“STROKE HEMORAGIK”
Disusun Oleh :
Rahmadhini Elkri
1102010227
Konsulen Pembimbing :
Serang
0
BAB I
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IA
Umur : 53 tahun
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis pada 26 Maret 2018.
Pasien datang ke poli syaraf RS dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit terdapat lemah anggota gerak kanan secara mendadak . lemah anggota
gerak sisi kanan namun pasien masih dapat mengangkat tangan dan kaki kanannya tetapi tidak bisa
menggengam dengan kuat. Pasien sebelumnya mengalami nyeri kepala hebat yang dirasakan baru
pertama kali saat sedang beraktivitas di kamar mandi setelah itu pasien berbicara pelo, tetapi masih
dapat mengerti pembicaraan.
- Hipertensi (-)
- DM
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Status Neurologis
GCS : E4M6V515
Pupil
Kanan Kiri
Diameter 3 mm 3 mm
Kaku kuduk - -
Brudzinski I - -
Laseque 70 70
Brudzinski II - -
Kanan Kiri
N. II
N.III. IV dan VI
N. V
Sensorik
V1 Refleks Kornea + Refleks Kornea +
Sensasi raba V1, V2 & Sensasi raba V1, V2
V2
V3 Baik & V3 Baik
V3
N. VII
Cochlearis
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
N. IX & N. X
Gag Refleks + +
N. XI
Motorik
Kanan Kiri
Kekuatan
Ekstremitas atas 4 5
Ekstremitas bawah 4 5
Tonus
Trofi
Refleks
Fisiologis
Biseps
Triseps ++ Baik
Patella
Achilles
Patologis
Hoffmann- Tromner (-) (-)
Babinski& Babinski Group
Sensorik
Kanan kiri
Raba halus
Nyeri
Suhu
Getar
- Alvi : Baik
- Uri : Baik
- Hidrosis : Baik
Siriraj Score
(2,5x0)+(2x0)+(2x1)+(0,1x110)-(3x0)-12 = 1
Kesimpulan :
1. Pemeriksaan laboraturium
- Elektrolit : Na-, K+
3. EKG
4. Foto thoraks
V. DIAGNOSIS
- AIRWAY
Bebaskan jalan nafas, jika diperlukan pasang gudel : kepala dan tubuh dalam posisi 30º
dengan bahu pada sisi lemah diganjal dengan bantal.
- BREATHING
Periksa kadar oksigen, bila hipoksia (saturasi oksigen <95%) berikan oksigen 2-4 liter/menit.
- CIRCULATION
Pasang infus pada sisi yang sehat : NaCl 0,9 %
TERAPI
Inj Vit K 10 mg IV
VII. PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupunh global secara tiba-tiba, dengan gejala yang
berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh gangguan vaskuler (WHO,
2005).
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak
(intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater
dan arachnoidea (WHO, 2005).
Klasifikasi
Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik (20%). Stroke hemoragik sendiri
diklasifikasikan lagi menjadi pendarahan intraserebral (PIS) sebanyak 15% dan perdarahan subar-
aknoid (PSA) sebanyak 5% (Warlow, 2008).
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama kecacatan. Angka
morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan
stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas
dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48
jam pertama (Nassisi, 2009)
Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20 kasus per
100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria
disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi tertentu seperti
pada orang kulit hitam dan orang jepang (Qureshi, 2001).
Etiologi
1. Hipertensi
Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang tidak
terkontrol; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan
hipertensi; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
2. Amyloid Angiopathy
Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan deposisi protein β-amyloid; dapat berupa
perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun; risiko tahunan perdarahan rekuren ada-
lah 10,5%; diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan, MRI, dan
juga Angiography.
3. Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan ena; resiko tahunan
perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan radio-
surgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi konvensional.
4. Aneurisma intracranial
Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan
perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama, di-
mana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan endovascular coils
dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren; diagnosis berdasarkan imag-
ing sperti MRI dan angiografi.
5. Angioma Kavernosum
Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan ikat; resiko
perdarahan rekuren adalah 4,5%, dapat dikurangi dengan eksisi bedah atau radiosurgery; di-
agnosis berdasarkan gambaran MRI.
6. Venous Angioma
Pecahnya pelebaran venula abnormal; resiko perdarahan ulangan sangat kecil (0,15%); diag-
nosis berdasarkan gambaran MRI dan angiografi konvensional.
Perdarahan diakibatkan oleh infark venosus hemorhagik; antikoagulan dan agen trombolitik
transvenosus dapat memperbaiki outcome; resiko perdarahan rekuren adalah 10% dalam 12
bulan pertama dan kurang dari 1% setelahnya; diagnosis berdasarkan gambaran MRI dan an-
giografi.
8. Neoplasma intracranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome jangka
panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis berdasrkan gam-
baran MRI.
9. Koagulopathy
Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik; koreksi cepat
abnormalitas bersangkutan penting untuk menghentikan perdarahan; diagnosis berdasarkan
riwayat klinis.
Perdarahan terjadi jika memang sudah terdapat abnormalitas vascular yang mendasari; diag-
nosis berdasarkan riwayat klinis.
