Disertai CHF
LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
Gloria Vriscila
112020064
Pembimbing:
1.2 ANAMNESIS
Keluhan tambahan: batuk (+), nyeri pada dada tengah yang menjalar kebelakang , mual (+), muntah
(-), BAB/BAK normal
Pasien datang ke IGD RS PWDC dengan keluhan sesak nafas yang disertai batuk berdahak
sejak 3 minggu yang lalu yang semakin memberat 3 hari SMRS yang disertai keluhan nyeri dada
tengah yang timbul secara tiba-tiba menjalar kebelakang sejak pukul 15.00 SMRS. pasien mengatakan
nyeri dada semakin nyeri jika penderita menarik napas dalam atau terbatuk Pasien mengatakan sesak
yang dirasakan bertambah berat saat berbaring terutama pada malam hari. Pasien juga mengatakan
cepat lelah dan kadang-kadang berkeringat dingin. mual (+), muntah disangkal, bab/bak normal.
Pasien memiliki riwayat penyakit DM dan hipertensi yaitu adik dari ayah
Berat badan : 70 kg
Saturasi Oksigen : 97 %
Suhu : 36,0oC
STATUS GENERALIS
Kulit
Mata
Exophthalmus : tidak ada
Kelopak : ptosis ( - ) Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis (- /-) Visus : normal
Sklera : tidak ikterik Gerakan mata : normal
Abdomen
Ginjal : balotemen ( - )
Extremitas
Lengan Kanan Kiri
Otot :
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
CBC + DIFF
Hemoglobin 15.03 g/dL 11.2-17.3
DIFF COUNT
Netrofil % 64.90 % 50 – 70
Limfosit % 25.70 % 25 – 40
Hematokrit 46 % 40-52
MCV 87 fL 80 – 100
MCH 29 Pg 26 – 34
MCHC 33 g/dL 32 – 36
KIMIA KLINIK
Paket Elektronik
SGOT H 54.5 0 – 50
SGPT H 67.2 0 – 50
Troponin T <40
<50 Negatif (resiko rendah)
50-100
Kemungkinan
akut miokard
infark
100-2000 positif
(resiko tinggi)
>2000 kerusakan
miokard besar
telah terdeteksi
Uric Acid H 9.3 Mg/dL 2.0-7.0
LD Cholesterol 96.2 Mg/dL <130
6.5-8
=kendali
diabetes
sedang
>8 =kendali
diabetes
buruk
BGA Laktat
Kesan:
- Letak ujung ETT baik
- Cardiomegaly LV
- Gambaran Bronkopneumonia
- Gambaran pneumothoraks kanan dengan kolaps paru kanan
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) Pada tanggal 1 Mei 2022
Keterangan
Diagnosis EKG :
- AF Cepat
- Iskemik Miokard
- LVH
Pemeriksaan Hematologi, Kimia Klinik, Elektrolit pada tanggal 02 Mei 2022 Jam 00.13 WIB
HEMATOLOGI
PTTK/APTT
PTTK test 34.2 Detik 25 – 35
PPTK Control 33.4 detik
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
Calcium 8.9 mg/dL 8.8-10.3
Kalium 3.60 mmol/L 3.5-5.0
Natrium 140.0 mmol/L 135.0-147.0
Chorida 97.0 mmol/L 95.0-105.0
Magnesium 2.0 mg/dL 3.8-3.0
Kesan:
- Cardiomegali LV
- Gambaran Bronkopenumonia
- Lusensi minimal di basal hemitoraks kanan, gambaran pneumotoraks kanan perbaikan nyata, paru kanan
sudah mengembang
- Emfisema subkutis di lateral hemitoraks kanan
Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Klinik pada tanggal 03 Mei 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
PTTK/APTT
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu H 153 mg/dL 70-150
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu H 176 mg/dL 70-150
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu H 155 mg/dL 70-150
Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Klinik pada tanggal 06 Mei 2022
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu H 174 mg/dL 70-150
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu H 174 mg/dL 70-150
A. DIAGNOSIS
CHF + edem paru
Gagal nafas akut
Pneumonia
Pneumothorax (D)
AF Cepat
IHD
HipoK
Hiperuricemia
Insufficiency hepar
B. TATALASANA MEDIS
IVFD RL 500 cc/24jam
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Inj Omeprazole 2x 40 mg
Sotatic 2x1 amp
Levofloxacin 1x750 mg
PCT 3x1 gr
Heparin sp 1000 u/jam
Furosemide sp 3 mg/jam
Vascon sp 0,15 mg/kg/m
Miloz sp 1 mcg/jam
Oral:
Lisinopril 1x ½ tab
Bisoprolol 1x5 mg
Alprazolam 1x0,5 mg
Lactulac 2x1 cth
Curcuma 3x1
Aspilet 1x80 mg
Digoxyn 2x 1
Codein 3x20 mg
Nebulizer:
- Ventolin 3x/hari
- Pulmicort 3x/hari
ISDN 3x5
Dexa 5 1x1 amp IV
C. RESUME
Seorang pasien laki-laki 43 tahun datang ke IGD RS Panti Wilasa Dr Cipto dengan keluhan sesak nafas
disertai batuk sejak 3 minggu yang lalu dan juga nyeri dada tengah tembus sampai kebelakang yang
dirasakan ± 1 jam SMRS. Sesak yang dirasakan semakin bertambah 3 hari SMRS, pasien juga mengeluhkan
mual. Pasien menyangkal adanya muntah, sakit kepala dan pusing. Riwayat penyakit jantung, paru,
hipertensi, DM, trauma, merokok, minum alkohol, penggunakan obat-obat terlarang di sangkal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan keasadaran compos mentis, suara
pernafasan dasar vesikuler yang melemah pada thorax kanan, murmur(+/-) rhonki (+/+). nyeri dada yang
dirasakan pada skala 5. Saturasi oksigen 97%. Pernafasannya 34-42x/menit, suhu 36.0ºC, nadi 168x/menit
dan tekanan darah 158/131. Pemeriksaan paru menunjukkan suara nafas vesikuler.
