Oleh:
Faradiba Maulidina
NIM. 1810029006
Pembimbing:
dr. Fritz N., Sp.B
1
Laporan Kasus
Oleh
Faradiba Maulidina
NIM. 1810029006
Mengetahui,
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Hernia Inguinalis Lateralis”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas dari bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Fritz, Sp.B sebagai dosen pembimbing tugas laporan kasus ini.
2. dr. M Ishaq, Sp. U sebagai dosen pembimbing klinik selama di Stase Bedah.
3. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
4. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran dan
mengajarkan ilmunya pada penulis.
5. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata penulis membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang
membangun guna memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semuanya.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesa
Pasien MRS pada tanggal 26 Juni 2019, anamnesis dilakukan pada tanggal 27 Juni
2019 pukul 07.10 wita. Anamnesis yang dilakukan berupa autoanamnesis.
Identitas
Nama : Bapak AR
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Samarinda
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Kuli bangunan
Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha kanan
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat batu empedu dan telah dilakukan operasi pada tahun
2016.
Pasien tidak memiliki riwayat timbul benjolan di bagian tubuh lain
Pasien menyangkal pernah memiliki penyakit kronis lain
Riwayat batuk lama tidak ada
Riwayat Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan sering mengangkat beban berat
Saat ini pasien memiliki riwayat aktivitas sering mencangkul dan mengangkut
tanah untuk berkebun depan rumah
Riwayat merokok atau mengonsumsi alkohol disangkal.
Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg (berbaring)
N : 84 x/menit regular, kuat angkat
RR : 20 x/menit torakoabdominal
T : 36,4 0C (aksila)
3
Kepala/leher
Umum
Ekspresi : baik
Rambut : tidak ada kelainan
Kulit muka : tidak terlihat kuning dan tidak pucat
Mata
Palpebra : tidak ada edema palpebra
Konjungtiva : tidak anemis
Sclera : tidak ikterus
Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya positif
Hidung
Septum deviasi : tidak dievaluasi
Sekret : tidak ada sekret
Nafas cuping hidung : tidak ada nafas dengan cuping hidung
Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal, tidak ada sekret
Proc. Mastoideus : tidak ada nyeri
Mulut
Nafas : tidak ada fetor hepatikum
Bibir : tidak pucat, tidak sianosis, tidak ada stomatitis angularis
Gusi : tidak ada perdarahan
Mukosa : tidak ada hiperemis, tidak ada pigmentasi
Lidah : tidak makroglosia, tidak mikroglosia, tidak atrofi papil lidah
Faring : tidak hiperemis
Leher
Umum : simetris, tidak ada tumor
Kelenjar limfe : tidak membesar
Trakea : tidak ada deviasi trakea
4
Tiroid : tidak membesar
Thorax
Umum :Bentuk dan pergerakan dada simetris
Ruang interkostalis (ICS) tampak jelas
Retraksi tidak ada
Pulmo:
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill tidak ada
Perkusi : Kanan : ICS III parasternal dekstra
Kiri : ICS V anterior axilla line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen:
Inspeksi : Bentuk datar, kulit normal , tampak bekas operasi di regio
umbilikalis
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, hepatosplenomegali tidak ada, defans
muscular tidak ada
Perkusi : Timpani, shifting dullness tidak ada, asites tidak ada
Auskultasi : Bising usus kesan normal
Ekstremitas:
Superior
Akral hangat, Edema tidak ada, Eritematosa tidak ada, Sianosis tidak ada, Clubbing
finger tidak ada, Palmar eritema tidak ada, Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5)
5
Inferior
Akral hangat, Edema tidak ada, Eritematosa tidak ada, Sianosis tidak ada, Clubbing
finger tidak ada, Palmar eritema tidak ada, Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5)
Gambar 2.1 Benjolan di lipat paha kanan. Pada lipat paha kanan terlihat massa saat
pasien batuk dan mulai menghilang saat berbaring.
