Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS 2

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE

Jose Feter Ang


01071170046

Dokter Pembimbing:
Dr. Cynthia Jonachan

PUSKESMAS SUKAMULYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

1
BAB I
Identitas Pasien

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 52 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 155 cm
Alamat : Jl. Kali Malang, Kemuning, Kresek, Tangerang, Banten 15620
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Sudah menikah
Agama : Islam
No Rekam Medis : 0001161

2. Anamnesis (Auto Anamnesis)


Tanggal pemeriksaan : 4 September 2018
Keluhan utama : Sakit pada area ulu hati sejak 2 hari yang lalu
Keluhan tambahan: Nafsu makan yang berkurang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke puskesmas pada tanggal 4 September 2018 dengan keluhan
terdapatnya sakit pada ulu hati sejak 2 hari yang lalu. Pasien menyatakan sakitnya seperti
rasa terbakar. Rasa nyeri pasien memiliki nilai 7 dari skala 0-10. Rasa nyeri tersebut
menjalar kebagian kiri dan kanan ulu hati dan juga bagian dada pasien. Rasa nyeri
tersebut hilang timbul dan ketika timbul, pasien menyatakan bahwa mulutnya terasa
pahit. Pasien memiliki penurunan nafsu makan dan rasa mual. Pasien menyatakan ia
sering muntah saat berbaring dan hal ini mengganggunya ketika ia tidur. Pasien
menyatakan bahwa ia sering muntah terutama setelah makan. Pasien menyatakan bahwa
tidak ada darah dimuntah tersebut. Sekali muntah, pasien menyatakan bahwa volume
yang pasien muntahkan sekitar setengah gelas. Sehari, pasien biasanya muntah sebanyak
3 kali. Pasien tidak memiliki keluhan dalam buang air besar. Sakit yang pasien rasakan
muncul setelah beberapa jam setelah makan dan terasa pada malam hari ketika pasien
tertidur. Pasien memiliki kebiasaan untuk memiliki jadwal makan yang tidak teratur dan

2
memakan makanan pedas dan berminyak. Pasien telah mencoba meredakan rasa
nyerinya dengan promaag tetap tidak efektif. Tidak ada yang meringankan sakitnya.
Rasa sakit pasien bertambah jika pasien telat makan.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi dan kencing manis. Pasien menyatakan
bahwa sebelumnya ia pernah sakit maag karena jadwal makannya yang tidak teratur.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak pernah mengalami sakit dengan keluhan seperti ini. Keluarga
pasien tidak mempunyai riwayat operasi, kencing manis, darah tinggi, sakit jantung,
asam urat, dan trauma.
Riwayat alergi :
Pasien tidak memiliki alergi
Riwayat kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan untuk tidak memiliki jadwal makan yang teratur. Pasien
memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi makanan yang pedas dan berminyak. Pasien
tidak memiliki kebiasaan untuk merokok.
Riwayat Perkerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan:
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, Pasien berada ditingkat ekonomi bawah dan
saat ini bertanggung pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Lingkungan
sekitar pasien bersih dan tidak memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kategori Deskripsi
Keadaan Umum Tampak Sakit Ringan
Tingkat Kesadaran Compos Mentis
Tinggi Badan 155 cm
Berat Badan 57 Kg
BMI 23.7
b. Tanda-Tanda Vital
Temperatur 36.6°C
HR 75 denyut/menit
RR 15 napas/menit
Tekanan Darah 120/80 mmHg
c. Pemeriksaan sistem (Head to toe)
Kulit  Normal
keseluruhan  Tidak ada kebiruan atau sianosis

