Tentang
Kesehatan
Regulatory insight
NARASI UMUM
Penguatan sistem kesehatan melalui transformasi kesehatan yang mencakup enam 6
pilar yaitu
1. pelayanan primer,
2. pelayanan rujukan,
3. ketahanan kesehatan,
4. pendanaan kesehatan,
5. Sumber Daya Manusia Kesehatan, dan
6. Teknologi Kesehatan.
Melalui transformasi kesehatan yang tertuang dalam draf RUU ini, DPR bersama
dengan Pemerintah berupaya untuk mengatasi permasalahan kekurangan dokter dan
dokter spesialis, penyederhanaan peraturan, perizinan, dan tata Kelola, fokus kepada
layanan Kesehatan primer (preventif dan promotive), system pembiayaan, dan adopsi
teknologi
Regulatory insight
UPAYA KESEHATAN
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Upaya Kesehatan sebagai berikut:
1. 23 Upaya Kesehatan, terdiri atas Kesehatan reproduksi; keluarga berencana; Kesehatan ibu, bayi dan anak, remaja, dan lanjut
usia; kesehatan penyandang disabilitas; perbaikan gizi; pelayanan darah; Kesehatan gigi dan mulut; Transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh, terapi berbasis sel punca dan sel, implan Obat dan/atau Alat Kesehatan, dan bedah plastik rekonstruksi dan
estetika; pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; Bedah mayat; penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan
pendengaran; Upaya Kesehatan jiwa; Penanggulangan penyakit menular dan tidak menular; Kesehatan sekolah; Kesehatan
olahraga; Kesehatan lingkungan; Kesehatan kerja; Kesehatan matra; Pelayanan Kesehatan pada bencana; pengamanan dan
penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; pengamanan makanan dan minuman; pengamanan zat adiktif; Pelayanan
Kesehatan tradisional; dan/atau Upaya Kesehatan lainnya yang ditetapkan Menteri.
2. Upaya Kesehatan diselenggarakan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk telekesehatan, yang
terdiri atas pelayanan klinis (telemedisin) dan pelayanan nonklinis.
3. Upaya Kesehatan dalam bentuk pelayanan terdiri atas pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut
4. Pelayanan kesehatan primer terdiri atas Pelayanan kesehatan dengan pendekatan siklus hidup yang saling terintegrasi dalam dan
antar fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama; dan Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
5. Pelayanan kesehatan tingkat lanjut terdiri atas pelayanan spesialistik dan/atau subspesialistik yang mengedepankan pelayanan
kuratif, rehabilitasi dan perawatan paliatif tanpa mengabaikan promotif dan preventif.
Regulatory insight
7. Selain diselenggarakan oleh perguruan tinggi, pendidikan profesi spesialis dan/atau subspesialis juga dapat diselenggarakan oleh
Rumah Sakit Pendidikan bekerja sama dengan Kolegium, setelah mendapatkan izin dari Menteri.
8. Pemerintah Pusat membentuk tenaga cadangan Kesehatan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Kesehatan dan
mendukung ketahanan Kesehatan
9. Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara Indonesia dan warga negara asing lulusan luar negeri yang akan melaksanakan
praktik di Indonesia harus lulus evaluasi kompetensi yang dilakukan oleh Menteri dengan melibatkan kementerian yang
menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan tinggi, kolegium, dan pihak lain yang terkait
10.Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik wajib memiliki STR yang diterbitkan oleh konsil
kedokteran, konsil kedokteran gigi, atau konsil masing-masing kelompok Tenaga Kesehatan atas nama Menteri, setelah memenuhi
persyaratan. STR berlaku seumur hidup.
