Percobaan
dilakukan sebanyak 6 kali, yang pertama adalah uji biuret. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa hasil dari uji biuret ini
menghasilkan warna ungu artinya terdapat ikatan peptida dua atau lebih. Ikatan
peptida merupakan ikatan yang menggabungkan asam-asam amino. Gugus
karboksil suatu asam amino berikatan dengan gugus amino dari molekul asam
amino lain menghasilkan suatu dipeptida dengan melepaskan air. Terbentuknya
warna ungu karena kompleks ikatan peptida dengan tembaga. Hal ini berarti
sesuai dengan teori.
Uji Biuret adalah salah satu cara pengujian yang memberikan hasil positif
pada senyawa-senyawa yang memiliki ikatan peptida. Pengujiannya dapat
dilakukan dengan cara berikut. Larutan yang mengandung protein ditetesi larutan
NaOH, kemudian diberi beberapa tetes larutan CuSO4 encer. Terbentuknya warna
ungu, menunjukkan hasil positif adanya protein. Protein yang mempunyai ikatan
peptida sebanyak dua buah atau lebih akan berwarna ungu, warna ungu terjadi
karena kompleks ikatan peptida dengan tembaga, semakin banyak ikatan peptida
maka semakin pekat warna ungu yang terbentuk (Lehninger, 1982).
Fungsi pereaksi NaOH dan CuSO4 adalah untuk membuat suasana larutan
menjadi basa dan untuk menghasilkan senyawa kompleks berwarna ungu. Pada uji
biuret ini tidak dilakukan pemanasan karena pereaksi dari uji biuret ini
mengandung CuSO4 yang apabila dipanaskan akan membentuk kristal dan juga
apabila dilakukan pemanasan, ikatan peptida dari sampel akan rusak dan tidak
akan bisa dideteksi.
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amina asam (-CONH2) yang berada bersama gugus amida
asam yang lain. Dengan demikian uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat
lain seperti biuret atau malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai
dengan timbulnya warna merah-violet atau biru-violet (Sudarmadji, 1996).
Mekanisme terbentuknya warna ungu pada uji biuret dimulai dari
pembuatan pereaksi biuret yang dibuat dari CuSO4 0,1 M dan NaOH 2,5 M.
Larutan dibuat alkalis oleh NaOH kemudian ditambahkan sampel dan pereaksi
bereaksi dengan sampel sehingga menghasilkan senyawa kompleks berwarna
ungu.
Percobaan selanjutnya yaitu uji koagulasi protein. Berdasarkan pengamatan yang
telah dilakukan, endapan albumin yang terjadi setelah penambahan asam asetat
bila direaksikan dengan pereaksi biuret memberikan hasil positif terhadap biuret
dengan berubahnya warna endapan menjadi ungu. Hal ini menunjukan bahwa
endapan yang terbentuk benar-benar merupakan endapan protein, hanya saja telah
terjadi perubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut
mengendap. Perubahan struktur tersier albumin ini tidak dapat diubah kembali ke
bentuk semula, ini bisa dilihat dari tidak larutnya endapan albumin itu dalam air.
Protein juga akan terkoagulasi oleh pemanasan. Koagulasi ini hanya terjadi bila
larutan protein berada titik isolistriknya. Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu
biasanya berkisar 4–4,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan negatif
sama, sehingga saling menetralkan). Pada temperatur diatas 60oC kelarutan
protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi
kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk
merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan
koagulasi. Pada uji koagulasi, penambahan asam asetat bertujuan agar larutan
albumin mencapai pH isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi. Ion H+ dari
CH3COOH terikat pada gugus negatif pada protein. Ketika ion H+ dari asam
asetat masuk ke dalam larutan, akan mempengaruhi keseimbangan dan
pengkutuban muatan dari molekul protein. Perubahan pengkutuban ini
menyebabkan rusaknya konformasi alamiah protein seperti struktur tersier dan
struktur kwartener protein. Rusaknya konformasi alamiah protein menyebabkan
terganggunya stabilitas dari larutan protein, sehingga larutan protein mengalami
koagulasi.