3
 Tidak ada kekuningan atau ikterus
 Tidak ada bekas luka atau operasi
 Tidak ada hyperpigmentasi
 Turgor kulit normal
 Tidak ada edema
 Tidak ada gatal
Kepala dan Rambut  Rambut tersebar secara merata
wajah  Rambut tidak mudah rontok
Kulit kepala  Kulit kepala normal
 Tidak ada lesi
 Tidak ada bekas luka
 Tidak ada masa
Fungsi  Pergerakan kepala normal
 Tidak ada keterbatasan gerak
Mata  Mata normal
 Tidak ada konjungtiva anemis (CA -/-)
 Tidak ada sclera ikteris (SI -/-)
 Tidak ada ptosis
 Pupil bulat, sama besar dan bentuk (isokor), diameter 3mm/3mm
 Refleks pupil langsung dan tidak langsung normal (+/+)
 Jarak antar mata simetris
 Pergerakan bola mata normal
 Tidak ada keterbatasan lapang pandang
 Air mata normal
 Tidak ada strabismus
Hidung  Penampakan hidung normal
 Septum nasal normal
 Tidak ada bekas luka
 Mukosa tidak hiperemis
 Tidak ada masa
 Tidak ada deformitas
 Tidak ada pendarahan
 Tidak ditemukan mukus
Telinga  Penampakan telinga kanan dan kiri normal
 Tidak ada bekas luka
 Tidak ada deformitas

4
 Tidak ada pus
 Tidak ada pendarahan
 Rongga telinga normal
 Terdapat serumen (+/+)
Sinus  Tidak ada nyeri tekan
Gigi dan mulut  Mukosa bibir kering dan tidak ada sianosis
 Gigi utuh tanpa caries
 Mukosa mulut normal
 Lidah normal
 Palatum normal
 Faring normal
 Tonsil normal (T1/T1)
Leher  Penampakan leher normal
 Tidak ada bekas luka
 Trakea simetris di tengah tanpa deviasi
 Tidak ada pembesaran tiroid
 Tidak ada pembesaran kelenjar parotis
 Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Ditemukan eritem pada faring
Thorax
Jantung Inspeksi  Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi  Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra
Perkusi  Batas jantung normal, tanpa pembesaran
Auskultasi  Suara jantung normal:
- S1 normal
- S2 normal
- Tidak ada murmur
- Tidak ada gallop
Paru-paru Inspeksi  Gerakan napas paru-paru kanan dan kiri simetris, tidak
ada yang tertinggal
 Tidak ada pigeon chest
 Tidak ada barrel chest
 Tidak ada pectus excavatum ataupun pectus carinatum
 Tidak ada massa
 Tidak ada bekas luka
 Tidak ada spider angioma

5
 Tidak ada discolorasi
 Tidak ada retraksi intercostal
 Tidak ada retraksi supraclavicular
 Tidak ada penggunaan otot pernapasan abdomen
Palpasi  Taktil fremitus simetris di kedua lapang paru
Perkusi  Perkusi paru sonor dan simetris
 Batas paru hepar normal
Auskultasi  Bunyi nafas vesiocular dan simetris
 Wheezing (-)
 Tidak ada ronchi
Abdomen Inspeksi  Abdomen terlihat cembung
 Tidak ada kemerahan
 Tidak ada kekuningan
 Tidak ada bekas luka
 Tidak ada striae
 Tidak ada caput medusa
 Tidak ada spider navy
 Tidak ada masa
Auskultasi  Bising usus 12x/menit
 Tidak ada bruit aorta abdominalis maupun bruit arteri
renalis
 Tidak ada clicking sound maupun metallic sound
Perkusi  Perkusi normal, timpani di seluruh bagian abdomen
Palpasi  Palpasi normal
 Nyeri ketika epigastrum abdomen ditekan
 Tidak ada hepatomegali
 Tidak ada splenomegali
 Ballotement test (-/-)
Ekstremitas Inspeksi  Ekstremitas simetris
atas  Tidak ada genu vagus maupun genu varum
 Tidak ada tremor
 Tidak ada pucat
 Tidak kebiruan
 Tidak kekuningan
 Tidak ada deformitas
 Kuku normal, tidak ada clubbing finger

