Anda di halaman 1dari 24

ISU PERMASALAHAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM

PENDIDIKAN (ANALISIS BERDASARKAN PRINSIP


PERKEMBANGAN, TUGAS PERKEMBANGAN, PERIODESASI
PERKEMBANGAN)

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Perkembangan Peserta Didik
Yang dibina oleh Ibu Vita Ria Mustika Sari, S.Pd., M.Pd

Oleh :

Kelompok 11/Offering B

1. Nurul Umi Marfuah (150351602244)


2. Savira Mahdia (150351608353)
3. Septi Putri Ayu (150351600451)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
APRIL 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan Karunia, Rahmat,
dan Hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Isu Permasalahan Remaja Serta Implikasinya Dalam
Pendidikan”, disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik. Makalah ini disusun dengan segala kemampuan, namun makalah ini masih
banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk
memeperbaiki makalah ini.
Semoga makalah ini bisa memberikan informasi dan bermanfaat bagi
pembaca. Khususnya yang ingin lebih mengetahui mengenai Isu Permasalahan
Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan.
Malang, 12 April 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……........................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL....................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................5

1.3 Tujuan....................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian remaja...................................................................................6

2.2 Profil perkembangan remaja..................................................................8

2.3 Bentuk permasalahan yang timbul pada remaja...................................10

2.4 Faktor permasalahan remaja................................................................14

2.5 Implikasi terhadap pendidikan……………………………………….18

2.6 Contoh studi kasus permasalahan remaja……………………………21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan penyimpangan dan
ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori
perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan
perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan
lingkungan.

Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja,


mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa
kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk
pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka
akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan.
Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan
keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.

Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia


kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Fenomena perubahan-perubahan
psikofisik yang menonjol terjadi pada masa remaja, baik dibandingkan masa-masa
sebelumnya maupun sesudahnya mengundang banyak tafsiran. Seperti, perubahan
sosial kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang
ditunjukan remaja membuat beberapa ahli memasukan mereka dalam kategori
remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan
sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat
individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja,
dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus
berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.

Dilihat dari usia dan perkembangannya, nampak bahwa kelompok remaja


ini tergolong pada kelompok masa peralihan dalam pengertian remaja merupakan

4
dekade yang bersifat sementara yaitu rentang waktu antara usia anak-anak dengan
usia dewasa, sehingga bisa dipahami bahwa pada setiap periode transisi selalu ada
gejolak yang menyertai perubahan. Dan masa transisi ini pulalah yang
mengakibatkan remaja setelah mengalami kuantitas dan kualitas yang berbeda.

Kegagalan remaja dalam melakukan tugas perkembangannya termasuk


dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya sering menimbulkan
konflik-konflik internal maupun konflik yang terjadi antar individu dan kelompok
yang mengarah pada munculnya perilaku menyimpang atau kenakalan
remaja. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya perilaku menyimpang
atau kenakalan yang sering muncul pada kelompok remaja sebenarnya merupakan
kompensasi dari segala kekurangan dan kegagalan yang dialaminya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah Remaja itu?
1.2.2 Apa saja profil perkembangan remaja?
1.2.3 Apa saja bentuk permasalahan yang timbul pada remaja?
1.2.4 Apa saja faktor permasalahan remaja?
1.2.5 Bagaimanakah implikasinya bagi pendidikan?
1.2.6 Apa contoh studi kasus dalam isu permasalahan remaja?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mendeskripsikan pengertian remaja.
1.3.2 Untuk mendeskripsikan profil perkembangan remaja.
1.3.3 Untuk mendeskripsikan bentuk permasalahan yang timbul pada
remaja.
1.3.4 Untuk mendeskripsikan faktor permasalahan remaja.
1.3.5 Untuk mendeskripsikan implikasinya bagi pendidikan.
1.3.6 Untuk mendeskripsikan contoh studi kasus permasalahan remaja.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami
perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan
masalah-masalah (Hurlock, 1998).

Menurut WHO, remaja adalah masa di mana individu berkembang dari saat
pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia
mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan, biologik,
psikologik, dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara
biologik ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik
ditandai dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan kepribadian, dan
secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong
peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda. Batasan usia remaja menurut
WHO adalah usia 12-18 tahun. Sementara itu, menurut BKKBN batasan usia
remaja adalah 10-21 tahun. Menurut Harold Alberty remaja merupakan suatu
periode yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-
kanak sampai masa dewasa.

