Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERKEMBANGAN IDENTITAS GENDER


Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan Anak

Dosen Pengampu : Amalyah EL-Fatihah Djovana, M.Pd

Kelompok 8:

1. Hilda Fatimah (20232600485)


2. Sasqi Khilda Azzahro (20232600499)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AZHAR MENGANTI GRESIK

2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah
“Perkembangan Identitas Gender”.

Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung
Muhammad SAW. Kami mengucapkan terima kasih kepadadosen mata kuliah
Psikologi Perkembangan Anak yang mana telah memberikan tugas terhadap kami.
Terima kasih juga kepada anggota kelompok kami atas keterlibatan dalam
menyelesaikan makalah ini baik bentuk pikiran maupun materi. Harapan kami
semua semoga makalah ini mampu memberikan manfaat serta meningkatkan
pengetahuan bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah karena keterbatasan terhadap pengetahuan dan pengalaman. Kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang baik dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Gresik, 07 November 2023

Kelompok 8
DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................4
PENDAHULUAN ..........................................................................................................4
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................................... 5
BAB II.........................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
A. Perkembangan Identitas Gender Pada Anak .............................................................. 6
B. Peran Gender Pada Anak-Anak ................................................................................... 7
C. Pengaruh Identitas Gender Pada Anak ....................................................................... 9
BAB III...................................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................................. 13
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 14
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pembentukan atau pengenalan identitas gender pada anak sejak usia dini
adalah suatu hal yang sangat penting dalam perkembangan anak. Proses
pembentukan identitas gender dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, yakni
pengaruh dalam lingkungan keluarga serta lingkungan sosial. Namun lingkungan
yang paling utama bagi seorang anak adalah keluarga. Karena keluarga sangat
berperan penting dalam membentuk atau mengenalkan anak tentang diri mereka
sebagai laki-laki atau perempuan. Orangtua dapat emengaruhi perkembangan anak
mereka melalui tindakan dan keteladanan.

Gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bisa


dilihat dari segi biologis dan juga dapat diubah, yang dibentuk oleh masyarakat
sehingga bersifat dinamis dan berbeda karena adanya perbedaan adat istiadat,
budaya, agama, sistem nilai dari bangsa, dan suku bangsa tertentu. Berbeda
dengan jenis kelamin, bahwa secara biologis perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dapat dilihat dari berbagai hal yang berhubungan dengan alat
reproduksi serta fungsi yang dimana hal itu merupakan pemberian dari Tuhan dan
tidak dapat diubah. Jadi, dapat diketahui bahwasannya gender berbeda dengan
jenis kelamin. Jenis kelamin mengacu pada biologis sebagai laki-laki atau
perempuan, sedangkan gender mengacu pada sosial sebagai laki-laki atau
perempuan dan beberapa aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial
pada masa awal anak-anak. Kesetaraan gender menjadi suatu kegiatan yang
diharapkan meningkatkan derajat maupun martabat bagi seorang laki-laki dan
perempuan. Anak-anak mengetahui dan memahami peran gender pada saat masa
kanak-kanak. Peran gender merupakan harapan-harapan yang bisa menetapkan
bagaimana seorang laki-laki atau perempuan untuk berpikir, bertindak, dan
berperasaan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan gender, yakni anak mampu
mengembangkan atau membangun kepercayaan tentang identitas gender seperti
merasa laki-laki atau perempuan, anak mengembangkan keistimewaan gender
seperti sikap tenang jenis kelamin manakah yang mereka inginkan atau mereka
kehendaki, serta mendapatkan ketetapan gender.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan identitas gender pada anak-anak?


2. Apa peran gender pada anak-anak?
3. Bagaimana pengaruh keluarga, budaya, dan masyarakat terhadap identitas
gender?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui perkembangan identitas gender pada anak-anak.