6
Palpasi  Ekstremitas hangat
 Tidak ada edema
 Capillary Refill Time normal (<2detik)
Rentang  Pergerakan ekstremitas atas maupun bawah normal,
pergerakkan tidak ada keterbatasan range of movement.
Ekstremitas Inspeksi  Ekstremitas simetris
bawah  Tidak ada genu vagus maupun genu varum
 Tidak ada tremor
 Tidak ada pucat
 Tidak kebiruan
 Tidak kekuningan
 Tidak ada deformitas
 Kuku normal, tidak ada clubbing finger
Palpasi  Ekstremitas hangat
 Tidak ada edema
 Capillary Refill Time normal (<2detik)
Rentang  Pergerakan ekstremitas atas maupun bawah normal,
pergerakkan tidak ada keterbatasan range of movement.
Kelenjar Getah Bening  Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening auricular
 Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher
 Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
supraklavikular

4. Resume
Pasien wanita berumur 52 tahun datang dengan keluhan sakit pada bagian ulu hati
yang menjalar ke sisi kanan dan kiri ulu hati. Rasa sakit dinilai dengan nilai 7 dari
skala 0-10 dan rasanya seperti rasa terbakar. Pasien memiiki penurunan nafsu makan
dan mengalami mual setelah makan. Pasien mengalami refluks saat berbaring. Rasa
sakit pasien bertambah ketika makan telat dan tidak ada yan mengurangi rasa
sakitnya. Sebelumnya, pasien memiliki riwayat sakit maag yang hilang timbul.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya eritem pada faring dan rasa nyeri ketika ulu
hati pada abdomen pasien ditekan. Pasien sudah pernah mencoba mengobatinya

7
dengan proomag tetapi tidak efektif. Pasien memiliki kebiasaan untuk memiliki
jadwal makan yang tidak teratur dan mengkonsumsi makanan pedas dan berminyak.

5. Diagnosis
Diagnosis kerja : Suspect Gastroesophageal Reflux Disease
Diagnosis banding : Peptic Ulcer Disease
6. Prognosis
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Ad Bonam
Ad sanactionam : Ad Bonam

Treatment:
Di puskesmas, pasien diberikan edukasi untuk makan tepat waktu dan untuk tidak makan
makanan berminyak dan pedas karena makanan tersebut dapat merangsang GERD. Pasien
juga diberikan antacid dengan dosis 15 ml, 3 kali dalam satu hari. Pasien juga diberikan
omeprazole 20 mg, 1 kali dalam satu hari.

BAB II
Case Review
2.1 Definisi
Gastroesophageal reflux, atau dikenal sebagai GERD, adalah suatu penyakit dimana
terjadinya duodenum refluks sehingga cairan isi lambung naik melewati sfingter esophagus
ke esophagus. Hal ini mengakibatkan kerusakan jaringan esophagus, saluran nafas, dan
orofaring yang memberi gejala sensasi terbakar dan nyeri di dada. Kerusakan jaringan
tersebut juga dapat mengakibatkan regurgitasi dan komplikasi lainnya. GERD adalah sebuah
penyakit kronik yang memerlukan perawatan dalam jangka panjang. GERD adalah penyakit

8
yang umum dimana 75% dari penyakit yang terjadi pada jaringan esophagus adalah penyakit
GERD. 1

Menurut montreal classification, GERD dapat diklasifikasikan menjadi Esophageal


syndromes dan Extraesophageal. GERD yang menunjukkan gejala yang timbul pada esofagus
bisa diklasifikasikan menjadi Esophageal syndromes. Klasifikasi Esophageal syndromes
terbagi menjadi dua sub – klasifikasi, yaitu Symptomatic syndrome dan Syndromes with
esophageal injury. GERD digolongkan Symptomatic syndrome jika ada sensasi dada terbakar,
dengan gejala refluks, dan tidak adanya cedera pada esofagus. GERD digolongkan
Syndromes with esophageal injury jika esofagus memiliki cederan yang akan memberi gejala
Barret’s esophagus. GERD diklasifikasikan Extraesophageal ketika tidak hanya esophagus
yang terpengaruhi, tetapi bagian tubuh lain juga terpengaruhi. Klasifikasi Extraesophageal
dapat dibagi lebih lanjut menjadi 2 sub klasifikasi yaitu Established Association dan
Proposed Associations. GERD diklasifikasikan Established Associations ketika pasien dapat
mengalami sindrom batuk refluks, laringitis refluks, asma refluks dan erosi dental refluks.
Pada Proposed Associations, pasien dapat mengalami fibrosis pulmonal yang bersifat
idiopati, faringitis, sinusitis dan Recurrent Otitis Media.2