Secara umum, remaja merupakan bagian dari masyarakat yang di kemudian


hari akan bertanggung jawab terhadap kemajuan suatu bangsa. Dapat dikatakan
bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati diri atau mencari
identitas dari dirinya. Jati diri yang dicari oleh seorang remaja berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di dalam masyarakat. Sehingga
mereka berupaya untuk menentukan sikapnya agar mencapai ke tingkat yang
dinamakan dewasa. Namun, pada kenyataannya, saat perkembangan remaja
menuju tahap dewasa, mereka tidak selalu dapat menunjukkan siapa dirinya dan
apa kontribusi yang dapat dilakukannya dalam masyarakat. Hal ini mungkin dapat
terjadi karena banyak faktor yang dapat berpengaruh pada diri individu semasa ia

6
kecil, baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan masyarakat pada saat ia
berkembang.

Fenomena perubahan-perubahan psikofisik yang menonjol terjadi dalam masa


remaja, baik dibandingkan masa-masa sebelumnya maupun sesudahnya,
mengundang banyak tafsiran. Sebagaimana lazimnya dalam dunia ilmu
pengetahuan (sosial, terutama) bahwa sifat tafsiran itu sangat bergantung pada
dasar pandangan (assumption) dan konsep atau kerangka dasar teoritis (conceptual
frame work) serta norma yang digunakan (frame of references) oleh penafsir atau
sarjana yang bersangkutan. Hal ini ternyata berlaku pula bagi fenomena masa
remaja seperti tampak pada beberapa contoh berikut ini :

1. Freud (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada seksual libido;


dorongan seksual), menafsirkan masa remja sebagai suatu masa mencari hidup
seksual yang mempunyai bentuk yang definitive karena perpaduan (unifikasi)
hidup seksual yang banyak bentuknya (polymorph) dan infantile (sifat
kekanak-kanakan).
2. Charlotte Buhler (yang membandingkan proses pendewasaan pada hewan dan
manusia, menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi mengisi.
Individu menjadi gelisah dalam kesunyiannya, lekas marah dan bernafsu dan
dengan ini tercipta syarta-syarat untuk kontak dengan individu lain.
3. Spranger (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada sikap individu
terhadap nilai-nilai), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa
pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah
kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup,
pertumbuhan ke arah dan ke dalam berbagai lapangan hidup.
4. Hoffman (berorientasikan kepada teori resonansi psikis), menafsirkan bahwa
masa remaja itu merupakan suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap
sesuatu yang dialami individu. Perkembangan fungsi-fungsi psikofisiknya
pada masa remaja itu berlangsung amat pesat sehingga dituntut kepadanya
untuk melakukan tindakan-tindakan integrative demi terciptanya harmoni
diantara fungsi-fungsi tersebut di dalam dirinya.

7
5. Conger (Yang menekankan pada pendekatan interdisipliner dalam
pemahamannya terhadap kehidupan remaja masa kini), sejalan dengan
pendapat Erikson (yang teori kepribadiannya berorientasi kepada
psychological crisis development), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu
masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the
worst of time. Kalo individu mampu mengatasi berbagai tuntutan yang
dihapinya secara integrative, ia akan menemukan identitasnya yang akan
dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya, kalau gagal, ia akan
berada pada krisis identitas (identity crisis) yang berkepanjangan.

2.2 Profil Perkembangan Remaja


1. Profil Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Remaja
Remaja Awal Remaja Akhir
 Laju perkembangan sangat cepat  Laju perkembangan menurun
 Proporsi ukuran tinggi dan berat  Proporsi ukuran tinggi dan berat
badan sering kurang seimbang badan tampak seimbang
 Munculnya ciri-ciri skunder  Organ reproduksi siap difungsikan
(tumbuh bulu pada pubic region,
dsb)  Lebih selektif dalam memilih
 Aktif dalam berbagai jenis aktivitas
permainan/aktivitas

2. Profil Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif Remaja


Remaja Awal Remaja Akhir
 Perkembangan bahasa sandi dan  Lebih memantapkan diri pada bahasa
mulai tertarik bahasa asing asing yang dipilihnya
 Lebih bersifat realisme kritis  Lebih bersifat rasionalisme idealis
 Mampu mengoperasikan kaidah  Logika formal disertai generalisasi
kaidah logika formal konklusif dan komprehensif
 Bakat (aptitudes) mulai  Kecenderungan bakat tertentu

8
menunjukkan kecenderungan- mencapai titik puncak
kecenderungan lebih jelas
 Cenderung berpikir dan bertindak  Sudah mulai berpikir dan bertindak
“here and now” “what next?”

