Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

HERNIA INGUINALIS LATERALIS

Oleh:
Faradiba Maulidina
NIM. 1810029006

Pembimbing:
dr. Fritz N., Sp.B

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Lab/SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2019

1
Laporan Kasus

HERNIA INGUINALIS LATERALIS

Oleh
Faradiba Maulidina
NIM. 1810029006

Dipersentasikan pada Tanggal Oktober 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Fritz N., Sp.B

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Hernia Inguinalis Lateralis”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas dari bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Fritz, Sp.B sebagai dosen pembimbing tugas laporan kasus ini.
2. dr. M Ishaq, Sp. U sebagai dosen pembimbing klinik selama di Stase Bedah.
3. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
4. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran dan
mengajarkan ilmunya pada penulis.
5. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata penulis membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang
membangun guna memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semuanya.

Samarinda, Oktober 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia inguinalis merupakan penyakit yang sudah dikenal di dunia kesehatan


sejak lama (Chawla, 2013; Ballas et al., 2009). Hernia dapat dijumpai pada segala usia,
dan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Hernia inguinalis dapat terjadi
karena anomali kongenital atau didapat. Faktor yang berperan adalah adanya prosesus
vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Peninggian tekanan di dalam rongga perut secara kronik
dapat terjadi pada orang yang menderita batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan
asites (Onuigbo & Njeze, 2016; Luthfi & Thalut, 2011).
Faktor usia mempengaruhi terjadinya hernia inguinalis, sebagaimana pada
hernia inguinalis direk lebih sering pada laki-laki usia tua yang telah mengalami
kelemahan pada otot dinding abdomen. Aktivitas fisik berat yang dilakukan secara
terus-menerus sehingga dapat meningkatan tekanan intraabdominal, batuk yang
berlangsung kronis maka terjadilah peningkatan tekanan intraabdominal yang dapat
menyebabkan terbuka kembali kanalis inguinalis dan menimbulkan defek pada kanalis
inguinalis sehingga timbulnya hernia inguinalis. (Amrizal, 2015)
Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini dapat membantu sejawat dokter
dalam menegakkan diagnosa dan menentukan manajemen terapi yang tepat bagi pasien
dengan hernia inguinalis.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesa
Pasien MRS pada tanggal 26 Juni 2019, anamnesis dilakukan pada tanggal 27 Juni
2019 pukul 07.10 wita. Anamnesis yang dilakukan berupa autoanamnesis.

Identitas
Nama : Bapak AR
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Samarinda
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Kuli bangunan

Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda dengan
keluhan terdapat benjolan di lipat paha sbelah kanan sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan
dirasakan hilang timbul. Benjolan sebelah kanan muncul terutama ketika pasien berdiri,
mengejan dan mengangkat barang yang berat. Benjolan hilang ketika pasien posisi
berbaring. Sejak pertama kali muncul hingga sekarang benjolan sebelah kanan terasa
semakin membesar dan tidak terasa nyeri. Riwayat demam, batuk mual, muntah, dan
nyeri perut di sangkal oleh pasien. Nafsu makan pasien baik, berat badan tidak pernah
menurun. BAK dan BAB dikatakan lancar dan tidak ada keluhan.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien memiliki riwayat batu empedu dan telah dilakukan operasi pada tahun
2016.
 Pasien tidak memiliki riwayat timbul benjolan di bagian tubuh lain
 Pasien menyangkal pernah memiliki penyakit kronis lain
 Riwayat batuk lama tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang sebelumnya terdapat benjolan yang serupa
dengan pasien.

Riwayat Kebiasaan
 Pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan sering mengangkat beban berat
 Saat ini pasien memiliki riwayat aktivitas sering mencangkul dan mengangkut
tanah untuk berkebun depan rumah
 Riwayat merokok atau mengonsumsi alkohol disangkal.

2.2 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 27 Juni 2019
Kesadaran : Komposmentis, E4V5M6
Keadaan umum : Baik
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 23,87

Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg (berbaring)
N : 84 x/menit regular, kuat angkat
RR : 20 x/menit torakoabdominal
T : 36,4 0C (aksila)

3
Kepala/leher
Umum
Ekspresi : baik
Rambut : tidak ada kelainan
Kulit muka : tidak terlihat kuning dan tidak pucat
Mata
Palpebra : tidak ada edema palpebra
Konjungtiva : tidak anemis
Sclera : tidak ikterus
Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya positif
Hidung
Septum deviasi : tidak dievaluasi
Sekret : tidak ada sekret
Nafas cuping hidung : tidak ada nafas dengan cuping hidung
Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal, tidak ada sekret
Proc. Mastoideus : tidak ada nyeri
Mulut
Nafas : tidak ada fetor hepatikum
Bibir : tidak pucat, tidak sianosis, tidak ada stomatitis angularis
Gusi : tidak ada perdarahan
Mukosa : tidak ada hiperemis, tidak ada pigmentasi
Lidah : tidak makroglosia, tidak mikroglosia, tidak atrofi papil lidah
Faring : tidak hiperemis
Leher
Umum : simetris, tidak ada tumor
Kelenjar limfe : tidak membesar
Trakea : tidak ada deviasi trakea