11. Untuk jenis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan tertentu dalam menjalankan praktik keprofesiannya wajib memiliki izin dalam
bentuk SIP yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota tempat Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan menjalankan
praktiknya. SIP masih berlaku sepanjang tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP dan berlaku selama 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan
12.Untuk menjaga mutu dan kompetensi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam rangka melindungi masyarakat dibentuk Konsil
Kedokteran Indonesia bagi kelompok tenaga medis dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia bagi kelompok Tenaga Kesehatan yang
ditetapkan dan bertanggung jawab kepada Menteri
13.Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan bertanggung jawab menyelenggarakan
pengelolaan data rekam medis dalam rangka pengelolaan data kesehatan nasional
Regulatory insight
14.Tenaga Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan masyarakat wajib membuat catatan Pelayanan Kesehatan yang
dilakukan sehingga dapat diintegrasikan ke dalam sistem data pasien
15.Setiap Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan Pelayanan Kesehatan wajib menyimpan rahasia Kesehatan
pribadi Pasien
16.Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum jika dalam pemberian Pelayanan Kesehatan
mengetahui atau menemukan dugaan tindak pidana pada Pasien yang dilayani
17.Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan membentuk Organisasi Profesi sebagai wadah untuk pembinaan dan pengawasan
martabat dan etika profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan. Setiap kelompok Tenaga Medis dan kelompok atau jenis Tenaga
Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi
18.Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, setiap perhimpunan
ilmu dapat membentuk 1 (satu) Kolegium untuk masing-masing jenis Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dan harus mendapat
pengakuan oleh Pemerintah
19.Dalam menegakkan disiplin profesi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, Menteri membentuk majelis yang dapat bersifat
permanen atau ad hoc
20.Setiap Pasien yang dirugikan akibat kesalahan Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
21.Dalam hal Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan diduga melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan
kerugian kepada Pasien, perselisihan yang timbul akibat kesalahan tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan
22.Mencabut UU 20/2013 ttg Pendidikan Kedokteran, UU 29/2004 ttg Praktik Kedokteran, UU 36/2014 ttg Tenaga Kesehatan, UU
38/2014 ttg Keperawatan, UU 4/2019 ttg Kebidanan, dan mengubah UU 20/2003 ttg Sistem Pendidikan Nasional dan UU
12/2012 ttg Pendidikan Tinggi
Regulatory insight
PERBEKALAN KESEHATAN
RUU Kesehatan menyempurnakan pengaturan Perbekalan Kesehatan sebagai berikut:
1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan Perbekalan Kesehatan, terutama Obat esensial dan
Obat program nasional dijamin oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. Perencanaan kebutuhan Perbekalan Kesehatan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
3. Pengadaan Perbekalan Kesehatan mengutamakan produk dalam negeri.
4. Untuk menjamin ketahanan nasional, Obat generik International Nonpropertery Name (INN) yang
dipasarkan di Indonesia hanya boleh dibuat oleh industri farmasi dalam negeri, dan dapat diberikan
fasilitas/insentif, baik fiskal maupun nonfiskal
5. Untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan Obat yang masih dilindungi paten, dapat dilakukan
intervensi berupa pelaksanaan paten oleh Pemerintah Pusat dan lisensi wajib sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6. Penggolongan Obat dan Obat Bahan Alam
Regulatory insight
KETAHANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
RUU Kesehatan menambahkan pengaturan Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai berikut:
1. Untuk mewujudkan ketahanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin kemandirian di bidang
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
2. Kemandirian Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dilakukan melalui pengembangan dan penguatan tata kelola rantai pasok Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan dari hulu hingga hilir secara terintegrasi dengan target penggunaan dan pemenuhan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang
diproduksi dalam negeri untuk ketahanan dan kemajuan Kesehatan nasional
3. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan fasilitas pelayanan kesehatan harus mengutamakan penggunaan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan dalam negeri.
4. Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang diproduksi oleh Industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan harus memprioritaskan penggunaan bahan
baku produksi dalam negeri
5. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengadakan Obat dan Alat Kesehatan harus memprioritaskan
Obat dan Alat Kesehatan yang menggunakan bahan baku produksi dalam negeri
6. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan hilirisasi riset nasional untuk meningkatkan daya saing
industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
7. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membangun ekosistem riset yang terdiri dari infrastruktur riset, kemudahan perizinan riset dan
pendukung riset, dan sumber daya manusia
8. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan bagi institusi dan/atau masyarakat yang melakukan investasi riset
kefarmasian dan Alat Kesehatan
9. Dalam rangka mendukung kemandirian industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Pemerintah Pusat dapat memberikan prioritas insentif bagi
industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
10. Pemerintah melakukan mitigasi risiko terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam kondisi bencana, KLB atau Wabah
Regulatory insight
PILAR 3a
RUU Kesehatan mendukung Pilar Ketahanan Kefarmasiabn dan Alat Kesehatan sebagai berikut:
1. Kemandirian Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dilakukan melalui pengembangan dan penguatan tata kelola rantai pasok Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan dari hulu hingga hilir secara terintegrasi dengan target penggunaan dan pemenuhan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan yang diproduksi dalam negeri untuk ketahanan dan kemajuan Kesehatan nasional
2. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan fasilitas pelayanan kesehatan harus mengutamakan penggunaan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan dalam negeri.
3. Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang diproduksi oleh Industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan harus memprioritaskan
penggunaan bahan baku produksi dalam negeri
4. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengadakan Obat dan Alat Kesehatan harus
memprioritaskan Obat dan Alat Kesehatan yang menggunakan bahan baku produksi dalam negeri
5. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kemudahan dalam penyelenggaraan hilirisasi riset nasional untuk meningkatkan
daya saing industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membangun ekosistem riset yang terdiri dari infrastruktur riset, kemudahan perizinan riset dan
pendukung riset, dan sumber daya manusia
7. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan bagi institusi dan/atau masyarakat yang melakukan investasi riset
kefarmasian dan Alat Kesehatan
8. Dalam rangka mendukung kemandirian industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Pemerintah Pusat dapat memberikan prioritas insentif
bagi industri Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
9. Pemerintah melakukan mitigasi risiko terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam kondisi bencana, KLB atau
Wabah
Regulatory insight
Pilar 3b
RUU Kesehatan mendukung Pilar Ketahanan Kesehatan (Wabah) sebagai berikut:
1. Pengaturan tenaga cadangan Kesehatan untuk penanggulangan KLB, Wabah, dan darurat bencana lainnya
2. Pelayanan Kesehatan pada KLB, Wabah, dan bencana lainnya secara komprehensif mulai dari kesiapsiagaan kesehatan pada prabencana,
saat tanggap darurat bencana; dan Pelayanan Kesehatan pada pascabencana termasuk pemulihan fisik dan mental.
Pilar 4
RUU Kesehatan mendukung Pilar Pembiayaan Kesehatan sebagai berikut:
3. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dana yang dimanfaatkan untuk seluruh kegiatan:
a. upaya kesehatan masyarakat dengan prioritas pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif;
b. upaya kesehatan termasuk penanggulangan kejadian luar biasa dan/atau wabah;
c. penguatan sumber daya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
d. penguatan pengelolaan kesehatan;
e. penelitian, pengembangan, dan inovasi bidang kesehatan; dan
f. program kesehatan strategis lainnya.
2. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota memprioritaskan anggaran kesehatan di luar gaji
dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah
3. Pemerintah Pusat dapat memberikan insentif atau disinsentif kepada Pemerintah Daerah dalam rangka upaya peningkatan kinerja pendanaan
kesehatan.
Regulatory insight
Pilar 5
RUU Kesehatan mendukung Pilar SDM Kesehatan sebagai berikut:
1. Memperbanyak sentra pendidikan dokter spesialis, yang dapat diselenggarakan oleh Rumah Sakit pendidikan
2. Mempermudah diaspora tenaga Kesehatan berpraktik di Indonesia
3. Penyederhanaan perizinan tenaga Kesehatan
4. Perlindungan hukum dan kesejahteraan tenaga Kesehatan dalam berpraktik
5. Perlindungan tenaga Kesehatan dari perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya termasuk tindakan kekerasan dan pelecehan
6. Peningkatan kuota mahasiswa untuk percepatan produksi tenaga Kesehatan
7. Pemberian beasiswa pendidikan
Regulatory insight
Pilar 6
RUU Kesehatan mendukung Pilar Teknologi Kesehatan sebagai berikut:
1. Upaya Kesehatan diselenggarakan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
bentuk telekesehatan, yang terdiri atas pelayanan klinis (telemedisin) dan pelayanan nonklinis
2. Integrasi sistem informasi Kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan Kesehatan yang efektif dan
efisien
3. Pemanfaatan teknologi biomedis dilaksanakan mulai dari kegiatan pengambilan, penyimpanan
jangka panjang, serta pengelolaan dan pemanfaatan material dalam bentuk spesimen klinik dan
materi biologi, muatan informasi, dan data terkait, yang ditujukan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan Teknologi Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran
presisi (precision medicine).