3. Profil Perkembangan Perilaku Sosial, Emosional, Moralitas, dan Religius


Remaja
Remaja Awal Remaja Akhir
 Diawali dengan kecenderungan  Bergaul dengan jumlah teman
ambivalen dalam berteman terbatas dan selektif
 Kebergantungan pada teman sebaya  Mulai fleksibel terhadap teman
dan semangat komformitas sebaya
 Reaksi-reaksi dan ekspresi emosi
masih labil dan belum terkendalikan  Reaksi-reaksi dan ekspresi emosi
dengan baik tampak lebih stabil, terkendali, dan
 Mengidentifikasi diri dengan tokoh mampu menguasai diri
moralitas yang diidolakan  Identifikasi diri pada tokoh
moralitas idola sebagai hasil
 Muncul perilaku skeptis pada agama pertimbangan kemandirian nilai
 Penghayatan yang tinggi tentang
 Masih mencari dan mencoba kehidupan reliogius
menemukan pegangan hidup  Mulai menemukan pegangan hidup
yang lebih definitif

9
4. Profil Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Remaja
Remaja Awal Remaja Akhir
 Lima kebutuhan dasar (fisik, rasa  Sudah menunjukkan arah
aman, afiliasi, sosial, penghargaan, kecenderungan tertentu yang akan
perwujudan diri) mulai menunjukkan mewarnai pola dasar kepribadiannya
arah kecenderungan-
kecenderungannya.
 Reaksi-reaksi dan ekspresi emosinya  Reaksi-reaksi dan ekspresi
masih labil dan belum terkendali emosionalnya tampak mulai
seperti pernyataan marah, gembira, terkendali dan dapat menguasai
atau kesedihannya mungkin masih dirinya.
dapat berubah-ubah dalam tempo
yang cepat.
 Kecenderungan-kecenderungan arah  Kecenderungan titik berat ke arah
sikap nilai mulai tampak (teoritis, sikap nilai tertentu sudah mula jelas
ekonomis, estetis, sosial, politis, dan seperti yang akan ditunjukkan oleh
religius), meskkipun masih dalam kecendrungan minat dan pilihan
taraf eksplorasi dan coba-coba. karier atau pendidikan lanjutannya,
yaitu juga akan memberi warna
kepada tipe kepribadiannya.
 Merupakan masa kritis dalam rangka  Kalau kondisi psikososialnya
menghadapi krisis identitas yang menunjang secara positif maka mulai
sangat dipengaruhi oleh kondisi tampak dan ditemukan identitas
psikososial yang akan membentuk kepribadiannya yang relatif definitif
kepribadiannya. yang akan mewarnai hidupnya
sampai dewasa.

2.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Remaja


Menurut Gunarsa (1989) perilaku menyimpang terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

10
1. Penyimpangan bersifat moral dan asosiasi yang tidak diatur dalam Undang-
Undang (tidak melanggar hukum), seperti, membolos, kabur dari rumah atau
sekolah, dan berpakaian kurang sopan.
2. Penyimpangan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai
dengan Undang-Undang dan hukum kenakalan (remaja/delequensi), seperti
yang terjadi belakangan ini yaitu pembunuhan. Selain itu juga pemerkosaan
dan judi.
Contoh perilaku penyimpangan yang sering terjadi pada usia remaja adalah :
1. Membolos sekolah, remaja umumnya membolos sekolah dikarenakan
terdapat guru yang kurang disukai, pelajaran yang kurang disuaki atau ajakan
temn.
2. Tidak suka bergaul, dalam hal ini remaja cenderung menjauh dariteman dan
orang sekitarnya. Sehingga ia akan dianggap aneh dan tidak mempunyai
teman.
3. Berbohong, remaja pada umumnya berbohong dikarenakan mereka
melakukan hal yang dilarang atau tidak sesuai dengan norma yang ada.
Seperti berbohong masuk sekolah, padahal mereka membolos sekolah.
4. Suka berkelahi atau mengganggu teman, pada masa ini remaja cenderung
memiliki sifat usil dan ingin mendapatkan perhatian orang lain, sehingga
dengan cara usil mereka akan mendapatkan perhatian orang lain hingga
berkelahi.
5. Suka merusak fasilitas, baik fasilitas sekolah atau fasilitas umum dengan
mencoret-coret dan lain sebagainya.
6. Mencuri atau mengambil barang orang lain.
7. Suka mencari perhatian.
8. Ugal-ugalan atau kebut-kebutan di jalan.
Berdasarkan permasalahan remaja yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat dispesifikasikan bentuk-bentuk perilaku menyimpang atau kenakalan remaja
yang dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1. Delinkuensi individual
Delinkuensi individual merupakan perilaku menyimpang yang berupa
tingkah laku kriminal yang merupakan gelaja personal dengan ciri khas