4
Tiroid : tidak membesar
Thorax
Umum :Bentuk dan pergerakan dada simetris
Ruang interkostalis (ICS) tampak jelas
Retraksi tidak ada
Pulmo:
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill tidak ada
Perkusi : Kanan : ICS III parasternal dekstra
Kiri : ICS V anterior axilla line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen:
Inspeksi : Bentuk datar, kulit normal , tampak bekas operasi di regio
umbilikalis
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, hepatosplenomegali tidak ada, defans
muscular tidak ada
Perkusi : Timpani, shifting dullness tidak ada, asites tidak ada
Auskultasi : Bising usus kesan normal

Ekstremitas:
Superior
Akral hangat, Edema tidak ada, Eritematosa tidak ada, Sianosis tidak ada, Clubbing
finger tidak ada, Palmar eritema tidak ada, Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5)

5
Inferior
Akral hangat, Edema tidak ada, Eritematosa tidak ada, Sianosis tidak ada, Clubbing
finger tidak ada, Palmar eritema tidak ada, Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5)

Status Lokalis Regio Inguinal


Inspeksi : Pada daerah lipatan paha kanan terlihat massa saat pasien batuk
dan mulai menghilang saat berbaring, massa berwarna sama
dengan warna kulit sekitar, tidak ada kemerahan, valsava test
positif.
Palpasi : Pada daerah lipatan paha kanan Teraba massa dengan batas
atas yang tidak tegas, konsistensi kenyal, tidak ada nyeri, mobile,
massa masuk kembali ke rongga perut saat didorong dengan jari.
Finger test : teraba tonjolan pada ujung jari
Zieman test : teraba tonjolan pada jari kedua
Tranluminasi : negatif
Auskultasi : Terdengar bising usus

Gambar 2.1 Benjolan di lipat paha kanan. Pada lipat paha kanan terlihat massa saat
pasien batuk dan mulai menghilang saat berbaring.

6
2.3 Diagnosis Kerja
 Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 12,3 g/dL 12.0-16.0
Eritrosit 3,91 106/µL 3,5-5,5
Leukosit 6.6 103/µL 4.8 – 10.8
Hematokrit 37,7 % 37,0-54,0
Trombosit 210 103/µL 150-450
Ureum 22,6 g/dL 10 – 40
Kreatinin 1,4 g/dL 0,5-1,5
Natrium 142 mEq/L 135 – 155
Kalium 4,8 mEq/L 3,6 – 5,5
Chlorida 98 mEq/L 98 – 108
Gula Darah Sewaktu 112 mg/dL 70-140

2.5 Penatalaksanaan
Herniorraphy di kamar operasi IBS pada tanggal 27 Juni 2019

2.6 Follow Up Pre Operatif


Tanggal Hasil Pemeriksaan Rencana Penatalaksanaan
27/6/2019 S : tidak ada keluhan P: Rencana Hernioraphy di kamar operasi
O: KU baik, GCS 15 IBS pada tanggal 27 Juni 2019
TD: 130/80 mmHg
RR : 20x/menit (reguler)
N: 82x/menit (kuat angkat)
T: 36,5 oC
Status lokalis regio inguinal
Massa (+), nyeri (-)

7
A: Hernia Inguinalis Lateris Dextra
Reponible

2.7 Laporan Operasi


Bedah Umum
 Diagnosa Pre operatif : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
 Diagnosa Post operatif : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
 Nama operasi/tindakan : Hernioraphy
 Jam operasi dimulai : 10.25 WITA
 Jam operasi selesai : 11.15 WITA
 Laporan Operasi Tn.AR 66 th 27 Juni 2019, jam 10.25 WITA:
1. Pasien posisi supine dan di lakukan anastesi Sub Arachnoid Block
2. Desinfeksi dengan Povidon Iodine. Lapangan operasi dipersempit dengan
duk steril.
3. Insisi sepanjang 2 jari, antara SIAS sejajar ligamentum inguinale ke
Tuberkulum pubikum
4. Insisi di perdalam hingga terlihat aponeurosis muskulus oblikus eksternus
5. Funikulus Spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya
6. Didapatkan kantong hernia dengan isi usus, usus didorong ke cavum
abdomen
7. Dilakukan hernioplasty menggunakan mesh
8. Dilakukan penutupan lapis demi lapis.
Instruksi pasca bedah
- Obat-obatan :
 Inj Ketorolac 3x30 mg IV
 Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV
 Inf Furtrolit 20 tpm

8
2.8 Follow Up Pasca Operatif
Tanggal Hasil Pemeriksaan Rencana Penatalaksanaan
28/6/2019 S : nyeri bekas luka operasi P:
O: KU baik, GCS 15 - Inj Ketorolac 3x30 mg IV
TD: 130/89 mmHg - Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV
RR : 20x/menit (9egular) - Inf Furtrolit 20 tpm
N: 80x/menit (kuat angkat)
T: 37,1 oC
Kateter urin (+)
A: H-1 Post Hernioraphy ai Hernia
Inguinalis Lateralis Dextra Reponibel
29/6/2019 S : tidak ada keluhan P:
O: KU baik, GCS 15 Injeksi ceftriakson dan ketorolac
TD: 120/80 mmHg stop
RR : 20x/menit (regular) Boleh pulang
N: 86x/menit (kuat angkat) Aff kateter urin
T: 36,4 oC Aff infus
A: H-2 Post Hernioraphy ai Hernia Ganti verban
Inguinalis Lateralis Dextra Reponibel Obat pulang:
Cefixime 2x100 mg
As. Mefenamat 3x500mg