6
2.3 Diagnosis Kerja
Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible
2.5 Penatalaksanaan
Herniorraphy di kamar operasi IBS pada tanggal 27 Juni 2019
7
A: Hernia Inguinalis Lateris Dextra
Reponible
8
2.8 Follow Up Pasca Operatif
Tanggal Hasil Pemeriksaan Rencana Penatalaksanaan
28/6/2019 S : nyeri bekas luka operasi P:
O: KU baik, GCS 15 - Inj Ketorolac 3x30 mg IV
TD: 130/89 mmHg - Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV
RR : 20x/menit (9egular) - Inf Furtrolit 20 tpm
N: 80x/menit (kuat angkat)
T: 37,1 oC
Kateter urin (+)
A: H-1 Post Hernioraphy ai Hernia
Inguinalis Lateralis Dextra Reponibel
29/6/2019 S : tidak ada keluhan P:
O: KU baik, GCS 15 Injeksi ceftriakson dan ketorolac
TD: 120/80 mmHg stop
RR : 20x/menit (regular) Boleh pulang
N: 86x/menit (kuat angkat) Aff kateter urin
T: 36,4 oC Aff infus
A: H-2 Post Hernioraphy ai Hernia Ganti verban
Inguinalis Lateralis Dextra Reponibel Obat pulang:
Cefixime 2x100 mg
As. Mefenamat 3x500mg
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke periosteum dari ramus superior pubis dan
ke bagian lateral periosteum tulang ilium.
f. Konjoin tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis obliqus
internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang berinsersi pada
tuberkulum pubikum dan ramus superior tulang pubis.
g. Falx inguinalis (Ligamentum Henle)
Terletak di bagian lateral, vertikal dari sarung rektus, berinsersi pada tulang
pubis, bergabung dengan aponeurosis transversus abdominis dan fasia
transversalis.
h. Ligamentum interfoveolaris (Hasselbach)
Sebenarnya bukan merupakan ligamentum, tapi penebalan dari fasia
transversalis pada sisi medial cincin interna serta terletak inferior.
i. Refleksi ligamentum inguinale (Colles’)
Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang berasal dari crus inferior
cincin externa yang meluas ke linea alba.
j. Traktus iliopubika
Perluasan dari arkus iliopektinea ke ramus superior pubis, membentuk bagian
dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama muskulus transversus abdominis
dan fasia transversalis. Traktus ini berjalan di bagian medial, ke arah pinggir
inferior cincin dalam dan menyilang pembuluh darah femoral dan membentuk
pinggir anterior selubung femoralis.
k. Fasia transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus abdominis.
l. Segitiga Hasselbach
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar dari segi tiga yang dibentuk oleh
pekten pubis dan ligamentum pektinea. Segitiga ini dibatasi oleh :
a. Supero-lateral : Pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial : Bagian lateral rektus abdominis
c. Inferior : Ligamentum ingunale
11
Gambar 3.1 Regio Inguinal
(Gambar diambil dari Swartz Principle Of Surgery 6 th Ed 1995)
Region inguinal harus dipahami, pengetahuan tentang region ini penting untuk
terapi operatif dari hernia tentang posisi relative dari saraf, pembuluh darah dan
struktur vas deferen, aponeurosis dan fascia. (Norton, Jeffrey A. 2001)
a. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan terletak
2-4 cm kearah caudal ligamentum inguinal. Kanal melebar diantara cincin internal dan
eksternal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas deferens atau ligamentum
uterus. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-serat otot cremaster, pleksus
pampiniformis, arteri testicularis n ramus genital nervus genitofemoralis, ductus
deferens, arteri cremaster, limfatik, dan prosesus vaginalis. (Arthur et.al, 2007;
Manthey, 2007).
12
Kanalis inginalis berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal ke
caudal. Kanalis inguinalis dibangun oleh aponeurosis obliquus ekternus dibagian
superficial, dinding inferior dibangun oleh ligamentum inguinal dan ligamentum
lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk oleh fascia transfersalis
dan aponeurosis transverses abdominis. Dasar kanalis inguinalils adalah bagian paling
penting dari sudut pandang anatomi maupun bedah.
Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas superolateral dari trigonum
Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membrane rectus, dan
ligamentum inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati trigonum
Hesselbach disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral dari
trigonum adalah hernia indirect. (Arthur et.al, 2007; Manthey, 2007).
