STATUS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : tahun
Agama : Islam
Alamat : Krejengan
Suku bangsa : Madura
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Menikah : Kawin
No. RM : 338261
Ruangan : Poli Saraf
1.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Kejang sejak +/- 1 bulan yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien kontrol poli saraf dengan riwayat MRS kejang 1 minggu yang lalu.
Pada awalnya, pasien mengeluh kejang 1x 1 bulan SMRS dengan kondisi tidak
sadar selama kejang sehingga pasien tidak ingat posisi dan gerakan kejang.
Menurut keluarga pasien, pasien kelojotan dengan posisi mata melihat keatas,
lidah tergigit, tanpa disertai keluarnya busa saat kejang. Pada saat itu pasien
tidak dibawa ke dokter karena sudah tidak kambuh. Kemudian 2 hari SMRS,
pasien mengeluh kejang kembali dengan tipe kejang yang sama dan langsung
dibawa ke puskesmas dan dirawat jalan dengan terapi obat. Pasien tidak ingat
obat yang diberikan puskesmas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat Kejang demam pada masa anak – anak
ataupun adanya riwayat trauma sebelumnya
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat epilepsi, hipertensi, kencing manis, penyakit jantung, stroke, dan
alergi pada keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien sering banyak pikiran dan mengaku kurang tidur setiap harinya.
B. Keadaan Lokal
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi
merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-,sklera ikterik -/-,
pupil bulat isokor ɸ 3mm/3mm, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
Sinus : Hematom (-), nyeri tekan (-)
Telinga : Normotia +/+, serumen -/-, membran
timpani intak
Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-
Mulut : Sianosis (-)
Lidah : Kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
2
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah,
tidak teraba KGB dan kelenjar tiroid.
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V2 linea midclavikula
sinistra
Perkusi : Batas kanan kanan ICS IV linea sternalis dextra,
batas kiri ICS V 2 jari lateral linea midklavikula
sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Pergerakan naik-turun dada simetris kanan kiri
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Jejas (-), perut tidak buncit
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Proksimal : akral hangat +/+, edema -/-
Distal : akral hangat +/+, edema -/-
C.Status Neurologis
1) GCS
E4V5M6 : 15, compos mentis
2) Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70° > 70°
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
3) Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)
4) Saraf-saraf Kranialis
3
N. I : tidak dilakukan
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : Baik Baik
Cabang Sensorik
Optahalmik : Baik Baik
Maxilla : Baik Baik
Mandibularis : Baik Baik
4
Nistagmus (-) (-)
Cochlear
Tinnitus : (-) (-)
Rinner : tidak dilakukan
Weber : tidak dilakukan
Schwabach : tidak dilakukan
N. IX, X
Bagian Motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara : biasa
Menelan : normal
Kedudukan Arcus Pharynx : simetris, kuat angkat
Kedudukan Uvula : di tengah
Bagian Sensorik
Reflek Muntah (pharynx) : tidak dilakukan
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Baik Baik
Menoleh : Baik Baik
5) Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 5555 5555
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5555 5555
6) Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
7) Trofik : eutrofi pada ke empat ekstremitas
8) Tonus : normotonus pada ke empat ekstremitas
5
9) Sistem Sensorik Kanan Kiri
Proprioseptif : (+) (+)
Eksteroseptif : (+) (+)
10) Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Tandem Gait : Baik
Romberg : Baik
Jari-Jari : Baik
Jari-Hidung : Baik
11) Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
12) Fungsi Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
13) Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Bisep : (+2) (+2)
Trisep : (+2) (+2)
Patella : (+2) (+2)
Achilles : (+2) (+2)
14) Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
15) Keadaan Psikis
Intelegensia : Baik
Tanda regresi : (-)
Demensi : (-)
1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis klinis :
o Kejang tonik-klonik
Diagnosis etiologis : idiopatik
Diagnosis kerja : Epilepsi
6
1.7 TATALAKSANA
Na Phenitoin 1 x 1 kapsul
Mecobalamin 1 x 1 tablet
7
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem piramidal merupakan jalur desending yang terdiri dari serabut yang
berasal dari korteks motorik pada otak yang kemudian disalurkan ke batang otak
dan turun ke spinal cord.
