Oleh:
dr. Gusti Ayu Putu Kriswedhani
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170
juta umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari
seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis
bertambah 3-4 juta orang. Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia,
secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003
di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan
lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap sirosis hepatis (Anonim, 2008).
IDENTIFIKASI PASIEN
Keluhan tambahan : badan lemas dan lemah, nyeri pada ulu hati serta
mual namun tidak muntah, tidak nafsu makan.
Berat Badan
Berat badan rata-rata (kg) : 65 kg
Berat badan sekarang (kg) : 60 kg
Riwayat Makanan
Frekwensi /hari : 2-3x sehari
Jumlah /hari : 3 piring sehari dengan porsi sedikit
Variasi /hari : bervariasi
Nafsu makan : Menurun sejak sakit
Pendidikan
( ) SD ( v ) SLTP ( ) SLTA Sekolah Kejuruan ( ) Akademi
( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 60 kg
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit, tegangan dan isi cukup
Pernapasan (frek. & tipe) : 24 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Keadaan gizi : normal (IMT = 22,04)
Kesadaran : Compos Mentis
Sianosis : -
Edema umum : -
Cara berjalan : normal
Mobilitas (aktif/pasif) : aktif
ASPEK KEJIWAAN
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Biasa
Proses pikir : Wajar
KULIT
Warna : asianosis
Pertumbuhan rambut : warna hitam, tidak mudah rontok
Pembuluh darah : tidak terlihat
Suhu raba : afebris
Lembab/kering : kering
Turgor : baik
Ikterus : anikterik
Lapisan lemak : tipis
Edema : tidak ada
KEPALA
Ekspresi wajah : wajar
Permukaan wajah : normal
Simetri muka : simetris
Rambut : hitam
MATA
Exopthalmus : -
Enopthalmus : -
Kelopak : normal
Lensa : jernih
Konjungtiva : anemis +/+
Sklera : ikterik -/-
TELINGA
Normal
MULUT
Gigi geligi dan gusi : tidak ada caries
Faring : tidak hiperemis
Lidah : tidak kotor
LEHER
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : tidak ada peningkatan
Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran
Kelenjar limfe : tidak teraba pembesaran
DADA
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : normal
Buah dada : normal
PARU-PARU DEPAN
Inspeksi Simetris
Palpasi fremitus taktil dan vokal kiri = kanan
Perkusi Kiri : Sonor
Kanan : Sonor
Auskultasi Kiri : vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
Kanan : vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
BELAKANG
Inspeksi Simetris
Palpasi Kiri : fremitus taktil dan vokal kiri = kanan
Perkusi Kiri : sonor
Kanan : sonor
Auskultasi Kiri : vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
Kanan : vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
JANTUNG
Inspeksi : ictus cordis terlihat di linea midclaviculasinistra ICS 5
Palpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS 5
Perkusi
batas pinggang jantung : linea parasternal sinistra ICS 3
batas kanan jantung : linea parasternal dextra ICS 5
batas kiri jantung : linea midclavicula sinistra ICS 5
Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : datar
Palpasi
Dinding perut : nyeri tekan (+) epigastrium
Hati : hepar teraba dbn
Limpa : tidak teraba
Ginjal : ballotement (-), nyeri cva (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
ANGGOTA GERAK
Lengan Kanan Kiri
Otot tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Tonus : normal normal
Massa : tidak teraba tidak teraba
Sendi : normal, nyeri(-) normal, nyeri(-)
Gerakan : normal normal
REFLEKS
Tidak ada kelainan
LABORATORIUM
Hb : 5,3 g/dL
Ht : 17 %
Leukosit : 3600/l
Trombosit : 279.000/uL
LED : 45 mm/jam
Eritrosit : 2,2 x 1012/mm3
MCV : 77 fl
MCH : 23 pg
MCHC : 30%
SGOT : 11 U/L
SGPT : 12 U/L
Ur : 160 mg/dl
Cr : 1,8 mg/dl
DIAGNOSIS
Anemia ec Gastritis Erosif dengan hipertensi
DIAGNOSIS BANDING
Anemia ec AKI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (SADT)
Rontgen thorax
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Diet rendah garam (konsumsi garam 5,2 gr atau 90 mmol/hari)
Infus RL 20 tpm
Propanolol 2x10 mg
Spironolacton 100 mg (pagi)
Furosemide 40 mg (pagi)
Sucralfat 3xC1
Ondansetron 3x8 mg
Asam folat 2 x II
Curcuma 3x1
Transfusi albumin 20% 1 kolf/hari s/d albumin > 3 gr/hr
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak
bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di
atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-
superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak
langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum
disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen
anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamen:
Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti
spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana
akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-
sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena
lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel Kupfer. Sel
Kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan
kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya
hubungan erat dengan sinusoid.