2.2. Epidemiologi

Penyakit GERD adalah penyakit yang umum. Prevalensi GERD sekitar 18.1%-27.8%
di Amerika Utara, 8.8%-25.9% di Eropa, 2.5%-7,8% di Asia Timur, 11.6% di Australia, dan
23% di Amerika Selatan. Walaupun prevalensi GERD di Asia rendah dibanding negara di
Eropa dan Amerika, angka prevalensi di Asia meningkat sejak 1995.3

2.3 Manifestasi klinik


Penyakit GERD memberi gejala heartburn, regurgitasi, kesulitan menelan, rasa asam
atau pahit dimulut, batuk, bengek, sesak, sakit pada tenggorokan. Heartburn adalah sebuah
gejala dimana pasien merasakan sensasi nyeri panas atau terbakar di ulu hati. Rasa terbakar
ini disebabkan oleh asam lambung. Nyeri tersebut bisa menjalar kedaerah sekitar ulu hati,
belakang tulang dada, dan bagian retrosternal. Gejala tersebut biasa dirasakan pasien setelah
pasien makan. GERD juga memiliki gejala dimana terdapatnya rasa begah dan cepat
kenyang. Pasien juga merasa ingin bersendawa dan tidak nyaman. Walaupun tidak umum,
penyakit GERD dapat memberi gejala nyeri dada, batuk, nyeri di epigastrum, dan suara

9
sesak. Suara sesak disebabkan oleh refluks cairan pada lambung yang mengakibatkan
sindrom ekstraesofageal.4

2.4 Patofisiologi
Penyakit GERD terjadi karena ketidakseimbangan dari pertahanan esofagus dengan
refluksat lambung. Fungsi dan kesehatan otot esophagus, lambung, dan sfingter esophagus
bawah mempengaruhi mekanisme anti-reflux. Ketika tekanan LES menurun secara transien,
refluks terjadi. Penurunan tekanan LES bisa terjadi karena distensi lambung, pemendekan
atau pemanjangan LES, penggunaan obat-obatan, makanan, factor hormonal, nikotin, atau
kelainan struktural seperti hiatus hernia. 90% refluks pasien normal dan pasien GERD tanpa
hiatus hernia disebabkan oleh relaksasi LES (sfingter esophagus bawah) transien. Ketika
relaksasi sfingter esophagus menjadi suatu hal yang sering, dengan jalannya waktu, katup
LES bisa rusak. Ketika katup LES rusak, asam lambung bisa keluar dari lambing dan gejala-
gejala GERD mulai bisa dilihat.5-6
Jaringan otot esofagus memiliki fungsi normal untuk membersihkan lumen esophagus
dari isi asam lambung dan duodenum. Mekanisme tersebut disebut mekanisme ‘clearance’.
Pada penderita penyakit GERD, mekanisme kerja jaringan otot esofagus tersebut rusak dan
hal ini mengakibatkan peningkatan waktu pemaparan cairan isi lambung dan duodenum.
Mekanisme ‘clearance’ dapat dirusak dengan kurangnya saliva yang disekresi. Karena
mekanisme ‘clearance’ yang terganggu, ada kemungkinan yang lebih besar bagi epitel yang
sehat untuk menjadi jaringan yang rusak.5-6
Faktor-faktor yang memicu refluks cairan lambung meliputi; distensi lambung dan
pengosongan lambung yang terlambat, peningkatan tekanan intragastrik, dan peningkatan
tekanan intraabdomen. Selain itu, faktor risiko yang bisa menyebabkan GERD meliputi
merokok, mulut kering, asma, diabetes, penyakit jaringan ikat, hernia diafragma, dan hamil.
Peningkatan intraabdomen dapat disebabkan oleh obesitas, ke-hamilan, dan pakaian yang
terlalu ketat. GERD merupai penyakit kronis yang biasanya tidak menunjukkan perburukan.
GERD dapat menimbulkan komplikasi striktur, serosi peptik esofagus, ulserasi,
adenokarsinoma esofagus, dan Barrett esophagus.5-6