2. Untuk mengetahui peran gender pada anak-anak.
3. Untuk mengetahui pengaruh keluarga, budaya, dan masyarakat terhadap
identitas gender.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perkembangan Identitas Gender Pada Anak

Gender terbentuk dari pola pikir masyarakat perihal sifat, peran, dan
tingkah laku. Gender juga menekankan pada aspek pengembangan maskulinitas
atau feminitas. Gender ini sendiri berfokus pada pembentukan sosial terhadap
sifat atau peran perempuan dan laki-laki.1

Identitas gender adalah cara melihat atau merasakan dirinya sebagai laki-
laki atau perempuan, bisa juga dengan keyakinan diri untuk menjadi seorang laki-
laki ataupun perempuan. Identitas gender terbentuk, berkembang, dan dipengaruhi
oleh lingkungan sekitar dan proses sosial budaya yang dilakukan. Identitas gender
yang sehat mampu meyakinkan dirinya sebagai laki-laki atau perempuan sesuai
fisik dan tingkah laku yang bagaimana seharusnya sebagai seorang laki-laki atau
perempuan. Supaya seorang anak bisa mempunyai indentitas gender yang baik,
maka dari itu ia butuh ditanamkan tentang nilai-nilai, tuntunan, norma-norma dan
lain sebagainya tentang jenis kelaminnya dan dilatih supaya bisa berperan serta
bertingkah laku sesuai dengan jenis kelaminnya.2 Pada usia 2 tahun anak sudah
bisa melabeli dirinya serta orang lain sebagai seorang laki-laki atau perempuan
berdasarkan beberapa ciri-ciri seperti jenis kelamin, pakaian, model rambut, dan
lain-lain. Menurut Kolhberg bahwasannya pembentukan suatu identitas gender
membutuhkan pemahaman tentang keteguhan gender dan bisa dicapai melalui 3
tahapan, yakni anak mengenali diri mereka serta orang lain sebagai laki-laki atau
perempuan secara akurat, anak harus memahami bahwa gender seseorang tetap
stabil dari waktu ke waktu, anak harus memahami bahwa seorang laki-laki akan
selalu menjadi laki-laki dan seorang perempuan akan selalu menjadi perempuan.

Pengenalan identitas gender pada anak usia dini sedikit terabaikan oleh
orang tua serta lingkungan masyarakat. Mereka tidak menyadari bahwa
pentingnya pengenalan identitas gender untuk mengenali jati diri mereka saat
dewasa nanti. Konsep gender dapat berfungsi untuk menyadari perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dari berbagai aspek sosial dan budaya.3 Pengenalan
identitas gender lebih baik dilakukan sejak usia dini atau masa kanak-kanak.

1
Laily Surayya, “Peran Animasi Sebagai Tontonan Anak Dalam Membentuk Identitas
Gender,”Jurnal Citra Pendidikan, Vol. 3 No. 3 (2023):1147-1165.
2
Renda Nur Rofiah,” Pendidikan Keluarga Dalam Pengenalan Identitas dan Peran Gender Pada
Anak Usia Dini,” Jurnal Pendidikan Anak,Vol. 8 No. 2 (2022)
3
Triani Pujiatuti, “Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Identitas Gender Anak,” Jurnal Ilmiah
Syi’ar, Vol. 14 No. 1 (2014):53-62
Karena hal tersebut dapat mempengaruhi pada pemikiran seorang anak sebagai
laki-laki atau perempuan yang sudah menjadi ketetapan identitas gender pada
anak. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mengenalkan
identitas gender pada anak, contoh terdapat sebuah keluarga yang memiliki lebih
dari satu anak dengan jenis kelamin yang berbeda, maka orang tua bisa
menggunakan perbedaan yang bisa diamati secara langsung seperti halnya anak
perempuan memakai jilbab sedangkan anak laki-lakinya memakai peci yang
dimana perbedaan ini disebut sebagai perbedaan fisik.

Perkembangan gender pada anak dipengaruhi bagaimana cara anak


mendapatkan sosialisasi melalui sikap dan perlakuan maskulin atau feminism dari
orang tua. Perlakuan gender terhadap seorang anak memanglah sederhana namun
akan berpengaruh di masa yang akan datang. Sedangkan sosialisasi terkait peran
gender yang kurang memadai dapat menimbulkan masalah baru pada masa
selanjutnya. Munculnya permasalahan adalah karena adanya kegagalan keluarga
dalam menjalankan fungsinya yang menimbulkan adanya ketidaksetaraan gender
dalam keluarga. Apalagi tantangan masyarakat indonesia dalam membentuk
identitas gender pada anak adalah kuatnya budaya patriarki yang membuat
pendidikan tersebut tidak setara dan tidak adil sejak usia dini.

