utuh akan menghadirkan peran
serta tugas yang seimbang, baik dari sisi ayah maupun dari sisi ibu.
Remaja merupakan salah satu fase perubahan seorang individu dari anak-
anak menjadi dewasa. Ketidakseimbangan peran yang diberikan oleh
orang tua sebagai akibat dari perpisahan orang tuanya akan membuat
proses perkembangan psikologis remaja menjadi tidak stabil. Berdasarkan
uraian tersebut, maka berikut ini adalah identifikasi masalah pada
penelitian ini:
1. Pengasuhan orang tua tunggal terhadap remaja pada siswa di SMPN
235 Jakarta
2. Perkembangan psikologis remaja pada siswa dengan pengasuhan
orang tua tunggal di SMPN 235 Jakarta
3. Dampak psikologis remaja yang mendapatkan pengasuhan orang tua
tunggal di SMPN 235 Jakarta

C. BATASAN RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di SMPN 235


Jakarta dengan sampel siswa yang akan dipilih dari tiap tingkat dan jenis
kelamin yang berbeda. Hal itu guna mendapatkan responden dari ketiga
tingkatan pendidikan pertama dan tersedia baik remaja laki-laki maupun
remaja perempuan, sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi lebih kaya
analisis. Selain itu, penelitian ini akan mengangkat definisi orang tua
tunggal yang di mana seorang anak hanya tinggal bersama salah satu dari
orang tuanya, baik hanya oleh ayah saja maupun oleh ibu saja, tanpa
menetapkan sebab berpisahnya kedua orang tua. Hal ini dikarenakan
mungkin saja terdapat perbedaan perkembangan psikologis remaja ketika
diasuh oleh orang tua tunggal yang ditinggalkan meninggal atau yang
ditinggalkan karena bercerai. Informasi tersebut akan menjadi tambahan
analisis bila dimasukkan ke dalam hasil.
D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah


dijelaskan di atas, penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengasuhan orang tua tunggal terhadap remaja pada siswa
SMPN 235 Jakarta?
2. Bagaimana perkembangan kepribadian remaja pada siswa dengan
pengasuhan orang tua tunggal di SMPN 235 Jakarta?
3. Bagaimana dampak pengasuhan orang tua tunggal terhadap
perkembangan kepribadian siswa di SMPN 235 Jakarta?

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut ini adalah tujuan


dari penelitian ini:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengasuhan orang tua tunggal terhadap
remaja pada siswa SMPN 235 Jakarta;
2. Untuk menganalisis perkembangan psikologis remaja pada siswa
dengan pengasuhan orang tua tunggal di SMPN 235 Jakarta;
3. Untuk mengidentifikasi dampak psikologis remaja yang mendapatkan
pengasuhan orang tua tunggal.

F. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dan pembahasan dari penelitian ini diharapkan mampu
menjadi referensi pengetahuan mengenai perkembangan psikologis
remaja. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber
informasi bagi pendidik di bidang psikologi dalam memahami
perkembangan psikologis remaja.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi bagi orang tua dalam memahami perkembangan
psikologis remaja dan menjadi pertimbangan kembali saat akan
melakukan perpisahan dengan pasangannya agar tidak terjadi
ketidakseimbangan peran yang dialami orang tua tunggal sehingga
berdampak pada psikologis anak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Keluarga
Keluarga adalah sekelompok orang yang terdiri atas individu yang
bergabung bersama atas dasar ikatan pernikahan, darah, adopsi, dan
tinggal di dalam satu rumah yang sama (Friedman, 2010). Berdasarkan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami-istri,
atau ayah dan anak-anaknya atau ibu dan anak-anaknya.
Terdapat beberapa tipe/bentuk keluarga (Sudiharto, 2007), yaitu
sebagai berikut:
a. Keluarga inti (nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk
karena ikatan perkawinan yang direncanakan, terdiri atas suami,
istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun karena
adopsi.
b. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga
tempat asal seseorang dilahirkan.
c. Keluarga besar (extended family), adalah keluarga inti ditambah
keluarga lain karena adanya hubungan darah, seperti kakek, nenek,
paman, bibi, dan sepupu.
d. Keluarga berantai (social family), adalah keluarga yang terdiri atas
pria dan wanita yang meikah lebih dari satu kali dan merupakan
suatu keluarga inti.
e. Keluarga duda atau janda, adalah keluarga yang terbentuk karena
perceraian dan/atau kematian pasangan.
f. Keluarga komposit (composite family), adalah keluarga dari
perkawinan poligami dan hidup bersama.
g. Keluarga kohabitasi (cohabitation), adalah dua orang menjadi satu
keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di
Indonesia, bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan
budaya timur.
h. Keluarga inses (incest family), yaitu keluarga yang terbentuk
karena pengaruh nilai-nilai global dan perkembangan informasi
sehingga membentuk hubungan tidak wajar antara anak perempuan
menikah dengan ayah kandungnya, ayah menikah dengan anak
perempuan tirinya, dan sebagainya.
i. Keluarga tradisional dan nontradisional, di mana keluarga
tradisional memiliki ikatan atas dasar perkawinan, sementara
keluarga nontradisional tidak memiliki ikatan atas dasar
perkawinan.