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Regio Inguinalis


Struktur anatomi di daerah inguinal diantaranya sebagai berikut: (Arthur et.al, 2007)
a. Fasia Superfisialis
Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus (Scarpa).
Bagian superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan turun ke sekitar penis,
skrotum, perineum, paha, bokong. Bagian yang profundus meluas dari dinding
abdomen ke arah penis (Fasies Buck).
b. Ligamantum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus eksternus.
Terletak mulai dari Sias sampai ke ramus superior tulang publis.
c. Aponeurosis muskulus obliqus eksternus
Di bawah linea arkuata (Douglas), bergabung dengan aponeurosis muskulus
obliqus internus dan transversus abdominis yang membentuk lapisan anterior
rektus. Aponeurosis ini membentuk tiga struktur anatomi di dalam kanalis
inguinalis berupa ligamentum inguinale, lakunare dan refleksi ligamentum
inguinale (Colles).
d. Ligamentum lakunare (Gimbernat)
Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk dari serabut
tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah Sias. Ligamentum ini
membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum melekat pada ligamentum
pektineal. Ligamentum ini membentuk pinggir medial kanalis femoralis.
e. Ligamentum pektinea (Cooper)
Ligamentum ini tebal dan kuat yang terbentuk dari ligamentum lakunare dan
aponeurosis muskulus obliqus internus, transversus abdominis dan muskulus

10
pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke periosteum dari ramus superior pubis dan
ke bagian lateral periosteum tulang ilium.
f. Konjoin tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis obliqus
internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang berinsersi pada
tuberkulum pubikum dan ramus superior tulang pubis.
g. Falx inguinalis (Ligamentum Henle)
Terletak di bagian lateral, vertikal dari sarung rektus, berinsersi pada tulang
pubis, bergabung dengan aponeurosis transversus abdominis dan fasia
transversalis.
h. Ligamentum interfoveolaris (Hasselbach)
Sebenarnya bukan merupakan ligamentum, tapi penebalan dari fasia
transversalis pada sisi medial cincin interna serta terletak inferior.
i. Refleksi ligamentum inguinale (Colles’)
Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang berasal dari crus inferior
cincin externa yang meluas ke linea alba.
j. Traktus iliopubika
Perluasan dari arkus iliopektinea ke ramus superior pubis, membentuk bagian
dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama muskulus transversus abdominis
dan fasia transversalis. Traktus ini berjalan di bagian medial, ke arah pinggir
inferior cincin dalam dan menyilang pembuluh darah femoral dan membentuk
pinggir anterior selubung femoralis.
k. Fasia transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus abdominis.
l. Segitiga Hasselbach
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar dari segi tiga yang dibentuk oleh
pekten pubis dan ligamentum pektinea. Segitiga ini dibatasi oleh :
a. Supero-lateral : Pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial : Bagian lateral rektus abdominis
c. Inferior : Ligamentum ingunale

11
Gambar 3.1 Regio Inguinal
(Gambar diambil dari Swartz Principle Of Surgery 6 th Ed 1995)

Region inguinal harus dipahami, pengetahuan tentang region ini penting untuk
terapi operatif dari hernia tentang posisi relative dari saraf, pembuluh darah dan
struktur vas deferen, aponeurosis dan fascia. (Norton, Jeffrey A. 2001)

a. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan terletak
2-4 cm kearah caudal ligamentum inguinal. Kanal melebar diantara cincin internal dan
eksternal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas deferens atau ligamentum
uterus. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-serat otot cremaster, pleksus
pampiniformis, arteri testicularis n ramus genital nervus genitofemoralis, ductus
deferens, arteri cremaster, limfatik, dan prosesus vaginalis. (Arthur et.al, 2007;
Manthey, 2007).

12
Kanalis inginalis berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal ke
caudal. Kanalis inguinalis dibangun oleh aponeurosis obliquus ekternus dibagian
superficial, dinding inferior dibangun oleh ligamentum inguinal dan ligamentum
lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk oleh fascia transfersalis
dan aponeurosis transverses abdominis. Dasar kanalis inguinalils adalah bagian paling
penting dari sudut pandang anatomi maupun bedah.
Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas superolateral dari trigonum
Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membrane rectus, dan
ligamentum inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati trigonum
Hesselbach disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral dari
trigonum adalah hernia indirect. (Arthur et.al, 2007; Manthey, 2007).

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh darah epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang akan menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut maka akan menjadi hernia skrotalis, kantong
hernia berada di dalam m.kremaster, terletak anteromedial terhadap vas deferens dan
struktur lain dalam tali sperma.

Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol


langsung ke depan melalui segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum
inguinale di bagian inferior, pembuluh darah epigastrica inferior di bagian lateral dan
tepi otot rektus di bagian medial. (Arthur et.al, 2007; Manthey, 2007).