2.5 Diagnosis dan evaluasi


Diagnosis GERD dapat didasarkan dengan anamnesis dan kuesioner. Jika pasien
menunjukkan gejala-gejala GERD, terutama heartburn dan regurgitasi, maka diagnosa
GERD dapat didasarkan. Gejala GERD pada pasien dapat dinilai dengan Gastroesophageal

10
Reflux Disease Questionnairre (GERD-Q). Kuesioner tersebut memiliki 6 pertanyaan
mengenai gejala GERD, bagaimana GERD mempengaruhi kualitas hidup penderita, dan efek
samping dari penggunaan obat terhadap penyakit tersebut dalam 7 hari terakhir. Berdasarkan
GERD-Q, jika skor lebih dari 8, maka pasien memiliki kemungkinan besar untuk menderita
GERD. GERD Q dapat digunakkan untuk memantau respons terapi juga. Diagnosa GERD
kemudian dapat ditegakkan dengan uji terapi Proton Pump Inhibitor (PPI). Uji terapi PPI
dilakukan dengan memberi PPI dosis ganda selama 1-2 minggu tanpa pemeriksaan endoskopi
sebelumnya. uji terapi PPI dianjurkan kepada pasien yang tidak memiliki tanda-tanda alarm.
Tanda-tanda alarm untuk uji terapi PPI meliputi usia yang melebihi 55 tahun, disfagia,
odinofasia, anemia defisiensi besi, berat badan turun, dan terdapatnya pendarahan. Diagnosis
GERD dapat ditegakkan ketika gejala membaik ketika diberikan terapi PPI dan memburuk
kembali ketika terapi PPI diberhentikan.6-9

Menurut Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux


Disease yang diterbitkan oleh American College of Gastroenterology pada tahun 1995,
diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan
1. Terapi Empirikal (Uji terapi PPI)
2. Penggunaan endoskopi
3. Ambulatory Reflux Monitoring
4. Esophageal Manometry
Walaupun pasien sudah menerima terapi, pasien tetap harus menjalani pengujian
diagnostik jika pasien mengalami gejala persisten, turunnya berat badan, disfagia, dan jika
pasien memiliki risiko untuk timbul esofagitis, Barrett esophagus dan adenokarsinoma
esofagus.4
2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang akan dipilih berdasarkan keperluan dari kasus tersebut. Untuk
penyakit GERD, terdapat pemeriksaan penunjang; endoskopi, biopsi, esophagografy barium
enema, pemeriksann pH esofagus, pengujuan impedansi, dan uji provokasi asam.6

Pemeriksaan endoskopi dianjurkan ketika penderita menunjukkan alaram symptoms


yang meliputi;

i. Disfagia
ii. Anemia
iii. Penurunan berat badan

11
iv. Odinofagia
v. Hematemesis/melena
vi. Riwayat keganasan lambung/esofagus dalam keluarga
vii. Konsumsi NSAID kronik

Pemeriksaan endoskopi hanya diperlakukan bagi penderita yang berumur kurang dari
40 tahun. Jika terdapat esofagitis, mucosal break akan terlihat. Mucosal break adalah area
dimana terlihat kemerahan yang memiliki demarkation antara area tersebut dengan mukosa
yang berdekatan. Area tersebut bisa berbentuk lonjong atau lurus. Berdasarkan Los Angeles
System for Classification of Reflux Esophagitis, esofagitis dapat diklasifikasikan menjadi 4
grade berbeda berdasarkan mucosal break yang ditemukan.10