Ada beberapa tahapan dalam perkembangan identitas gender pada diri


setiap individu

1. Bayi dan Balita, di usia seperti ini identitas gender anak masih belum
terbentuk, tetapi mereka sudah bisa membedakan perbedaan gender
melalui beberapa ciri-ciri seperti jenis kelamin, pakaian, dan gaya rambut.
2. Anak Usia Pra-Sekolah, di usia ini identitas gender anak sudah mulai
terbentuk serta dapat memahami perbedaan gender dengan memilih
sebuah aktivitas objek dan sikap konsisten terhadap gender yang
dipilihnya.
3. Anak Usia Sekolah, di usia ini identitas gender sudah mulai memperkuat
pengenalan identitas gendernya.

B. Peran Gender Pada Anak-Anak

Peran gender adalah sekumpulan ekspektasi yang menentukan bagaimana


perempuan atau laki-laki diharuskan untuk berpikir, bertindak serta merasa. Peran
gender mengarah pada sebuah rangkaian perilaku layak terhadap pria dan wanita
yang mempertimbangkan budaya. Peran gender di berbagai tempat serta waktu
yang tidak sama, bahkan bisa berubah seiring perubahan sosial. Menurut Feidman
bahwa harapan tentang perempuan dan laki-laki berbeda secara signifikan. Pria
lebih dipandang sebagai individu yang memiliki sifat kebebasan, objektivitas, dan
kompetitif. Sedangkan wanita dilihat sebagai individu yang memiliki sifat
kehangatan, ekspresif, kehalusan, dan kesadaran akan perasaan orang lain.4

1. Peran gender dan keluarga


Orang tua ternyata sangat berpengaruh penting dalam
perkembangan gender. Peranan mereka sangat beragam dan bergantung
dari jenis kelamin dan usia mereka. Seorang ibu lebih bertanggung jawab
dalam pendidikan anaknya pada masa awal hidupnya daripada sosok ayah.
Ibu biasanya mempunyai tanggung jawab seperti mengasuh, merawat
secara fisik, sedangkan ayah mempunya tanggung jawab dalam interaksi
saat bermain dan meyakinkan anak untuk mematuhi norma budaya yang
berlaku.5 Orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu lebih mudah dalam
mengenalkan peran gender melalui tauladan yang diberikan kepada anak.
Pembagian peran antara ayah dan ibu yang selalu dilakukan setiap hari
mampu diamati langsung oleh anak. Seperti halnya peran ayah dapat
dilihat dari aktivitas sehari-hari yang dilakukan di luar rumah hanya untuk
bekerja. Dengan hal itu anak akan berpikir bagaimana menjadi seorang
laki-laki, salah satunya yaitu dengan bekerja hanya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Sedangkan ibu mengerjakan pekerjaan yang ada di
rumah dan memberi pemahaman pada anak perempuan. Anak perempuan
diminta untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah dengan cara
menyapu, menyiram tanaman, melipat baju, merapikan isi rumah, dan
lain-lain. Namun sebenarnya untuk melakukan pekerjaan rumah tidak
hanya seorang perempuan saja, bisa juga dilakukan oleh laki-laki dan bisa
dilakukan secara bersama-sama. Jadi peran ayah disini tidaklah hanya
bekerja saja, tetapi membantu menyelesaikan pekerjaan rumah untuk
saling sama-sama dalam menjalankannya. Jadi misal ketika waktunya
memasak, seorang juga tidak segan untuk membantu menyiapkan bahan
masakan ataupun memotong sayuran. Jika ada pakaian kotor yang telah
dicuci oleh ibu, seorang ayah juga membantu untuk menjemur pakaian
tersebut. Dengan hal tersebut merupakan upaya pengenalan identitas dan
peran gender pada anak yang diambil dari pengalaman dari orang tua
mereka.
2. Peran gender dan budaya

4
Qurotul Uyun, “Peran Gender Dalam Budaya,” Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Vol. 7
No. 13 (2002):32-42
5
Gokma Nafita Tampubolon, “Identitas dan Peran Gender Pada Anak Usia 3-7 Tahun Dalam
Keluarga Komuter,” Jurnal CARE(Children Advisory Research and Education, Vol. 6 No. 1 (2018)
Sejak lahirnya seorang bayi pasti sudah diberi label atau tanda oleh
kebanyakan orang tua dengan memilih selimut biru untuk anak laki-laki
dan selimut merah muda untuk anak perempuan. Seperti halnya seorang
ayah yang lebih suka bermain secara keras dengan bayi laki-laki daripada
bayi perempuan. Tak hanya itu, seorang perempuan akan dituntut untuk
menjaga kehormatannya sedangkan laki-laki lebih dibebaskan dalam
pergaulan. Ketika seorang perempuan pulang diatas jam 9 malam, maka
akan jadi bahan pembicaraan atau bahkan dicap sebagai anak nakal karena
pulang larut malam, beda dengan seorang laki-laki meskipun dia pulang
sampai larut malam, tapi pandangan masyarakat itu adalah hal yang sangat
lumrah dan tidak masalah.

