Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Pembimbing :
dr. Perwitasari Bustomi, Sp.S

dr. Eny Waeningsih, Sp.S, M.Kes

Disusun oleh :
Larasati Yofi Putri
1102015119

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SYARAF
RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
AGUSTUS 2019
LAPORAN PRESENTASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


 Nama : Ny. D
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 62 tahun
 Pekerjaan :-
 Agama : Islam
 Alamat : Samaun Bakri Tanggul
 Tanggal Masuk RS : 31 Juli 2019
 Tanggal Pemeriksaan : 01 Agustus 2019

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga
pasien pada tanggal 01 Agustus 2019 pukul 16.00 WIB
 Keluhan Utama
Lemah anggota gerak sisi sebelah kiri
 Keluhan Tambahan
- Bicara pelo
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarga ke Instalansi Gawat Darurat RS. dr. Dradjat
Prawiranegara Serang dengan keluhan anggota gerak sisi sebelah kiri lemah yaitu
tidak dapat diangkat dan hanya bisa bergeser sejak 3 hari SMRS. Keluhan tersebut
timbul secara mendadak dan timbul setelah pasien bangun tidur dan menyebabkan
pasien terjatuh. Keluarga pasien juga mengatakan pasien bicara pelo. Pasien
mengeluhkan rasa tidak nyaman di kepala. Keluhan lain seperti mual, muntah,
penurunan kesadaran disangkal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi sejak ±10 tahun yang lalu, namun pasien selalu kontrol dengan
teratur. Menurut keluarga pasien tensi tertinggi pasien adalah 200/150.

2
 Riwayat Penyakit Keluarga
-
1.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan tanggal 01/08/2019 (Perawatan hari ke 2)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 94 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 37,5° C
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), Refleks cahaya
(+/+),
Pupil isokor
THT : Pembesaran KGB pre/retroauricular (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), tidak ada
peningkatan
JVP
Thorax
Jantung : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, sikatrik (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal
dextra, batas jantung kiri pada ICS VI 2 cm lateral
linea midklavikula sinistra, batas pinggang jantung
pada linea sternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus taktil (+/+), fremitus vokal (+/+)

3
Perkusi : Sonor pada kedua lapang perifer paru kanan kiri
Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-),
wheezing (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) di seluruh kuadran abdomen
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, batas atas
hepar setinggi ICS VI linea midklavikula kanan, batas bawah hepar
7 cm ke arah kaudal dari batas atas hepar, shifting dullness (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa
Ekstremitas : akral hangat, udem kaki (-/-)

Status Neurologis
(Pemeriksaaan dilakukan di hari ke-2 pasien dirawat)

 GCS : E4M6V5  15 (Composmentis)


 Pupil
Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +

 Tanda Rangsang Meningeal


Dextra Sinistra
Kaku kuduk - -- -
Brudzinski I - -
Laseque >70° >70°
Kernig ˃ 135° ˃ 135°
Brudzinski II - -
Brudzinski III - -
Brudzinski IV - -

 Pemeriksaan Saraf Kranial

4
Dextra Sinistra

5
N.I Baik Baik
N. II
Visus Baik Baik
Lapang Pandang Baik Baik
Warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
N.III. IV dan VI
M. Rektus Medius Baik Baik
M. Rektus Inferior Baik Baik
M. Rektus Superior Baik Baik
M. Rectus Lateralis Baik Baik
M. Obliqus Inferior Baik Baik
M. Obliqus Superior Baik Baik
M. Levator Palpebra Baik Baik
N. V
Sensorik Refleks Kornea + Refleks Kornea +
V1 Sensasi raba V1, V2 & Sensasi raba V1, V2 &
V2 V3 baik V3 baik
V3
Motorik Baik Baik
N. VII
Sensorik Baik Baik
Pengecapan (2/3 anterior
lidah)
Motorik:
Mengerutkan dahi + +
Mengangkat alis + +
Menutup mata + +
Lipatan nasolabial Baik Mendatar
Sudut mulut Baik Turun