Pada pemeriksaan laboratorium CBC didapatkan Hb 15.3 g/dL, Leukosit 14,5 103/ul (H), Eosinofil 0.40%
(L), Monosit 8.50 (H), Hematokrit 46%, Eritrosit 5.3 106/ul, Trombosit 269 103/ul, MCV 87 fL, MCH 29 pg,
MCHC 33 g/dL. Pada pemeriksaan elektrolit Kalium 3.00 mmol/L(L),Natrium 140.0 mmol/L, Chlorida 102
mmol/L. Pemeriksaan GDS 133 mg/dL, ureum 15.4 mg/dL, Creatinin /1.11 mg.dL (H), SGOT 54.5
u/L(H), SGPT 67.2 u/L (H), Troponin T <40, Urid Acid 9.3 mg/dL (H), LDC Cholesterol 96.2 mg/dL,
Trigliserida 164 mg/dL (H), Albumin 3.74 g/dL. Pemeriksaan Sero Imunologi CRP Kuantitatif 49 mg/L
(H). Pemeriksaan BGA Laktat Barometer 756.6 mmHg, Temperatur 36.0 C, CT Hemoglobin 13.3 %, FIO2
32%, pH 7.428, pCO2 24.9 mmHg, pO2 78.4 mmHg, BE -6.7 (L) , TCO2 17.0(L). HCO3 16.2(L), ST
HCO3 18.9 (L) S02 (c) 96.1%, O2 CT 18.2 vol %, Laktat 1.99 mmol/L(H). Pemeriksaan Imunologi Rapid
Antigen SARS-Cov-19 Negatif. Pemeriksaan Mikrobiologi Pengecatan Gram ditemukan kuman Batang
gram negatif/ (-), candida\jamur negatif, BTA Sputum negatif.
Pada pemeriksaan rontgen dada menunjukkan corakan vascular meningkat, Tampak infiltrat pada lapang
tengah bawah paru kanan. Tampak lusensi vesikuler hemitorak kanan dengan pleural visceral line dan kolaps
paru kanan. Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior. Tampak emfisema subkutis pada hemithorax
lateral kanan. Pada pemeriksaan EKG didapatkan ST depresi di V3,V4,V5,V6.
D. Monitoring
Oksigenasi
Intake cairan
Tanda vital
Gejala Klinis
E. Prognosis
Ad vitam : dubia
(SOAP)
S : Tube in ETT
• IVFD RL 500 cc/ 24 jam
• Heparin sp 1000/jam
O : KU: Tampak sakit berat, Kesadaran : CM,
• Furosemid s 8 mg/jam
TD : 102/73 mmHg, RR : 10x/mnt, S/N : 38,5.°C/93 • Cedocard sp 5 mg
SpO2: 97 %. GCS E2 M6 Vett • Vascon sp 0.1 U/kgBB
Mata : CA -/- SI -/- • Miloz sp 3 mg/jam
2 Mei
Cor BJ I-II murni, irregular, murmur +/+, gallop - /- • Inj. Ceftriaxone 2x1
Pulmo: SDV ↓/+, RH +/+, WH -/- • omeprazole 2x1 amp
Krepitasi (+) min di daerah Chest tube • sotatic 2x1 amp iv
2022 Abdomen: BU +, NT - • Lefolox inf 1x750
Ekstremitas: AH +/+ edema -/- • Lisinopril 5 1 x ½ tab
(SOAP)
S : sesak (-), sadar (+), kontak (+)
• Inf RL 500 cc/24jam
• Ceftriaxone 2x1 gr (H3)
O : KU: Tampak sakit berat, Kesadaran : CM,
• Omeprazole 2x1
TD:108/72 mmHg, RR : 11x/mnt, S/N : 37.7°C/104, • Sotatic 2x1 amp
SpO2: 99 %. • Levofloxacin 1x750 mg (H3)
Mata : CA -/- SI -/- • PCT 3x1 gr
3 Mei
Cor BJ I-II murni, irregular, murmur +/+, gallop - /- • Amiodaron sp 1 amp/24 jam
Pulmo: SDV ↓/+, RH +/+, WH -/- • Heparin sp 1000 u/jam
Krepitasi (+) min di daerah Chest tube • Cedocard sp 5 mcg/m
2022 Abdomen: supel, BU +, NT - • Furosemide sp 3 mg/jam
Hiperuricemia
Tanggal Hasil Asesmen Pasien dan Catatan
Pemberian Pelayanan
(SOAP)
S : sesak -, batuk +, krepitasi ↓
• IVFD RL 500 cc/24jam
• Inj Ceftriaxone 2x1 gr
O : KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran : CM,
• Inj Omeprazole 2x 40 mg
TD :105/69 mmHg, RR : 20x/mnt, S/N : 36.5°C/92,
• Inj Sotatic 2x1 amp
SpO2: 99 %. • Inf Levofloxacin 1x750 mg
Mata : CA -/- SI -/- • Inf PCT 3x1 gr
07
Cor BJ I-II murni, regular, murmur +/+, gallop-/- • Inj Dexa 1x5 mg
Maret
Pulmo: SDV ↓/+, RH +/+, WH -/- • Codein 3x1 tab
2022 Abdomen: BU +, NT - • ISDN 3X5
Ekstremitas: AH +/+ edema -/- • OAT 1X3 Ttab
+/+ -/- • Dorner 2x ½ tab:
• Lisinopril 1x ½ tab
AF Cepat • Nebu 3x
Hiperuricemia
Insuff Hepar
Tanggal Hasil Asesmen Pasien dan Catatan
Pemberian Pelayanan
(SOAP)
S : sesak -, batuk +, krepitasi ↓
• IVFD RL 500 cc/24jam
• Inj Ceftriaxone 2x1 gr
O : KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran : CM,
• Inj Omeprazole 2x 40 mg
TD :117/66 mmHg, RR : 20x/mnt, S/N : 36.3°C/79, • Inj Sotatic 2x1 amp (k/p)
SpO2: 99 %. • Inf Levofloxacin 1x750 mg
Mata : CA -/- SI -/- • Inf PCT 3x1 gr (k/p)
08
Cor BJ I-II murni, regular, murmur +/+, gallop-/- • Codein 3x1 tab
Maret
Pulmo: SDV ↓/+, RH -/-, WH -/- • ISDN 3X5 mg
Krepitasi (+) min di daerah Chest tube • OAT 1X3 Ttab
2022 Abdomen: BU +, NT - • Dorner 2x ½ tab:
• Lisinopril 1x ½ tab
Ekstremitas: AH +/+ edema -/-
• Bisoprolol 5 mg-0-2,5 mg
+/+ -/-
• Alprazolam 0-0-0,5 mg
• Aspilet 1x80 mg
GDS:
• CPG 1 x 75 mg
109
• Allopurinol 0-0-300
A:
CHF + Edem paru • Digoxyn 2x1 mg
Gagal nafas akut • Nebu 3x
Pneumonia • Heparin 2 x 5000 sc
Pneumothorax (D) • Furosemid inj 3 x I amp IV
AF Cepat
IHD
Hipo K
Hiperuricemia
Insuff Hepar
Tanggal Hasil Asesmen Pasien dan Catatan
Pemberian Pelayanan
(SOAP)
S : sesak -, batuk +, krepitasi ↓
• IVFD RL 500 cc/24jam
• Inj Ceftriaxone 2x1 gr
O : KU: Tampak sakit ringan, Kesadaran : CM,
• Inj Omeprazole 2x 40 mg
TD :104/56 mmHg, RR : 20x/mnt, S/N : 36.7°C/58, • Inf Levofloxacin 1x750 mg
SpO2: 98 %. • Inf PCT 3x1 gr (k/p)
Mata : CA -/- SI -/- • Codein 3x1 tab
09
Cor BJ I-II murni, regular, murmur +/+, gallop-/- • ISDN 3X5 mg
Maret
Pulmo: SDV ↓/+, RH -/-, WH -/- • OAT 1X3 Ttab
2022 Abdomen: BU +, NT - • Dorner 2x ½ tab:
• Lisinopril 1x ½ tab
Ekstremitas: AH +/+ edema -/-
• Bisoprolol 5 mg-0-2,5 mg
+/+ -/-
• Alprazolam 0-0-0,5 mg
• Aspilet 1x80 mg
• CPG 1 x 75 mg
A: • Allopurinol 0-0-300
CHF + Edem paru • Digoxyn 2x1 mg