C. Pengaruh Identitas Gender Pada Anak

1. Pengaruh keluarga
Pembentukan identitas gender pada masa anak-anak merupakan
salah satu dari aspek penting perkembangan anak. Identitas gender
dikaitkan dengan pengenalan anak terhadap peran dan karakteristik terkait
dengan jenis kelaminnya. Proses pembentukan identitas gender
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda-beda antara lain yaitu
pengaruh lingkungan sosial dan kehadiran anggota keluarga. Dalam
keluarga, anak dikenalkan dengan berbagai norma dan nilai yang berbeda-
beda yang menjadi dasar pembentukan jati dirinya. Peran orang tua dalam
membentuk identitas gender anaknya sangat penting dalam membentuk
kepribadian anak melalui perilaku, komunikasi, dan interaksi sehari-hari.
Namun dampak kehadiran anggota keluarga terhadap pembentukan
identitas gender pada masa anak-anak awal belum sepenuhnya dipahami.
Perkembangan gender juga dipengaruhi bagaimana anak memperoleh
perilaku dan sikap dari orang tuanya.6 Hal ini dapat berupa pujian dan
hukuman bagi anak tergantung pada jenis kelaminnya, sejalan dengan itu
menurut teori kognitif bahwa sebagian besar pembelajaran yang terjadi di
lingkungan sosial, kita hanya dapat meniru orang lain jika merasa
menerima penghargaan dari tindakan tersebut. Respon tersebut juga
dipengaruhi oleh penguatan yang dialami oleh orang itu sendiri, yaitu
akibat terkait dengan tindakan model. Bisa diartikan bahwa perkembangan
gender anak terjadi melalui observasi dan peniruan, melalui perilaku
gender dan melalui proses pujian (reward) atau hukuman (punishment)

6
Fathma Zahara Sholeha, “Pengaruh Keberadaan Anggota Keluarga Terhadap Pembentukan
Identitas Gender Anak Usia Dini,” Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 4 No. 1 (2023)
yang dialami oleh anak karena perilaku yang pantas atau tidak pantas
untuk jenis kelamin tertentu.
Penegasan ini didukung oleh Bronfenbrenner dan Melvin Kohn
bahwa ada dua bentuk sosial antara lain sosialisasi yang berorrientasi pada
kepatuhan yang disebut sosialisasi represif dan berorientasi pada
partisipasi. Bentuk sosialisasi yang represif menitikberatkan pada
hukuman atas perilaku buruk dan bentuk sosialisasi partisipatif
memberikan imbalan bagi perilaku baik. Hukuman dan penghargaan
dalam bentuk pertama seringkali bersifat material, sedangkan dalam
bentuk kedua bersifat simbolis. Komunikasi antara orang tua dan anak
dalam bentuk sosialisasi represif sering berbentuk perintah dan hanya
melalui gerak tubuh (non verbal), dan yang kedua komunikasi sosialisasi
partisipatif merupakan interaksi dua arah yang bersifat verbal. Sosialisasi
represif berpusat pada orang tua, sedangkan sosialisasi partisipatif
berpusat pada anak, karena orang tua memperhatikan kebutuhan anak.

2. Pengaruh budaya
Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh
sekelompok orang, sebagai bagian yang perannya didasarkan pada gender
dan menunjukkan perbedaan yang besar dalam perannya, baik dalam satu
budaya atau berbeda bahkan hingga pengelompokkan kelas-kelas sosial.
Disisi lain laki-laki dan perempuan melakukan perannya masing-masing
untuk saling melengkapi dalam proses kehidupan. Sistem kepercayaan
suatu masyarakat tentang gender ibarat hanya sebuah asumsi yang
kebenarannya diterima sebagian saja, karena keyakinan masyarakat
mencerminkan kenyataan yang akurat dan autentik. Oleh karena itu,
kesalahan dapat dicegah dengan memberikan penafsiran atau persepsi
yang menyesatkan. Namun tidak semua aspek yang berlabel maskulin
adalah bagi laki-laki dan lebel feminim bagi perempuan yang dapat
diterima dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
demikian laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk
mengembangkan seluruh potensi atau kemampuannya.7
Budaya masyarakat mendefinisikan gender sebagian peran laki-laki
dan perempuan. Secara anatomi laki-laki dan perempuan itu berbeda,
namun dilahirkan dengan peran dan tanggung jawab yang sama dan dalam
proses pengembangan budaya dan sosial itu berbeda. Ketidaksetaraan
dalam kehidupan sosial menjadikan perempuan nomor dua dalam banyak
hal tergantung pada realitas kehidupan. Dalam kajian budaya antara laki-