Parase N. VII Sinistra Central


N. VIII
Vestibularis Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan

Cochlearis

6
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala
Rinne + +
Webber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Swabach Sama dengan Sama dengan pemeriksa
pemeriksa
N. IX & N. X
Arkus Faring Simetris
Refleks muntah Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Pengecapan (1/3 posterior Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
lidah)
N. XI
M. Sternocleidomastoideus Baik Baik
M. Trapezius Baik Baik
N. XII
Tremor lidah -
Atrofi lidah -
Deviasi lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi -

Motorik
Dextra Sinistra
Kekuatan
Ekstremitas atas 5 2
Ekstremitas bawah 5 2
Tonus
Ekstremitas atas Normal Meningkat
Ekstremitas bawah Normal Meningkat
Trofi
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Refleks
Fisiologis
Biseps + +

7
Triseps + +
Patella + +
Achilles + +

Patologis
Hoffmann- Tromner - -
Babinski - -
Babinski Group
Oppenheim - -
Gordon - -
Chaddock - -
Gonda - -
Schaeffer - -

0 = Sama sekali tidak dapat bergerak


1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan tahanan
5 = Normal

 Sensorik
Dextra Sinistra
Raba halus
Ekstremitas atas Baik Menurun
Ekstremitas bawah Baik Menurun
Nyeri
Ekstremitas atas Baik Menurun
Ekstremitas bawah Baik Menurun
Suhu
Ekstremitas atas Baik Menurun
Ekstremitas bawah Baik Menurun
Getar
Ekstremitas atas Baik Menurun

8
Ekstremitas bawah Baik Menurun

 Koordinasi, gait, dan keseimbangan  tidak dilakukan

Cara berjalan :
Tes Romberg :
Disdiadokinesis :
Ataksia :
Rebound phenomenon :
Dismetri :
 Gerak abnormal

Gerak abnormal Dextra Sinistra

Tremor - -
- -
Athetose
- -
Mioklonik
- -
Chorea

 Otonom
- Alvi : Baik
- Uri : Baik
- Hidrosis : Baik

Siriraj Score
(2,5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah)+ (2 x sakit kepala)+ (0,1 x
tekanan darah diastolik)+ (3xatheroma markers) -12
Keterangan:
- Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
- Vomitus : tidak ada (0), ada (1)
- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
- Atheroma : Tidak ada penyakit jantung, DM (-0), ada 1 atau
lebih (-1)
Hasil:
- SS > 1 : Stroke hemoragik

9
-1 > SS > 1 : Perlu CT-Scan
- SS < -1 : Stroke non hemoragik
Perhitungan Siriraj Score pada pasien yaitu :
(2,5 x 0) + (2 x 0)+ (2 x 1)+ (0,1 x 70)+ (3x0) -12 = -3
Pada pasien ini didapatkan Siriraj score -3  Klinis Stroke Non Hemoragik

1.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan laboraturium
-  Darah Lengkap : Hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit,
GDS
-  Gula Darah : GDP dan G2PP
-  Elektrolit : Na, K, Cl
-  Profil Lipid : kolesterol total, trigliseride, HDL, LDL
-  Faal Ginjal : Ureum, Kreatinin, asam urat
 CT-Scan kepala tanpa kontras
 Foto thoraks
 EKG

1.5 Diagnosis
 Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra + Parese N.VII dan N.XII
sinistra central + Hipertensi grade I

 Diagnosis Topis : Arteri carotis dextra


 Diagnosis Etiologi : Stroke Non Hemoragik

1.6 Tatalaksana
Medikamentosa
 Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
 Pasang infus NaCl 0,9 %
 Pemberian neuroprotektor citicholin 2x1 gr IV
 Pemberian antiplatelet Aspilet 1 x 80 mg PO
Non Medikamentosa
 Fisioterapi
 Edukasi

