Anda di halaman 1dari 23

CLINICAL REPORT SESSION

SINUSITIS

Preseptor :

Iwan Tatang Hermawan, dr.,SpTHT-KL

Oleh :

Nena Febrianty 12100118054

RhezaRisqiaditya 12100118067

ChrisanBimoPrayuda 12100118078

Tantsa Tamia Utami 12100118170

Kelompok 7

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL-IHSAN BANDUNG
2019
BAB I

STATUS PASIEN BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 76 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pangalengan

Pekerjaan : IbuRumahTangga

Status : Sudah Menikah

Tanggal Pemeriksaan :17 Juni 2019

No. RM :00414953

1.2 Keluhan Utama


Nyeri di pipi sebelah kanan

1.3 Anamnesis

Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Al-Ihsan dengan keluhan nyeri di pipi

kanan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan nyeri di pipi kiri dirasakan hilang timbul dan

menjalar ke arah atas (kepala). Keluhan seperti ini sudah pernah dialami sebelumnya

namun sudah tuntas diobati. Keluhan nyeri dirasakan semakin sakit apabila di tekan

pada bagian pipi dan ketika pasien menunduk. Keluhan tersebut diawali dengan pilek

terlebih dahulu.

Keluhan disertai dengan pilek yang kental dan berwarna kekuningan, berbau,

dan jumlahnya sedikit. Keluhan juga disertai hidung tersumbat, nyeri kepala, dan

pasien merasakan adanya cairan yang mengalir melewati tenggorokan. Pasien juga

mengalami bersin-bersin, gatal pada hidungnya dan batuk terasa seperti ada dahak di
tenggorokannya yang sulit keluar sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan

hidung yang berbau tidak enak.

Pasien menyangkal adanya riwayat gigi atas yang bolong, pasien menyangkal

memiliki riwayat alergi debu, bulu kucing ataupun asma. Pasien menyangkal

keluhannya disertai dengan demam. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma di

wajah. Pasien juga menyangkal adanya mimisan. Pasien menyangkal mengalami nyeri

menelan sebelum terjadi keluhan di hidung. Selama keluhan terjadi dalam 3 bulan ini

pasien menyangkal rasa penuh pada telinga, nyeri telinga, telinga berdengung ataupun

terjadinya penurunan pendengaran. Pasien juga menyangkal terdapat keluhan pada

mata seperti bengkak sekitar mataatau nyeri bila menggerakan bola mata. Pasien juga

mengeluhkan adanya kejang atau pun penurunan kesadaram

Pasien mengatakan 4 tahun yang lalu pasien telah melakukan operasi sinus.

Setelah operasi, keluhan sudah hilang namun pasien mengaku masih sering

mengalami pilek di hidungnya.

Pemeriksaan Umum

• Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

• Kesadaran : Composmentis

• Tanda Vital :

• Tek. Darah : 134/99 mmHg

• PR : 84 x/menit

• RR : dalam batas normal

• Suhu : dalam batas normal

PemeriksaanUmum :
1. Kepala : Konjungtivaanemis (-/-), skleraikterik (-/-)
2. Leher : KGB tidakteraba
3. Thorax :

1. Bentuk dan gerak simestris

2. Pulmo : Sonor, VBS Kiri=kanan, Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)

3. Cor :Bunyi jantung murni reguler

1. Abdomen :

1. Datar, lembut

2. Hepar dan lien tidak teraba

3. Bising Usus (+) normal

2. Ekstremitas: Edema (-/-)

1.4 Status Lokalis


a. Telinga

Bagian Kelainan AD AS
Preaurikula Kongenital Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Radang Tidakada Tidak ada
Tumor Tidakada Tidak ada
Trauma Tidakada Tidak ada
Nyeri tekan Tidakada Tidakada
Aurikula Kongenital Tidakada kelainan Tidakadakelainan
Radang Tidakada Tidakada
Tumor Tidakada Tidakada
Trauma Tidakada Tidakada

Retroaurikula Edema Tidakada Tidakada


Hiperemis Tidakada Tidakada
Nyeri tekan Tidakada Tidakada
Radang Tidakada Tidakada
Tumor Tidakada Tidakada
Sikatriks Tidakada Tidakada
CAE Kongenital Tidakadakelainan Tidakadakelainan
Kulit Tenang Tenang
Sekret Tidakada Tidakada
Serumen Tidakada Tidakada
Edema Tidakada Tidakada
Jaringan granulasi Tidakada Tidakada
Massa Tidakada Tidakada
Cholesteatoma Tidakada Tidakada

Membran Warna Normal Normal


Timpani Intak Intak Intak
Refleks cahaya +, arah jam 5 +, arah jam 7

b. Hidung

Pemeriksaan Nasal Dekstra Nasal Sinistra


Keadaan Luar Bentuk dan Ukuran Dalam batas normal Dalam batas normal

(tidakadacacatkongenital (tidakadacacatkongenital

, tumor, kemerahan, , tumor, kemerahan,

hematom, furunkel) hematom, furunkel)


Rhinoskopi Mukosa Dalam batas normal Dalam batas normal
Sekret Kuning Kuning
anterior Krusta Tidak ada Tidak ada
Chonca inferior Eutrofi Eutrofi
Septum deviasi Tidak ada deviasi septum

Polip/tumor Tidak ada Tidak ada


Pasase udara +, baik +, baik

c. Tenggorok

Bagian Kelainan Keterangan


Mulut Mukosa mulut Tenang
Lidah
Bersih, basah, gerakan normal
Palatum molle
Gigi geligi kesegalaarah
Uvula
Halitosis Tenang, simetris
Caries (-)