Grade A Satu atau lebih mucosal break, masing-


masing tidak lebih dari 5 mm
Grade B Paling tidak satu mucosal break dengan p
anjang 5 mm tetapi tidak berlanjut di antara
puncak lipatan mukosa
Grade C Setidaknya satu mucosal break yang
berlangsung diantara puncak dua atau lebih
lipatan mukosa, tetapi yang tidak melingkar
Grade D Mucosal break yang melingkar

2.7 Tata Laksana

Tata laksana penyakit GERD memiliki tujuan untuk mengatasi gejala, memperbaiki
kerusakan mukosa, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi. Guidelines for the
Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease menyatakan terapi GERD
dilakukan dengan:

1. Treatment Guideline I: Lifestyle Modification


2. Treatment Guideline II: Patient Directed Therapy
3. Treatment Guideline III: Acid Suppression
4. Treatment Guideline IV: Promotility Therapy
5. Treatment Guideline V: Maintenance Therapy
6. Treatment Guideline VI: Surgery Therapy
7. Treatment Guideline VII: Refractory GERD

12
Secara garis besar, prinsip terapi GERD melibatkan modifikasi gaya hidup dan terapi
medikamentosa GERD. Terapi dengan ‘modifikasi gaya hidup’ dilakukan dengan
menurunkan berat badan agar berat badan ideal berdasarkan IMT dapat dicapai, membuat
kepala dalam posisi yang tingi, makan malam paling lambat 2-3 jam sebelum tidur,
menghindari makanan dan minuman yang bisa memicu GERD. Beberapa makanan dan
minuman yang bisa memicu GERD meliputi; cokelat, kafein, alkohol, dan makanan
berlemak, asam, dan pedas.6-9

Terapi medikamentosa adalah terapi yang melibatkan penggunaan obat. Terapi PPI
adalah terapi yang efektif untuk penyakit GERD karena dapat mengatasi gejala dan dapat
menyembuhkan lesi esofagitis. PPI dosis tunggal diberikan pada pagi hari dan dosis ganda
diberikan pada pagi dan malam hari sebelum makan.5 Berikut adalah obat-obat PPI:

1. Omeprazole 20 mg
2. Pantoprazole 40 mg
3. Lansoprazole 30 mg,
4. Someprazole 40 mg
5. Rabeprazole 20 mg

Menurut Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux


Disease dan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di
Indonesia, terapi inisial GERD adalah pemberian dosis tunggal selama 8 minggu. Jika tidak
ada pembaikan selama 8 minggu tersebut atau gejala mengganggu di malam hari, dosis ganda
dapat diberikan selama 4 sampai 8 minggu. Jika tuberkulosis kambuh, terapi inisial dimulai
lagi dan dilanjutkan dengan terapi maintenance. Terapi maintenance diberikan pada penderita
yang memiliki gejala sisa GERD. Terapi maintenance dilakukan dengan pemberian dosis
tunggal selama 5 – 14 hari.6-9

Obat selain PPI yang dapat digunakan dalam pengobatan GERD meliputi antagonis
reseptor H2, antasida, dan prokinetik (antagonis dopamin dan antagonis reseptor serotonin).
Fungsi antagonis reseptor H2 dan antasida adalah untuk mengatasi gejala refluks yang ringan.
Antagonis reseptor H2 dan antasida jika dikombinasi dengan PPI juga dapat digunakan
sebagai terapi maintenance.5 Obat-obat antagonis reseptor meliputi:

1. simetidin (1 x 800 mg atau 2 x 400 mg)


2. ranitidin (2 x 150 mg)

13
3. farmotidin (2 x 20 mg)
4. nizatidin (2 x 150 mg)

Prokinetik memiliki fungsi untuk mempercepat proses pengosongan perut. Karena itu
prokinetik mengurangi kesempatan asam lambung untuk naik ke esofagus. Obat golongan
prokinetik yang biasa digunakan adalah domperidon (3 x 10 mg) dan metoklopramid (3 x 10
mg)5