1.7 Prognosis

10
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungsionam : dubia ad malam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke


Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otot fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Stroke non hemoragik adalah kumpulan gejala defisit neurologis akibat
gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak atau medulla spinalis, yang
dapat disebabkan oleh penyumbatan arteri maupun vena, yang dibuktikan dengan
pemeriksaan imaging dan/atau patologi.
2.2 Epidemiologi
Insidens stroke di Asia sangat bervariasi, antara lain Malaysia (67 per 100.000
penduduk) dan Taiwan (330 per 100.000 penduduk). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Kementerian Kesehatan Tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia
meningkat dari 8,3% pada tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun 2013. Prevalensi stroke
meningkat seiring bertambahnya usia dengan puncaknya pada usia ≥ 75 tahun.
Persentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke hemoragik.
Laporan American Heart Association (AHA) tahun 2016 mendapatkan stroke iskemik
mencapai 87% serta sisanya adalah perdarahan intraserebral dan subaraknoid. Hal ini sesuai
dengan data Stroke Registry tahun 2012-2014 terhadap 5.411 pasien stroke di Indonesia,
mayoritas adalah stroke iskemik (67%).
Adapun angka kematian akibat stroke iskemik (11,3%) relative lebih kecil
dibandingkan stroke perdarahan (17,2%). Secara umum dari 61,9% pasien stroke iskemik
yang dilakukan pemeriksaan CT scan di Indonesia di dapatkan infark terbanyak pada sirkulsi
anterior (27%), diikuti infark lacunar (11,7%), dan infark pada sirkulasi posterior (4,2%).

12
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
1. Stroke kardioemboli

Bertanggung jawab atas 20% dari semua stroke iskemik. Stroke yang disebabkan
oleh penyakit jantung disebabkan oleh emboli dari bahan trombotik yang
terbentuk pada dinding atrium dan ventrikel atau pada katup jantung kiri. Emboli
pada jantung akan menyebabkan gejala defisit neurologis yang mendadak dan
parah. Emboli dari paru paling sering menyumbat di arteri karotis intrakranial
internal, arteri serebri media serta arteri serebri posterior. Penyebab utama stroke
kardioemboli adalah non reumatik atrial fibrilasi, infark miokard, katup jantung
prostetik, penyakit jantung rematik, dan kariomiopati iskemik. Secara
keseluruhan atrial fibrilasi non reumatik merupakan penyebab yang paling sering
dari emboli pada serebri.

2. Aterosklerosis

13
Aterosklerosis pada arteri karotis terjadi paling sering pada arteri karotis internal
bagian proksimal, diatas bifurkasio dan diantara sinus cavernosus. Faktor risiko
utama terjadinya aterosklerosis adalah hipertensi, peningkatan kadar LDL serum,
kolesterol, dan diabetes mellitus.
3. Penggunaan Obat
Penggunaan kokain hidroklorida, kokain alkaloidal, amfetamin dan stimulant
lainnya atau heroin merupakan faktor risiko dari stroke. Amfetamin paling sering
menyebabkan perdarahan intraserebral, sedangkan stroke akibat kokain alkaloidal
paling sering menyebabkan stroke iskemik.
4. Polisitemia
Polisitemia dengan hematokrit diatas 45% dapat dihubungkan dengan terjadinya
penurunan aliran darah cerebri dan peningkatan risiko dari stroke.
5. Leukositosis
Stroke iskemik dapat terjadi pada pasien dengan leukemia, namun peran dari
leukositosis itu sendiri masih kurang jelas. Leukositosis ringan sekalipun
dihubungkan dengan peningkatan insiden trombosis pada pasien dengan
polisitemia vera.
6. Keadaan Hiperkoagulasi
Penyebab dari keadaan hiperkoagulasi yang dapat menyebabkan stroke dapat
berupa paraproteinemia, terapi estrogen, kontrasepsi oral, keadaan postpartum dan
postoperasi, kanker, antibodi antifosfolipid, homositeinemia serta koagulopati
herediter.
7. Trombositosis
Faktor risiko terjadinya trombosis pada arteri termasuk umur yang melebihi 60
tahun, riwayat penyakit trombotik, faktor risiko kardiovaskular (hipertensi,
diabetes serta merokok), leukositosis dan mutasi JAK2V617F.

