Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRESENTASI KASUS

MENINGITIS TB

Pembimbing:
dr. Perwitasari Bustomi, Sp.S
dr. Eny Waeningsih, Sp.S, M.Kes

Disusun oleh:
Desha Akbar Hosen
1102015054

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA
AGUSTUS 2019
LAPORAN PRESENTASI KASUS MENINGITIS TB

1.1. Identitas Pasien

Nama Ny. W
Jenis Kelamin Perempuan
Tanggal Lahir 12 Juni 1999
Pekerjaan Penjaga Toko
Agama Islam
Alamat Pasir Jambu
Tanggal Masuk 30 Juli 2019
Tanggal Pemeriksaan 31 Juli 2019

1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan kedua orangtua pasien
pada tanggal 31 Juli 2019, pukul 06.30.

1.2.1. Keluhan Utama


Penurunan kesadaran, pasien tampak lemas dan selalu mengantuk.

1.2.2. Keluhan Tambahan


Nyeri kepala yang menjalar sampai leher, batuk, demam, dan gelisah.

1.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh kedua orangtuanya ke Rumah Sakit dr. Dradjat Prawiranegara
Serang dengan keluhan lemas dan selalu mengantuk. Saat tiba pasien tampak gelisah dan
tidak tenang dikarenakan sakit kepala yang di deritanya. Pasien mengalami sakit kepala
yang menjalar ke leher sejak lebih kurang 14 hari SMRS. Keluhan tersebut timbul secara
bertahap dan sakit kepala yang dirasakan pasien bertambah terus-menerus, bola mata kiri
terlihat sulit digerakkan. Keluhan tersebut disertai batuk, demam dan muntah. Keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat pengobatan paru dan diketahui
bahwa pasien bekerja di Jakarta sebagai penjaga toko sarang burung wallet, pasien
mengalami nyeri kepala setelah pasien pulang dari Jakarta.

1.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat
pengobatan paru pun disangkal.

1.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat tertentu.
1.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 31 Juli 2019 (Perawatan hari kedua)
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium
Tanda Vital :
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 96x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 37.2 C
Status Generalis
Kepala Normochepal
Mata Reflek cahaya langsung
THT Pembesaran KGB pre/retroauricular (-/-)
Leher Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-), Peningkatan JVP (-)
Thoraks
Jantung Inspeksi : (-)
Palpasi : (-)
Perkusi : (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri.
Palpasi : Fremitus taktil (+/+), fremitus vokal (+/+)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) di seluruh kuadran abdomen
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa (-)
Batas atas hepar setinggi ICS VI linea midklavikula dextra, batas
bawah hepar 6 cm ke arah kaudal dari batas atas hepar
shifting dullness (-)

Ekstremitas Akral hangat, edema kaki (-/-)

Status Neurologis
(Pemeriksaan dilakukan di hari ke- 2 pasien dirawat)
GCS : 11 (E=3, M=6, V=3)
Pupil

Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Tidak Langsung + +
Tanda Rangsang Meningeal

Dextra Sinistra
Kaku Kuduk + +
Brudzinzki I + +
Laseque <70’ <70’
Kernig <135’ <135’
Brudzinzki II + +

Peningkatan Tekanan Intrakranial


 Muntah : (+)
 Sakit kepala : (+)
 Kejang : (-)

Pemeriksaan Nervus Cranialis


Dextra Sinistra
N. I Baik Baik
N. II + +
Visus Baik Baik
Lapang Pandang Baik Baik
Warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III, IV dan VI
M. Rektus Medius Baik Baik
M. Rektus Inferior Baik Baik
M. Rektus Superior Baik Baik
M. Rectus Lateralis Baik Menurun
M. Obliqus Inferior Baik Baik
M. Obliqus Superior Baik Menurun
M. Levator Palpebra Baik Menurun
Nistagmus (-) (+)
Diplopia (-) (+)
N.V
Sensorik Reflek kornea (+) Reflek kornea (+)
V1 Kesan normal Kesan normal
V2 Kesan normal Kesan normal
V3 Kesan normal Kesan normal
Motorik Baik Baik
N.VII
Sensorik
Pengecapan (2/3 anterior Kesan normal Kesan normal
lidah)
Motorik:
Mengerutkan dahi Baik Menurun
Mengangkat alis Baik Menurun
Menutup mata Baik Menurun
Lipatan nasolabial Baik Menurun
Sudut mulut Baik Menurun
N.VIII Kesan baik
N. IX dan X
Arkus Faring Simetris
Refleks muntah +
Pengecapan (1/3 posterior + +
lidah)
N. XI
M.Sternocleidomastoideus + +
M. Trapezius + +
N. XII
Tremor lidah
Atrofi lidah
Deviasi lidah Kiri
Fasikulasi

Motorik
Dextra Sinistra
Kekuatan
Ekstremitas atas 5 4
Ekstremitas bawah 5 4
Tonus
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Trofi
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Refleks
Fisiologis
Biseps +++ +++
Triseps +++ +++
Patella +++ +++
Achilles +++ +++
Patologis
Hoffmann- Tromner - -
Babinski - -
Babinski Group
Oppenheim - -
Gordon - -
Chaddock - -
Gonda - -
Schaeffer - -
Rosolimo - -
Mendel Becthrew - -

