Anda di halaman 1dari 5

DRAFT KAJIAN

UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN : REGULASI BERKEADILAN


DALAM MENCETAK DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

Subkomisi Pengkajian Komisi F PSMKGI

I. LATAR BELAKANG

Sejak diusulkan komisi X DPR RI pada tahun 2011 akhirnya pada tanggal 11 Juli 2013 DPR
RI melalui rapat paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU)
Pendidikan Kedokteran menjadi Undang Undang Pendidikan Kedokteran. Setelah melewati 7
kali masa sidang serta melibatkan Komisi Pendidikan dan Komisi Kesehatan, pengesahan UU
Pendidikan kedokteran ini menjadi akhir dari jalan panjang pengesahan produk legislasi yang
mengatur langkah strategis bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan kedokteran.

Undang-undang ini sangatlah erat dengan system pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi
Indonesia kedepannya, maka dari itu upaya pencerdasan terhadap masyarakat, khususnya
mahasiswa kedokteran gigi menjadi sangatlah penting.

II. TUJUAN

Pencerdasan mengenai UU Pendidikan Kedokteran beserta implikasinya terhadap pendidikan


kedokteran gigi kepada masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa kedokteran gigi.

III. SASARAN

Mahasiswa kedokteran gigi khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


 Draft RUU Pendidikan Kedokteran hasil Rapat Kerja DPR RI 9 Juli 2013
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 299/Menkes/Per/II/2010
tentang Penyelenggaraan Program Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Intensip

V. Hasil Kajian

Riwayat Pengesahan UU Pendidikan Kedokteran

RUU Pendidikan Kedokteran merupakan usulan inisiatif dari komisi X RI. Tujuannya sangat
mulia yaitu menginginkan memperbaiki kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia. Selain
itu, biaya pendidikan kedokteran yang terkenal mahal dan persebaran lulusan yang tidak
merata juga menjadi alasan digagasnya UU Pendidikan Kedokteran. Pada perjalanannya,
pembahasan sempat berlangsung alot sehingga pembahasan yang seharusnya selesai pada
tahun 2012 pun akhirnya ‘molor’ hingga baru disahkan pada 11 Juli 2013.

Standarisasi Pendidikan Kedokteran

UU Pendidikan Kedokteran, yang kemudian lebih dikenal sebagai UU Dikdok menjadi


sangat istimewa karena merupakan UU pertama di Indonesia yang mengatur mengenai
pendidikan keprofesian. UU Dikdok dibuat untuk memperbaiki kualitas pendidikan
kedokteran di Indonesia dengan fokus kepada standarisasi kualitas pendidikan kedokteran
dan kedokteran gigi di setiap institusi yang membuka fakultas atau program studi kedokteran
atau kedokteran gigi.

UU Dikdok mengatur mengenai Pendidikan Kedokteran yang hanya dapat diselenggarakan


oleh perguruan tinggi yang telah bekerjasama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana
Pendidikan Kedokteran serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi terkait. Harapannya,
proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik karena telah terdapat fasilitas yang
memadai. Selain itu, Perguruan tinggi yang akan membuka program studi kedokteran
dan/atau program studi kedokteran gigi wajib membentuk Fakultas Kedokteran dan/atau
Fakultas Kedokteran Gigi. Pada penyelenggaraannnya Pendidikan Kedokteran dibina oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Konsekuensi dari struktur diatas kemudian mengisyaratkan setiap lembaga pendidikan yang
berkeinginan untuk menyelenggarakan pendidikan kedokteran untuk memenuhi syarat
sebagai berikut ; memiliki Dosen dan Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang - undangan; memiliki gedung untuk penyelenggaraan pendidikan;
memiliki laboratorium biomedis, laboratorium kedokteran klinis, laboratorium
bioetika/humaniora kesehatan, serta laboratorium kedokteran komunitas dan kesehatan
masyarakat; dan memiliki Rumah Sakit Pendidikan atau memiliki rumah sakit yang
bekerjasama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran. Rumah
Sakit Pendidikan terdiri atas Rumah Sakit Pendidikan Utama; Rumah Sakit Pendidikan
Afiliasi; dan Rumah Sakit Pendidikan Satelit. Sedangkan Wahana Pendidikan Kedokteran
terdiriatas : pusat kesehatan masyarakat; laboratorium; dan fasilitas lain.
Selain itu, di dalam undang undang ini diatur juga mengenai Standar Nasional Pendidikan
Kedokteran yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Standar Nasional
Pendidikan Kedokteran disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi, asosasi rumah sakit pendidikan, dan Organisasi Profesi. Tentu srtandart ini
yang nantinya menjadi acuan pembuatan kurikulum untuk pendidikan kedokteran.