11
“jahat” yang disebabkan oleh prodisposisi dan kecenderungan penyimpangan
tingkah laku psikopat, neurotis dan antisosial. Penyimpangan perilaku ini
dapat diperhebat dengan stimulus sosial yang buruk, teman bergaul yang
tidak tepat dan kondisi kultural yang kurang menguntungkan. Perilaku
menyimpang pada tipe ini sering kali bersifat simptomatik karena muncul
dengan disertai banyaknya konflik-konflik intra psikis yang bersifat kronis
dan disintegrasi pribadi.
2. Delinkuensi situasional
Bentuk penyimpangan perilaku tipe ini pada umumnya dilakukan oleh
anak-anak dalam klasifikasi normal yang dapat dipengaruhi oleh berbagai
kekuatan situasional baik situasi yang berupa stimulus sosial maupun
kekuatan tekanan lingkungan teman sebaya yang semuanya memberikan
pengaruh yang menekan dan memaksa pada pembentukan perilaku
penyimpangan. Penyimpangan perilaku dalam bentuk ini seringkali muncul
sebagai akibat transformasi kondisi psikologis dan reaksi terhadap pengaruh
eksternal yang bersifat memaksa. Dalam kehidupan remaja situasi sosial
eksternal yang menekan, terutama dari kelompok sebaya dapat dengan mudah
mengalahkan unsur internal yang berupa pikiran sehat, perasaan dan hati
nurani, sehingga memunculkan tingkah laku deinkuensi situasiona.
3. Delinkuensi sistematik
Perbuatan penyimpangan dan criminal pada anak-anak remaja dapat
berkembang menjadi perilaku menyimpang yang disistematisir dalam bentuk
suatu organisasi kelompok sebya yang berperilaku seragam dalam
penyimpangan. Kumpulan tingkah laku yang menyimpang yang disistemsir
dalam pengaturan status, norma dan peranan tertentu akan memunculkan
sikap moral yang salah dan justru muncul rasa kebanggaan terhadap
perbedaan-perbedaan dengan norma umum yang berlaku.
Semua perilaku penyimpangan yang seragam dilakukan oleh anggota
kelompok ini kemudian dirasionalisir dan dilakukan pembenaran sendiri oleh
seluruh anggota kelompok, sehingga perilak menyimpang yang dilakukan
menjadi terorganisir dan bersifat sistematis . dorongan berperilaku
menyimpang pada kelompok remaja terutama muncul pada saat kelompok

12
remaja ini dalam kondisi tidak sadar atau setengah sadar, karena berbagai
sebab dan berada dalam situasi yang tidak terawasi oleh kontro diri dan
control social. Lama kelamaan perilaku menyimpang ini diulang dan diulang
kembali, dan kemudian dirasakan enak dan menyenangkan yang kemudian
diprofesionalisasikan yang pada akhirnya digunakan untuk menegakkan
gengsi secara tidak wajar.
4. Delinkuensi komulatif
Pada hakekatnya bentuk delinkuensi ini merupakan produk dari
konflik budaya yang merupakan hasil dari banyak konflik kultural yang
kontrversial dalam iklim yang penuh konflik. Perilaku menyimpang ini
memiliki ciri utama sebagai berikut.
a. Mengandung banyak dimensi ketegangan syaraf, kegelisahan batin dan
keresahan hati pada remaja, yang kemudian disalurkan dan
dikompensasikan secara negatif pada tindak kejahatan dan agresif tak
terkendali.
b. Merupakan pemberontakan keompok remaja terhadap kekuasaan dan
kewibawaa orang dewasa yang dirasa berlebihan. Untuk dapat
menemukan identitas diri lewat perilaku yang melanggar norma sosial
dan hukum.
c. Ditemukan banyak penyimpangan seksual yang disebabkan oleh
penundaan usia perkawinan, jauh sesudah kematangan biologis tercapai
dan tidak disertai oleh kontrol diri yang kuat, hal ini bias terjadi karena
sulitnya lapangan pekerjaan ataupun sebab-sebab yang lain.
d. Banyak ditemukan munculnya tindak ekstrim radikal yang dilakukan
oleh kelompok remaja, yang mengganggu dan merugikan kehidupan
masyarakat, yaitu cara untuk memenuhi kebutuhan yang dilakukan
dengan menggunakan cara-cara kekeraan, penculikan, penyanderaan dan
sebagainya.
Dengan mencermati bentuk perilaku menyimpang yang dilihat dari dimensi
penyebabnya, maka secara fisik wujud dari perilaku menyimpang dapat berupa
perilaku sebagai berikut.

