MENINGITIS TB
Pembimbing:
dr. Perwitasari Bustomi, Sp.S
dr. Eny Waeningsih, Sp.S, M.Kes
Disusun oleh:
Desha Akbar Hosen
1102015054
Nama Ny. W
Jenis Kelamin Perempuan
Tanggal Lahir 12 Juni 1999
Pekerjaan Penjaga Toko
Agama Islam
Alamat Pasir Jambu
Tanggal Masuk 30 Juli 2019
Tanggal Pemeriksaan 31 Juli 2019
1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan kedua orangtua pasien
pada tanggal 31 Juli 2019, pukul 06.30.
Status Neurologis
(Pemeriksaan dilakukan di hari ke- 2 pasien dirawat)
GCS : 11 (E=3, M=6, V=3)
Pupil
Dextra Sinistra
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Tidak Langsung + +
Tanda Rangsang Meningeal
Dextra Sinistra
Kaku Kuduk + +
Brudzinzki I + +
Laseque <70’ <70’
Kernig <135’ <135’
Brudzinzki II + +
Motorik
Dextra Sinistra
Kekuatan
Ekstremitas atas 5 4
Ekstremitas bawah 5 4
Tonus
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Trofi
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Refleks
Fisiologis
Biseps +++ +++
Triseps +++ +++
Patella +++ +++
Achilles +++ +++
Patologis
Hoffmann- Tromner - -
Babinski - -
Babinski Group
Oppenheim - -
Gordon - -
Chaddock - -
Gonda - -
Schaeffer - -
Rosolimo - -
Mendel Becthrew - -
Keterangan:
0 = Sama sekali tidak dapat bergerak
1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan sedikit tahanan
5 = Normal
Gerak Abnormal
Gerak abnormal Dextra Sinistra
Tremor - -
Athetose - -
Mioklonik - -
Chorea - -
Otonom
Alvi : Baik
Uri : Baik
Hidrosis : Baik
1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
- Darah lengkap : Hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit
- Elektrolit: Na, K, Cl
- Faal Ginjal: Ureum, kreatinin, asam urat
Lumbal Pungsi
Foto Thoraks
CT-Scan tanpa kontras
1.5. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, Hemiparase sinistra, Strabismus
Diagnosis Topis : Meningens
Diagnosis Etiologi : Meningitis TB
1.6. Tatalaksana
• Pasang infus NaCl 0,9 %
• Pemberian Neuroprotektor Citicholin 2x1 gr IV
• Pemberian Analgetik Paracetamol 3 x 500 mg IV
• Pemberian OAT berupa RHZE (Isoniazid (INH) 400mg/hari, Rifampisin 600mg/hari,
Pirazinamid 2000mg/hari, Etambutol 25mg/kgBB/hari sampai 150mg/hari)
• Pemberian Kortikosteroid: Dexamethason 4 x 1 amp
1.7. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit neurologis.
Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis yang berat.
Sumber: emedicine.medscape.com
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis:
1. Araknoiditis Proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik
yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi
radang akut di leptomeningen ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna
kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit
dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan
mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun
saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering
terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala
diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial II, maka kiasma optikum
menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi
atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan
gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.
2. Vaskulitis
Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal
yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini
menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan
inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark
terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan
timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada
pemeriksaan histologis arteri yang terkena, ditemukan adanya perdarahan,
proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel
dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media
tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan
fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi
tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri
media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput
otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas,
diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan
perubahan fibrin.
3. Hidrosefalus
Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis
yang akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.
1. Stadium I: Prodormal
Selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi
biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,
muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan menurun, mudah
tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan keadaran
berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat
gelisah.
2.8.1. Anamnesis
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,
nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu
makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang, penurunan kesadaran adanya
riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis. Pada neonatus, gejalanya mungkin
minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress
pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia. Anamnesa dapat dilakukan pada
keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk
autoanamnesa.
1. Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi kepala.
Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot.
2. Kernig’s Sign
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi padas sendi panggul kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa
nyeri.
3. Brudzinski I
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala
pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. BrudzinskiI positif (+) bila
gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi disendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
4. Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter padasendi panggul dan lutut
kontralateral.
5. Brudzinski III
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari
pemeriksa tepat dibawah os ozygomaticum. Tanda Brudzinski III positif (+) jika
terdapat fleksi involunter ekstremitas superior.
6. Brudzinski IV
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari tangan
pemeriksaan. Pemeriksaan Brudzinski IV positif (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas inferior.
7. Laseque’s Sign
Pasien tidur terlentang, kemudian diekstensikan kedua tungkainya. Salah
satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus. Tanda
laseque positif (+) jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut 70° pada dewasa
dan kurang dari 60° pada lansia.
5. Ureum, kreatinin, dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan
penyesuaian dosis terapi.
6. Lumbal pungsi
Lumbal Pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial. Lumbal pungsi adalah tindakan memasukkan jarum lumbal
pungsi ke dalam kandung dura lewat processus spinosus L4-L5 / L5-S1 untuk
mengambil cairan serebrospinal.