3.2 Definisi Hernia Inguinalis


Hernia abdomen berarti penonjolan suatu kantong peritoneum, suatu organ atau
lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita (dapatan). Hernia dapat
berupa cincin, kantong, dan isi hernia. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan muskuloaponeurotik dinding perut (Amrizal,

13
2015). Letak hernia abdominalis dapat timbul di berbagai lokasi seperti yang ditunjuk
oleh gambar berikut:

Gambar 3.2 Potongan Sagital Abdomen


(1) Ventral, (2) Epigastrik, (3) Umbilikus, (4) Inguinal direk/indirek, (5) A.v Epigastrika
inferior, (6) Inguijnal direk/indirek , (7) A.V Femoralis, (8) Femoral, (9) Obturatoria
peringeal, (10) Rektum, (11) Perineal, (12) Iskiadika, (13) M. Piriformis, (14) A.V iliaka
komunis kiri, (15) Lumbal, (16) Aorta, (17) Hiatus, diafgragma, (18) V. Kava inferior
(Gambar diambil dari Swartz Principle Of Surgery 6 th Ed 1995)

3.3 Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Pada
orang sehat terdapat tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis,
yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, struktur otot oblikus internus abdominis
yang menutup annulus iinguinalis internus ketika berkontraksi dan fasia transversa
yang kuat yang menutupi trigonum Hesselbach yang umumnya hampir tidak berotot.
Gangguan yang terjadi pada mekanisme tersebut menyebabkan terjadinya hernia.
Faktor yang berperan adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian
tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Peninggian tekanan di dalam rongga perut secara kronik dapat terjadi pada orang yang

14
menderita batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites (Luthfi & Thalut,
2011).

3.4 Klasifikasi Hernia


Berdasarkan sifatnya, hernia diklasifikasikan menjadi hernia reponibel,
ireponibel, akreta, inkarserata dan strangulata.
A. Hernia Reponibel
Hernia disebut hernia reponibel apabila isi hernia masih dapat keluar-masuk,
tetapi kantongnya menetap. Isi kantong hernia tidak begitu saja muncul secara spontan,
namun terjadi bila terdapat gaya gravitasi atau adanaya peningkatan tekanan intra
abdominal. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk. Pada hernia reponibel tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi
usus (Rawis, Limpeleh, & Wowiling, 2015).
B. Hernia Ireponibel
Hernia irreponibel yaitu hernia yang isinya tidak dapat lagi masuk baik secara
spontan atau dengan manipulasi. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong
pada peritoneum kantong hernia (Rawis, Limpeleh, & Wowiling, 2015).
C. Hernia Akreta
Hernia akreta ialah pelekatan isi kantong hernia kepada peritoneum kantong
hernia. Pada hernia akreta juga tidak tidak ada keluhan nyeri dan tanda sumbatan usus
(Luthfi & Thalut, 2011).
D. Hernia Inkarserata
Hernia ini disebut hernia inkarserata atau strangulata bila isinya terjepit oleh
cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam
rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis,
istilah hernia inkarserata dimaksudkan unuk hernia ireponibel yang disertai gangguan
pasase, sedangkan hernia strangulate digunakan untuk menyebut hernia ireponibel
yang disertai gangguan vaskularisasi. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding
usus, hernianya dusebut Hernia Ritcher (Luthfi & Thalut, 2011).

15
3.5 Jenis Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis dapat bersifat langsung (direct) atau tidak langsung (indirect).
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis karena kantong hernia
ini melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang
dibatasi segitiga Hesselbach. Hernia inginunalis indirect disebut juga hernia inguinalis
lateralis karena kantong hernia masuk kedalam kanalis inguinalis melalui anulus
inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior (Kowalak,
2011).
a. Hernia inguinalis medialis
Hernia inguinalis medialis ini melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa
epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hasselbach (Kowalak, 2011).
Hernia ini hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Umumnya terjadi bilateral dan pada
lelaki tua. Hernia jenis ini jarang mengalami inkarserasi dan strangulasi (Luthfi &
Thalut, 2011).
b. Hernia inguinalis lateralis
Hernia inguinalis lateralis diduga mempunyai penyebab kongenital. Kantong
hernia merupakan sisa prosesus vaginalis peritonei sebuah kantong peritoneum yang
menonjol keluar, yang pada janin berperan dalam pembentukan kanalis inguinalis.
Oleh karena itu kantong hernia masuk kedalam kanalis inguinalis melalui anulus
inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri
kanalis nguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral
dari arteria dan vena epigastrika inferior (Amrizal, 2015).
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa
tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses turunnya testis
ke skrotum. Namun pada kenyataanya tidak sampai 10% anak dengan prosesus
vaginalis paten mengalami hernia. Umumnya disimpulkan bahwa prosesus vaginalis
paten bukan merupakan penyebab tungga, tetapi ada faktor lain seperti annulus
inguinalis yang diameternya cukup besar (Luthfi & Thalut, 2011).