14
FAKTOR RISIKO

Faktor risiko terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi:


A. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah (unmodified)
1. Jenis kelamin
Insidensi stroke pada pria lebih besar 1,25 dibandingkan pada wanita.
2. Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya
usia yang secara tidak langsung juga meningkatkan kemungkinan untuk terserang
stroke. Terjadinya stroke pada seseorang meningkat sebanyak 2x lipat setelah
menginjak usia 55 tahun. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi
(penuan) serta penurunan elastisitas pembuluh darah pada lanjut usia yang
seringkali dikarenakan oleh kondisi aterosklerosis
3. Ras
Orang berkulit hitam mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan orang berkulit
putih.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga / hereditas sangat berperan pada beberapa faktor risiko terjadi
nya stroke seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung dan kelainan pembuluh
darah.

B. Faktor risiko yang dapat diubah (modified)


1. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi, diabetes dan
hiperlipidemia yang juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke. Obesitas
merupakan salah satu faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskular.
Risiko terjadinya stroke iskemik pada orang dengan obesitas meningkat tiga
kali lipat.

15
2. Alkohol
Peningkatan konsumsi alkohol akan meningkatkan risiko terjadinya
perdarahan otak, selain itu alkohol juga dapat mengganggu metabolism tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan
dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainnya.
3. Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko stroke hingga 50%. Semakin banyak
konsumsi rokok dalam sehari akan meningkatkan risiko terjadinya stroke
iskemik.
4. Hipertensi
Hipertensi berperanan penting dalam proses terjadinya infark dan perdarahan
otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat
arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh
darah besar.
5. Hiperlipidemia
Tingginya kadar kolesterol dalam darah dapat merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung coroner. LDL yang tinggai
dapat mengakibatkan penimbunan kolesterol di dalam sel yang dapat memicu
terjadinya pengerasan dinding pembuluh darah arteri yang disebut
aterosklereosis
6. Diabetes
Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko dalam proses terjadinya stroke
iskemik. Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah,
kerusakan kronik aliran serta autoregulasi darah otak, disfungsi sel endotel,
hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan
meningkatnya agregasi trombosit, serta kemungkinan disfungsi otot polos
arterioler kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral.

16
7. Penyakit kardiovaskular
Berbagai penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan risiko stroke. Yang
paling sering adalah atrial fibrilasi (AF), Hampir setengah dari stroke
kardioemboli adalah disebabkan oleh AF, karena memudahkan terdinya
penggumplana darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah di otak. Selain AF, penyakit katup jantung juga cukup berperan seperti
stenosis mitral. Left atrial enlargement juga merupakan faktor risiko pada
stroke.
8. Infeksi
Penyakit infeksi seperti SLE dan meningitis dapat menjadi faktor risiko
terjadinya stroke trombotik oleh karena terbentuknya eksudat yang berujung
pada pembentukan plak pada sirkulasi darah sistemik.
9. Pemakaian obat-obatan
Konsumsi berlebihan dari obat-obatan seperti kokain dapat menjadi faktor risiko
terjadinya stroke. Obat-obatan lain yang juga berperan adalah heroin,
amphetamine, LSD, PCP dan marijuana.