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh darah epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang akan menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut maka akan menjadi hernia skrotalis, kantong
hernia berada di dalam m.kremaster, terletak anteromedial terhadap vas deferens dan
struktur lain dalam tali sperma.
13
2015). Letak hernia abdominalis dapat timbul di berbagai lokasi seperti yang ditunjuk
oleh gambar berikut:
3.3 Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Pada
orang sehat terdapat tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis,
yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, struktur otot oblikus internus abdominis
yang menutup annulus iinguinalis internus ketika berkontraksi dan fasia transversa
yang kuat yang menutupi trigonum Hesselbach yang umumnya hampir tidak berotot.
Gangguan yang terjadi pada mekanisme tersebut menyebabkan terjadinya hernia.
Faktor yang berperan adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian
tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Peninggian tekanan di dalam rongga perut secara kronik dapat terjadi pada orang yang
14
menderita batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites (Luthfi & Thalut,
2011).
15
3.5 Jenis Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis dapat bersifat langsung (direct) atau tidak langsung (indirect).
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis karena kantong hernia
ini melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang
dibatasi segitiga Hesselbach. Hernia inginunalis indirect disebut juga hernia inguinalis
lateralis karena kantong hernia masuk kedalam kanalis inguinalis melalui anulus
inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior (Kowalak,
2011).
a. Hernia inguinalis medialis
Hernia inguinalis medialis ini melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa
epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hasselbach (Kowalak, 2011).
Hernia ini hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Umumnya terjadi bilateral dan pada
lelaki tua. Hernia jenis ini jarang mengalami inkarserasi dan strangulasi (Luthfi &
Thalut, 2011).
b. Hernia inguinalis lateralis
Hernia inguinalis lateralis diduga mempunyai penyebab kongenital. Kantong
hernia merupakan sisa prosesus vaginalis peritonei sebuah kantong peritoneum yang
menonjol keluar, yang pada janin berperan dalam pembentukan kanalis inguinalis.
Oleh karena itu kantong hernia masuk kedalam kanalis inguinalis melalui anulus
inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri
kanalis nguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral
dari arteria dan vena epigastrika inferior (Amrizal, 2015).
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa
tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses turunnya testis
ke skrotum. Namun pada kenyataanya tidak sampai 10% anak dengan prosesus
vaginalis paten mengalami hernia. Umumnya disimpulkan bahwa prosesus vaginalis
paten bukan merupakan penyebab tungga, tetapi ada faktor lain seperti annulus
inguinalis yang diameternya cukup besar (Luthfi & Thalut, 2011).
16
3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hernia Inguinalis
a. Usia
Usia adalah salah satu penentu seseorang mengalami hernia inguinalis,
sebagaimana pada hernia inguinalis direk lebih sering pada laki-laki usia tua yang telah
mengalami kelemahan pada otot dinding abdomen. Sebaliknya pada dewasa muda
yang berkisar antara 20-40 tahun yang merupakan usia produktif. Pada usia ini bisa
terjadi peningkatan tekanan intraabdominal apabila pada usia ini melakukan kerja fisik
yang berlangsung terus-menerus yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia
inguinalis indirek (Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, & Sutriswanto, 2014).
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terjadinya hernia inguinalis ialah
pekerjaan fisik yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dapat meningkatan
tekanan intraabdominal dan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia
inguinalis. Dan apabila terjadi pengejanan pada aktivitas fisik maka proses pernapasan
terhenti sementara menyebabkan diafragma berkontraksi sehingga meningkatkan
kedalaman rongga torak, pada saat bersamaan juga diafragma dan otot-otot dinding
perut dapat meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga terjadi dorongan isi perut
dinding abdomen ke kanalis inguinalis (Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, &
Sutriswanto, 2014).
c. Batuk Kronis
Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,
peningkatan tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara eksplosif
untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi
diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi
peningkatan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan
mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi
kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan
intratorakal yang meninggi, intraabdomen pun ikut tinggi. Apabila batuk berlangsung
kronis maka terjadilah peningkatan tekanan intraabdominal yang dapat menyebabkan
terbuka kembali kanalis inguinalis dan menimbulkan defek pada kanalis inguinalis
17
sehingga timbulnya hernia inguinalis (Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, &
Sutriswanto, 2014).
d. Obesitas
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak
pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan
kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Pada orang yang
obesitas terjadi kelemahan pada dinding abdomen yang disebabkan dorongan dari
lemak pada jaringan adiposa di dinding rongga perut sehingga menimbulkan
kelemahan jaringan rongga dinding perut dan terjadi defek pada kanalis inguinalis
(Amrizal, 2015; Aisyah, Hernawan, & Sutriswanto, 2014).