16
3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hernia Inguinalis

a. Usia
Usia adalah salah satu penentu seseorang mengalami hernia inguinalis,
sebagaimana pada hernia inguinalis direk lebih sering pada laki-laki usia tua yang telah
mengalami kelemahan pada otot dinding abdomen. Sebaliknya pada dewasa muda
yang berkisar antara 20-40 tahun yang merupakan usia produktif. Pada usia ini bisa
terjadi peningkatan tekanan intraabdominal apabila pada usia ini melakukan kerja fisik
yang berlangsung terus-menerus yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia
inguinalis indirek (Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, & Sutriswanto, 2014).
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terjadinya hernia inguinalis ialah
pekerjaan fisik yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dapat meningkatan
tekanan intraabdominal dan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia
inguinalis. Dan apabila terjadi pengejanan pada aktivitas fisik maka proses pernapasan
terhenti sementara menyebabkan diafragma berkontraksi sehingga meningkatkan
kedalaman rongga torak, pada saat bersamaan juga diafragma dan otot-otot dinding
perut dapat meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga terjadi dorongan isi perut
dinding abdomen ke kanalis inguinalis (Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, &
Sutriswanto, 2014).
c. Batuk Kronis
Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,
peningkatan tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara eksplosif
untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi
diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi
peningkatan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan
mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi
kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan
intratorakal yang meninggi, intraabdomen pun ikut tinggi. Apabila batuk berlangsung
kronis maka terjadilah peningkatan tekanan intraabdominal yang dapat menyebabkan
terbuka kembali kanalis inguinalis dan menimbulkan defek pada kanalis inguinalis

17
sehingga timbulnya hernia inguinalis (Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, &
Sutriswanto, 2014).
d. Obesitas
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak
pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan
kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Pada orang yang
obesitas terjadi kelemahan pada dinding abdomen yang disebabkan dorongan dari
lemak pada jaringan adiposa di dinding rongga perut sehingga menimbulkan
kelemahan jaringan rongga dinding perut dan terjadi defek pada kanalis inguinalis
(Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, & Sutriswanto, 2014).

3.7 Pemeriksaan Fisik Hernia


a. Inspeksi Daerah Inguinal dan Femoral
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau
sebagaian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal. Mintalah pasien
memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan inspeksi daerah
inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang
dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk
batuk lagi dan dibandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien
mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah
itu (Swartz, 1995).
b. Palpasi Hernia Inguinal
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan
pemeriksa di dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam.
Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna.
Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan
kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien (Swartz, 1995).
Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk
ke dalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan ke atas
kearah cincin inguinal eksterna yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum

18
pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan. Dengan jari
telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanul inguinal, mintalah
pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada
hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari pemeriksa
(valsava maneuver). Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan
perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus
menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan kulit skrotum yang
cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan
menimbulkan nyeri (Swartz, 1995).
Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan untuk memastikan adanya hernia dapat
dengan teknik pemeriksaan Silk Glove Sign. Teknik ini dilakukan dengan menepatkan
jari tangan pemeriksa pada korda spermatika di sisi lateral dari tuberkulum pubikum.
Patensi prosesus vaginalis dapat dideteksi ketika menggosok daerah tersebut dan terasa
sensasi seperti menggosok sarung tangan sutra (Taisab & Laohapensang, 2017).
Setelah memeriksa sisi kiri, pemeriksaan juga diulangi dengan memakai jari telunjuk
kanan untuk memeriksa sisi kanan. Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak
tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum (Swartz,
1995).
Pemeriksaan khusus Hernia ada beberapa diantaranya sebagai berikut:
 Zieman’s Test
Penderita dalam keadaan berdiri atau bilamana kantong hernia terisi,
kita masukkan dulu ke dalam kavum abdomen. Untuk memeriksa bagian
kanan digunakan tangan kanan dan sebaliknya. Test ini dapat dikerjakan pada
penderita laki-laki atau perempuan. Dengan jari kedua tangan pemeriksa
diletakkan di atas annulus inguinalis internus (sekitar 1,5 cm di atas
pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum), jari ketiga diletakkan pada
annulus inguinalis eksternus dan jari keempat pada fossa ovalis (Oetomo,
2013).

19
Gambar 3.3 Zieman’s Test (Oetomo, 2013)

Penderita disuruh mengejan maka timbul dorongan pada salah satu jari
tersebut di atas. Bilamana dorongan pada jari kedua berarti hernia inguinalis
lateralis, bila pada jari ketiga berarti hernia inguinalis medialis dan bila pada
jari keempat berarti hernia femoralis (Oetomo, 2013).
 Finger Test
Tes ini hanya dilakukan pada penderita laki-laki. Dengan menggunakan
jari telunjuk atau kelingking skrotum diinvaginasikan menyelusuri annulus
eksternus sampai dapat mencapai kanalis inguinalis kemudian penderita
disuruh batuk, bilamana ada dorongan atau tekanan timbul pada ujung jari maka
didapatkan hernia inguinalis lateralis, bila pada samping jari maka didapatkan
suatu hernia inguinalis medialis (Oetomo, 2013).

Gambar 3.4 Finger Test (Oetomo, 2013)


 Thumb Test

20
Penderita dalam posisi tidur terlentang atau pada posisi berdiri. Setelah
benjolan dimasukkan ke dalam rongga perut, ibu jari kita tekankan pada
anulus internus. Penderita disuruh mengejan atau meniup dengan hidung atau
mulut tertutup atau batuk. Bila benjolan keluar waktu mengejan berarti hernia
inguinalis medialis dan bila tidak keluar berarti hernia inguinalis lateralis
(Oetomo, 2013).