Selain memiliki bentuk-bentuk yang beragam, keluarga juga


memiliki fungsi di dalamnya. Menurut Friedman (2010), keluarga
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif memiliki hubungan dengan fungsi internal keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan psikososial. Keluarga memberikan
fungsi kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam
membentuk identitas dan mempertahakannya saat ada gangguan.
Fungsi ini merupakan sumber energi kebahagiaan keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi ini berperan dalam mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah
untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi merupakan fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga memiiliki fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
e. Fungsi keperawatan atau pemeliharaan kesehatan
Fungsi ini berperan dalam mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
2. Pola Asuh
Pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang
tua dalam mendidik anak sebagai wujud dari rasa tanggung jawab
kepada anak. Pola asuh adalah bentuk nyata dalam proses
pemeliharaan anak dengan menggunakan metode yang berpusat pada
pemberian kasih sayang dan ketulusan cinta yang mendalam dari orang
tua kepada anak (Takdir, 2013).
Orang tua dapat memberikan pola asuh yang bersifat langsung dan
tidak langsung. Pola asuh langsung artinya orang tua memberikan
pembentukan kepribadian, kecerdasan dan keterampiilan yang
dilakukan secara sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman,
penciptaan situasi maupun pemberian hadiah. Sedangkan, pola tidak
langsung merupakan contoh yang diberikan oleh orang tua dalam
kehidupan sehari-hari melalui tutur kata sampai kepada adat kebiasaan.
Terdapat jenis pola asuh yang dapat dibedakan, yaitu sebagai
berikut:
a. Pola Asuh Otoriter.
Santrock (2007) menerangkan bahwa pola asuh otoriter adalah
bentuk orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dari
orang tua. Orang tua menerapkan batas dan kendali yang tegas
pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal.
b. Pola Asuh Demokratis
Boeree (2008) berpendapat bahwa pola asuh demokratis
menandakan bahwa anak diberi kebebasan dan diikutkan dalam
pengambilan keputusan keluarga. Aturan diterangkan dengan jelas
dan tidak semena-mena.
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif terbagi dua (Boeree, 2008) yaitu permisif
indifferent dan permisif indulgent. Permisif indifferent memiliki
ciri berupa gaya orang tua yang sangat tidak terlibat dalam
kehidupan anak. Gaya ini biasanya mengakibatkan anak tidak
memiliki kemampuan sosial dan seringkali anak merasa tidak
memiliki harga diri. Sementara itu, permisif indulgent ditandai
dengan orang tua yang selalu membiarkan anaknya melakukan apa
yang mereka inginkan. Biasanya anak dengan pola asuh permisif
indulgent jarang belajar menghormati orang lain dan kesulitan
untuk mengendalikan perilakunya.