Mekanisme kerja sistem piramidal diawali pada korteks motorik, impuls
gerakan yang diinginkan di teruskan menuju bagian posterior kapsula interna,
kapsula interna meneruskan impuls kepada medula oblongata, setelah mencapai
medulla oblongata impuls diteruskan menuju medula spinalis substansi kelabu,
yaitu bagian integral dari neuron motorik, respon kembali diteruskan menuju
ujung-ujung akson yaitu efektor hingga akhirnya menjadi suatu gerakan yang
sadar. Traktus piramidal dibagi menjadi dua yaitu traktus pyramidal
(kortikospinal) lateral dan traktus pyramidal (kortikospinal) ventral/anterior.
Fungsi sistem piramidal adalah memulai timbulnya suatu gerakan volunteer atau
suatu gerak sadar yang bersifat halus dan juga berfungsi untuk kontraksi otot
distal, khususnya pada tangan dan jari.
8
dalam gerakan yang terjadi pada tubuh, meskipun demikian keduanya memiliki
fungsi yang berbeda dalam menghasilkan gerakan.
Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang
ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi
antipsikotik golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering
memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol,
Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh
Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme
atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus kortikospinal
(piramidal).
Terapi antipsikotik dapat memberikan efek samping pengobatan, utamanya
penggunaan dalam jangka waktu yang panjang. Antipsikotik golongan tipikal
yang memiliki potensial tinggi dan pemberian dalam dosis tinggi paling sering
memberikan efek samping yang biasa disebut dengan sindrom ekstrapiramidal
pada pasien karena memiliki afinitas yang kuat pada reseptor muskarinik.
Pendekatan farmakologi pada manifestasi psikosis ini terpusat pada
neurotransmitter yang mengontrol respon neuron-neuron terhadap rangsangan.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi
kepaniteraan kedokteran jiwa di Rumah Sakit Umum Daerah Subang.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai gangguan
sindrom ekstrapiramidal.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan
oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik
golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia
basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak
reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga
bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Gejala bermanifestasikan sebagai
gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali
traktus kortikospinal (piramidal).
Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi
distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson. Namun ada
beberapa sumber menyebutkan bahwa Sindrom Neuroleptik Maligna juga masuk
ke dalam gangguan ekstrapiramidal.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia,
dan sindrom parkinson umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat
antipsikotik. Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang
mempunyai potensi tinggi. Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien,
biasanya pada pria muda, terutama yang mendapat pengobatan dengan neuroleptik
haloperidol dan flufenarizin. Tardive dyskinesia terjadi pada sekitar 20-30%
pasien yang telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan
atau lebih. Tetapi sebagian besar kasus sangat ringan. Hanya 5% pasien yang
memperlihatkan gejala nyata. Akatisia merupakan gejala EPS yang paling sring
terjadi. Kemungkinan besar terjadi pada pasien dengan medikasi neuroleptik.
Umumnya pada pasien muda. Sindrom parkinson lebih sering pada dewasa muda,
dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. Sindrom Neuroleptic Maligna
sangat jarang dijumpai.
10
2.3. ETIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik baik
dalam jangka waktu singkat atau lama yang menyebabkan adanya gangguan
keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik
dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :
Chlorpromazine 150-1600 ++
Thioridazine 100-900 +
Trifluoperazine +++
Pimozide 2-6 ++
Clozapine 25-100 -
Zotepine 75-100 +
Sulpride 200-1600 +
Risperidon 2-9 +
Quetapine 50-400 +
Olanzapine 10-20 +
Aripiprazole 10-20 +
11
c. Ketidakseimbangan sistem endokrin dan eksokrin
d. Inflamasi
e. Racun
f. Tumor atau SOL
g. Anoxia
2.4. PATOFISIOLOGI
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-
inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang
otak, serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan
area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh
akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang
melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan
penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit
tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama
(principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan
segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan
korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus
dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah
diserahkan kepada korpus striatum / globus plaidus / thalamus untuk diproses dan
12
hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks
motorik tambahan.
Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya
menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka
sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik. Sirkuit striatal asesorik ke-1
merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum.
Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-
korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang
dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.
Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi
ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik menginhibisi transmisi dopaminergik di
ganglia basalis. Penggunaan beberapa neuroleptik tersebut menyebabkan
gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan
D2 dopamin sehingga menyebabkan depresi fungsi motorik yang bermanifestasi
sebagai sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal (seperti
haloperidol, fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang
lebih poten, dan sebagai akibatnya menyebabkan efek samping gejala
ekstrapiramidal yang lebih menonjol.
2.5.1.1. Bradikinesia
- Gerakan involunter
Tremor
Athetosis
Chorea
Distonia
Hemiballismus
14
- Rigiditas
Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan
ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif
tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut
sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka
disebut dengan tanda Cogwheel.
Pada penyakit parkinson terdapat gejala positif dan gejala
negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea
huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : Chorea.
15
pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar
oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik
menurut DSM-IV adalah sebagai berikut:
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau
batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau
menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi
yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).
2.5.3.3. Akatisia
Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang
panjang,, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak umumnya kaki yang
tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot. Penderita dengan akatisia berat tidak
mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan
16
pemacuan yang nyata. Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
yang memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
2.5.3.5. Lain-lain
17
Berikut merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam
setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah
pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :
18
2.6. DIAGNOSIS
Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding dengan
penyakit Hutington dan Khorea Sindenham.
19
2.8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni :
2.8.1 Non-farmakologis :
Menurunkan dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal yang
efektif
2.8.2 Farmakologis
2.8.2.1 Pada pasien > 60 tahun diberikan L-dopa .Pemberian L-dopa 3-4x 1 hari
dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari diberikan 30 menit sebelum
makan, contoh madopar, sinemet.
2.8.2.2 Pada pasien muda diberikan DA (dopamine antagonist)
2.8.2.2.1. Pemberian dopamine agonist :
Contoh ergot da:
2.8.2.2.1.1. Bromocriptin dimulai dengan dosis 1,25 mg
ditingkatkan sampai total maksimal 40mg/ hari terbagi
dalam 3-5 dosis.
2.8.2.2.1.2. Pergolide mesylate dimulai dari 0,05 mg 0,05 mg
tiap 4-7 hari sampai 2-4 mg / hari untuk 3x beri
2.8.2.2.1.3. Piribedil 50 mg terbagi 5x/ hari
2.8.2.2.1.4. Cabergoline , dostinex 0,5 mg setiap 2 hari
20
2.8.2.5 n-Methyl-D-Aspartate Receptor Inhibitor: amantadine dimulai dari 100
mg. Dosis umumnya 300-400 mg/ hari terbagi dalam 3-4 dosis
2.8.2.6 Enzyme inhibitor: Monoamine Oxidase Type B inhibitor MAO –B contoh
selegiline, selegos 5 mg, rasagiline sebagai neuroprotektor.
2.8.2.7 COMT –I (Cathechol o Methyl Transferase Inhibitors) :
2.8.2.7.1 entacapone, comtan 200mg dosis maksimal 1600 mg, tolcapone
untuk menurunkan degradasi dopamine otak dan meningkatkan
efek L-dopa.
21
ADR dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil karena
“rasa melayang” yang mereka dapat daripadanya.
2.8.3.5 Akatisia
22
sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu sampai dua
tahun.
2.9. KOMPLIKASI
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gangguan gerak
saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada
distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.
Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat
menyebabkan komplikasi yang buruk. Anti kolinergik umumnya menyebabkan
mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine.
Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.
2.10. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih
baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada
pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, Pasien dengan
tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak
23
diatasi dengan cepat. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien
yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Maslim. R, SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikiatri edisi Ketiga.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007
24