7
Abdul Jalil, “Gender Dalam Perspektif Budaya dan Bahasa,” Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 11 No. 2
(2018)
laki dan perempuan, penekanan ditempatkan pada gagasan identitas
sebagai konstruksi pembangunan sosial. Budaya hidup komunal
menyampaikan pemahaman tentang tata cara meneruskan kehidupan dari
satu generasi ke generasi berikutnya serta pemahaman tentang peran laki-
laki dan perempuan. Peran perempuan dalam kehidupan pendidikan
mengurus dan membesarkan anak sedangkan peran laki-laki adalah
tanggung jawab dalam pengembangan diri mereka.
Pada kenyataannya atribut dan beban gender tidak setia merta
ditentukan oleh atribut biologis. Dalam hal ini, adalah physical genital dan
cultural genital. Dengan demikian, atribut gender terlihat jelas, maka
struktur budaya mulai terbentuk. Sebagai sebuah kontruksi sosial dan
budaya, gender memberi makna pada peran laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat. Namun pembagian peran ini sebenarnya tidak
didasarkan pada asas persamaan dan keadilan bahwa laki-laki dan
perempuan mempunyai hal dan tanggung jawab yang sama. Realisasi yang
terjadi pada bagian peran bertumpu pada budaya patriarki.
Realitas sosial kehidupan menunjukan bahwa banyak perempuan
mampu melakukan pekerjaan yang dianggap sebagai ranah oleh laki-laki.
Memang benar pemikiran hanyalah produk persepsi masyarakat yang
diciptakan atau sengaja untuk beradaptasi dinamisme kehidupan yang bisa
dilihat dari peradapan yang sedang berkembang. Dari pemikiran
tradisional ke pemikiran rasional dan dari ketergantungan ke keterbukaan,
dalam keterbukaan yang ideal dalam sistem sosial menjamin kesetaraan,
membentuk keadilan yang beradab bagi manusia. Pemahaman budaya
tentang perempuan dan peran mereka dalam kehidupan sosial sangat
bervariasi seiring dengan perubahan seiring berjalannya waktu. Secara
tidak langsung, dalam antropologi perkembangan perempuan dalam
menjalankan peran kemanusiaannya, Marginalisasi ini disebabkan oleh
sistem nilai budaya tertentu dan suatu kultur menjadi simbol budaya.

3. Pengaruh masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang relatif mandiri, hidup
bersama dalam waktu yang lama, tinggal di daerah, mempunyai
kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar aktivitas nya dalam
kelompok tersebut. Salah satu penyebab gender dalam masyarakat adalah
budaya. Banyak orang yang menganggap keadaan ini wajar. Sepanjang
hidupnya, mengamati perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga dan
laki-laki sibuk mencari nafkah, begitu pula dengan anak perempuan
bermain boneka dan anak laki-laki bermain mobil-mobilan. Demikian
kebudayaan diterima oleh laki-laki maupun juga perempuan.
Menurut purba (2005) ketidaksetaraan gender selalu dikaitkan
dengan cara pandang ideologi patriarki dan nilai-nilai sosial dalam
menjalani kehidupan keluarga. Oleh karena itu, ideologi patriarki tetap
bisa menjaga ketidaksetaraan gender dalam kehidupan bermasyarakat.
Selain ideologi patriarki, ideologi matriarkal juga menyebabkan
ketidaksetaraan gender karena ideologi ini lebih menghargai perempuan
dibandingkan laki-laki. Menurut sudarta (2008) mengungkapkan ada 2
nilai penting gender yang masih berlaku di lingkungan masyarakat
khususnya di pedesaan, yaitu pendapat masyarakat yang mengatakan
"mengapa anak perempuan harus disekolahkan", kemudian mereka juga
akan pergi ke dapur" dan "mengapa anak perempuan harus disekolahkan
tinggi-tinggi", setelah dia juga akan menjadi milik seseorang dan menjadi
seorang ibu. Masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilinial,
nilai gender tersebut tampaknya lebih penting, karena di masyarakat
cenderung lebih mengutamakan laki-laki dari pada perempuan dalam
memberikan kesempatan untuk pendidikan sekolah formal.
Selain budaya masyarakat, anak-anak juga akan terpengaruh
dengan teman sebayanya. Menurut Horton dan Hunt (1999), peer group
adalah kelompok yang terdiri dari oarang yang seusianya dan mempunyai
status yang sama dimana orang di antaranya seringkali berkerabat atau
berasosiasi. Dari kanak-kanak sampai dewasa, kebanyakan orang menjalin
persahabatan dengan teman sebayanya yang memiliki minat yang sama.
Menurut Baron dan Byrne (2005), mengatakan bahwa memiliki teman
memberikan dampak positif teman dapat mendorong self - esteem dan
membantu mengatasi stress, namun teman juga memberikan dampak
negatif jika mereka antisosial menarik diri tidak mendukung, dan
argumentasi atau tidak stabil.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut Kolhberg bahwasannya pembentukan suatu identitas gender