Keterangan:
0 = Sama sekali tidak dapat bergerak
1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan sedikit tahanan
5 = Normal

Koordinasi, Gait, dan Keseimbangan: Tidak dilakukan

Gerak Abnormal
Gerak abnormal Dextra Sinistra

Tremor - -
Athetose - -
Mioklonik - -
Chorea - -

Otonom
 Alvi : Baik
 Uri : Baik
 Hidrosis : Baik
1.4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Lab
- Darah lengkap : Hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit 

- Elektrolit: Na, K, Cl 

- Faal Ginjal: Ureum, kreatinin, asam urat
 Lumbal Pungsi
 Foto Thoraks
 CT-Scan tanpa kontras

1.5. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, Hemiparase sinistra, Strabismus
Diagnosis Topis : Meningens
Diagnosis Etiologi : Meningitis TB

1.6. Tatalaksana
• Pasang infus NaCl 0,9 %
• Pemberian Neuroprotektor Citicholin 2x1 gr IV
• Pemberian Analgetik Paracetamol 3 x 500 mg IV
• Pemberian OAT berupa RHZE (Isoniazid (INH) 400mg/hari, Rifampisin 600mg/hari,
Pirazinamid 2000mg/hari, Etambutol 25mg/kgBB/hari sampai 150mg/hari)
• Pemberian Kortikosteroid: Dexamethason 4 x 1 amp

1.7. Prognosis
 Quo ad vitam : Dubia ad bonam
 Quo ad functionam : Dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Meningens


Meningens adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan cairan
serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri dari 3
lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater.

2.1.1. Lapisan Luar (Dura Mater)


Dura mater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang
berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang
membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang
epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan
jaringan lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit,
ruang subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada
medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim.

2.1.2. Lapisan Tengah (Arachnoid)


Araknoid mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan dura mater
dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan piamater.
Rongga diantara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang berisi cairan
serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini membentuk
bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang subaraknoid
berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan ikat tanpa
pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng seperti dura
mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit trabekelnya, maka lebih
mudah dibedakan dari piamater. Pada beberapa daerah, araknoid menembus dura
mater membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura
mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena disebut Vili
Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke dalam darah
dari sinus venosus.

2.1.3. Lapisan Dalam (Pia Mater)


Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh
darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia tidak berkontak
dengan sel atau serat saraf. Di antara pia mater dan elemen neural terdapat lapisan
tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada pia mater dan membentuk barier
fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang memisahkan sistem saraf pusat
dari cairan serebrospinal. Pia mater menyusuri seluruh lekuk permukaan susunan
saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh
darah. Pia mater di lapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim.
Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat melalui torowongan yang dilapisi
oleh piamater ruang perivaskuler. Pia mater lenyap sebelum pembuluh darah
ditransportasi menjadi kapiler. Dalam susunan saraf pusat, kapiler darah seluruhnya
dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia.

Pleksus Koroid dan Cairan Serebrospinal


Pleksus koroid terdiri atas lipatan-lipatan ke dalam dari pia mater yang
menyusup ke bagian dalam ventrikel. Dapat ditemukan pada atap ventrikel ketiga
dan keempat dan sebagian pada dinding ventrikel lateral. Plexus koroid merupakan
struktur vaskular yang terbuat dari kapiler fenestra yang berdilatasi. Pleksus koroid
terdiri atas jaringan ikat longgar dari pia mater, dibungkus oleh epitel selapis kuboid
atau silindris, yang memiliki karakteristik sitologi dari sel pengangkut ion. Fungsi
utama pleksus koroid adalah membentuk cairan serebrospinal, yang hanya
mengandung sedikit bahan padat dan mengisi penuh ventrikel, kanal sentral dari
medula spinalis, ruang subaraknoid, dan ruang perivasikular. Hal ini penting untuk
metabolisme susunan saraf pusat dan merupakan alat pelindung, berupa bantalan
cairan dalam ruang subaraknoid. Cairan itu jernih, memiliki densitas rendah (1.004-
1.008 gr/ml), dan kandungan proteinnya sangat rendah. Juga terdapat beberapa sel
deskuamasi dan dua sampai lima limfosit per milliliter. Cairan serebrospinal
mengalir melalui ventrikel, dari sana ia memasuki ruang subaraknoid. Disini vili
araknoid merupakan jalur utama untuk absorbsi Cairan Serebrospinal ke dalam
sirkulasi vena. Menurunnya proses absorsi cairan serebrospinal atau penghambatan
aliran keluar cairan dari ventrikel menimbulkan keadaan yang disebut hidrosefalus,
yang mengakibatkan pembesaran progresif dari kepala dan disertai dengan
gangguan mental dan kelemahan otot.