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-
sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya
ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran
empedu menuju kandung empedu.
II. 2. FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi
hati yaitu :
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/
menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25%
dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini
berubah cepat pada waktu berolahraga, terpapar terik matahari, dan syok. Hepar
merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
III. 3. 1. DEFINISI
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-
nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu
keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif
yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang
merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga
menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi
untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-
sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.
III. 3. 2. INSIDENS
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
III. 3. 3. ETIOLOGI
1. Alkohol
adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama
didunia barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan
keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat
yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari
individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai
16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya
untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. Alkohol
menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak
yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih
serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke
sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu
spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati
alkoholik (alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis sederhana
(simple steatosis), ke nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke sirosis.
Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama
akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena
NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-
jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek,
gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat
terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan.
NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin,
yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan
diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting
dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD
adalah penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah
bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.
2. Sirosis Kriptogenik,
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-
penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk
pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic
cirrhosis) karena bertahun-tahun para dokter telah tidak mampu untuk
menerangkan mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkan
sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH
(nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes
tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati
dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan
timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk para dokter
membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu
waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus
pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi
dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan
pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari
Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai
suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien
dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun,
kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari
sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60
tahun.
7. Hepatitis Autoimun
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun
yang abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya
pada sirosis.
8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary
atresia) dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan
dengan kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang
menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian
yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan
sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-
reaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama
pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada
bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi
hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling
umum dari penyakit hati dan sirosis.
III. 3. 4. PATOFISIOLOGI
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-
sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan
dan mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan
yang normal dan intim dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati
untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan,
luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke
sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati,
darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu
kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan
tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-
vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan
yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau
mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan
kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak
normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang
membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari
sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta
dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan
dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung
dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan
vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau
peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah dalam
sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang
selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi
dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,
parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra
hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan
penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis.
Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila
terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga
normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik.
Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi
portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak
diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik lebih
banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak
mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati
dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi
adalah abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat
seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai
akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal,
dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil,
pencernaan dalam usus juga berkurang.
III. 3. 5. KLASIFIKASI
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan
makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul
besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada
stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya
stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium
ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan
ikterus.
Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. sedang Banyak (+++)
(+) (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4
Encephalopathy
II. 3. 6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi.
Sirosis Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah
Child A, Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala
yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak
nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat
palmar eritem, spider nevi.
III. 3. 7. KOMPLIKASI
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan
dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir
dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri,
bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus.
Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-
unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada
otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena
portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi
(dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,
fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy.
Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur
yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic
encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan,
kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang
tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan
koma dan kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi
dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai
gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome
didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk
membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin
yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-
ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat
mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas
pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara
abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang
berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah
yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat
mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya
pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
7. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter)
untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih,
dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan
darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan
darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik
pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah
tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam
ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya,
limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak
sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah
berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel
darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah
(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia).
Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada
infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah
dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).
A. Pemeriksaan Diagnostik
a. Scan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati,
b. Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai faktor predisposisi.
c. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system
vena portal,
e. Pemeriksaan Laboratorium :
B. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti
1. Asites
4. Ensefalophaty hepatic
1. Asites
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal
ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap
tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
3. Hepatorenal Sindrome
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannyayaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
5. Ensefalopati Hepatik
III. 9. PROGNOSIS
Hati mengecil
Komplikasi neurologis
Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg
BAB IV
ANALISA KASUS
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita
sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh
virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan
minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis
diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang
menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik
seperti Wilsons disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas
obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang
didapat ataupun bawaan. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis
B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus,
diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya
tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C.
Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali
frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat
alkohol. Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis adalah
perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh alkoholik. Pasien
mengaku gemar mengkonsumsi alkohol, 3-5 kali/bulan selama 2 tahun terakhir.
Alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hepatis karena
menyebabkan hepatitis alkoholik yang kemudian dapat berkembang menjadi
sirosis hepatis.
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan
hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal
sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-
gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan
hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan
demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,
sampai koma. Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu mual dan rasa ingin muntah setiap kali makan yang
disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan
yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut
yang membesar dan bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing yang
berwarna seperti teh, dan ikterus pada kedua mata dan kulit.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda
klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan
fundamental tersebut.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan
hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan
gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan
aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2
cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari
fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari
vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal
dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos.
Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin,
angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan
produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi
vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara
vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang
hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi
porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi
vaskular sistemik. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak
kesakitan dengan nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium dekstra.
Terlihat juga tanda-tanda ikterus pada kedua sklera dan eritema palmar (+). Pada
pemeriksaan jantung dan paru ditemukan adanya penurunan vokal fremitus dan
suara nafas vesikuler yang menurun pada lapang paru dekstra. Pada daerah
abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen dengan
tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi
yang positif. Hepar teraba 3 cm di bawah arcus costarum dengan konsistensi
keras, tepi tajam dan nyeri (+), lien tidak teraba. Pada ekstremitas juga ditemukan
adanya edema pada kedua tungkai bawah.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin,
albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum
glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT)
atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan.
AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai
transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali
fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer
dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami
peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati
alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati
kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi
albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami
penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi
globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari
pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya
akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan
memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang
berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum
akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hati,
pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti
anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang
bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun
hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang
berkaitan dengan adanya hipertensi porta. Pada kasus ini, pada pemeriksaan
fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada serum pasien
dengan peningkatan SGOT yang lebih tinggi dibanding dengan peningkatan
SGPT. Selain itu, ditemukan juga peningkatan bilirubin total, bilirubin indirek,
dan bilirubin direk. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami
peningkatan pada pasien ini. Kadar alkali phosphatase mengalami peningkatan.
Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin. Sementara dari
pemeriksaan elektrolit darah ditemukan penurunan kadar natrium dan kalium.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita
sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang
paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan
pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki
kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada
operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran
hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita
sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata
dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan
USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran
vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati. Pemeriksaan endoskopi
dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan
diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan
ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui
tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red
sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada
saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga
dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan
skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL).
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada
proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi,
dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati
terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis
hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang
kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak
dengan adanya komplikasi. Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati.
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis. Pada kasus ini, pasien diberikan diet cair rendah garam, serta
pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Jumlah kalori harian dapat
diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Pembatasan pemberian garam dilakukan
agar gejala ascites yang dialami pasien tidak memberat. Infus RL 20 tpm.
Pemberian obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti sucralfat 3xCI
dilakukan agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta.
Pasien juga mengeluh mual sehingga diberikan ondansetron 3x8 mg untuk
mengurangi keluhan ini. Pada asites pasien harus melakukan tirah baring dan
terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak
5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian
diuretik. Diuretik yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan
dosis 100-200 mg sekali perhari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan edema
kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat diberikan kombinasi
berupa furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid dapat
ditambah hingga dosis maksimal 160mg/hari. Parasintesis asites dilakukan apabila
ascites sangat besar. Biasanya pengeluarannya mencapai 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin. Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi
spironolakton 100 mg dan furosemide 40 mg pada pagi hari. Selain itu, pemberian
tranfusi albumin juga dilakukan sebanyak 1 kolf setiap harinya.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai
pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child
dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964
sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt. Pugh
kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai
pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi.
Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu
protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan darah. Sistem klasifikasi
Child-Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan
sirosistahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk
pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan
Child-Pugh C adalah 45%.
BAB V
KESIMPULAN
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan
fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada
penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan
parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil
peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem
porta. Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung kecurigaan diagnosis sirosis
hepatis terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Untuk penanganan pada pasien ini prinsipnya adalah mengurangi progesifitas penyakit,
menghindarkan dari bahan-bahan yang dapat merusak hati, pencegahan, serta penanganan
komplikasi.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa
tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis
adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, yang dapat dipakai memprediksi angka
kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
2. Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo
3. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam
USU.
4. Guyton & Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009.
Page 668-673.
6. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.
7. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/978
8. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136
9. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
10. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:20862102.