Manifestasi Klinis
Dari semua penyakit serebrovaskular, stroke hemoragik merupakan yang paling dramatis. Stroke
hemoragik mempunyai morbiditas yang lebih parah dibanding dengan stroke iskemik, begitu juga
tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Pasien dengan stroke hemoragik mempunyai defisit neurologis
yang sama dengan stroke iskemik namun cenderung lebih parah (Nassisi, 2008). Beberapa gejala
khas terjadinya perdarahan intraserebral (Ropper, 2005) yaitu:
Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemorhagik menurut Smith (2005) dapat dibagi
menurut tempat perdarahannya yaitu:
1. Putaminal Hemorrhages
Putamen merupakan tempat yang paling sering terjadi perdarahan, juga dapat meluas ke kapsula in-
terna. Hemiparesis kontralateral merupakan gejala utama yang terjadi. Pada perdarahan yang ringan,
gejala diawali dengan paresis wajah ke satu sisi, bicara jadi melantur, dan diikutii melemahnya lengan
dan tungkai serta terjadi penyimpangan bola mata. Pada perdarahan berat dapat terjadi penurunan
kesadaran ke stupor ataupun koma akibat kompresi batang otak.
2. Thalamic Hemorrhages
Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral tubuh.
Hemiplegia atau hemiparesis juga dapat terjadi pada perdarahan yang sedang sampai berat akibat
kompresi ataupun dekstruksi dari kapsula interna di dekatnya. Afasia dapat terjadi pada lesi hemisfer
dominan, dan neglect kontralateral pada lesi hemisfer non-dominan. Hemianopia homonim juga
dapat terjadi tetapi hanya sementara.
3. Pontine Hemorrhages
Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering juga terjadi
rigiditas deserebrasi serta pupil "pin-point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks gerakan mata horizon-
tal pada manuver okulosefalik (doll's head) ataupun tes kalorik. Kematian juga sering terjadi dalam
beberapa jam.
4. Cerebellar Hemorrhages
Perdarahan serebellar biasanya ditandai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala oksipital, muntah
berulang, serta ataksia gait. Dapat juga terjadi paresis gerakan mata lateral ke arah lesi, serta paresis
saraf kranialis VII. Seiring dengan berjalannya waktu pasien dapat menjadi stupor ataupun koma
akibat kompresi batang otak.
5. Lobar Hemorrhages
Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan gejala yang terjadi terbatas menyerupai gejala-
gejala pada stroke iskemik.
Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang paling sering dipakai
untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemorhagik. Adanya darah atau CSF yang xanthokromik
mengindikasikan adanya komunikasi adantara hematom dengan rongga ventrikular namun jarang
pada hematoma lobar atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena
hal ini dapat menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan
leukosit serta LED pada beberapa pasien.
Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance imaging (MRI) memberikan
visualisasi langsung dari darah serta produknya di ekstravaskuler. Komponen protein dari hemoglo-
bin bertanggung jawab lebih dari 90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan
paramagnetic properties dari hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan sinyal pada MRI. CT
scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minggu
dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan antara posthemorrhagic
pseudocyst dari kontusio lama, lesi iskemik atau bahkan astrositoma mungkin dapat menjadi sulit.
MRI dapat membedakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, suba-
kut stage I, subakut stage II, dan kronik.
Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya CT dan MRI. Peranan
utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi dari PIS non-hipertensif seperti AVM,
aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS pada tempat-tempat atipikal (hemispheric white mat-
ter, head of caudate nucleus). Walaupun demikian penggunaannya tetap terbatas oleh karena perkem-
bangan imaging otak yang non-invasif (El Mitwalli, 2000)
Penatalaksanaan
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Eval-
uasi gejala dan tanda klinik meliputi:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi
ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-
obat vasopressor.
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
o Derajat kesadaran
o Keparahan hemiparesis
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan per-
burukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami
penurunan kesadaran
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6
jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose
15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1
bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
g. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin,
AGDA dan elektrolit.
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran
cairan yanng tidak dirasakan.
Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti bila
terjadi kekuranngan.
2. Nutrisi
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun.
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.
Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
Rehabilitasi
Edukasi keluarga.
Discharge planning.
a. Terapi hemostatik
- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat hemostasis yang dianjur-
kan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap pengobatan factor VII replacement dan juga
bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi tidak ada
perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of Anticoagulation
- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh frozen plasma
atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
- Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation fac-
tor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume
lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat
menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tepat diikuti dengan coag-
ulation factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight heparin diberikan Prota-
mine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat
diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.
- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dim-
ulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.
- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal
- Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar disertai kom-
presi batang otak masih mungkin untuk life saving.
- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak
dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah
jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lo-
bar yang luas (≥ 50)
Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan. Semakin ren-
dah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar vol-
ume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan
dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian
sebanyak 2 kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus
atau efek massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana berhub-
ungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu
fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal (Qureshi, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association, 2009. Heart Disease and Stroke Statistic 2009 Update: A Report
From the American Hearth Association Statistic Committee and Stroke Statistics Subcommit-
tee. Circulation, 119: 21-181.
2. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for
Heart Disease and Stroke Prevention. Available from: http://www.cdc.gov/stroke/statisti-
cal_reports.html
3. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,. 2000. Intracerebral Hemorrhage . The Internet Journal of
Advanced Nursing Practice. 4 : 2.
4. Nassisi D., 2008. Stroke, Hemorrhagic. Departement of Emergency Medicine, Mount Sinai
Medical Center. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline Stroke 2011. Jakarta: PER-
DOSSI.
6. Ropper, A.H., Brown, R.H., 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th Ed. New
York: McGraw-Hill.
7. Smith, W.S., Johnston, S.C., Easton, J.D., 2005. Cerebrovascular Diseases. In: Kasper, D.L.
et all, ed. 16th Edition Harrison's Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill,
2372-2392.
8. Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo, Hiteki.,
Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage. N Engl J Med , 344: 19
9. Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G., 2008. Stroke:
Practical Management 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing.
10. World Health Organization, 2004. The Atlas of Heart Disease and Stroke. World Health Or-
ganization.
11. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise Ap-
proach to Stroke Surveillance. World Health Organization.