Gagal nafas akut • Nebu 3x
Pneumonia • Heparin 2 x 5000 sc
Pneumothorax (D) • Furosemid inj 3 x I
AF Cepat
IHD
Hipo K
Hiperuricemia
Insuff Hepar
Tanggal Hasil Asesmen Pasien dan Catatan
Pemberian Pelayanan
(SOAP)
S : sesak -, batuk ↓, krepitasi ↓
• IVFD RL 500 cc/24jam
• Inj Dexa 1x5 mg
O : KU: Tampak sakit berat, Kesadaran : CM,
• Codein 10 3x1 tab
TD :110/66 mmHg, RR : 20x/mnt, S/N : 36.6°C/66, • ISDN 3X5
SpO2: 98 %. • OAT 1X3 Ttab
Mata : CA -/- SI -/- • Dorner 2x ½ tab:
10
Cor BJ I-II murni, regular, murmur +/+, • Lisinopril 1x ½ tab
Maret
gallop-/- Pulmo: SDV ↓/+, RH -/-, WH -/- • Bisoprolol 5 mg-0-2,5 mg
2022 Abdomen: ,BU +, NT - • Aspilet 1x80 mg
• CPG 1 x 75 mg
Ekstremitas: AH +/+ edema -/-
• Allopurinol 0-0-300
+/+ -/-
• Digoxyn 2x1 mg
• Cefixime 2x 200
GDS: • Omeprazole 2xI
109
• Pamol 3xI tab
BPL A:
CHF + Edem paru • Simarc 2 0-1-0
Pneumothorax (D)
AF Cepat
IHD
Hipo K Hiperuricemia
Insuff Hepar
Hiperuricemia
PEMBAHASAN
Analisis kasus
Keluhan sesak napas (dyspnea) rnerupakan keluhan subyektif yang tirnbul bila ada perasaan
tidak nyaman maupun gangguan atau kesulitan lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan
tingkat aktivitas Saat anamnesis mengenai sesak napas ini harus ditanyakan mengenai awal mula
keluhan, lamanya, progresivitas, variabilitas, derajat beratnya, faktor-faktor yang
rnemperberat/memperingan dan keluhan yang berkaitan lainnya. Tentukan apakah sesak napas terjadi
secara mendadak dan semakin memperberat dalam waktu beberapa menit (pneumotoraks ventil, emboli
paru masif, asma, aspirasi benda asing), atau terjadi secara bertahap dan semakin memperberat secara
progresif dalam waktu beberapa jam atau hari (akibat pneumonia, asrna, PPOK eksaserbasi akut) atau
bahkan memperberat dalam waktu beberapa minggu, bulan atau tahun (akibat efusi pleura, PPOK, TB
paru ,anemia, gangguan otot-otot pernapasan). Keadaan atau aktivitas apa yang dapat menimbulkan
sesak perlu diketahui, karena dapat mernberi petunjuk akan kemungkinan penyebabnya. Nafas cepat
(takipnea) seringkali didapatkan pada pasien dengan pneumoni dan pasien dengan kelelahan otot-otot
pernapasan akibat keterlibatan diafragrna. Namun demikian takipnea ini dapat juga terjadi pada sernua
peyakit paru yang berat. Pada kasus ini, lebih dicurigai sesak kearah pneumothorax pneumonia.
Keluhan nyeri dada merupakan gejala yang dapat ditimbulkan oleh berbagai macam penyakit.
Pada anamnesis kita bisa menanyakan Onset dan durasi nyeri dada : timbul mendadak, kapan dan sudah
berapa lama Sifat nyeri dada : terus menerus atau intermitten Penjalaran nyeri dada : lengan/tangan,
dagu, punggung, atau menetap didada Tanyakan gejala lain yang berhubungan : - Jantung berdebar-
debar, sesak napas, batuk, berkeringat, rasa tentindih beban berat, rasa tercekik, masuk angin - Mual,
muntah, nyeri perut/ulu hati - Kejang, pusing, otot lemah /lumpuh, nyeri pada ekstremitas, edema
(bengkak) - Pingsang, badan lemah/lelah. Terdapat 2 jenis nyeri dada yaitu nyeri dada pleuritik dan
nyeri dada non pleuritik. Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau
sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas
besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh : -
Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik ; pneumotoraks
dan penumomediastinum. Sedangkan nyeri dada non pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau
dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru. Misalnya pada
kardial seperti iskemik miokard, prolaps katup, stenosis aorta. Pada perikardial dimana nyeri perikardial
lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal. Pada aortal seperti pada penderita hipertensi,
koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Refluks
geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Trauma lokal atau
radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat, Kecemasan
dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using
dan rasa takut mati, Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan.
Keluhan batuk pada pasien dapat terjadi karna berbagai hal, batuk sendiri merupakan
respons alami tubuh untuk mengeluarkan zat dan partikel dari dalam saluran pernapasan agar tidak
masuk ke saluran napas bawah. Batuk umumnya disertai dengan gejala lain, seperti pilek atau hidung
tersumbat, sakit tenggorokan, demam umumnya karna ada infeksi. Batuk juga dapat menandakan
kondisi lain, mulai dari asma, TB sampai CA paru. pneumonia memicu iritasi dan peradangan pada
kantung udara kecil (alveoli) di dalam paru-paru. Kantung udara ini bertanggung jawab untuk menukar
oksigen dan karbon dioksida, sehingga tubuh bisa menjalankan fungsi vitalnya dengan baik. Pneumonia
adalah penyakit yang bisa menyebabkan alveoli terisi cairan atau nanah. batuk adalah refleks alami
tubuh untuk mengeluarkan kelebihan cairan ini dari saluran udara. Sehingga batuk pada kondisi ini bisa
mengeluarkan lendir berwarna hijau, kuning, atau berdarah. Pada kasus ini batuk batuk dicurigai
sebabkan oleh karena pneumonia dimana pada pemeriksaan rontgen di dapatkan Tampak infiltrat pada
lapang tengah bawah paru kanan.