18
pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan. Dengan jari
telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanul inguinal, mintalah
pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada
hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari pemeriksa
(valsava maneuver). Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan
perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus
menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan kulit skrotum yang
cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan
menimbulkan nyeri (Swartz, 1995).
Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan untuk memastikan adanya hernia dapat
dengan teknik pemeriksaan Silk Glove Sign. Teknik ini dilakukan dengan menepatkan
jari tangan pemeriksa pada korda spermatika di sisi lateral dari tuberkulum pubikum.
Patensi prosesus vaginalis dapat dideteksi ketika menggosok daerah tersebut dan terasa
sensasi seperti menggosok sarung tangan sutra (Taisab & Laohapensang, 2017).
Setelah memeriksa sisi kiri, pemeriksaan juga diulangi dengan memakai jari telunjuk
kanan untuk memeriksa sisi kanan. Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak
tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum (Swartz,
1995).
Pemeriksaan khusus Hernia ada beberapa diantaranya sebagai berikut:
Zieman’s Test
Penderita dalam keadaan berdiri atau bilamana kantong hernia terisi,
kita masukkan dulu ke dalam kavum abdomen. Untuk memeriksa bagian
kanan digunakan tangan kanan dan sebaliknya. Test ini dapat dikerjakan pada
penderita laki-laki atau perempuan. Dengan jari kedua tangan pemeriksa
diletakkan di atas annulus inguinalis internus (sekitar 1,5 cm di atas
pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum), jari ketiga diletakkan pada
annulus inguinalis eksternus dan jari keempat pada fossa ovalis (Oetomo,
2013).
19
Gambar 3.3 Zieman’s Test (Oetomo, 2013)
Penderita disuruh mengejan maka timbul dorongan pada salah satu jari
tersebut di atas. Bilamana dorongan pada jari kedua berarti hernia inguinalis
lateralis, bila pada jari ketiga berarti hernia inguinalis medialis dan bila pada
jari keempat berarti hernia femoralis (Oetomo, 2013).
Finger Test
Tes ini hanya dilakukan pada penderita laki-laki. Dengan menggunakan
jari telunjuk atau kelingking skrotum diinvaginasikan menyelusuri annulus
eksternus sampai dapat mencapai kanalis inguinalis kemudian penderita
disuruh batuk, bilamana ada dorongan atau tekanan timbul pada ujung jari maka
didapatkan hernia inguinalis lateralis, bila pada samping jari maka didapatkan
suatu hernia inguinalis medialis (Oetomo, 2013).
20
Penderita dalam posisi tidur terlentang atau pada posisi berdiri. Setelah
benjolan dimasukkan ke dalam rongga perut, ibu jari kita tekankan pada
anulus internus. Penderita disuruh mengejan atau meniup dengan hidung atau
mulut tertutup atau batuk. Bila benjolan keluar waktu mengejan berarti hernia
inguinalis medialis dan bila tidak keluar berarti hernia inguinalis lateralis
(Oetomo, 2013).
21
pembuluh epigastrik yang menghubungkan rongga peritoneum dan kantung skrotum.
Kantung yang menjadi lebih besar ketika diberikan tekanan positif pada abdomen
misalnya dengan valsava manuver merupakan tanda positif pada pemeriksaan USG.
Kantung hernia diukur sebelum dan sudah diberikan tekanan positif pada abdomen
(Taisab & Laohapensang, 2017).
3.10 Penatalaksanaan
Berikut ini adalah penatalaksanaan pada hernia inguinal secara umum:
A. Non Operatif
22
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi bimanual
dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
di reposisi (Luthfi & Thalut, 2011).