13
1. Main kebut-kebutan di jalan dengan perhitungan bahwa hal tersebut
mengganggu keamanan, keselamatan dan membahayakan jiwa diri sendiri
maupun orang lain.
2. Perilaku ugal-ugalan, berandalan urakan dan perilaku-perilaku lain yang
mengacaukan lingkungan sekitar. Hal ini sering dilakukan sebagai akibat
kelebihan energi dan dorongan primitif yang tak terkendali, serta upaya
mengisi waktu luang tanpa bimbingan orang dewasa.
3. Perkelahian antar individu, antar gang, antar kelompok, antar sekolah ataupun
antar suku, yang kesemuanya akibat negatif.
4. Membolos sekolah dan berkeliaran di sepanjang jalan atau bersembunyi di
tempat terpencil sambal melakukan eksperimen perilaku sosial.
5. Perilaku kriminalitas, yang berupa perbuatan mengancam, intimidasi,
memeras dan merampas.
6. Berpestapora sambal mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan seks bebas
yang mengganggu lingkungan.
7. Perkosaan dan agresifitas sosial atau pembunuhan karena motif seksual atau
didorong oleh reaksi-reaksi konpensatorisdan peranan inferior yang menuntut
pengakuan diri.
8. Kecanduan dan ketagihan obat terlarang yang erat kaitannya dengan tindak
kejahatan.
9. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan dengan taruhan yang mengakibatkan
kriminalitas.
10. Perbuatan anti sosial dan social yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan
pada anak-anak remaja simptomatik, neurotik dan gangguan jiwa lain.
11. Penyimpangan-penyimpangan perilaku lain yang disebabkan oleh kerusakan
pada karakter anak yang menuntut kmpensasi disebabkan oleh organ-organ
yang inferior.
2.3 Faktor Permasalahan Remaja
1. Internal
Sebab-sebab internal adalah sebab-sebab yang berasal dari kondisi
peserta didik itu sendiri. Hal ini bisa bermula dari adanya kelainan fisik
maupun kelainan psikis.

14
- Kelainan Fisik
Anak-anak yang menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk
hadir di tengah-tengah temannya yang normal. Misalnya, peserta didik
yang terlalu gemuk akan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Hal
ini membuatnya merasa tidak nyaman untuk hadir di tengah teman-
temannya.
Kelainan-kelainan fisik banyak ragamnya. Diantaranya adalah buta,
tunawicara, tunarungu, bentuk kaki yang tidak proporsional, atau
bahkan lumpuh total. Agar mereka tidak tersisihkan diantara teman-
teman yang normal, maka diselenggarakan pendidikan yang khusus.
- Kelainan Psikis
Yang dimaksud dengan kelainan psikis adalah kelainan yang terjadi
pada kemampuan berpikir (kecerdasan) seorang anak. Kelainan ini
baik secara inferior (lemah) maupun superior (kuat). Tak dapat
dipungkiri bahwa peserta didik memiliki taraf kecerdasan yang
berbeda-beda. Kecerdasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Idiot : IQ <30
Embisil : IQ 30-49
Debil : IQ 50-69
Border line : IQ 70-79
Bodoh : IQ 80-89
Sedang, rata-rata : IQ 80-109
Cerdas : IQ 110-119
Cerdas sekali : IQ 120-139
Superior : IQ >140
(Dalyono, 2009:262)

Peserta didik dalam taraf kecerdasan inferior akan sangat tersiksa


bila dikumpulkan dalam satu kelas dengan peserta didik yang
kecerdasannya rata-rata. Peserta didik dalam taraf kecerdasan superior pun
akan merasa tertekan apabila diperlakukan sama dengan peserta didik yang