Gambar1 : ESC Guideline for the diagnosis and treatment of acute dan chronic heart failure 2008.
Dan bermanifestasi klinis sebagi berikut :
Gambar 2 : ECS Guideline for the diagnostic and treatment of acute and chronic hearth Failur 2012
Menurut New York Heart Association (NYHA) gagal jantung dapat di dua kategori yaitu kelianan
struktur jantung atau berdasarkan gejala dengan kapasitas fungsional :
Gambar 3.
Gagal jantung sering juga di klasifikasikan sebagi gagal jantung dengan penurunan fungsi sistolik
(fraksi ejeksi) dan gangguan fungsi diastolik saja namun fungsi sistolik (fraksi ejeksi) yang normal,
yang selanjutnya akan disebut sebagai Heart Failure with Reduced Ejection Fraction (HFREF) dan
Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (HFPEF). Selain itu, myocardial remodeling juga akan
berlanjut dan menimbulkan sindrom klinis gagal jantung.
Algoritma diagnosis gagal jantung menurut ESC Guideline for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012 sebagi berikut :
Gambar 4
Diagnosis dari CHF dapat menggunakan kriteria Framingham :
Gamabar 5
Pada pasien ini didapatkan 3 kriteria mayor (cardiomegaly, acute pulmonary edema. othopnea) dan 2
kriteria minor (edema tungkai, pembesaran hati). Dengan demikian telah memenuhi penegakan
diagnosis CHF yaitu 1 kiriteria mayor dan 2 kriteria minor).
Tatalaksana CHF :
Gambar 6: Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simtomatik. The Canadian
Cardiovacular society Heart Failur.
Pada pasien ini terdapat ke gejala dari hypoxemia dan hypercapnia. Seperti, Takikardi, Takipneu,
cemas, hipertensi, laktat asidosis dan samnolen
Tatlaksana gagal nafas :
a. hypoxemia dengan cara pemberian oksigen. pemberian oksigen secara umum ada 2 macam
yaitu sistem arus rendah dan sistem arus tinggi. Kateter nasal kanul merupakan alat dengan sistem arus
rendah yang digunakan secara luas. Nasal Kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan
aliran 1-6 L/mnt, dengan FiO2 antara 0,24-0,44 (24 %-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak
meningkatkan FiO2 secara bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi
kering. Alat oksigen arus tinggi di antaranya ventury mask dan reservoir nebulizer blenders. Pasien
dengan PPOK dan gagal napas tipe hipoksemia, bernapas dengan mask ini mengurangi resiko retensi
CO2 dan memperbaiki hipoksemia. Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40 L/mnt oksigen
melalui mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi. Terapi penyakit yang mendasari.
b. Hypercapnia: lakukan perbaikan ventilasi, dengan memperhatikan jalan nafas. Dapat di
pertimbakan dengan penggunaan ETT.
Pada kasus ini terjadi gangguan oksigenasi pada pasien dan dilakukan pemasangan ETT untuk
memperbaiki vensitasi, sehingga kemungkinan pasien ini mengalami gagal nafas tipe III yaitu.
3. Pneumonia
Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia berdasarkan tempat didapatkannya
dibagi dalam dua kelompok utama yakni, pneumonia komunitas (community aqquired pneumonia,
CAP) yang didapat di masyarakat dan pneumonia nosokomial (hospital aqquired pneumonia, HAP).
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif
dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negative.
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronkial, pleural friction rub.
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru
atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
a) Batuk-batuk bertambah
b) Perubahan karakteristik dahak/purulen
c) Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam
d) Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
e) Leukosit > 10.000 atau < 4500. Untuk menilai derajat keparahan serta indikasi rawat inap
4. Pneumothorax
Pneumotoraks adalah akumulasi udara ekstrapulmoner dalam rongga dada. Biasanya
pneumotoraks merupakan hasil dari kebocoran udara dari dalam paru-paru. Pneumotoraks adalah
terdapatnya udara bebas di dalam rongga pleura, yaitu rongga di antara pleura parietalis dan viseralis.
Dalam keadaan normal, rongga ini tidak terisi udara dan memiliki tekanan negatif sebesar - 11
sampai - 12 cm air pada waktu inspirasi dan - 4 sampai - 8 cm air pada saat ekspirasi. Pada
penumotoraks, oleh karena terdapat udara bebas, maka tekanan di dalam rongga pleura meningkat
menjadi lebih positif dari tekanan normal dan bahkan dapat melebihi tekanan atmosfir. Akibat
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura, jaringan paru akan mengempis yang derajatnya
tergantung pada besar kenaikan tekanan, pengembangan jaringan paru sisi yang sehat terganggu, dan
mediastinum dengan semua isinya terdorong ke arah sisi sehat dengan segala akibatnya.
Kebanyakan pneumotoraks spontan disebabkan oleh COPD, walaupun hampir semua
penyakit paru telah dilaporkan dapat menyebabkan pneumotoraks spontan sekunder, misalnya:
tumor, sarkoidosis, tuberkulosis, infeksi paru lainnya dan sebagai berikut :
1. Akibat ruptur subpleural bleb yang umumnya berada di apex paru.
2. Patogenesis dari subpleural blebs mungkin berhubungan dengan peradangan jalan napas karena
merokok.
3. Pneumotoraks spontan lebih dapat berkembang pada hari berikutnya ketika terdapat fluktuasi pada
tekanan atmosfer, badai petir, musik keras.
5. Terdapat kecendrungan familial dalam perkembangan pneumotoraks spontan primer, bawaan lahir
secara autosomal dominan dengan penetrasi inkomplit atau x-terkait resesif, juga pada pasien dengan
human leukocyte antigen (HLA) haplotipe A2, B40
6. Terdapat prevalensi yang tinggi dari abnormalitas bronkial pada pasien yang tidak merokok
dengan pneumotoraks spontan, seperti:
7. Anatomi bronkial yang tidak sesuai (ukuran yang lebih kecil dari normal dan deviasi susunan
anatomi dalan jalan napas pada berbagai lokasi)
8. Bronkus aksesoris
9. Bronkus hilang.
Pneumotoraks dapat terjadi tanpa diketahui dengan jelas faktor penyebabnya (pneumotoraks
spontan idiopatik). Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan pneumotoraks adalah tuberkulosis
paru, pneumonia, abses paru, infark paru, keganasan, asma, dan penyakit paru obstruktif menahun.