Selanjutnya adalah uji denaturasi protein oleh pH dan suhu. Pada uji ini
dilakukan dengan penambahan HCl, NaOH, dan buffer asetat ph 4,7. HCl disertai
pemanasan menyebabkan protein menggumpal. Hal ini dikarenakan pada protein
yang telah diasamkan dan adanya pemanasan menyebabkan protein menjadi
terkoagulasi, meskipun hanya sedikit protein yang menggumpal bahkan ada juga
protein seperti larutan dari albumin dan putih telur yang tidak mengalami
perubahan. Hal ini dikarenakan perubahan HCl yang bersifat sebagai asam kuat
menyebabkan pH larutan protein menjadi sangat asam. Begitu pun pada
penambahan buffer asetat yang menyebabkan perubahan dari yang sudah
mengendap, ada yang tidak larut (seperti albumin, dan putih telur) dan yang
lainnya terbentuk larutan putih keruh. Hal yang sama juga terjadi pada tabung
kedua, dimana protein ditambah dengan NaOH yang dipanaskan memberikan
larutan tidak berwarna, setelah ditambah dengan buffer asetat terbentuk larutan
keruh dan ada endapan kuning. Hal ini disebabkan pada larutan NaOH yang
bersifat basa kuat, sehingga terjadi perubahan pH yang sangat ekstrem pada
larutan protein. Pada tabung ketiga, pada penambahan buffer asetat untuk larutan
protein ini yang kemudian dipanaskan menyebabkan timbulnya endapan putih. hal
ini dikarenakan larutan NaOH yang bersifat basa kuat menyebabkan mampu
merusak kesetimbangan zwiter ion dari protein kekondisi dibawah titik
isoelektrik. Sehingga terlihat terjadinya perubahan struktur yang diakibatkan oleh
proses denaturasi, dimana ikatan yang rusak yaitu terjadinya perubahan
konfigurasi protein dari menjadi memanjang. Ini dikarenakan rusaknya ikatan
hydrogen dan ikatan nonpolar yang terjadi pada struktur berlipat dari protein.
Dimana endapan putih yang terbentuk tersebut menandakan bahwa terjadinya
denaturasi protein karena buffer asetat sangat kuat mempertahankan pHnya pada
pH 4,7 sehingga keadaan zwitter ion rusak.
Selanjutnya adalah uji denaturasi protein oleh ion logam berat. Pada uji ini
dihasilkan endapan berwarna putih dan larutan keruh. Endapan yang terbentuk
merupakan endapan yang berasal dari protein yang diuji, endapan ini terjadi
karena adanya reaksi logam Pb dngan protein. Logam Pb ini merupakan logam
yang mengandung ion positif. Dimana salah satu sifat dari logam yang
mengandung ion positif dapat menghasilkan endapan jika direaksikan dengan
protein. Sama halnya dengan Hg yang juga merupakan logam yang mengandung
ion positif yang juga dapat menghasilkan endapan jika direaksikan dengan
protrein. dasar reaksi pengendapan oleh logam berat adalah penetralan muatan.
Dimana pengendapan akan terjadi bila protein berada dalam bentuk isoelektrik
yang bermuatan negatif, dengan adanya muatan positif dari logam berat akan
terjadi reaksi netralisasi dari protein dan dihasilkan garam protein yang
mengendap. Endapan ini akan melarut kembali dengan penambahan alkali. sifat
pengendapan ini adalah reversibel.
KESIMPULAN
1. Pada uji biuret, semakin kuat warna ungu yang dihasilkan maka semakin
panjang ikatan peptida protein tersebut.
2. Kelarutan protein akan berkurang bila kedalam larutan protein
ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah
sebagai endapan.
3. Protein yang larut di dalam pelarut air akan membentu ion yang memiliki
muatan positif dan negative
4. Protein jika direaksikan dengan logam akan mengalami reaksi penetralan
muatan dan menyebabkan protein akan mengendap pada titik isoelektrik
yang bermuatan negative
5. Apabila terdapat garam-garam anorganik dalam presentasi tinggi dalam
larutan protein maka kelarutan protein berkurang sehingga mengakibatkan
pengendapan.
6. Uji pengendapan dengan logam akan menunjukkan reaksi positif ketika
larutan protein akan membentuk endapan putih setelah ditambahkan
HgCl2.
7. Pemanasan tinggi dan pH ekstrem menyebabkan terjadinya denaturasi
potein