Indikasi pengobatan konservatif (Luthfi & Thalut, 2011):
Pasien menolak tindakan operasi
Disertai penyakit berat yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal
seperti asites, sirosis hepatik, tumor paru,
Hernia inguinalis medialis ukuran kecil dan belum mengganggu, dapat
dilakukan tindakan terlebih dahulu untuk mengatasi faktor penyebab
timbulnya hernia)
B. Operatif
Indikasi dilakukan tindakan operatif pada pasien hernia inguinalis ialah (Luthfi
& Thalut, 2011):
Hernia inguinalis dengan komplikasi inkarserata atau strangulata
Hernia inguinalis lateralis pada anak maupun dewasa baik yang ireponibel
maupun yang reponibel
Hernia inguinalis medialis yang cukup besar dan menggangu
Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi
dan hernioplasti (Luthfi & Thalut, 2011):
1. Herniotomy
Tindakan operasi ini dilakukan dengan membuang kantong hernia
seproximal mungkin, terutama pada anak-anak karena dasarnya adalah kongenital,
tanpa adanya kelemahan pada dinding perut.
2. Hernioplasty
Tindakan ini yang dilakukan adalah tindakan herniotomy disertai tindakan
bedah untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis
inguinalis (hernioplasty). Tindakan hernioplasty dinagi menjadi tiga macam:
23
a. Bassini : Menjahit conjoint tendon dengan ligament inguinal untuk
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Funiculus spermatikus
tetap berada di kanalis inguinalis
b. Halstedt : Jahitan seperti bassini tetapi funiculus spermatikus berada di
atas aponeurosis MOE di bawah kulit
c. Fergusson : Conjoint tendon dijahitkan pada ligamen inguinal diatas
funiculus spermaticus, kecuali pada daerah annulus eksternus dimana tempat
funiculus keluar menuju skrotum
Saat ini menutup atau memperkuat dinding kanalis inguinalis sering digunakan
metode prolene mesh/mersilen mesh Teknik pemasangan mesh pada Lichtenstein
seperti berikut (Oetomo, 2013):
1. Dilakukan terlebih dahulu herniotomi
2. Letakkan bahan mesh ukuran 10 x 5 cm diletakkan di atas defek, di sebelah
bawah korda spermatika.
3. Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
- Medial : perios tuberkulum pubikum
- Lateral : melingkari korda spermatika
- Superior : pada konjoin tendon
- Inferior : pada ligamentum inguinal
Komplikasi yang dapat terjadi post operasi ialah hematoma pada luka atau pada
skrotum, infeksi pada luka operasi, nyeri kronis, nyeri dan pembengkakan testis yang
menyebabkan atrofi testis, rekurensi/residif, dan cedera pada vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, duktus deferens atau buli-buli (Luthfi & Thalut, 2011).
3.10 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada hernia diantaranya
sebagai berikut (Luthfi & Thalut, 2011):
1) Terjadi pelekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibel). Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus.
24
2) Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk.
Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis inkarserata.
3) Bila inkarserata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateris strangulata.
4) Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian tinggal nekrosis.
5) Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
dan obstipasi.
6) Bila isi perut terjepit dapat terjadi syok, demam, asidosis metabolik, ataupun
abses.
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan seorang pasien laki-laki 66 tahun didiagnosa Hernia
Inguinalis Lateralis dextra reponibel berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
4.1 Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan pasien adalah terdapat benjolan di lipat
paha sbelah kanan sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan hilang timbul. Benjolan
sebelah kanan muncul terutama ketika pasien berdiri, mengejan dan mengangkat
barang yang berat. Benjolan hilang ketika pasien posisi berbaring. Berdasarkan
keluhan ini kita dapat berpikir dan mengarahkan diagnosa hernia inguinalis ataupun
hernia femoralis. Kemungkinan lain penyebab benjolan di seperti adanya
limfadenopati inguinal juga dapat disingkirkan mulai dari anamnesis dimana tidak
didapatkan riwayat infeksi berulang atau riwayat penyakit kronis lain (Oehaidan, 2013).