Gambar 3.5 Thumb Test (Oetomo, 2013)


c. Auskultasi
Auskultasi massa dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi usus di
dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan diagnosis hernia inguinal
indirek (Swartz, 1995).

3.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
peningkatan tekanan intraperitoneal yang menyebabkan timbulnya hernia.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain (Oetomo, 2013):
- Rectal Toucher : menentukan ada tidaknya benign prostat hiperplasia,
stenosis anal, tumor recti
- Thorax foto : menentukan ada tidaknya tumor paru atau tb paru
- USG Abdomen : menentukan ada tidaknya asites atau tumor abdomen
Selain itu pemeriksaan USG juga dapat dilakukan langsung di regio inguinal
untuk mengetahui ada tidaknya hernia. Kantung hernia terletak di atas inferior

21
pembuluh epigastrik yang menghubungkan rongga peritoneum dan kantung skrotum.
Kantung yang menjadi lebih besar ketika diberikan tekanan positif pada abdomen
misalnya dengan valsava manuver merupakan tanda positif pada pemeriksaan USG.
Kantung hernia diukur sebelum dan sudah diberikan tekanan positif pada abdomen
(Taisab & Laohapensang, 2017).

3.9 Diagnosa Banding


Kemungkinan diagnosa yang dapat dipikirkan ketika menemui pasien dengan
keluhan timbul benjolan pada lipat paha, antara lain (Luthfi & Thalut, 2011):
1. Hernia Inguinalis Lateralis
2. Hernia Inguinalis Medialis
3. Hernia femoralis
4. Limfadenopati inguinal
Untuk membedakan hernia inguinalis lateralis, medialis ataupun femoralis ialah
sebagai berikut (Luthfi & Thalut, 2011):
Hernia Inguinalis Hernia Inguinalis
Hernia Femoralis
Lateralis Medialis
Usia Semua usia Orang tua Dewasa dan anak
Jenis Kelamin Terutama pria Pria dan wanita Terutama wanita
Di atas ligamentum Di atas ligamentum Di Bawah ligamentum
Lokasi
inguinal inguinal inguinal
Thumb test Tidak keluar benjolan Keluar benjolan Keluar benjolan
Benjolan pada ujung
Finger test Tonjolan di sisi jari
jari
Zieman test Dorongan pada jari II Dorongan pada jari III Dorongan pada jari IV

3.10 Penatalaksanaan
Berikut ini adalah penatalaksanaan pada hernia inguinal secara umum:
A. Non Operatif

22
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi bimanual
dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
di reposisi (Luthfi & Thalut, 2011).
Indikasi pengobatan konservatif (Luthfi & Thalut, 2011):
 Pasien menolak tindakan operasi
 Disertai penyakit berat yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal
seperti asites, sirosis hepatik, tumor paru,
 Hernia inguinalis medialis ukuran kecil dan belum mengganggu, dapat
dilakukan tindakan terlebih dahulu untuk mengatasi faktor penyebab
timbulnya hernia)
B. Operatif
Indikasi dilakukan tindakan operatif pada pasien hernia inguinalis ialah (Luthfi
& Thalut, 2011):
 Hernia inguinalis dengan komplikasi inkarserata atau strangulata
 Hernia inguinalis lateralis pada anak maupun dewasa baik yang ireponibel
maupun yang reponibel
 Hernia inguinalis medialis yang cukup besar dan menggangu

Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi
dan hernioplasti (Luthfi & Thalut, 2011):
1. Herniotomy
Tindakan operasi ini dilakukan dengan membuang kantong hernia
seproximal mungkin, terutama pada anak-anak karena dasarnya adalah kongenital,
tanpa adanya kelemahan pada dinding perut.
2. Hernioplasty
Tindakan ini yang dilakukan adalah tindakan herniotomy disertai tindakan
bedah untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis
inguinalis (hernioplasty). Tindakan hernioplasty dinagi menjadi tiga macam:

23
a. Bassini : Menjahit conjoint tendon dengan ligament inguinal untuk
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Funiculus spermatikus
tetap berada di kanalis inguinalis
b. Halstedt : Jahitan seperti bassini tetapi funiculus spermatikus berada di
atas aponeurosis MOE di bawah kulit
c. Fergusson : Conjoint tendon dijahitkan pada ligamen inguinal diatas
funiculus spermaticus, kecuali pada daerah annulus eksternus dimana tempat
funiculus keluar menuju skrotum
Saat ini menutup atau memperkuat dinding kanalis inguinalis sering digunakan
metode prolene mesh/mersilen mesh Teknik pemasangan mesh pada Lichtenstein
seperti berikut (Oetomo, 2013):
1. Dilakukan terlebih dahulu herniotomi
2. Letakkan bahan mesh ukuran 10 x 5 cm diletakkan di atas defek, di sebelah
bawah korda spermatika.
3. Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
- Medial : perios tuberkulum pubikum
- Lateral : melingkari korda spermatika
- Superior : pada konjoin tendon
- Inferior : pada ligamentum inguinal
Komplikasi yang dapat terjadi post operasi ialah hematoma pada luka atau pada
skrotum, infeksi pada luka operasi, nyeri kronis, nyeri dan pembengkakan testis yang
menyebabkan atrofi testis, rekurensi/residif, dan cedera pada vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, duktus deferens atau buli-buli (Luthfi & Thalut, 2011).