Tujuan awal DPR untuk mencoba mengontrol biaya pendidikan kedokteran yang dinilai
mahal juga tertuang pada Standar Satuan Biaya Pendidikan Kedokteran. Bahwa menteri
menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Kedokteran yang diberlakukan
untuk semua perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran secara periodik sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Penetapan biaya yang ditanggung
mahasiswa nantinya juga harus dengan persetujuan menteri. Karena dalam UU tersebut
terdapat regulasi tentang pembiayaan perkuliahan dalam pendidikan kedokteran maupun
kedokteran gigi dan juga beasiswa yang dapat diberikan oleh pemerintah.

Afirmasi. Anggapan bahwa pendidikan dokter hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang dan
mengesampingkan masyarakat daerah terpencil maupun kurang mampu dihilangkan dengan
adanya asas ini dalam asas asas penyelenggaraan pendidikan kedokteran. Asas “afirmasi”
adalah adanya keberpihakan kepada daerah terpencil, terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan,
atau kepulauan, kesetaraan gender, generasi penerus, masyarakat rentan, masyarakat secara
ekonomi kurang mampu, masyarakat rendah status kesehatannya dan tinggi risiko
kesehatannya akibat kondisi struktural ataupun akibat bencana. Sehingga masyarakat dari
kalangan bawah pun bisa menikmati pendidikan kedokteran.

UU Dikdok juga mengatur seleksi calon mahasiswa, parameter kuota mahasiswa baru, dan
konten dari seleksi masuk. Di samping itu, UU Dikdok mendukung terciptanya kualitas
pendidikan kedokteran yang lebih baik dengan menunjang kebutuhan proses pembelajaran,
seperti mengatur adanya dosen berlatar belakang klinis dan kejelasan status spesialis-
subspesialis.

Internship : Babak Baru bagi Para Dokter Gigi Baru

Selama ini pemerataan sebaran lulusan pendidikan kedokteran menjadi salah satu masalah
dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Internsip kemuadian dijadikan salah satu solusi
untuk mengatasi hal ini. UU Dikdok kemudian mewajibkan adanya internsip bagi dokter dan
dokter gigi yang telah lulus dan mengangkat sumpah. Internsip diselenggarakan secara
nasional bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, Organisasi Profesi,
dan konsil kedokteran Indonesia.

Bagi mahasiswa kedokteran, internsip bukanlah hal yang asing. Sejak tahun 2010, dokter
baru wajib mengikuti program internsip selama 1 tahun. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan no 299 tahun 2010, Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk
menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi,
komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam rangka
pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan. Apabila
tidak mengikuti program internsip, maka dokter yanng bersangkutan tidak akan mendapat
Surat Izin Praktik (SIP). Dokter baru akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk
kewenangan internsip dan Surat Izin Praktik Internsip (SIP Internsip). Selama proses intersip,
dokter baru ditempatkan ke puskesmas dan rumah sakit dan dibimbing oleh dokter
pendamping.

Pada kenyataannya pelaksanaan program internsip pada dokter baru banyak menimbulkan
kendala. Salah satunya mengenai kesejahteraan dokter yang dinilai masih rendah. Selama
mengikuti internsip, dokter baru tidak dicover jaminan kesehatannya. Selain itu, gaji 1.2 juta
rupiah perbulan sering terlambat atau biasanya dirapel per tiga bulan. Tentu ini bisa
merugikan dokter baru dan juga menurunkan semangatnya untuk melakukan pelayanan
kesehatan.

Bagi mahasiswa kedokteran gigi, tentu ini menjadi hal yang baru. Pemerintah diharapkan
memberikan formula yang tepat dalam menyusun peraturan turunan tentang internsip agar
semua pihak dapat melaksanakannya dengan baik. Mengingat dalam melaksanakan praktik
dengan maksimal dan sesuai dengan tujuan program internship, seorang dokter gigi harus
memiliki sarana dan prasarana yang notabene jauh lebih kompleks dari seorang dokter
umum, maka pemerintah dituntut untuk dapat melakukan pemerataan terhadap pengadaan
sarana dan prasarana praktik dokter gigi di unit pelayanan kesehatan terkait. Tentu agar
tujuan pemantapan kemampuan dokter gigi dan pemerataan tenaga pelayanan kesehatan
tercapai dengan baik.
VI. PENUTUP

Menimbang tujuan dari UU Dikdok yang dibuat untuk mencapai penyelenggaraan pendidikan
kedokteran yang jauh lebih baik, pembukaan peluang yang jauh lebih besar kepada putra-
putri bangsa untuk mengenyam pendidikan kedokteran maupun dokter gigi, dan pemerataan
dokter dan dokter gigi di pelosok Indonesia, kami PSMKGI mendukung adanya Undang
Undang Pendidikan Kedokteran, dengan catatan pemerintah harus segera menyusun
peraturan turunan dari undang undang ini agar bisa segera dilaksanakan dan sesuai dengan
tujuan dibentuknya UU Dikdok.

Anda mungkin juga menyukai