Hernia inguinalis dapat diklasifikasikan menjadi hernia inguinalis lateralis dan
hernia inguinalis medialis. Jenis hernia inguinalis ini dapat dibedakan melalui
pemeriksaan fisik yang khusus pada hernia. Menentukan jenis hernia berdasarkan
lokasinya juga dapat dketahui dari anamnesis pasien. Jenis kelamin pasien pada kasus
ini adalah laki-laki, sehingga dapat disingkirkan kemungkinan jenis hernia femoralis
karena kebanyakan kasus hernia femoralis terjadi pada wanita dewasa ataupun anak-
anak. Insidennya perempuan sekitar 4 kali laki-laki. Keluhan yang dijumpai
sebenarnya juga sama jika dibandingkan hernia femoralis yaitu benjolan di lipat paha
yang muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan
intraabdomen, seperti mengangkat berat atau batuk. Benjolan hilang pada waktu
berbaring (Luthfi & Thalut, 2011).
Pasien pada kasus ini berusia 66 tahun. Pada orang lanjut usia biasanya dapat
terjadi kelemahan otot dinding perut, apalagi ditambah dengan aktifitas fisik yang berat
yang menyebabkan tingginya tekanan intra abdomen. Maka dapat dicurigai benjolan
pada lipatan paha pasien merupakan suatu hernia. Hernia inguinalis lateralis ataupun
26
medialis keduanya dapat di alami orang yang sudah lanjut usia. Maka kemungkinan
kedua jenis hernia ini masih belum dapat disingirkan dari anamnesis.
Berdasarkan anamnesis diketahui riwayat pekerjaan pasien ialah seorang kuli
bangunan. Pekerjaan ini termasuk pekerjaan fisik yang berat meningkatan tekanan
intraabdominal dan apabila terjadi pengejanan pada aktivitas fisik tersebut maka
proses pernapasan terhenti sementara menyebabkan diafragma berkontraksi sehingga
meningkatkan kedalaman rongga toraks, pada saat bersamaan juga diafragma dan otot-
otot dinding perut dapat meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga terjadi
dorongan isi perut dinding abdomen ke kanalis inguinalis hingga terjadi hernia
(Amrizal, 2015). Selain itu pasien mengatakan aktivitas saat ini adalah sering
mencangkul dan mengangkut tanah untuk berkebun. Faktor risiko hernia yang lain
tidak ditemukan pada pasien ini seperti riwayat batuk kronis ataupun obesitas. Pasien
ini memiliki indeks masssa tubuh yang normal.
Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-
masuk. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, maka
disebut hernia ireponibel. Hernia akreta ialah pelekatan isi kantong hernia kepada
peritoneum kantong hernia. Pada hernia akreta juga tidak tidak ada keluhan nyeri dan
tanda sumbatan usus. Hernia disebut hernia inkarserata atau strangulata bila isinya
terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali
ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara
klinis, istilah hernia inkarserata dimaksudkan unuk hernia ireponibel yang disertai
gangguan pasase, sedangkan hernia strangulate digunakan untuk menyebut hernia
ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi. Bila strangulasi hanya menjepit
sebagian dinding usus, hernianya dusebut Hernia Ritcher (Luthfi & Thalut, 2011). Pada
pasien ini keluhan benjolan pada lipat paha dirasakan hilang timbul, muncul ketika
pasien berdiri atau mengedan dan hilang jika pasien dalam posisi berbaring. Artinya
bila ini suatu hernia maka sifatnya masih reponibel. Tidak ditemukan adanya tanda
akreta seperti nyeri ataupun gangguan buang air besar.
27
4.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini berupa pemeriksaan fisik
generalisata dan pemeriksaan khusus. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tanda vital
pasien dalam batas normal, tidak ditemukan adanya gangguan hemodinamik, serta
tidak ditemukan adanya tanda infeksi baik lokal maupun sistemik. Dilakukan
pemeriksaan regio inguinal dekstra dan sinistra. Pada pasien ini didapatkan hasil
pemeriksaan status lokalis regio inguinal dextra berupa tampak tonjolan massa saat
pasien berdiri atau batuk dan mulai menghilang saat pasien berbaring, valsava test
yang positif. Teraba massa dengan batas atas yang tidak tegas, konsistensi kenyal,
mobile, tidak ada nyeri, massa masuk kembali ke rongga perut saat didorong dengan
jari.