Bentuk ini dikenal sebagai pneumotoraks spontan simptomatik. Pneumotoraks adakalanya dibuat
secara sengaja untuk tujuan diagnostik dan terapetik. Adapun pneumotoraks traumatik terjadi akibat
trauma tembus atau tidak tembus, dan seringkali bersifat iatrogenik akibat tindakan medik tertentu,
seperti trakeostomi, intubasi endotrakea, kateterisasi vena sentralis, atau biopsi paru.
Berdasarkan kejadiannya, pneumotoraks digolongkan ke dalam :
a) Pneumotoraks spontan,
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui
sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas.
2. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat
penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya.
Menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:
a. Pneumotoraks parsialis
Yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<50% volume paru).
b. Pneumotoraks totalis
Yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>50% volume paru).
Menurut jenis fistulanya, Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks Tertutup (simple pneumotoraks)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada),
sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin
positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura,
meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan,
tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
b. Pneumotoraks Terbuka (open pneumotoraks)
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang
merupakan bagian dari dunia luar, atau terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan
pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).
c. Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks)
Yaitu pneumotoraks dengan tekana intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah
besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di
dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Gejala klinis dan pemeriksaan fisik dari pasien pada beberapa penyakit paru hampir sama,
Kemungkinan pneumotoraks harus dipikirkan pada semua pasien COPD yang mengalami sesak
napas, apalagi didapati nyeri dada. Adapun manifestasi pada pneumotoraks adalah :
1. Usia puncak terjadinya pneumotoraks spontan primer adalah pada awal usia 20 tahun.
2. Gejala utama adalah onset akut dan nyeri dada terlokalisir dan dispnea.
3. Sindrom horner dilaporkan sebagai komplikasi jarang dan diyakini sebagai akibat dari traksi pada
ganglion simpatis yang diproduksi sebab pergeseran mediastinum.
7. Tension Pneumotoraks dicurigai bila terdapat pulsasi melebihi 140 atau hipotensi, sianosis, atau
disosiasi elektromekanikal
8. Pada sisi dada dengan pneumotoraks berukuran lebih besar dibanding dengan sisi kontralateral dan
kurang bergerak selama siklus bernapas.
10. Perkusi hipersonor, suara napas tidak terdengar atau melemah pada sisi yang terkena.
3. Perkusi di daerah paru yang sakit terdengar hipersonor dan diafragma terdorong ke bawah. Batas-
batas jantung bergeser ke sisi yang sehat.
4. Auskultasi, pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang pada bagian paru yang
terkena.
Penatalaksaan
Setelah diagnosis ditegakkan, maka harus segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan nyawa
penderita. Pemasangan selang dada harus segera dilakukan untuk mengeluarkan udara dalam rongga
pleura. Apabila ragu-ragu terhadap kebenaran diagnosis, maka dilakukan pembuktian dengan jarum suntik
berukuran 10 cc. Jika memang benar, maka penghisap dari jarum suntik akan terdorong atau udara di
dalam rongga pleura akan mudah dihisap.
Keberhasilan penanganan pneumotoraks dengan selang dada dipengaruhi oleh pemeliharaan water
seal drainage (WSD) ujung selang tidak jarang tergantung di atas permukaan air, sehingga udara dan luar
justru mengalir masuk ke dalam rongga pleura. Jika WSD dapat berfungsi dengan baik, maka akan terlihat
keluarnya gelembung-gelembung udara ke permukaan air.
Selang dada dapat dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui ruang sela iga 4 dan 5 linea mid-
axillaris. Setelah daerah penusukan yang terpilih (Triangle of safety) dibersihkan, selanjutnya dilakukan
anestesi lokal dengan lidokain 1%. Untuk mendapatkan efek anestesi lokal yang memadai biasanya
diperlukan waktu sekitar 5-10 menit. Insisi kulit dilakukan secara transversal selebar kurang lebih 1-2 cm
sampai subkutis dan kemudian dibuka secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura parietalis.
Pleura ditembus dengan gunting tajam yang ujungnya melengkung sampai terdengar suara aliran udara
(tanda pleura parietalis telah terbuka), dilakukan penjahitan matras, Selang dada kemudian dimasukkan
kedalam rongga pleura sejajar dinding dada sedalam 4 cm, kemudian diarahkan ke dorso cranial selang
dada dimasukkan sampai sedalam 12 cm, selang dada dicabut dari selang dada dan lakukan fiksasi. Selang
disambungkan ke WSD, perhatikan tabung WSD jika ada gelembung-gelembung di air maka udara telah
keluar. selang dada tidak perlu diklem dan posisi WSD harus lebih rendah dari posisi pasien. kemudian
bersihkan luka secara streril, dan luka ditutup.
Apabila setelah pemasangan selang dada paru tidak dapat mengembang dengan baik, maka dapat
dilakukan penghisapan secara berkala atau terus menerus. Tekanan yang biasanya digunakan berkisar
antara -15 sampai -20 cm air.
Setelah paru mengembang, yang ditandai terdengarnya kembali suara napas dan dipastikan dengan
foto toraks, maka selang dada diklem selama 13 hari. Pengembangan paru secara sempurna selain dapat
dilihat pada foto toraks biasanya dapat diperkirakan jika sudah tidak terdapat undulasi lagi pada selang
selang dada. Apabila setelah diklem selama 13 hari paru tetap mengembang, maka selang dada dapat
dicabut. Pencabutan selang dada dilakukan dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda dari manifestasi klinis dan gejala serta pemeriksaan
penungjang yang menunjukkan onset akut dan nyeri dada yang terlokalisir dan dyspnea dimana
penderita mengeluhkan nyeri dada tengah yang timbul secara mendadak disertai sesak napas. Rasa
nyeri bersifat menusuk di daerah dada sebelah kanan dan bertambah berat pada saat bernapas, batuk
dan bergerak. Rasa nyeri ini disebabkan oleh perdarahan yang terjadi akibat robekan pleura viseralis
dan darah menimbulkan iritasi pada pleura viseralis. Sesak napas yang dirasakan akibat udara yang
mulai masuk mengisi rongga pleura dirasakan makin lama makin hebat akibat pengempisan paru yang
terkena dan gangguan pengembangan paru yang sehat sehingga menyebabkan pasien ini dapat
mengalami kegagalan pernapasan akut. dan juga pada pemeriksaan fisik didapatkan suara pada paru
kanan terdengar redup dan pada pemeriksaan thorax didapatkan gambaran pulmo Tampak lusensi
vesikuler hemitorak kanan dengan pleural visceral line yang menandakan gambaran pneumothorax
kanan serta didapatkan gambaran infiltrate peda pada lapang tengah bawah paru kanan sehingga
diduga penyebab terjadinya pneumothorax pada pasien ini dapat disebabkan oleh penyakit penyerta
yang mendasarinya yaitu pneumonia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya krepitasi pada area pemasangan chest tube yang
menandakan terdapatnya udara yang meumpuk dibawah rongga dada dimana pada pemeriksaan
rontgen thoras didapatkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis terjadi saat udara masuk kedalam
jaringan lunak maupun jaringan dibawah kulit seperti dinding dada atau leher, Emfisema subkutis dapat
terjadi apabila drainase udara dari paru ke dalam cavum pleura melebihi kapasitas drainase dari selang
dada, ataupun bila selang dada diposisikan jauh dari lokasi terjadinya kebocoran udara. Kondisi lain yang
mungkin mengakibatkan emfisema subkutis adalah sumbatan pada selang dada atau ujung lubang selang
dada terletak tidak di dalam rongga pleura, melainkan di lapisan subkutis yang mengakibatkan udara
memiliki akses masuk ke bawah kulit.