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis yang tampak stroke non hemoragik terbagi menjadi:
 Transient Ischemic Attack (TIA)
Defisit neurologi yang bersifat akut yang terjadi kurang dari 24 jam, dapat
hanya beberapa menit saja. Terjadi perbaikan yang reversibel dan penderita
pulih seperti semula dalam waktu kurang dari 24 jam. Etiologi TIA adalah
emboli atau trombosis dan plak pada arteria karotis interna dan arteria
vertebrabasalis.
 Stroke In Evolution (SIE)
Stroke dimana defisit neurologinya terus bertambah berat.
 Reversibel Ischemic Neurology Deficit (RIND)

17
Gejala yang muncul bertahap, akan hilang dalam waktu lebih dari 24 jam tetapi
tidak lebih dari 3 minggu, tetapi pasien dapat mengalami pemulihan sempurna.
 Complete Stroke Ischemic
Stroke yang defisit neurologinya sudah menetap.

Berdasarkan penyebab:
 Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
 Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatus yang
terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas
dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran
darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan
menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan
infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli
merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik.
 Lakunar
Stroke lakunar adalah stroke yang terjadi pada pembuluh-pembuluh darah kecil yang
ada di otak. Terjadi pada sekitar 20% kasus dari seluruh stroke. Stroke lakunar ini
disebabkan oleh adanya sebuah lesi/luka yang kecil, berbatas jelas berukuran
kurang lebih 1,5 cm yang biasanya terletak di daerah subkortikal, kapsula interna,
batang otak, dan serebelum. Stroke lakunar ini berkaitan kuat dengan hipertensi
dan juga dihubungkan dengan perubahan mikrovaskular yang timbul karena
hipertensi kronis dan diabetes mellitus. Penyumbatan pada pembuluh darah kecil
ini biasanya tidak memberikan dampak stroke yang parah.

18
2.5 Patofisiologi

Proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh adanya sumbatan pembuluh darah
oleh thrombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami gangguan
metabolisme, karena tidak mendapat suplai darah, oksigen, dan nutrisi. Trombus
terbentuk oleh adanya proses aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis maupun
pembuluh darah serebral. Proses ini diawali oleh adanya cedera endotel dan inflamasi
yang mengakibatkan terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah. Plak akan
berkembang semakin lama semakin tebal dan sklerotik. Trombosit kemudian akan
melekat pada plak serta melepaskan faktor yang menginisiasi kaskade koagulasi dan
pembentukan thrombus. Trombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada
lokasi asal dan menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli ini dapat
berasal dari trombus di pembuluh darah, tetapi sebagian besar berasal dari trombus di
jantung yang terbentuk pada keadaan tertentu, seperti atrial fibrilasi dan riwayat
infark miokard. Bila proses ini berlanjut maka akan terjadi iskemia jaringan otak
yang menyebabkan kerusakan yang bersifat sementara ataupun permanen yang
disebut infark. Di area sel otak yang mengalami gangguan metabolisme dan perfusi
yang bersifat sementara saja disebut dengan penumbra. Daerah ini masih bisa
diselamatan jika dilakukan perbaikan aliran darah (perfusi) segera. Namun jika
penumbra tidak dapat diselamatkan, maka akan menjadi daerah infark.

2.6 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala klinis dari stroke secara praktis mengacu kepada definisi
dari stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal
maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang atau hilangnya aliran
darah pada parenkim otak atau medula spinalis. Defisit neurologis yang
ditimbulkannya dapat bersifat fokal ataupun global, yaitu:

1. Kelumpuhan satu sisi/kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas, kelumpuhan


otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot untuk proses menelan, bicara, dan
sebagainya

19
2. Gangguan fungsi keseimbangan

3. Gangguan fungsi penghidu

4. Gangguan fungsi penglihatan

5. Gangguan fungsi pendengaran

6. Gangguan fungsi somatik somatosensoris

7. Gangguan fungsi kognitif

a. Gangguan atensi

b. Gangguan memori

c. Gangguan bicara verbal

d. Gangguan mengerti pembicaraan

e. Gangguan pengenalan ruang

8. Gangguan global berupa gangguan kesadaran

Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun
oleh Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial drop (mulut
mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada tangan), S yaitu
speech difficulties (kesulitan berbicara), serta T yaitu time to seek medical help (waktu
tiba di RS secepat mungkin). FAST memiliki sensitivitass 85% dan spesifisitas 68%
untuk menegakkan stroke.

Untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan gejala dapat dilakukan pemeriksaan


fisik, yaitu:
I. Penurunan kesadaran berdasarkan Skala Koma Glasgow (SKG)
II. Kelumpuhan syaraf kranial
III. Kelemahan motorik
IV. Defisit sensorik
V. Gangguan otonom
20
VI. Gangguan fungsi kognitif

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Gejala stroke yang sering dikeluhkan pasien adalah onset yang mendadak
atau tiba-tiba, nyeri kepala, kelemahan setengah badan (hemiparesis), gangguan
penglihatan atau pendengaran, perasaan lemas, ataupun penurunan kesadaran. Bila
suspek diagnosa sudah mengarah ke serangan stroke, maka langkah berikutnya adalah
dengan menetapkan jenis dari stroke tersebut; stroke hemoragik atau stroke non
hemoragik.
Melalui anamnesis juga dapat diketahui lokasi lesi yang terjadi pada stroke
yang bersangkutan. Gejala klinis yang timbul pada stroke berbeda-beda sesuai dengan
pembuluh darah yang terkena. Berikut manifestasi klinis sesuai dengan lokasi
pembuluh darah yang tersumbat.
1. Arteri serebri anterior
a. Hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral, terutama pada tungkai
b. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
2. Arteri serebri media
a. Hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral
b. Afasia ( bila mengenai area otak dominan)

3. Arteri serebri posterior


a. Hemianopsia homonym / kuadrantanopsi kontralateral tanpa gangguan
motoric maupun sensorik
b. Gangguan daya ingat (bila infark pada lobus temporalis medial)
c. Aleksia
d. Agnosia dan prosopagnosia
4. Peredaran darah vertebrobasilar
a. Gangguan saraf kranial ( disartri, diplopia, vertigo)
b. Gangguan serebelar (ataksia)
c. Penurunan kesadaran (sinkop, stupor, diorientasi)
21
d. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
e. Refleks tendon meningkat
f. Disfagia, disatria
g. Gangguan pendengaran
5. Infark lakunar
Gangguan murni motorik atau sensorik

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien stroke untuk membantu
penegakkan diagnosis antara lain adalah
1. Pemeriksaan Tanda Vital
Pada serangan akut stroke, seringkali ditemukan peristiwa penurunan kesadaran
yang mengakibatkan penurunan GCS. Selain itu, tekanan darah juga penting untuk
diperiksa dikarenakan hipertensi merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya serangan stroke.
2. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Rangsang meningeal diperiksa untuk menghilangkan dugaan diagnosis banding
lainnya seperti dugaan meningitis, ensefalitis, ataupun meningoensefalitis. Pada
kasus stroke, rangsang meningeal tidak ditemukan.
3. Pemeriksaan 12 Saraf Kranial
Perhatikan apakah terdapat respon patologis dari saraf kranial I sampai dengan
XII. Adanya respon patologis pada saraf kranial tertentu dapat menunjukkan letak
serta luas lesi yang terjadi.
4. Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Motorik
Pada kasus stroke yang merupakan lesi UMN, akan ditemukan kondisi hiperrefleks
disertai dengan peningkatan tonus pada tungkai; namun pada fase akut dapat
ditemukan gejala klinis menyerupai lesi LMN yaitu hiporefleks yang disertai
penurunan tonus. Kekuatan Motorik pada kasus stroke tipikal juga akan
mengalami penurunan pada tungkai sisi kontralateral lesi, baik sebagai paresis
ataupun plegia.