2.2. Definisi Meningitis TB


Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi
tuberkulosis primer yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis.
Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada
penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar
secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.
2.3. Epidemiologi Meningitis TB
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Komplikasi meningitis
TB terjadi pada setiap 300 penderita TB primer yang tidak diobati. Meningitis TB
menghasilkan tingkat tertinggi morbiditas dan mortalitas dari semua bentuk
tuberkulosis. Hal ini menjadi perhatian khusus pada anak-anak, persentasenya
hingga 33% dari semua kasus TB. Dari keselamatan kasus meningitis tuberkulosis,
50% mengalami kematian, dan penderita yang selamat bisa mengalami gejala sisa
neurologis substansial termasuk keterlambatan perkembangan pada anak-anak,
kejang, hidrosefalus, dan kelumpuhan saraf kranial.

2.4. Etiologi Meningitis TB


Mycobacterium tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram
positif, berukuran 0,4-3µm mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama
berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15
sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat
intracellular pathogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium
tuberkulosis, spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah
Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti.

2.5. Klasifikasi Meningitis TB


Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis dapat
diklasifikasikan menjadi tiga stage yang terdiri atas:

Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit neurologis.

Stage II Pasien confused atau memiliki defisit neurologis seperti


kelumpuhan saraf kranialis atau hemiparesis.

Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis yang berat.

Sumber: emedicine.medscape.com

2.6. Patofisiologi Meningitis TB


Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosis melalui 2 tahap yaitu
mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara
hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi
pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi
akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permukaan di otak)
akibat trauma atau proses imunologi, langsung masuk ke subaraknoid. Meningitis
tuberkulosis biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk kolonisasi
dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid parenkim otak,
atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat
menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat
disebabkan oleh fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara epidural, tindakan
anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dan lain-lain. Sering
juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Meskipun
meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen
dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan
menghalang aliran cairan serebospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus,
peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi. Terjadi peningkatan inflamasi
granulomatus di leptomeningen (pia mater dan araknoid) dan korteks serebri di
sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung terkumpul di daerah basal otak.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis:

1. Araknoiditis Proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik
yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi
radang akut di leptomeningen ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna
kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit
dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan
mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun
saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering
terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala
diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum
menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi
atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan
gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.

2. Vaskulitis
Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal
yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini
menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan
inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark
terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan
timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada
pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan,
proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel
dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media
tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan
fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi
tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri
media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput
otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas,
diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan
perubahan fibrin.

3. Hidrosefalus
Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis
yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.

2.7. Manifestasi Klinis Meningitis TB


Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku dan Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu
tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun, tanda Kernig dan Brudzinski positif.

Gejala klinis meningitis tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 (tiga) stadium:

1. Stadium I: Prodormal
Selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi
biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,
muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan menurun, mudah
tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan keadaran
berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat
gelisah.

2. Stadium II: Transisi


Berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana
penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang- kadang disertai kejang
terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda- tanda rangsangan meningeal mulai
nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan
intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah yang lebih hebat.
3. Stadium III: Terminal
Ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada
stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu.

2.8. Diagnosis Meningitis TB

2.8.1. Anamnesis
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,
nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu
makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang, penurunan kesadaran adanya
riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis. Pada neonatus, gejalanya mungkin
minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress
pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia. Anamnesa dapat dilakukan pada
keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk
autoanamnesa.

2.8.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya adalah
pemeriksaan tanda rangsang meningeal.

1. Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi kepala.
Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot.

2. Kernig’s Sign
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi padas sendi panggul kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa
nyeri.

3. Brudzinski I
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala
pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. BrudzinskiI positif (+) bila
gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi disendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
4. Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter padasendi panggul dan lutut
kontralateral.

5. Brudzinski III
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari
pemeriksa tepat dibawah os ozygomaticum. Tanda Brudzinski III positif (+) jika
terdapat fleksi involunter ekstremitas superior.

6. Brudzinski IV
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari tangan
pemeriksaan. Pemeriksaan Brudzinski IV positif (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas inferior.

7. Laseque’s Sign
Pasien tidur terlentang, kemudian diekstensikan kedua tungkainya. Salah
satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus. Tanda
laseque positif (+) jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut 70° pada dewasa
dan kurang dari 60° pada lansia. 


2.8.3. Pemeriksaan Laboratorium


Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), elektrolit,
kadar glukosa serum, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, lumbal pungsi.

1. Pemeriksaan LED meningkat pada pasien meningitis TB.

2. Pada meningitis bakteri, didapatkan peningkatan leukosit


polimorfonuklear dengan shift ke kiri.

3. Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.

4. Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada


cairan serebrospinal.

5. Ureum, kreatinin, dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan
penyesuaian dosis terapi.
6. Lumbal pungsi
Lumbal Pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial. Lumbal pungsi adalah tindakan memasukkan jarum lumbal
pungsi ke dalam kandung dura lewat processus spinosus L4-L5 / L5-S1 untuk
mengambil cairan serebrospinal.

Hasil Analisa Cairan Serebrospinal


w

Anda mungkin juga menyukai