Data Pasien
Nama : Ibu P
Usia : 28 tahun
Alamat : sindang
Anamnesis
Jenis anamnesis : Autoanamesis pada tanggal 12 Februari 2019 pukul 09:30 WIB
Pasien datang dengan keluhan buang air besar disertai dengan darah semalam. Pasien
sebelumnya telah mengalami keluhan ini sejak 5 tahun yang lalu dan timbul lagi semalam.
Darah yang keluar merah segar dan netes dari lubang pantat setelah feses keluar. Feses yang
dikeluarkan sangat padat dan tidak berlendir. Pasien juga merasakan adanya benjolan. Benjolan
timbul sebelum fese keluar. Pasien mengatakan benjolan yang timbul bisa masuk kembali
secara spontan tanpa bantuan menggunakan tangan. Benjolan di deskripsikan dengan
berukuran 3 cm dengan konsistensi lunak. Benjolan yang dirasakan tidak terasa nyeri. Namun
saat melakukan BAB pasien mengeluh rasa perih seperti luka. Pasien tidak mengeluh adanya
rasa gatal pada dubur.Jika pasien memakan makanan pedas biasanya keluhan ini akan timbul.
Faktor yang memperingan adalah jika pasien meminum obat, maka benjolan dan BAB
berdarah pasien biasanya membaik. Pasien lupa obat apa yang diberikan, pasien
mendeskripsikan obat yang dimasukan melewati dubur. Pasien menyangkal merasakan adanya
mual atau pun dan tidak adanya nyeri perut. Pola BAB dan BAK normal
Pasien sudah 5 tahun dengan keluhan ini, pasien mempunyai riwayat asam urat, pasien
menyangkal adanya riwayat hipertensi dan diabetes
Riwayat Pekerjaan:
Pasien sebagai ibu rumah tangga
Pemeriksaan fisik
- Kesadaran dan Tanda Vital
Resume :
Pasien datang dengan keluhan BAB disertai dengan darah sejak semalam. Darah yang
dikeluarkan segar menetes dari dubur. Pasien juga mengeluh adanya benjolan yang tidak nyeri.
Pasien mengeluh mengalami perih saat melakukan BAB. Pasien merasa membaik ketika ia
meminum obat namun pasien lupa nama obatnya. Pasien merasa makanan pedas memperburuk
keluhannya dan membuat kambuh kembali. Pasien memiliki riwayat asam urat. Dari
pemeriksaan fisik abdomen tidak ditemukan abnomalitas namun pada pemeriksaan rectal
touche ditemukan benjolan arah jam 3 dengan konsistensi kenyal, licin, permukaan rata, mobile
serta nyeri tekan jumlah 1 . Pada jari ditemukan darah dan feses.
Diagnosis
Diagnosis : Hemorrhoid internal Grade II
Diagnosis Banding : Fistula Anal
Saran TataLaksana :
Non-medikamentosa :
- Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah- buahan, sayur-
mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini
membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan
tekanan pada vena anus.
- Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
- Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan buang
air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan.
Medikamentosa
- Kombinasi Diosmin dan Hespiridin diberikan 3x2 tablet selama 4 hari kemudian 2x2
selama 3 hari dan selnajutnya 1x1 tablet
- Obat suppositoria Bismuth Subgallate 150 mg, hexachlorophene 2,5 mg, lignocaine 10
mg, zinc Oxide 120 mg, 1-2 kali sehari, tidak dipakai rutin
-
Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum bagian
distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar.
Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari “hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari
plexus hemorrhoidal inferior dan superior.
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah
anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih
kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di
sekitar anorektal.
Faktor risiko
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum hingga orifisium
anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel skuamosa dan setengah
bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut
membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior sedangkan bagian
bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua pembuluh tersebut merupakan
percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah
salah satu cabang arteri iliaka interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar
orifisium anal.
Gambar1.1.
Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan eksternal.
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya ditemukan di
tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian kanan belakang. Hemoroid
berada dibawah lapisan epitel anal canal dan terdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara
cabang terminal arteri rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga
menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian bawah dipersarafi
oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir percabangan saraf pudendal.
Patogenesis
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari jaringan
mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal
internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi
oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk
mencegah terjadinya inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan
dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan
meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus.
Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi
semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama
ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma
mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional
terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel
mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas
dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal
meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi
sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga
terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami rekanalisasi dan
resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast. Termasuk diantaranya
tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan
sitokin sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi.
Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast.
Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni:
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara
manual oleh pasien.
Gejala klinis
Hemoroid internal
Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3. Gatal.
Diagnosis
- Anamnesis.
- Pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan penunjang.
Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah pada saat buang air
besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada
derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini
membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah
mengalami trombosis.
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid
eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala
hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis.
Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri
akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan thrombosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan
hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat
I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan
mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis.
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau
tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai.
Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi
dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda.
Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain
sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal
dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker
Fistula perianal adalah bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh yang membentuk
traktus akibat inflamasi. Pada anamnesis biasa ada riwayat kambuhan abses perianal dengan
selang waktu dainataranya, disertai pengeluaran anan sedikit-sedikit. Gejala yang ditimbulkan
nyeri pada saat bergerak, defekasi, dan batuk, keluaran cairan purulen,demam, kemerahan dan
iritasi kulit, benjolan. Pada pemeriksaan fisik rectal toucher ditemukan satu atau lebih eksternal
opening fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula
tampak sebgai bisul ( bila abses belum pecah ) atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi
oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan sebagai daerah indurasi/ nodul.
Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan
beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada hemoroid.
- Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif.
Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat,
laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein
- Penatalaksanaan farmakologis
Ada dua macam obat yaitu suplemen serat yang banyak digunakan antara lain psyllium
atau isphagula husk yang berasal dari biji plantago ovata yang dikeringkan dan digiling
menjadi bubuk. Efek samping antara lain kentut, kembung, kontipasi, alergi, sakit
abdomen. Untuk mencegah kontipasi atau obstruksi saluran cerna dianjurkan minum
air yang banyak
2. Obat simptomatik
Obat simptomatik bertujuan untuk mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri atau karena
kerusakan kulit daerah anus. Sediaan berbentuk suppositoria digunakan untuk
hemoroidinternasedangkan sediaan ointment/krem digunakan untuk hemoroid
eksterna.
Perdarahan di akibatkan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya v. hemoroid
yang dindingnya tipis. Pemberian obatnya yang dapat digunakan yaitu diosmin,
hesperidin.
Dalam kasus penyakit ini di diagnosa hemoroid interna derajat II karena keluhan yang dialami
pasien mengarah pada diagnose ini seperti pasien mengeluh adanya benjolan yang bisa masuk
secara spontan yang tidak memelukan bantuan tangan untuk mendorong benjolan kembali.
Pasien juga mengeluh adanya darah segar menetes dari dubur saat setelah defekasi dan
merasakan nyeri yang dideskripsiklan sebgai rasa perih seperti luka . Dari keluhan ini sangatlah
kuat mengarah pada diagnosa hemoroid interna derajat II. Dimana sesaui tinjauan pustaka
hemoroid derajat II dimana benjolan dapat masuk kembali secara spontan tanpa bantuan
tangan. Berdasarkan faktor resiko pasein ini sangat tinggi untuk mengalami penyakit
hemorrhoid interna derajat II karena dari riwayat kebiasaan pasien, pasein tidak suka memakan
sayur pasien juga kurang meminum air dan setaip hari meminum air kurang dari 1 liter.
Untuk menyingkirkan diagnose banding yaitu anal fisura dapat dilakukan dari anamnesis
pasien dimana sesuai tinjauan pustaka anal fisura dirasakan nyeri saat bergerak maupun batuk
namun di keluhan pasien, pasien merasakan nyeri saat buang air besar. Dan saat defekasi
pasien mengeluarkan darah dimana pada tinjauan pustaka keluhan anal fisura, saat defekasi
akan keluar nanah atau cairan purulent. Dan pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan
benjolan pada arah jam 3 dimana ini mendukung diagnosis hemorrhoid interna derajat II, dan
pada tinjauan pustaka anal fisura akan fisura saat melakukan rectal toucher. Namun diperlukan
sigmoidoskopi dalam menyingkirkan diagnosis banding dan dalam pentatalaksaan diberikan
obat suppositoria yang dimasukan kedalam anus unutk mngeurahi rasa nyeri pada anus dan
diosmin, hesperidin unutk menghentikan pendarahan.
REFERENSI
Acheson, A.G. & Scholefield, J. H., 2008. Management of Haemorrhoids. British Medical
Journal;336: 380-383.
Corman, M.L.Colon and Rectal Surgery 5th Ed . Lippincott Williams & Wilkins. 2005
Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family Physician 39 (6):
376-381.
Dorland, 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
Felix. 2006. Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah Kedokteran dan Farmasi.
Jakarta. Available from: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one-
news.asp?IDNews=278 [Accessed 7 January 2012]
Nisar, P.J. & Scholfield, J.H., 2003. Managing Haemorrhoids. British Medical Journal; 327:
847-851
Penninger, J.I. & Zainea, G.G., 2001. Common Anorectal Conditions: Part I. Symptoms and
Complains. American Family Physician 63 (12): 2391-2398.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6. Jakarta: EGC.
Zhou, Q., Mills, E., Martinez, Z.M.J., and Allonso, C.P., 2006. Metaanalysis of Flavonoid for
The Treatment of Haemorrhoid. BrJ Surg; 93: 909-920.