Diagnosis Banding
Peptic Ulcer adalah sebuah penyakit yang mengakibatkan pengikisan pada dinding lambung.
Pengikisan tersebut disebabkan oleh hilangnya jaringan mukosa dan submukosa, yang
menyebabkan inflamasi. Peptic ulcer dapat disebabkan oleh pengikisan lapisan pelindung
pada lambung oleh H.pylori atau asam lambung.11-13 Pengikisan lapisan pelindung lambung
akan mengakibatkan lambung yang menjadi terinflamasi dan gejala – gejala yang juga ada
pada penyakit GERD seperti gejala Heartburn dan epigastric pain. Walaupun begitu Peptic
ulcer tidak menunjukan gejala refluks saat berbaring namun dapat ditemukan pada pasien
yang memiliki GERD. Maka perbedaan gejala tersebut dapat dilihat untuk membedakan
peptic ulcer dan GERD. Walaupun begitu, pemeriksaan penunjang seperti endoskopi
diperlukan untuk memastikan diagnosa GERD.11-13

Diagnosa Banding
GERD Peptic Ulcer Disease
Definisi Penyakit GERD adalah dimana Penyakit peptic ulcer disease
terjadinya duodenum refluks adalah penyakit dimana ada
sehingga cairan isi lambung naik luka pada dinding lambung.
melewati sfingter esofagus ke Luka ini juga bisa ada pada
esophagus. dinding duodenum dan
esofagus.
Etiologi Penyakit GERD disebabkan oleh Penyakit peptic ulcer disease
sfingter yang abnormal dan dapat disebabkan oleh infeksi
melemah sehinnga asam lambung bakteri Helicobacter Pylori,
bisa naik ke esofagus. penggunaan obat anti inflamasi
non-steroid, gastrinoma, dan
kadar asam lambung yang
meningkat.
Gejala-gejala Penyakit GERD membeli gejala Penyakit peptic ulcer disease

14
heartburn, regurgitasi, rasa pahit memberi gejala rasa nyeri dan
dimulut, rasa cepat kenyang, perih pada perut karena iritasi
bersendawa dan mual setelah asam lambung pada luka.
makan. Selain gejala itu, bisa muncul
gejala nyeri pada ulu hati, mual,
dan penurunan nafsu makan.

BAB III
Case Reasoning
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien bisa didiagnosa dengan Suspect
Gastroesophageal Reflux Disease. Pasien menunjukkan gejala-gejala GERD dimana pasien
memiliki rasa sakit panas di ulu hati, rasa pahit dimulut, rasa cepat kenyang, refluks saat
berbaring, bersendawa dan muntah setelah makan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa
terdapatnya nyeri tekan pada epigastrium abdomen pasien dan eritem pada faring. Pasien
memiliki riwayat penyakit maag yang belum dinyatakan sembuh dan pasien diduga untuk
mengalami GERD yang kambuh lagi. Selain itu, pasien memiliki kebiasaan untuk memiliki
jadwal makan yang tidak teratur dan makan makanan berlemak dan pedas. Kebiasaan-
kebiasaan tersebut merupakaan faktor-faktor risiko untuk penyakit GERD. Untuk
menegakkan diagnosa GERD, pasien dianjurkan untuk mengikuti pemeriksaan uji terapi

15
empirik PPI dimana pasien akan diberikan dosis ganda selama 1-2 minggu dan bila ada
kebaikan pada gejala yang dialami pasien, maka diagnosa GERD bisa ditegakkan. Jika pasien
memang sakit GERD, ketika terapi PPI diberhentikan, pasien juga harus menunjukkan
perburukan gejala. Pasien tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan endoskopi karean
pasien tidak memiliki Alarm Symptoms. Pemeriksaan penunjang endoskopi juga dapat
digunakan untuk memastikan diagnosa GERD.