15
kecerdasannya rata-rata. Ini terjadi karena mereka merasa bahwa sekolah
tidak memberi apa-apa pada mereka. Alternative terbaik untuk mendidik
mereka adalah dengan mengumpulkan mereka pada satu kelas tersendiri
atau bahkan satu sekolah khusus yang mendidik mereka.
2. Eksternal
Sebab-sebab eksternal adalah sebab-sebab yang hadir dari luar
peserta didik. Sebab-sebab eksternal ini berpangkal dari keluarga,
pergaulan, salah asuh, atau pengalaman hidup yang tak menyenangkan.
- Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama dikenal oleh
peserta didik. Peserta didik mulai menerima nilai-nilai baru dari dalam
keluarga dan dari keluargalah mereka mensosialisasikan diri. Di dalam
keluarga anak mulai tumbuh sejak kecil. Pada waktu kecil inilah
adanya apa yang disebut Media Montessori sebagai masa peka,
sedangkan Dr. Zakiah Darajat memberikan istilah adanya Persepsi
Dasar.
Orang tua otoriter akan memperlakukan anak-anaknya secara
otoriter. Perlakuan ini akan berkesan dalam jiwa anak sebagai persepsi
dasar. Sebagai kelanjutannya ialah bahwa anak tersebut akan tumbuh
dan berkembang sebagai anak yang otoriter dan keras kepala.
Anak-anak yang dibesarkan dengan segala kemudahan juga akan
mempunyai kesan bahwa segalanya itu mudah. Karenanya dia akan
sangat terpukul jika dia terpaksa harus menghadapi beberapa kesulitan
dalam memahami satu bahan pelajaran. Bahkan dia akan
memberontak.
- Pergaulan
Lingkungan kedua yang dikenal oleh anak adalah lingkungan
masyarakat atau lingkungan anak-anak yang telah dididik baik oleh
orang tuanya, anak yang mendapat kesulitan untuk mengembangkan
diri di tengah-tengah lingkungannya yang tak baik. Hal ini akan
menyebabkan jiwanya terguncang.

16
Seorang anak yang terdidik untuk jujur akan merasa jengkel jika
ternyata teman-temannya suka berbohong. Dia dihadapkan pada dua
pilihan, jujur sesuai didikan orang tua tapi tak diterima oleh kelompok
atau ikut berbohong agar diterima dengan kelompoknya meskipun
bertentangan dengan batinnya.
Jika suasana demikian, maka anak berada di persimpangan jalan.
Akan kemana anak akan melangkah sedikit banyak ditentukan oleh
intensitas masing-masing lingkungan. Jika lingkungan keluarga
ternyata lebih menyenangkan maka tentu dia akan memilih berbuat
jujur. Tapi sebaliknya, jika lingkungan pergaulan lebih intensif maka
ikut juga berbohong akan menjadi pilihannya.
Lingkungan pergaulan, karenanya juga mempunyai andil yang
sangat berarti bagi perkembangan psikis anak jika lingkungan baik
anak cenderung menjadi baik. Jika lingkungan tidak baik maka
kemnungkinan anak pun cenderung menjadi tidak baik.
- Faktor Status dan Peranannya di Masyarakat
Seseorang anak yang pernah berbuat menyimpang terhadap hukum
yang berlaku, setelah selesai menjalankan proses sanksi hukum (keluar
dari penjara), sering kali pada saat kembali ke masyarakat status atau
sebutan “eks narapidana” yang diberikan oleh masyarakat sulit
terhapuskan sehingga anak tersebut kembali melakukan tindakan
penyimpangan hukum karena meresa tertolak dan terasingkan.
- Kontak Sosial dari Lembaga Masyarakat Kurang Baik atau Kurang
Efektif.
Apabila sistem pengawasan lembaga-lembaga sosial masyarakat
terhadap pola perilaku anak muda sekarang kurang berjalan dengan
baik, akan memunculkan tindakan penyimpangan terhadap nilai dan
norma yang berlaku. Misalnya, mudah menoleransi tindakan anak
muda yang menyimpang dari hukum atau norma yang berlaku, seperti
mabuk-mabukan yang dianggap hal yang wajar, tindakan perkelahian
antara anak muda dianggap hal yang biasa saja. Sikap kurang tegas
dalam menangani tindakan penyimpangan perilaku ini akan semankin