Pada penelitian Aghajanzadeh et al, mengklasifikasikan emfisema subkutis sbb:
5. AF Cepat
Pada fase ini di EKG akan tampak gelombang fibrilasi (fibrillation wave) yang berupa
gelombang yang sangat tidak teratur dan sangat cepat dengan frekuensi 300/ menit. Pada pemeriksaan
klinis akan ditemukan irama jantung yang tidak teratur dengan bunyi jantung yang intensitasnya juga
tidak sama. Disini sudah tidak terlihat gelombang P, QRS dan T.
Berbagai keadaan yang dapat menyebakan penyakit jantung iskemik disebut faktor risiko. Faktor risiko
pada jantung iskemik sendiri dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Faktor risiko yang bisa diubah:
(1) Dislipidemia
(2) Hipertensi
(3) Rokok
(4) Diabetes Melitus
(5) Inaktivitas Fisik
(6) Stres Psikososial
2. Faktor risiko yang tidak bisa diubah
(1) Usia
(2) Jenis Kelamin
(3) Faktor keturunan (Riwayat penyakit jantung dalam keluarga)
Manifestasi Klinis :
Gejala iskemia miokardium disebabkan oleh ketidakkeseimbangan antara persediaan dan kebutuhan
oksigen miokardium. Biasanya nyeri yang timbul karena iskemia miokardium mempunyai karakteristik
tertentu:
1) Lokasinya biasanya di dada, substernal dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai
dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri.
2) Kualitas nyeri biasanya merupakan bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuktusuk atau di iris
sembilu, dan bukan pula mules. Melainkan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih atau berat
didada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau
dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak nafas serta
perasaan takut mati.
Kuantitas nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari
20 menit. Bila dalam keadaan yang berat, nyeri dada dapat timbul lebih dari 20 menit.
Tanda dan gejala PJI dapat timbul berupa serangan dengan manifestasi sebagai berikut:
Nyeri dada seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, ditindih atau tertimpa barang berat (paling
sering).
Perasaan mual, muntah, sesak dan pusing.
Keringat dingin dan berdebar-debar.
Kulit yang pucat dan dingin.
Peningkatan ringan tekanan darah dan denyut nadi.
Diagnosis :
a) Anamnesis
Secara klasik gejala PJI digambarkan sebagai tekanan dada substernal atau rasa berat yang menyebar di
bahu dan lengan kiri, leher, atau rahang, disertai mual, diaforesis, dan kesulitan bernafas. Biasanya
diperburuk oleh olahraga dan stres yang membaik dengan istirahat atau nitrogliserin sublingual.
Timbulnya gejala khas yang berlangsung 2 sampai 10 menit dan jarang > 30 menit. Manifestasi atipik
dapat mencakup nyeri epigastrium, nyeri lengan kanan, kepala terasa ringan, mual, atau kesulitan
bernafas saja. Pada orang tua, gejala-gejala lain seperti kebingungan dan pucat mungkin menunjukkan
iskemia.
b) Pemeriksaan Fisik
Irama derap (galop S), sementara ditemukan selama satu episode dan pasien mungkin menderita
dispnea, diaforesis atau terdapat bising jantung baru.15
c) Pemeriksaan Penunjang
EKG, selama satu episode nyeri dapat memperlihatkan adanya depresi segmen ST baru yang
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut.
Pada pemeriksaan EKG Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia. Perubahan gelombang ST
dan T yang non spesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang
dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain.15
Selain depresi segmen ST, iskemia miokard kadang-kadang memberikan gambaran elevasi segmen ST.
Berbeda dengan elevasi segmen ST pada kasus infark akut, pada iskemia miokard elevasi segmen ST
tidak di ikuti dengan terbentuknya gelombang Q patologis. Angka kejadiannya jauh lebih jarang
dibandingkan depresi segmen ST. Penyebabnya diduga oleh karena faktor spasme.15
d) Kriteria Diagnostik
Kriteria diagnosis Non Infark yaitu:15
i) Nyeri dada tertekan menetap dengan perjalanan ke leher, lengan atau rahang ( khas iskemik).
ii) Pada gambaran EKG terdapat gambaran depresi segmen ST atau gambaran inversi segmen T atau
juga gambaran inversi segmen U.
iii) Tidak adanya kenaikan kadar enzim jantung seperti Isoenzim CKMB ataupun Troponin T dari
keadaan normal.
Diagnosis ditegakan bila memenuhi 2 dari 3 kriteria diatas.
Patofisiologi
Penyakit jantung iskemik bermula akibat dari arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah
nadi (arteri). Dinding bagian dalam pembuluh darah (intima) di dalam tubuh, terutama arteri tertutup
lapisan sel – sel tipis, karena melindungi jaringan elastis dan jaringan otot. Perkembangan
arteriosklerosis berawal dari sel – sel darah putih yang secara normal terdapat dalam sistem peredaran
darah dan mulai menyerang dinding arteri. Sel - sel darah putih ini menembus lapisan dalam dan mulai
menyerap tetes - tetes lemak, terutama kolesterol. Ketika mati, sel - sel darah putih meninggalkan
kolesterol di bagian dasar dinding arteri, karena tidak mampu mencerna kolesterol yang diserap.
Akibatnya, lapisan di bawah garis pelindung arteri berangsur - angsur mulai menebal dan jumlah sel
otot meningkat. Jaringan parut yang menutupi bagian tersebut terpengaruh oleh sklerosis. Apabila
jaringan parut ini pecah, sel - sel darah yang beredar mulai melekat ke bagian dalam yang terpengaruh.