Pasien diduga terkena peptic ulcer disease karena gejala dimana terdapatnya nyeri
pada ulu hati setelah makan, rasa cepat kenyang, bersendawa, rasa nyeri seperti terbakar dan
rasa mual. Diagnosa peptic ulcer disease pada pasien bisa disangkal karena pasien tidak
memiliki gejala khas peptic ulcer disease yaitu hemastasis atau melena yang disebabkan oleh
ulcer ulkus yang iritasi. Selain itu, pasien memiliki gejala rasa pahit dimulut dan refluks saat
berbaring. Gejala-gejala tersebut tidak terdapat pada penyakit peptic ulcer disease karena
gejala tersebut disebabkan oleh refluks asam lambung dan mengalirnya asam lambung secara
retrograde yang ada pada penyakit GERD.

Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang seperti endoskopi atau uji
terapi PPI. Jika hasil menunjukkan bahwa pasien memiliki penyakit GERD, tata laksana yang
dianjurkan untuk pasien adalah dengan perbaikan gaya hidup dan terapi medikamentosa.
Pasien dianjurkan untuk menjaga agar kepala tetap elevasi pada posisi berbaring, makan
malam paling lambat 2-3 jam sebelum tidur, dan menghindari makanan yang dapat
merangsang GERD yaitu makanan berlemak, pedas, berminyak, asam, pedas, alkohol, dan
kafein. Untuk 8 minggu pertama, pasien diberikan dosis tunggal obat PPI. Jika pasien tidak
membaik, pasien akan diberikan dosis ganda untuk 4-8 minggu. Obat PPI yang diberikan
adalah omeprazole dengan dosis 20 mg sekali sehari sebelum makan.

16
Daftar Pustaka
1. Papadakis MA, McPhee SJ. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).  Quick
Medical Diagnosis & Treatment 2017 New York, NY: McGraw-
Hill; . (http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=2033&sectionid=152407479). Accessed November 8, 2018.
2. Abbas A, Aster J, Kumar V. Robbins basic pathology.
3. El-Serag HB, Sweet S, Winchester CC. Update on the epidemiology of
gastrooesophageal reflux disease: a systematic review. Gut. 2013;63:871-880.
4. American College of Gastroenterology. Is it just a little heartburn or something more
serious? American College of Gastroenterology [Internet]. Available from:
(http://s3.gi.org/patients/pdfs/UnderstandGERD.pdf). Accessed November 8 2018

17
5. Guarner, Lazaro, Gascon, et al. Map of digestive disorders and diseases. World
Gastroenterology Organization [Internet]. 2008. Available from:
(http://www.worldgastroenterology.org/UserFiles/file/wdhd-2008-map-of-digestive-
disorders.pdf) Accessed November 8 2018
6. Kahrilas PJ, Hirano I. Diseases of the Esophagus. Harrison's Principles of Internal
Medicine, 19e New York, NY: McGraw-Hill;
2014. http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?
bookid=1130&sectionid=79747483. Accessed November 8, 2018.
7. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Revisi konsensus nasional penatalaksanaan
penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease/ GERD) di
Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia; 2013.
8. The Indonesian Society of Gastroenterology. National consensus on the management
of gastroesophageal reflux disease in Indonesia. Acta Medica Indon. 2014;46(3):263-
71.
9. Katz PO, Gerson LB, Vela MF. Corrigendum: Guidelines for the diagnosis and
management of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol. 2013;108:308-
28
10. Lundell LR, Dent J, Bennett JR, Blum AL, Armstrong D, Galmiche JP, et al.
Endoscopic assessment of oesophagitis: clinical and functional correlates and further
validation of the Los Angeles classification. Gut. 1999Jan;45(2):172–80.
11. Richter J. Gastroesophageal Reflux Disease. Elsevier Health Sciences; 2014.
12. Jameson JL. Harrisons principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill
Education; 2018.
13. Smith L. Updated ACG Guidelines for Diagnosis and Treatment of GERD [Internet].
Aafp.org. 2018 . (Available from: https://www.aafp.org/afp/2005/0615/p2376.html)
Accessed November 8 2018

18

Anda mungkin juga menyukai