17
meningkatkan kuantitas dan kualitas tindak penyimpangan di kalangan
anak muda.
- Faktor Kesenjangan Ekonomi dan Disintegrasi Politik
Kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin akan
mudah memunculkan kecemburuan sosial dan bentuk kecemburuan
sosial ini bisa mewujudkan tindakan perusakan, pencurian, dan
perampokan. Disintegrasi politik (antara lain terjadinya konflik antar
partai politik atau terjadinya peperangan antar kelompok dan perang
saudara) dapat mempengaruhi jiwa remaja yang kemudian bisa
menimbulkan tindakan-tindakan menyimpang.
- Faktor Perubahan Sosial Budaya yang Begitu Cepat (Revolusi)
Perkembangan teknologi di berbagai bidang khususnya dalam
teknologi komunikasi dan hiburan yang mempercepat arus budaya
asing yang masuk akan banyak mempengaruhi pola tingkah laku anak
menjadi kurang baik, lebih-lebih anak tersebut belum siap mental dan
akhlaknya, atau wawasan agamanya masih rendah sehingga mudah
berbuat hal-hal yang menyimpang dari tatanan nilai-nilai dan norma
yang berlaku.
2.4 Implikasinya Bagi Pendidikan
Memperhatikan permasalahan yang mungkin timbul dalam
kehidupan masa remaja, sudah jelas kata Conger (1997:ix) pemahaman
dan pemecahannya harus dilakukan secara interdisipliner dan
antarlembaga. Meskipun demikian, pendekatan dan pemecahannya dari
pendidikan merupakan salah satu jalan yang paling strategis karena bagi
sebagian besar remaja bersekolah dengan para pendidik, khususnya
gurulah, mereka itu paling banyak mempunyai kesempatan berkomunikasi
dan bergaul.
Di antara usaha-usaha pembinaan, sekurang-kurangnya untuk mengurangi
kemungkinan tumbuhnya permasalahan tersebut di atas, dalam rangka
kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan para pendidik umumnya dan
para guru khususnya, ialah:

18
a. Untuk memahami dan mengurangi permasalahan yang berkaitan
dengan perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik, antara lain:
1. Seyogyannya dalam program dan kegiatan pendidik tertentu,
diadakan program dan perlakuan layanan khusus bagi siswa remaja
pria dan wanita (misalnya, dalam pelajaran anatomi dan fisiologi
dan pendidikan olahraga) yang diberikan pula oleh para guru yang
dapat menyelenggarakan penjelasan nya dengan penuh dignity;
2. Disamping itu melalui bentuk-bentuk pendidikan secara formal
tersebut, kiranya dapat pula diadakan diskusi atau panel atau
ceramah tamu tentang pendidikan jenis (sex education), bahaya-
bahaya dari perilaku menyimpang dalam pemuasan kehidupan
seksual (masturbasi, onani, prostitusi, dan sebagainya) terhadap
kesehatan serta perkembangan jasmani dan rohani yang sehat;
3. Role playing, akan sangat tepat untuk mengurangi ekses sosial dari
perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik, yang sebenarnya
merupakan hal wajar (natural) terjadi tidak perlu merupakan
keanehan yang baru ditabukan secara berlebihan.
b. Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya
permasalahan yang bertalian dengan perkembangan bahan perilaku
kognitif, antara lain:
1. Kepada para guru bidang studi tertentu seperti bahasa asing,
matematika, seni suara, dan olahraga, tampaknya dituntut
pemahaman yang mendalam dan perlakuan layanan perndidikan
dan bimbingan kebijaksanaan sehingga siswa-siswa remaja yang
biasanya mengalami kesulitan dan kelemahan tertentu dalam
bidang-bidang studi yang sensitif tersebut tidak menjurus kepada
situasi-situasi frustasi yang mengandung lahirnya reaksi-reaksi
mekanisme pertahanan diri atau defence mechanism atau sikap-
sikap dan tindakan-tindakan yang negatif destruktif, baik terhadap
bidang studinya maupun gurunya;
2. Penggunaan strategi belajar-mengajar yang tepat (individualize
atau small group based instruction) untuk membantu siswa-siswa