Tahap berikutnya, gumpalan darah dengan cepat terbentuk pada permukaan lapisan arteri yang robek.
Kondisi dengan cepat mengakibatkan penyempitan dan penyumbatan arteri secara total. Jika
arteriosklerosis terjadi pada arteri otot jantung (arteri koroner), maka otot - otot jantung akan
kekurangan oksigen, karena berkurangnya darah yang menuju ke otot - otot jantung. Padahal jantung
berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh, serta mengangkut oksigen melalui arteri atau pembuluh
darah nadi ke seluruh bagian tubuh. Di seluruh bagian atau jaringan tubuh inilah oksigen diserap. Tetapi
akibat berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolisme aerob
menjadi metabolisme anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob (yaitu asam laktat) akan tertimbun
sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta
asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang
terserang berkurang.15 Otot – otot jantung sendiri pun memerlukan oksigen agar dapat berfungsi.
Oksigen ini dipasok oleh arteri koroner. Apabila salah satu cabang arteri ini tersumbat akibat
arteriosklerosis, bagian otot jantung yang dipasok oksigen oleh arteri tersebut menjadi rusak, bahkan
dapat rusak permanen (infark). Apabila darah mengandung kolesterol secara berlebihan, ada
kemungkinan kolesterol tersebut mengendap dalam arteri yang memasok darah ke dalam jantung (arteri
koroner). Akibat yang terjadi, ada bagian otot jantung (miocardium) yang mati dan selanjutnya akan
diganti dengan jaringan parut. Jaringan parut ini tidak dapat berkontraksi seperti otot jantung.
Hilangnya daya pompa tergantung pada banyaknya otot jantung yang rusak. Sklerosis pada arteri
koroner atau pembuluh darah jantung secara khas akan menimbulkan tiga hal penting yaitu serangan
jantung, angina pektoris, serta gangguan irama jantung.
- Diagnosis Iskemik Heart Disease ditegakkan pada pasien ini berdasarkan temuan klinis pasien
mengeluhkan nyeri dada menjalar dan juga keluhan mual serta adanya peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi dan terdapatnya ST Depresi : V3, V4, V5, V6 pada pemeriksaan EKG yang menandakan
terjadinya penyakit jantung iskemik.
7. HipoK
Tn. S didiagnosis terdapatnya Hipo K berdasarkan pemeriksaan kimia klinik yang menyatakan adanya
penurunan kadar kalium dalam tubuh pada pasien. Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa
berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur
dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah
kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak. Sekitar 98% jumlah kalium
dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan
konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut
sebagai hipokalemia dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia.
8. Hiperuricemia
Hiperurisemia didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat dalam darah. Batasan
hiperurisemia untuk pria dan wanita tidak sama tergantung dari golongan umur. Seorang pria dewasa
dikatakan menderita hiperurisemia bila kadar asam urat serumnya lebih dari 7,0 mg/dl. Sedangkan
hiperurisemia pada wanita dewasa terjadi bila kadar asam urat serum di atas 6,0 mg/dl. Ginjal
merupakan organ yang berperan megendalikan kadar asam urat di dalam darah agar selalu dalam batas
normal. Organ ginjal mengatur pembuangan asam urat melalui urin. Namun bila produksi asam urat
menjadi sangat berlebihan atau pembuangannya berkurang, kadar asam urat di dalam darah menjadi
tinggi, keadaan ini disebut Hiperurisemia.penyebab meningkatnya kadar asam urat di dalam tubuh pada
kasus pasien Tn S dicurigai antara lain disebabkan oleh :
Nutrisi : Purin yang berasal dari makanan memiliki peranan 70-80% dalam pembentukan asam urat di
dalam tubuh. Sisanya sekitar 20-30% merupakan sintesis tubuh yang dihasilkan dari bahan seperti
glitamin, glisin, dan asam aspartat
Hiperurisemia merupakan ketidakseimbangan antara produksi dan ekskresi asam urat
Pada pasien ini, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan kadar
asam urat dalam darah (9.3 mg/dL). Dengan demikian maka dapat didiagnosis menderita hiperurisemia.
Hiperuricemia dapat disebabkan oleh beberapa penyakit tertentu, namun selain itu faktor nuturisi juga
berperan dimana pasien tidak menghindari makan makanan yang tinggi dengan kandungan purin.
Tatalaksana kondisi hiperurisemia adalah dengan penggunaan obat penurun asam urat, seperti
allopurinol. Allopurionol adalah obat yang menghambat aktivitas xanthine oksidase. Obat yang
termasuk golongan ini adalah allopurinol dan metabolitnya oxypurinol, menghambat enzim untuk
mengonversi hipoxantin menjadi xanthine dan xanthine menjadi asam urat. Oxypurinol diekskresi oleh
ginjal sehingga pemberian allopurinol perlu penyesuaian dosis pada CKD. Allopurinol juga
menurunkan konsentrasi phosphoribosyl pyrophosphate (PRPP) synthetase. Metabolit allopurinol
bekerja lambat sehingga pemberiannya sekali dalam sehari. Merupakan obat pilihan
bagi orang yang memiliki sejarah adanya batu urat atau adanya gangguan fungsi renal, kelainan
mieloproliferatif dan limfoproliferatif. Untuk meminimalkan efek samping allopurinol dianjurkan
pemberian dari dosis kecil 50- 100 mg/hari pada pasien dengan eGFR < 30 ml/mnt dosis dapat
dinaikkan sampai 200-300 mg/hari setiap 2-5 minggu sampai SUA < 6 mg/dl. Dosis > 300 mg/hari
apabila pasien diberitahu dan monitor kemungkinan toksik (pruritus, rash, peningkatan transaminase).
Selain itu bisa juga diberikan febuxostat , ebuxostat merupakan xanthine oxidase inhibitor yang
memiliki efek menurunkan asam urat lebih kuat dari allopurinol. Febuxostat memiliki efek antioksidan
yang kuat karena febuxostat tidak harus dikonversi ke oxypurinol, proses yang bisa menghasilkan
oksigen reaktif. Dengan dosis kecil (10 mg/hari) febuxostat telah terbukti efektif dan aman pada pasien
dengan gangguan ginjal ringan sampai sedang. Dosis febuxostat pada hiperurisemia dengan atau tanpa
gout adalah 40-120 mg/hari lebih efektif dibanding penggunaan allopurinol dengan dosis 100-300
mg/hari. Oleh karena febuxostat diekskresi melalui hati dan ginjal maka tidak perlu penyesuaian dosis
pada gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang dan memiliki efek renoprotektif
9. Insuff Hepar
Cedera hati hipoksik atau seringkali disebut juga hepatitis hipoksik terjadi akibat kekurangan
oksigen pada hepatosit sentrilobulus yang menyebabkan nekrosis hepatosit. Penyebab utama perfusi hati
insufisiensi (iskemik) ini adalah kongesti hati atau penyakit hati kronik. Definisi umum cedera hati
hipoksik melibatkan tiga faktor utama: kondisi klinis yang tipikal pada kasus kardiak atau syok
sirkulatorik, peningkatan hebat kadar enzim aminotransferase serum dalam waktu cepat dan bersifat
reversibel, dan tidak ada penyebab kerusakan hati yang lain.