membutuhkan pemahaman tentang keteguhan gender dan bisa dicapai melalui 3
tahapan, yakni anak mengenali diri mereka serta orang lain sebagai laki-laki atau
perempuan secara akurat, anak harus memahami bahwa gender seseorang tetap
stabil dari waktu ke waktu, anak harus memahami bahwa seorang laki-laki akan
selalu menjadi laki-laki dan seorang perempuan akan selalu menjadi perempuan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mengenalkan
identitas gender pada anak, contoh terdapat sebuah keluarga yang memiliki lebih
dari satu anak dengan jenis kelamin yang berbeda, maka orang tua bisa
menggunakan perbedaan yang bisa diamati secara langsung seperti halnya anak
perempuan memakai jilbab sedangkan anak laki-lakinya memakai peci yang
dimana perbedaan ini disebut sebagai perbedaan fisik. Pengaruh budaya Budaya
adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh sekelompok orang, sebagai
bagian yang perannya didasarkan pada gender dan menunjukkan perbedaan yang
besar dalam perannya, baik dalam satu budaya atau berbeda bahkan hingga
pengelompokkan kelas-kelas sosial. Menurut sudarta (2008) mengungkapkan ada
2 nilai penting gender yang masih berlaku di lingkungan masyarakat khususnya di
pedesaan, yaitu pendapat masyarakat yang mengatakan "mengapa anak
perempuan harus disekolahkan", kemudian mereka juga akan pergi ke dapur" dan
"mengapa anak perempuan harus disekolahkan tinggi-tinggi", setelah dia juga
akan menjadi milik seseorang dan menjadi seorang ibu.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, O. D. (2023). pengembangan media pengenalan identitas gender melalui


buku lift the flap pada anak usia dini. jurnal pendidikan anak usia dini, Vol. 4 No.
1, 551-565.

Jalil, A. (2018). Gender Dalam Perspektif Budaya dan Bahasa. Jurnal Al-Maiyyah Vol. 11
No. 2.

Pujiastuti, T. (2014). peran orang tua dalam pembentukan identitas gender anak. jurnal
ilmiah syiar, Vol. 14 No. 1, 53-62.

Rofiah, R. N. (2022). pendidikan keluarga dalam pengenalan identitas dan peran gender
pada anak usia dini. jurnal pendidikan anak, Vol. 8 No. 2.

Sholeha, F. Z. (2023). pengaruh keberadaan anggota keluarga terhadap pembentukan


identitas gender anak usia dini. jurnal pendidikan anak usia dini Vol. 4 No. 1.

Surayya, L. (2023). peran animasi sebagai tontonan anak dalam membentuk identitas
gender. jurnal citra pendidikan, Vol. 3 No. 3, 1147-1165.

Tampubolon, G. N. (2018). identitas dan peran gender pada anak usia 3-7 tahun dalam
keluarga komuter. jurnal care ( children advisory research and education) Vol. 6
No. 1, 1-9.

Uyun, Q. (2002). peran gender dalam budaya. jurnal pemikiran dan penelitian psikologi
Vol. 7 No. 13, 32-42.

Anda mungkin juga menyukai