3.10 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada hernia diantaranya
sebagai berikut (Luthfi & Thalut, 2011):
1) Terjadi pelekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibel). Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus.

24
2) Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk.
Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis inkarserata.
3) Bila inkarserata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateris strangulata.
4) Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian tinggal nekrosis.
5) Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
dan obstipasi.
6) Bila isi perut terjepit dapat terjadi syok, demam, asidosis metabolik, ataupun
abses.

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini didapatkan seorang pasien laki-laki 66 tahun didiagnosa Hernia
Inguinalis Lateralis dextra reponibel berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

4.1 Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan pasien adalah terdapat benjolan di lipat
paha sbelah kanan sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan hilang timbul. Benjolan
sebelah kanan muncul terutama ketika pasien berdiri, mengejan dan mengangkat
barang yang berat. Benjolan hilang ketika pasien posisi berbaring. Berdasarkan
keluhan ini kita dapat berpikir dan mengarahkan diagnosa hernia inguinalis ataupun
hernia femoralis. Kemungkinan lain penyebab benjolan di seperti adanya
limfadenopati inguinal juga dapat disingkirkan mulai dari anamnesis dimana tidak
didapatkan riwayat infeksi berulang atau riwayat penyakit kronis lain (Oehaidan, 2013).
Hernia inguinalis dapat diklasifikasikan menjadi hernia inguinalis lateralis dan
hernia inguinalis medialis. Jenis hernia inguinalis ini dapat dibedakan melalui
pemeriksaan fisik yang khusus pada hernia. Menentukan jenis hernia berdasarkan
lokasinya juga dapat dketahui dari anamnesis pasien. Jenis kelamin pasien pada kasus
ini adalah laki-laki, sehingga dapat disingkirkan kemungkinan jenis hernia femoralis
karena kebanyakan kasus hernia femoralis terjadi pada wanita dewasa ataupun anak-
anak. Insidennya perempuan sekitar 4 kali laki-laki. Keluhan yang dijumpai
sebenarnya juga sama jika dibandingkan hernia femoralis yaitu benjolan di lipat paha
yang muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan
intraabdomen, seperti mengangkat berat atau batuk. Benjolan hilang pada waktu
berbaring (Luthfi & Thalut, 2011).
Pasien pada kasus ini berusia 66 tahun. Pada orang lanjut usia biasanya dapat
terjadi kelemahan otot dinding perut, apalagi ditambah dengan aktifitas fisik yang berat
yang menyebabkan tingginya tekanan intra abdomen. Maka dapat dicurigai benjolan
pada lipatan paha pasien merupakan suatu hernia. Hernia inguinalis lateralis ataupun

26
medialis keduanya dapat di alami orang yang sudah lanjut usia. Maka kemungkinan
kedua jenis hernia ini masih belum dapat disingirkan dari anamnesis.
Berdasarkan anamnesis diketahui riwayat pekerjaan pasien ialah seorang kuli
bangunan. Pekerjaan ini termasuk pekerjaan fisik yang berat meningkatan tekanan
intraabdominal dan apabila terjadi pengejanan pada aktivitas fisik tersebut maka
proses pernapasan terhenti sementara menyebabkan diafragma berkontraksi sehingga
meningkatkan kedalaman rongga toraks, pada saat bersamaan juga diafragma dan otot-
otot dinding perut dapat meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga terjadi
dorongan isi perut dinding abdomen ke kanalis inguinalis hingga terjadi hernia
(Amrizal, 2015). Selain itu pasien mengatakan aktivitas saat ini adalah sering
mencangkul dan mengangkut tanah untuk berkebun. Faktor risiko hernia yang lain
tidak ditemukan pada pasien ini seperti riwayat batuk kronis ataupun obesitas. Pasien
ini memiliki indeks masssa tubuh yang normal.
Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-
masuk. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, maka
disebut hernia ireponibel. Hernia akreta ialah pelekatan isi kantong hernia kepada
peritoneum kantong hernia. Pada hernia akreta juga tidak tidak ada keluhan nyeri dan
tanda sumbatan usus. Hernia disebut hernia inkarserata atau strangulata bila isinya
terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali
ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara
klinis, istilah hernia inkarserata dimaksudkan unuk hernia ireponibel yang disertai
gangguan pasase, sedangkan hernia strangulate digunakan untuk menyebut hernia
ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi. Bila strangulasi hanya menjepit
sebagian dinding usus, hernianya dusebut Hernia Ritcher (Luthfi & Thalut, 2011). Pada
pasien ini keluhan benjolan pada lipat paha dirasakan hilang timbul, muncul ketika
pasien berdiri atau mengedan dan hilang jika pasien dalam posisi berbaring. Artinya
bila ini suatu hernia maka sifatnya masih reponibel. Tidak ditemukan adanya tanda
akreta seperti nyeri ataupun gangguan buang air besar.