Berbagai penanda biologis kimiawi (biomarker) dikembangkan untuk memprediksi risiko major
adverse cardiac event (MACE) dan mortalitas sindrom koroner akut (SKA). Salah satu biomarker
potensial adalah peningkatan enzim hati transaminase (serum glutamic-oxaloacetic transaminase/SGOT)
dalam serum yang disebut cedera hati hipoksik atau hypoxic liver injury (HLI). Hasil uji fungsi hati
abnormal banyak ditemukan dalam kasus SKA pada fase awal serta di unit gawat darurat. Apabila tidak
terdapat penyebab kerusakan hati yang lain, maka abnormalitas tersebut dapat diasumsikan akibat
kegagalan sirkulasi ke hati.
Beberapa studi skala kecil mengajukan penanda HLI sebagai faktor prognosis kejadian sindrom
koroner akut. Park, dkk.3 kemudian meneliti dalam studi kohort skala besar tentang implikasi petanda
HLI pada pasien SKA rawat inap yang menjalani intervensi kardiologi perkutan primer. Hasil studi
tersebut menunjukkan bahwa HLI dapat dijadikan faktor prediktor kematian pasien SKA yang telah
menjalani intervensi kardiologi perkutan primer di ruang rawat.
Penelitian Muhadi, dkk.4 menunjukkan perbedaan median nilai SGOT yang bermakna pada
pasien non STelevation myocard infarct (NSTEMI) dengan dan tanpa MACE. Titik potong kadar SGOT
untuk memprediksi MACE adalah 101,0 U/L. Titik potong kadar SGOT untuk memprediksi kesintasan
adalah 99 mg/dl. Studi ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan kesintasan pada pasien dengan nilai
HLI di bawah dan di atas titik potong kadar SGOT.
Diagnosis Insuff Hepar pada pasien ini ditegakkan berdasarkan peningkatan enzim hati
transaminase (serum glutamic-oxaloacetic transaminase/SGOT).
Daftar pustaka
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana sindrom koroner
akut. Pedoman Tatalaksan Sindr Koroner Akut. 2015;88.
2. Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey DE, Ganiats TG, Holmes DR, et al. 2014
AHA/ACC guideline for the management of patients with Non-ST-Elevation acute coronary
syndromes: Executive summary: A report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. Journal American College of Cardiology.
2014;64(24):2645–87.
3. Roffi M, Patrono C, Collet J-P, Mueller C, Valgimigli M, Andreotti F, et al. 2015 ESC Guidelines
for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation. Europe Heart Journal. 2016;37(3):267–315
4. Sudoyo B, Setyohadi B, Alwi H, et al. 2015. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi VI., Jakarta:
Interna Publishing.
5. Wortmann, RL. 2009. Gout and Hyperuricemia, dalam Firestein GS, dkk 8 th ed. Philadelphia:
Saunders
6. Ramirez-Sandoval JC, Madero M. Treatment of Hyperuricemia in Chronic Kidney Disease. Uric
Acid in Chronic Kidney Disease. 2018;192:135–46.
7. .Malik UZ, Hundley NJ, Romero G, Radi R, Freeman BA, Tarpey MM, et al. Febuxostat Inhibition
of Endothelial-Bound XO: Implications for Targeting Vascular ROS Production. Free Radic Biol
Med. 2011 Jul 1;51(1):179–84
8. Sovari, A., Henry H., 2012. Cardiogenic Pulmonary Edema Clinical Presentation. h t t p : / / e m e d
i c i n e . m e d s c a p e . c o m / article/157452-clinical. dilihat tanggal 1 Maret 2020
9. Unger T, Borghi C, Charchar F, Khan NA, Poulter NR, Prabhakaran D, et al. 2020 International
Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertens (Dallas, Tex 1979).
2020 Jun;75(6):1334–57.
10. ESH and ESC. 2013. ESH/ESC Guidelines For the Management Of Arterial Hypertension. Journal
Of hypertension 2013, vol 31, 1281-1357
11. Megan Purvey, George Allen, 2010. Managing acute pulmonary oedema. Vol 40, page 126
12. Rader DJ, Hobbs HH. Disorders of lipoprotein metabolism. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 2286-98
13. Yuan G, Al-Shali KZ, Hegele RA. Hypertriglyceridemia: Its etiology, effects and treatment. CMAJ.
2007;176:1113-20
14. Kasper DL, Hauser S, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s principles of
internal medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill; 2015
15. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease
Clinical Practice Guidelines [Internet]. [cited 2019 Nov 26]. Available from:
https://www.guidelinecentral.com/summaries/kdigo-2012-clinical-practice-guideline-for-the-
evaluation-and-management-of-chronic-kidney- disease/#section-420
16. Lindner G, Burdmann EA, Clase CM, Hemmelgarn BR, Herzog CA, Małyszko J, et al. Acute
hyperkalemia in the emergency department: A summary from a kidney disease: Improving global
outcomes conference. Eur J Emergency Med. 2020;27(5):329
17. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetesʹ 2019. Diabetes Care.
2019;38 (Sppl 1):S1-S87
18. American Diabetes Association, Comprehensive Medical Evaluation and Assessment of
Comorbidities: Standard of medical care in diabetes-2020, Diabetes Care 2020; 43(Suppl. 1): S37 ʹ
S4
19. American Diabetes Association. ADA applauds CDC Decision to prioritize all people with diabetes
for the COVID-19 vaccine [cited on 30 June 2021]. Avalaible at: https://www.diabetes.org/search?
keywords=covid%20vaccination&page=1
20. Kementerian Kesehatan InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI: Situasi
Penyakit Ginjal Kronis, pp. 1–10. Available at: www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin
/infodatin/. 2017
21. Hill, N. R. et al. Global Prevalence of Chronic Kidney Disease – A Systematic Review and Meta-
Analysis. 2016; 1–18.
22. Arora, P. Chronic Kidney Disease, medscape. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/238798- overview. 2019
23. "What Is Chronic Kidney Disease?". National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases. June 2017. Retrieved 19 December 2017