5. Pemeriksaan Refleks Patologis


22
Pada kasus stroke dan penyakit lesi UMN lainnya, dapat ditemukan adanya refleks
patologis seperti tanda positif Babinski, Chaddock, Gordon, ataupun Oppenheim.

 Sistem Skoring

Skor Siriraj
No. Gejala/Tanda Penilaian Indek Skor
1 Kesadaran (1) Kompos Mentis
(2) Mengantuk x 2,5 +
(3) Semi koma/koma
2 Muntah (1) Tidak
x2 +
(2) Ya
3 Nyeri Kepala (1) Tidak
x2 +
(2) Ya
4 Tekanan Darah Diastolik x 10% +
5 Ateroma:
 DM (1) Tidak
x (-3) -
 Angina Pektoris (2) Ya
Klaudikasio Intermiten
6 Konstanta -12 -12
Hasil SSS

SSS < -1 : Stroke Non Hemoragik

SSS > 1 : Stroke Hemoragik

 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium di IGD yakni hematologi rutin, glukosa darah


sewaktu, dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Selanjutnya di ruang perawatan
dilakukan pemeriksaan rutin glukosa darah puasa dan 2 jam pascaprandial, HbA1C,
profil lipid, c-reactive protein (CRP), dan laju endap darah. Pemeriksaan hemostasis,

23
seperti activated partial thrombin time (APTT), prothrombin time (PT), dan
international normalize ratio (INR), enzim jantung (troponin, creatine kinase
MB/CKMB), fungsi hati, tes uji fungsi trombosit (uji resistensi aspirin dan
klopidogrel), serta elektrolit dilakukan atas indikasi.

b. CT Scan

c. EKG
Untuk melihat adanya iskemia, aritmia jantung dan penyakit jantung lainnya, sebagai
penyebab stroke.
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana Umum

1) Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan

a. Pemantauan neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi


oksigen secara kontinu dalam 72 jam pertama.
b. Pemberian oksigen jika saturasi oksigen < 95%
c. Perbaikan jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar, pemberian bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan
jalan napas.
24
d. Intubasi endotracheal tube (ETT) atau laryngeal mask airway (LMA)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 <60mmHG atau pCO2
>50 mmHG) syok, atau pada pasien yang berisiko untuk mengalami
aspirasi
e. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu, kalau
lebih maka dianjurkan dilakukan trakeostomi
2) Stabilisasi hemodinamik (Sirkulasi)

a. Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena (IV), dan hindari


pemberian cairan hipotonik seperti glukosa.

b. Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan
target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.
c. Pemantauan jantung (cardiac monitoring) dilakukan selama 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke iskemik.
d. Bila terdapat penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsul
kardiologi
3) Tatalaksana Cairan
a. Pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, dan ringer
asetat, dengan tujuan menjaga euvolemi.
4) Nutrisi

a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,


nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikan melalui pipa nasogastric.
c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
i. Karbohidrat 30-40% dari total kalori

25
ii. Lemak 20-35% (pada gangguan nafas bisa lebih tinggi 35-
55%)

iii. Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4 –


2,0 g/kgBB/hari)
5) Pencegahan dan Mengatasi Komplikasi

a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut


(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, decubitus,
komplikasi ortopedik dan kontraktur perlu dilakukan).

b. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai


kasur antidekubitus.
c. DVT bisa diberikan heparin subkutan 5.000 IU dua kali sehari atau
10.000 IU drip per 24 jam atau LMWH.

Tatalaksana Spesifik

1) Trombolisis Intravena

Menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (rTPA) seperti


alteplase dapat diberikan pada stroke iskemik akut dengan onset < 6 jam
secara intravena. Dosis yang dianjurkan adalah 0,6-0,9 mg/kgBB. Di RSUPN
Cipto Mangunkusumo menggunakan dosis 0,6 mg berdasarkan studi Japan
Alteplase Clinical Trial.