Istilah orang tua tunggal atau single parent (Haryanto, 2012) adalah
orang tua yang secara sendiri membesarkan anak-anaknya tanpa
kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangannya. Keluarga dari
orang tua tunggal merupakan wujud akibat pembubaran ikatan
perkawinan antara suami dan istri melalui cara perceraian atau
kematian. Permasalahan dalam keluarga dengan orang tua tunggal
ialah merasa kesepian, tanggung jawab mengasuh dan mencari sumber
penghasilan menjadi besar, kekurangan waktu untuk mengurus diri dan
keluarga, hingga kelelahan menanggung tanggung jawab dan
membesarkan anak sendiri.
Goode (2007) menyatakan bahwa anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang berbahafia akan tumbuh bahagia dan sehat secara
psikologis. Sebaliknya, anak yang dibesarkan dengan keluarga yang
terpisah akan menghasilkan remaja nakal yang dua kali lebih tinggi
dibandingkan dengan keluarga yang utuh.
3. Remaja
Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to
grow atau to grow maturity yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. World Health Organization menggambarkan masa remaja
merupakan masa dalam kehidupan seseorang yang bukan lagi anak-
anak, melainkan belum dewasa. Masa remaja merupakan fase
pengembangan dari berbagai bidang, yaitu munculnya karakteristik
pubertas hingga kematangan seksual dan reproduksi; perkembangan
proses mental dan identitas orang dewasa; dan transisi dari sosial
ekonomi dan ketergantungan emosional terhadap kemandirian relatif
(WHO, 2006).
4. Perkembangan Remaja
Umami (2019) menyimpulkan bahwa secara umum perkembangan
merupakan suatu proses perubahan dalam diri individu yang bersifat
kualitatif atau fungsi psikologis yang berlangsung secara terus menerus
ke arah yang lebih baik (progresif) menuju kedewasaan. Definisi
perkembangan pada umumnya mencakup unsur-unsur berikut ini:
a. Adanya perubahan fungsi psikologis yang bersifat kualitatif, yaitu
perubahan yang dapat dilihat melalui adanya kemampuan dalam
bertingkah laku sosial, emosional, moral maupun intelektual,
secara lebih matang.
b. Perubahan yang terjadi pada diri individu merupakan proses yang
berkesinambungan dan berkelanjutan sehingga perkembangan
(perubahan) pada tahap kehidupan (periode) sebelumnya
memengaruhi perkembangan pada periode sesudahnya.
c. Perubahan yang mengarah kepada pencapaian kematangan berupa
kemampuan bertingkah laku secara fisik, sosial, emosional, moral
dan intelektual sesuai dengan tingkat perkembangan tertentu dan
sesuai dengan kondisi individu yang bersangkutan.

Perkembangan remaja umumnya ditandai dengan beberapa tingkah


laku, baik yang positif maupun yang negatif. Perilaku suka melawan,
gelisah, labil, seringkali melanda remaja pada masa ini.
Berkembangnya perilaku ini, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
adanya perlakuan-perlakuan yang berasal dari lingkungan. Hal ini
seringkali terjadi karena kurangnya pemahaman orang-orang di
sekeliling individu tentang proses dan makna perkembangan remaja.
Menurut Blair & Jones, 1964; Ramsey, 1967; Mead, 1970; Dusek,
1977; Besonkey, 1981 dalam Umami, 2019, perkembangan remaja
memiliki ciri khas sebagai berikut:
a. Mengalami perubahan fisik (pertumbuhan) paling pesat
dibandingkan dengan periode perkembangan sebelum maupun
sesudahnya. Tulang-tulang badan memanjang lebih cepat sehingga
tubuh nampak makin besar dan kokoh. Demikian juga dengan alat-
alat pencernaan dan organ tubuh bertambah kuat dan siap berfungsi
sempurna.
b. Memiliki energi yang berlimpah secara fisik dan psikis yang
mendorong mereka untuk berprestasi dan beraktivitas. Periode
remaja merupakan periode paling kuat secara fisik dan paling
kreatif secara mental sepanjang periode kehidupan manusia.
c. Memiliki fokus perhatian yang lebih terarah pada teman sebaya
dan secara berangsur melepaskkan diri dari keterikatan dengan
keluarga terutama orang tua. Namun keinginan melepaskan diri
tersebut seringkali tidak dibarengi dengan kemandairian dalam
bidang ekonomi.
d. Memiliki ketertarikan yang kuat dengan lewan jenis. Pada periode
ini, remaja mulai mengenal hubungan lawan jenis bukan sekedar
sebagai kawan, melainkan mengarah kepada saling menyukai.
e. Memiliki keyakinan kebenaran tentang keagamaan. Pada masa ini
remaja berusaha menemukan kebenaran yang hakiki.
f. Memiliki kemampuan untuk menunjukkan kemandirian.
Kemandirian remaja biasanya akan ditunjukkan pada kemampuan
mereka dalam mengambil keputusan terkait dengan kegiatan dan
aktivitas mereka.
g. Mengalami kesulitan dalam hal penyesuaian diri karena berada
pada periode transisi antara kehidupan masa anak-anak dan
kehidupan masa dewasa. Pada waktu tertentu orang tua mereka
menganggap mereka terlalu muda untuk terliibat dalam suatu
kegiatan (misalnya menyetir mobil ke luar kota), namun pada
waktu lain mereka diminta berperilaku sebagai orang dewasa,
misalnya pengganti ayah. Diyakini bahwa ketidakmenentuan
perlakuan orang dewasa terhadap remaja menjadikan remaja
mengalami konflik peran.
h. Pencarian identitas diri. Remaja ingin menjadi seseorang yang
dianggap benar dalam menghadapi kehidupan ini. Oleh karena itu,
remaja memerlukan keyakinan hidup yang benar untuk
mengarahkan mereka dalam bertingkah laku. Remaja
membutuhkan suatu keyakinan bertingkah laku sebagai anggota
keluarga, sebagai pelajar, sebagai anggota bahsa Indonesia, agar
dapat memfungsikan dirinya secara sosial, emosional, moral, dan
intelektual yang dapat menimbulkan kebahagiaan pada dirinya.
Keyakinan-keyakinan tersebut dapat dimiliki remaja jika ia
diperkenalkan dengan nilai-nilai keyakinan itu, diberikan model
atau contoh dari orang-orang dewasa yang dekat dengan sekitarnya
(orang tua dan guru).
Ajhuri (2019) menjelaskan terdapat beberapa aspek perkembangan
yang dialami individu, salah satunya adalah perkembangan
kepribadian. Kepribadian (Makmun, 1996) merupakan kualitas
perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya
terhadap lingkungan secara unik. Keunikan penyesuaian tersebut
sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian berikut ini:
a. Karakter, yaitu ciri khas yang dimiliki individu, misalnya dia
berkarakter lembut, suka marah, keras kepala, dll.
b. Tempramen, yaitu cepat atau lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c. Sikap, yaitu respon terhadap objek baik yang bersifat positif
maupun negatif.
d. Tanggung jawab, yaitu kesiapan untuk menerima resiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan.
e. Kawan sebaya, yaitu jika seseorang berkawan dengan anak yang
baik kemungkinan besar ia akan berkepribadian baik pula.