19
yang tepat (the accelerated students), dan yang lambat (the slow
leaners) misalnya menggunakan sistem belajar modul;
3. Penjurusan atau pemilihan dan penentuan program studi
seyogyanya memperhitungkan segala aspek selengkap mungkin
dengan data atau informasi secermat mungkin yang menyangkut
kemampuan dasar intelektual (iq), bakat khusus (aptitudes), di
samping aspirasi atau keinginan orangtuanya dan siswa yang
bersangkutan.
c. Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya
permasalahan yang bertalian dengan perkembangan perilaku social,
moralitas dan kesadaran hidup atau penghayatan keagamaan, antara
lain:
1. Diusahakan terciptanya suasana dan tersedianya fasilitas yang
memungkinkan terbentuknya kelompok-kelompok perkumpulan
remaja yang mempunyai tujuan-tujuan dan program-program
kegiatan yang positif konstruktif berdasarkan minat,
2. Diaktifkannya rumah dengan sekolah (parent-teacher association)
untuk saling mendekatkan dan menyelaraskan system nilai yang
dikembangkan dan cara pendekatan terhadap siswa remaja serta
sikap dan tindakan perlakuan layanan yang diberikan dalam
pembinaannya;
3. Pertemuan dan kerja sama antarkelembagaan yang mempunyai
tugas dan kepentingan yang bersangkutan dengan kehidupan
remaja secara rasional (sekolah, lembaga keagamaan, lembaga
kesehatan, lembaga keamanan, lembaga pengabdian kanak-kanak,
lembaga konsultasi psikologis, guidance and consulting centre,
jawatan sosial, jawatan penempatan tenaga kerja, lembaga
kesehatan mental, dan sebagainya), tampaknya akan sangat
bermanfaat dalam rangka membantu para remaja mengembangkan
program-program pembinaan minat, karier, dan aktifitas lainnya.

20
d. Untuk memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya
permasalahan yang bertalian dengan perkembangan fungsi-fungsi
kognitif, afektif, dan kepribadian, antara lain:
1. Sudah barang tentu jalan yang paling strategis untuk ini ialah
apabila para pendidik terutama para orang tua dan guru dapat
menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan objek
identifikasi sebagai pribadi idola para remajanya;
2. Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung
jawab, belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan
atau tindakan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan
kepribadiannya.
2.5 Contoh Studi Kasus
Bayu Bahtiar, remaja 18 tahun, terpaksa menderita luka bacok di
tubuhnya saat dia menunggu angkutan umum atau angkot sepulang sekolah,
di Halte Jalan Raya Serang Kampung Balaraja-Kabupaten Tangerang,
Banten.
Penganiayaan itu bermula ketika pelajar SMK Korpri 2 Balaraja itu
tengah menunggu angkot bersama dua temannya. Tiba-tiba saja mereka
dihampiri pelajar dari sekolah lain yang berjumlah sekitar sembilan orang dan
mengendarai empat sepeda motor.
Melihat kejadian tersebut, dua teman korban melarikan diri lebih dulu.
Sementara korban lari tertinggal paling belakang. Kemudian, pelaku
berinisial KV turun dari sepeda motor sambil menenteng celurit dan mengejar
Bayu yang lari paling belakang. Saat mendekati Bayu, pelajar itu langsung
mengayunkan celurit berkali-kali ke tubuh Bayu hingga tersungkur di aspal.
Memastikan korbannya roboh, pelaku langsung kabur dan
menghampiri temannya yang sudah menunggu di motor. Celurit langsung
dibuang ke Sungai Cimanceri sebagai upaya menghilangkan jejak. Oleh
warga dan teman-temannya, Bayu langsung dibawa ke rumah sakit terdekat
guna mendapat pertolongan. Sementara KV tertangkap beberapa jam usai
melakukan aksi premanisme tersebut.

21
KV terancam Pasal 351 penganiayaan. "Ini yang kami sesalkan,
sebenarnya Polsek Balaraja sudah melaksanakan langkah preventif atau
pencegahan dengan penyuluhan ke sekolah tentang kenakalan remaja dan
narkoba," tutur Wiwin.

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada
perkembangan masa dewasa yang sehat Apabila gagal dalam tugas
perkembangannya, dalam mengembangkan rasa identitasnya. Maka remaja akan
kehilangan arah. Permasalahan yang terjadi pada remaja disebabkan oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Implikasi yang dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan permasalahan yang terjadi pada remaja yaitu memahami dan
mengurangi permasalahan yang bertalian dengan perkembangan fisik dan prilaku
psikomotorik, memahami dan mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan
yang bertalian dengan perkembangan bahasa dan prilaku kognitif, memahami dan
mengurangi kemungkunan timbulnya permasalahan yang timbul bertalian dengan
perkembangan prilaku sosial, moralitas dan kesadaran hidup atau penghayatan
keagamaan, dan memahami serta mengurangi permasalahan yang timbul bertalian
dengan perkembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif, dan kepribadian.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.


Elizabeth Hurlock. 1998.Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga

Gunarsa, S. D. 1989. Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK.


Gunung Mulia.
Hartinah, Siti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama

Santrok, J. W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta:


Erlangga.

24

Anda mungkin juga menyukai