27
4.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini berupa pemeriksaan fisik
generalisata dan pemeriksaan khusus. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tanda vital
pasien dalam batas normal, tidak ditemukan adanya gangguan hemodinamik, serta
tidak ditemukan adanya tanda infeksi baik lokal maupun sistemik. Dilakukan
pemeriksaan regio inguinal dekstra dan sinistra. Pada pasien ini didapatkan hasil
pemeriksaan status lokalis regio inguinal dextra berupa tampak tonjolan massa saat
pasien berdiri atau batuk dan mulai menghilang saat pasien berbaring, valsava test
yang positif. Teraba massa dengan batas atas yang tidak tegas, konsistensi kenyal,
mobile, tidak ada nyeri, massa masuk kembali ke rongga perut saat didorong dengan
jari.
Dilakukan pemeriksaan khusus pada regio inguinal dextra. Pemeriksaan
tersebut untuk membedakan hernia inguinal lateralis atau medialis. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan seperti pemeriksaan thumb test, finger test dan Zieman test. Dikatakan
hernia inguinal lateralis jika pada thumb test tidak keluar benjolan, finger test teraba
benjolan pada ujung jari, dan Zieman test terasa dorongan pada jari tangan kedua.
Dikatakan hernia inguinal medialis jika pada thumb test keluar benjolan, finger test
teraba benjolan di sisi jari, dan Zieman test dorongan pada jari tangan ketiga Pada
pasien ini hasil pemeriksaan finger test dirasakan tonjolan teraba pada ujung jari dan
pada Zieman test dirasakan tonjolan pada jari tangan kedua. Untuk memastikan isi dari
penonjolan di lipatan inguinal juga dilakukan pemeriksaan auskultasi dan terdengar
suara bising usus. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tersebut dapat disimpulkan
diagnosa pasien tersebut ialah hernia inguinalis lateralis. (Luthfi & Thalut, 2011).

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini pemeriksaan darah. Pemeriksaan
Darah di dapatkan hasil dalam batas normal. Pada kasus hernia dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah cukup untuk mendiagnosis pasien tersebut
dengan hernia inguinalis lateralis dextra.

28
4.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanan yang dapat dilakukan untuk hernia inguinalis ialah konsevatif
dan operatif. Penanganan konservatif dilakukan apabila pasien menolak tindakan
operasi. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah di
reposisi (Luthfi & Thalut, 2011).
Penatalaksaan operatif dapat dilakukan pada pasien hernia inguinalis dengan
komplikasi inkarserata atau strangulata, hernia inguinalis lateralis pada anak maupun
dewasa baik yang ireponibel maupun yang reponibel, hernia inguinalis medialis yang
cukup besar dan menggangu (Luthfi & Thalut, 2011). Pada pasien ini dilakukan
tindakan operatif karena kondisi pasien sudah masuk dalam indikasi perlu dilakukan
tindakan operasi yaitu hernia inguinalis lateralis reponibel. Pada pasien ini dilakukan
tindakan operatif yaitu Hernioraphy.

29
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien Tn.AR usia 66
tahun yang datang dengan keluhan benjolan pada lipat paha kanan sejak 1 bulan lalu
yang dirasakan hilang timbul. Benjolan muncul ketika pasien dala posisi berdiri atau
mengedan dan hilang ketika pasien dalam posisi berbaring. Pada pemeriksaan fisik
regio inguinal dextra ditemukan benjolan massa yang dapat didorong ke dalam, finger
test teraba benjolan pada ujung jari, dan Zieman test terasa dorongan pada jari tangan
kedua. Pasien didiagnosa dengan hernia ingunal lateralis dextra reponibel dan
dilakukan tindakan herniorraphy.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., Hernawan, A., & Sutriswanto. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Penyakit Hernia Inguinal pada Laki-Laki di Rumah Sakit Umum Dr.
Soedarso Pontianak. Pontianak: Universitas Muhammadiyah Pontianak.

Amrizal. (2015). Hernia Inguinalis: Tinjauan Pustaka. Syifa MEDIKA, 4-15.

Arthur I. Gilbert, Graham M, Voight Walter. 2008. Inguinal Hernia: Anatomy and
Management http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4

Ballas K, Kontoulis T, Skouras Ch, Triantafyllou A, Symeonidis N, et al. (2009)


Unusual findings in inguinal hernia surgery: Report of 6 rare cases. Hippokratia
13: 169-71.

Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of Surgery.


Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-1394.

Chawla S (2013) Recent concepts in inguinal hernia repair. Med J DY PatilUniv 6:


381-2

Luthfi, A., & Thalut, K. (2011). Dinding Perut, Hernia, Retroperitoneum, dan
Omentum. In R. Sjamsuhidajat, W. Karnadihardja, T. Prasetyono, & R. Rudiman,
Buku Ajar Ilmu Bedah (pp. 615-641). Jakarta: Penerbit EGC.

Manthey, David. 2007. Hernias .http://www.emedicine.com/emerg/topic251.htm

Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic Science
and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803

31
Oetomo, K. (2013). Makalah Hernia. Retrieved July 16, 2018, from SlideShare:
https://www.slideshare.net/koerniaso/makalah-hernia-dr-dr-koernia-swa-
oetomo-spb.

Onuigbo WIB, Njeze GE (2016) Inguinal Hernia. A Review. J Surg Oper Care 1(2):
202

Rawis, C., Limpeleh, H., & Wowiling, P. (2015). Pola Hernia Inguinalis Lateralis Di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 - Juli 2014. Jurnal
e-Clinic, Vol 3 No 2, 695-699.

32

Anda mungkin juga menyukai