Penelitian serupa yang telah dilakukan oleh Adventina S. (2019) di


Yogyakarta memberikan hasil bahwa orang tua yang merupakan subjek
penelitiannya lebih memilih untuk menggunakan pola asuh yang bebas
bertanggung jawab. Artinya, tidak terlalu memberikan banyak aturan,
tetapi lebih memberikan kebebasan untuk anaknya dalam bertindak. di
Yogyakarta. Subjek penelitian menyatakan bahwa pemberian pola asuh
tersebut baginya cocok diterapkan kepada anaknya. Di samping itu, subjek
penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat kekhawatiran saat
memberikan pola asuh yang baik, yaitu sulit untuk mengatur waktu karena
disibukkan dengan mencari nafkah.
Penelitian lain yang dilakukan Sapitri (2017) di Lampung Selatan
menunjukkan bahwa pola asuh demokratis memberikan pengaruh besar
dalam membentuk kematangan emosi remaja. Sedangkan pola asuh
otoriter dan permisif belum mampu membentuk kematangan emosi yang
sama.

B. Kerangka Pikir
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini akan mengungkapkan
pola asuh yang digunakan oleh orang tua tunggal dilihat dari sisi orang
tua. Selanjutnya, aspek-aspek kepribadian remaja akan diteliti dalam
penelitian ini. Berikut ini adalah kerangka pikir penelitian yang digunakan
pada penelitian ini:
Karakter

Tempramen

Pola Asuh
Orang Tua Sikap
Tunggal

Tanggung jawab

Teman sebaya

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian


BAB III

METODE PENELITIAN

A. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan pada … dengan responden siswa SMPN


235 Jakarta. Dari seluruh siswa SMPN 235 Jakarta, akan dilakukan pemilihan
siswa berdasarkan status pengasuhan orang tua tunggalnya. Seorang siswa
dikatakan mendapatkan pengasuhan orang tua tunggal apabila ia hanya tinggal
dengan ayahnya atau ibunya saja. Penelitian ini tidak mencakup siswa yang
diasuh oleh selain orang tua, misal dengan pamannya atau bibinya, karena akan
terdapat perkembangan psikologis yang berbeda bila dengan orang tua.

B. METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer akan diperoleh dari responden di SMPN 235 Jakarta. Terdapat dua jenis
responden dari penelitian ini. Responden jenis pertama adalah siswa SMPN 235
Jakarta dan responden jenis kedua adalah orang tua dari siswa yang
bersangkutan. Dari tiap tingkatan (kelas VII, VIII, dan IX) akan dipilih 2 siswa di
mana 1 siswa laki-laki dan 1 siswa perempuan, sehingga secara keseluruhan akan
diperoleh 6 siswa yang menjadi responden pada penelitian ini.
Siswa dari tiap tingkatan dipilih agar dapat dilihat perbedaan
perkembangan kepribadian bagi remaja berdasarkan tingkatan kelasnya. Remaja
yang baru memasuki dunia Sekolah Menengah Pertama (SMP) secara psikologis
tentu tidak sama dengan remaja yang sudah akan lulus dari SMP. Begitu pula
dengan jenis kelamin responden. Penelitian ini akan mencakup perbedaan
perkembangan psikologis antara remaja laki-laki dan remaja perempuan.
Selanjutnya, seluruh responden, baik siswa maupun orang tuanya, akan
diwawancarai menggunakan kuesioner dan dilakukan observasi untuk
mengetahui perilaku yang dipengaruhi oleh perkembangan psikologisnya. Selain
itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa studi literatur untuk
mendapatkan analisis-analisis yang lebih tajam dan terperinci.

C. OPERASIONAL KONSEP

Berikut adalah pertanyaan yang akan diajukan kepada subyek untuk mengetahui
pola asuh yang didapatkan dari perspektif subyek.
Pertanyaan berikut akan ditunjukkan untuk subyek yang menerima pola asuh
demokrasi:
1. Apakah anak anda mempunyai orangtua lengkap?
2. Kalau saya boleh tau, Apa latar belakang pendidikan anda?
3. Apakah anda memberikan nasihat dan juga memberikan kebebasan
namun masih dalam pengawasan anda dalam hal pola asuh di
lingkungan yang anda alami sehari-hari?
4. Hal yang seperti apa yang di perbolehkan dan menjadi batasan buat
anak anda?
5. Apakah anda memberikan perhatian terhadap anak anda? Pola asuh
seperti apa yang anda terapkan kepada anak anda?
6. Bagaimana pola asuh anak anda dalam sehari-hari?
7. Tipe pola asuh yang bagaimana yang anda terapkan pada anak anda?
8. Apa yang anda ketahui tentang pola asuh orangtua?
9. Faktor apa saja yang mempengaruhi pola asuh orang tua?
10. Bagaimana peran orangtua terhadap anak?

Pertanyaan berikut akan ditunjukkan kepada subyek yang menerima pola asuh
otoriter:
11. Apakah anda termasuk orangtua yang disiplin dan keras dalam
mendidik anak anda? Misalnya seperti apa? Bisa berikan contohnya?
12. Apakah anda sering memberikan nasihat? Dan nasihat yang bagaimana
yang mereka berikan kepada anak anda?
13. Pasti anda pernah berlaku tegas terhadap anak anda? Apakah anak anda
menganggap bahwa anda memarahinya?
14. Pernahkah anda melakukan hal yang membuat anak anda marah? Hal
yang seperti apa yang membuat anak anda marah?
15. Apakah anda pernah menghukum anak anda secara fisik? Mengapa
anda menghukum anak anda secara fisik? Dan hukuman fisik yang
seperti apa yang anda lakukan untuk anak anda?
16. Apakah anda tipe orangtua yang tertutup? Dalam hal seperti apa anda
tertutup? Mengapa anda demikian
17. Selama dalam pola asuh otoriter, Apakah anak anda merasa tertekan?
Mengapa demikian?
18. Apakah anak anda termasuk orang yang mudah terpengaruh? Dalam hal
apa anak anda mudah terpengaruh?
19. Tujuan kedepan anda sebagai orangtua seperti apa dan bagaimana? Bisa
diceritakan?
20. Apakah anak anda mudah bergaul dengan orang-orang di sekitar anda?
21. Dalam lingkungan pergaualan, apakah anak anda termasuk orang yang
percaya diri? Dalam hal apa percaya diri seperti apa anak anda?
22. Apakah anda sebagai orangtua pernah memberikan pujian kepada anak
anda? Jika pernah apakah anda pernah mewujudkan apa yang anak anda
inginkan?
23. Apakah anda pernah memaksa anak anda melakukan hal yang anda mau
yang tidak disukai anak anda? Coba berikan contohnya?

Pertanyaan berikut akan ditunjukkan kepada subyek yang menerima pola asuh
permisif:
24. Apakah anda sering memberikan kebebasan, pada anak anda dalam
segala hal yang anak anda lakukan?
25. Selama ini komunikasi seperti apa yang berjalan di keluarga anda?
Apakah setiap yang anda katakan selalui dituruti oleh anak anda?
26. Pernahkah anak anda mengabaikan nasehat yang anda berikan?
Mengapa demikian
27. Seberapa besar perhatian anda kepada anak anda?
28. Seberapa penting menurut anda pendidikan keluarga islam dalam
kehidupan sekarang ini?