Dilakukan pemeriksaan khusus pada regio inguinal dextra. Pemeriksaan
tersebut untuk membedakan hernia inguinal lateralis atau medialis. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan seperti pemeriksaan thumb test, finger test dan Zieman test. Dikatakan
hernia inguinal lateralis jika pada thumb test tidak keluar benjolan, finger test teraba
benjolan pada ujung jari, dan Zieman test terasa dorongan pada jari tangan kedua.
Dikatakan hernia inguinal medialis jika pada thumb test keluar benjolan, finger test
teraba benjolan di sisi jari, dan Zieman test dorongan pada jari tangan ketiga Pada
pasien ini hasil pemeriksaan finger test dirasakan tonjolan teraba pada ujung jari dan
pada Zieman test dirasakan tonjolan pada jari tangan kedua. Untuk memastikan isi dari
penonjolan di lipatan inguinal juga dilakukan pemeriksaan auskultasi dan terdengar
suara bising usus. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tersebut dapat disimpulkan
diagnosa pasien tersebut ialah hernia inguinalis lateralis. (Luthfi & Thalut, 2011).
28
4.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanan yang dapat dilakukan untuk hernia inguinalis ialah konsevatif
dan operatif. Penanganan konservatif dilakukan apabila pasien menolak tindakan
operasi. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah di
reposisi (Luthfi & Thalut, 2011).
Penatalaksaan operatif dapat dilakukan pada pasien hernia inguinalis dengan
komplikasi inkarserata atau strangulata, hernia inguinalis lateralis pada anak maupun
dewasa baik yang ireponibel maupun yang reponibel, hernia inguinalis medialis yang
cukup besar dan menggangu (Luthfi & Thalut, 2011). Pada pasien ini dilakukan
tindakan operatif karena kondisi pasien sudah masuk dalam indikasi perlu dilakukan
tindakan operasi yaitu hernia inguinalis lateralis reponibel. Pada pasien ini dilakukan
tindakan operatif yaitu Hernioraphy.
29
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien Tn.AR usia 66
tahun yang datang dengan keluhan benjolan pada lipat paha kanan sejak 1 bulan lalu
yang dirasakan hilang timbul. Benjolan muncul ketika pasien dala posisi berdiri atau
mengedan dan hilang ketika pasien dalam posisi berbaring. Pada pemeriksaan fisik
regio inguinal dextra ditemukan benjolan massa yang dapat didorong ke dalam, finger
test teraba benjolan pada ujung jari, dan Zieman test terasa dorongan pada jari tangan
kedua. Pasien didiagnosa dengan hernia ingunal lateralis dextra reponibel dan
dilakukan tindakan herniorraphy.
30
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Hernawan, A., & Sutriswanto. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Penyakit Hernia Inguinal pada Laki-Laki di Rumah Sakit Umum Dr.
Soedarso Pontianak. Pontianak: Universitas Muhammadiyah Pontianak.
Arthur I. Gilbert, Graham M, Voight Walter. 2008. Inguinal Hernia: Anatomy and
Management http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
Luthfi, A., & Thalut, K. (2011). Dinding Perut, Hernia, Retroperitoneum, dan
Omentum. In R. Sjamsuhidajat, W. Karnadihardja, T. Prasetyono, & R. Rudiman,
Buku Ajar Ilmu Bedah (pp. 615-641). Jakarta: Penerbit EGC.
Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic Science
and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803
31
Oetomo, K. (2013). Makalah Hernia. Retrieved July 16, 2018, from SlideShare:
https://www.slideshare.net/koerniaso/makalah-hernia-dr-dr-koernia-swa-
oetomo-spb.
Onuigbo WIB, Njeze GE (2016) Inguinal Hernia. A Review. J Surg Oper Care 1(2):
202
Rawis, C., Limpeleh, H., & Wowiling, P. (2015). Pola Hernia Inguinalis Lateralis Di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 - Juli 2014. Jurnal
e-Clinic, Vol 3 No 2, 695-699.
32