2) Terapi Neurointervensi/Endovaskular

Terapi yang menggunakan katerisasi untuk melenyapkan trombus di


pembuluh darah dengan cara melisiskan thrombus secara langsung
(trombolisis intraarterial) atau dengan menarik thrombus dengan alat khusus
(trombektomi mekanik). Sepanjang sejarah penelitian neurointervensi untuk
membuang thrombus pada stroke iskemik akut hasilnya mengecewakan
selama 20 tahun terakhir. AHA atau ASA mengeluarkan pedoman tatalaksana
neurointervensi baru pada kasus stroke iskemik akut yaitu dengan

26
menggunakan alat stent retriever diakui sebagai salah satu tindakan definitive
stroke iskemik akut dengan thrombus.

3) Pemberian antikogulan sebagai pencegahan sekunder

a. Antikoagulan rutin terhadap pasien iskemik akut dengan tujuan


sebagai pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak di
rekomendasikan.
b. Pemberian antikoaglan tidak dilakukan sampai ada hasil peeriksaan
pencitraan otak yang memastikan tidak ada perdarahan intracranial
primer.

c. Warfarin merupakan obat lini pertama untuk pencegahan sekunder


stroke iskemik pada kasus stroke kardioemboli.
4) Pemberian antiagregasi trombosit

a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 12 jam awal


setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
b. Aspirin diberikan sebagai terapi pencegahan sekunder

c. Jika direncanakan pemberian trombolisis aspirin jangan diberikan


Clopidogrel 75 mg lebih baik dibandingkan dengan aspirin untuk
pencegahan kejadian stroke iskemik, infark jantung, dan kematian akibat
vaskuler.
5) Neuroproteksi

Neuroprotektor dan neurorecovery seperti citicoline, piracetam, pentoksifilin


dapat dipertimbangkan

Rehabilitasi

Rehabilitasi penting untuk meningkatkan outcome maupun mencegah komplikasi.


Rehabilitasi yang dapat diberikan berupa:
a. Fisioterapi

Dilakukan dengan melatih otot-otot anggota gerak terutama yang mengalami

27
kelumpuhan. Hal ini dapat dilakukan sejak dini untuk membantu pemulihan
dan menghindari komplikasi
b. Terapi bicara

Dilakukan pada penderita yang mengalami gangguan komunikasi, baik akibat


gangguan pusat bicara maupun gangguan otot-otot bicara
c. Social Support
Dukungan keluarga terhadap penderita sangat dianjurkan. Penderita stroke sering
mengalami depresi akibat kondisi kecacatan yang dialaminya sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari dan pekerjaan

2.9 Prognosis
Sebanyak 75% penderita stroke tidak dapat bekerja kembali akibat
ketidakmampuan tubuhnya. 30-50% penderita stoke mengalami depresi post-stroke yang
ditandai oleh letargi, sulit tidur, rendah diri, dan menarik diri dari masyarakat. Emosi yang
labil dapat terjadi sebanyak 20% pada penderita stroke.

28
29
DAFTAR PUSTAKA

Aminoff M.J, Greenberg D.A and Simon R. Clinical Neurology: 9th Edition. 2015.
New York: McGraw-Hill Education.

Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. 2017. Jakarta : Departemen


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Broderick J.P, Caplan L.R, and Sacco R.L. An Update Definiton of Stroke for the
21st Century: A Statement for Healthcare Professionals From the American
Heart Association/American Stroke Association. American Heart Association.
2014; 44: 2064-2089.

Hanifati S, Liwang F, dan Tanto C. Kapita Selekta Kedokteran: Edisi IV. 2014.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hauser S.L, Jameson J.L, and Kasper D.L. Harrison’s Principles of Internal
Medicine: 19th Edition. 2015. New York: McGraw-Hill Education
PERDOSSI. 2018. Guideline Stroke. Pekanbaru : RSUD Arifin.

30

Anda mungkin juga menyukai