D. METODE ANALISIS
Prof. Dr. Sugiyono, Dosen UNS mengatakan bahwa analisis data adalah
proses dalam penelitian yang sangat sulit, dikarenakan harus bisa berfikir kreatif,
kerja keras serta berwawasan. Oleh sebab itu, analisis data suatu penelitian
dengan penelitian lainya tidak akan sama. Sedangkan John Tukey seorang ahli
matematika dari Amerika mengatakan bahwa analisis data adalah suatu prosedur
menganalisis data, teknik untuk mentafsirkan sebuah data yang nantinya analisis
tersebut akan membuat data menjadi lebih mudah dipahami dan lebih akurat.
Dari dua pengertian analisis data tersebut, penulis dapat menyimpulkan
bahwa analisis data ada suatu proses pengolahan data yang didasarkan pada
kreatifitas dan wawasan peneliti untuk memperoleh sebuah analisis data yang
dapat mempermudah dan mengakuratkan data penelitian untuk memperoleh
sebuah kesimpulan.
Dalam proses analisis data terdapat dua macam teknik yang dapat
digunakan, yaitu :
1. Teknik analisis data Kualitatif
Adalah teknik yang digunakan apabila data yang tidak dapat diangkakan
atau bersifat non numerik. Analisis data kualitatif biasanya membahas
permasalahan yang berkonsep atau penjelasan . Adapun teknik analisis data
kualitatif :
1. Analisis Konten
Teknik ini bisa digunakan apabila harus memahami keseluruhan
pembasan yang ada pada data.
2. Analisis Naratif
Teknik analisis ini berfokus pada bagaimana suatu ide atau gagasan
penelitian dinarasikan oleh subyek penelitian.
3. Analisis Wacana
Teknik ini juga bisa digunakan untuk menganalisis suatu gagasan
seperti teknik analisis naratif. Perbedaanya adalah di teknik ini terjalin
komunikasi antara responden dan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Nugraheni, Putri Novitasari. 2014. “PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS ANAK


USIA DINI KORBAN BROKEN HOME”.

Lie, Fitriyani, Pupung Puspa Ardini, Setiyo Utoyo, dan Yenti Juniarti.
“TUMBUH KEMBANG ANAK BROKEN HOME”.

Sulistiyanto, Ari. 2017. “Broken Home”.

Trianingsih, Rima, Isna Nurul Inayati, dan Riza Faishol. 2019. “PENGARUH
KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP PERKEMBANGAN
MORAL DAN PSIKOSOSIAL SISWA KELAS V SDN 1
SUMBERBARU BANYUWANGI”. Jurnal Pendidikan Anak dan
Karakter, 2(1).

Ramadhani, Putri Erika, dan Hetty Krisnani. 2019. “ANALISIS DAMPAK


PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP ANAK REMAJA”. Jurnal
Pekerjaan Sosial, 2(1), 109-119.

Ramadhani, Tia, Djunaedi, dan Atiek Sismiati S. 2016. “KESEJAHTERAAN


PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELL – BEING) SISWA YANG
ORANGTUANYA BERCERAI”. Jurnal Bimbingan Konseling, 5(1).

Asri, I G A A Sri. 2018. “Hubungan Pola Asuh Terhadap Perkembangan Anak


Usia Dini”. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 2(1), 1-9.

Budiman, dan Tapiana Sari Harahap. 2015. “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
terhadap Perkembangan Anak Usia Dini”.

Masganti. 2015. “PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI JILID


I”. Medan: Perdana Publishing.

Rahman, Ulfiani. 2009. “PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI


JILID I”. Lentera Pendidikan, 12(1), 46-57.

DetikNews. 2011. “Keluarga Broken Home Dorong Anak Berbuat Kejahatan”.


https://news.detik.com/berita/d-1795462/keluarga-broken-home-dorong-
anak-berbuat-kejahatan (diakses pada 20 Maret 2021)

Kristo, Fino Yurio. 2017. “Kisah Inspiratif Pria Broken Home yang Menaklukkan
Bill Gates”. https://inet.detik.com/cyberlife/d-3577177/kisah-inspiratif-
pria-broken-home-yang-menaklukkan-bill-gates (diakses pada 20 Maret
2021)

Anda mungkin juga menyukai