Simetris

(-)
Tonsil Mukosa Tenang
Besar
Kripta T2– T2
Detritus
Tidak melebar/Tidak melebar

Tidak ada
Faring Mukosa Hiperemis
Granula
Post nasal drip +

d. Sinus Paranasal
Inspeksi :
Sinus frontalis : tidak membengkak
Sinus maksilaris : tidak membengkak

Palpasi :

• Sinus maksilaris : terdapat nyeri tekan pada sinus maksilaris

dextra

e. Maxillofacial
Bentuk : Simetris
Parese nervus cranialis : (-)
f. Leher
KGB : Tidak terlihat dan teraba pembesaran
Massa : (-)
Kaku kuduk : (-)

1.5 Resume
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Al-Ihsan dengan keluhan nyeri di pipi kanan

sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan nyeri dirasakan semakin sakit ketika pasien menunduk.

Keluhan disertai dengan hidung tersumbat, nyeri kepala, dan pasien merasakan adanya

cairan yang mengalir melewati tenggorokan. Pasien juga mengalami bersin-bersin dan

batuk sejak 3 bulan yang lalu. Sekret berwarna kuning, jumlahnya sedikit dan berbau.

Terdapat batuk dan terasa berdahak namun sulit dikeluarkan.


Status Lokalis Tenggorok : Tonsil T2/T2, Faring Hiperemis, Granula(+), Post Nasal Drip

(+)
Status Lokalis Sinus Paranasal : Nyeri tekan pada sinus maskilaris dextra (+)

1.6 Diagnosis Banding

Sinusitis Maksilaris Dextra Kronis ec DD/ Rhinitis Alergi

Dentogen
Tonsilitis Kronis
Nasofarignitis Akut

Cluster Headaches

Sinus neoplasma

1.7 Usulan Pemeriksaan


- Pemeriksaan darah rutin
- Test transiluminasi
- Foto polos posisi Waters
- CT-Scan Kepala
- Kultur Sekret Hidung

1.8 Diagnosis Kerja


Sinusitis Maksilaris Kronis bilateral e.c Rhinitis Alergi

1.9 Rencana Terapi


1. Antibiotik : Amoxicillin 3x500mg 10-14hari
2. Dekongestan: HCl Ephedrine 3x25mg
3. Analgesik : paracetamol 3 x 500 mg
4. Mukolitik : ambroxol 3 x 30 mg
1.10 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

ANATOMI

1. HIDUNG

Eksternal :
- Root (pangkal hidung)
- Apex (dorsum nasi)
- Puncak hidung
- Ala nasi
- Kolumela
- Lubang hidung (nares anterior)

Hidung terdiri dari bagian:


a. Tulang
Kedua os nasale, processus frontalis maxillae, pars nasalis ossis frontalis.
b. Tulang rawan
2 cartilagous nasi laterales, 2 cartilagines alares, 1 cartilagines septi nasi.

Pada permukaan inferior terdapat 2 lubang yaitu nares anterior yang terpisah satu dari
yang lain oleh septum nasi.
1. Septum nasi
 Sebagian berupa tulang dan sebagian lagi berupa tulang rawan.
 Membagi cavitas nasi menjadi 2 rongga kanan dan kiri.
 Terdiri dari:
a. Lamina perpendicularis ossis ethmoidalis  membentuk bagian atas septum
nasi.
b. Vomer  membentuk bagian posteroinferior septum nasi.
c. Cartilago septi nasi
Anatomi hidung

2. Cavitas nasi
 Dapat dimasuki lewat nares anterior berhubungan dengan nasofaring melalui
kedua choana.
 Dilapisi oleh membrane mukosa kecuali vestibulum nasi dilapisi oleh kulit.
- 2/3 inferior membrane mukosa  area respiratori
- 1/3 superior membrane mukosa  area olfactory.
 Batas-batas
- Atap  dibedakan 3 bagian frontonasal, ethmoidal, sphenoidal.
- Dasar  processus palatines maxillae dan lamina horizontal ossis palatine.
- Dinding medial  septum nasi.
- Dinding lateral  concha nasalis.
3. Concha nasalis
 Dibagi menjadi concha nasalis superior, media, dan inferior.
 Membagi cavitas nasi menjadi 3 lorong, yaitu:
a. Meatus nasalis superior
- Sebuah lorong sempit antara concha nasalis superior dan media.
- Tempat bermuaranya sinus ethmoidalis superior melalui 1 atau lebih
lubang.
b. Meatus nasalis media
- Bagian anterosuperior berhubungan dengan infundibulum (jalan
penghantar ke sinus frontalis) melalui duktus frontonasalis.
- Sinus maxillaries juga bermuara ke meatus ini.
c. Meatus nasalis inferior
- Sebuah lorong horizontal yang terletak inferolateral terhadap concha
nasalis inferior.
- Ductus nasolacrimalis bermuara di bagian anterior meatus ini.
Vaskularisasi
Perdarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui:
- Cabang arteri sphenopalatina, arteri ethmoidalis anterior, arteri palatine major, arteri
labialis superior (area Kiesslbach), arteri ethmoidalis posterior, rami lateralis arterial
facialis.
- Plexus venosus menyalurkan darah kembali ke vena sphenopalatina, vena facialis,
vena ophthalmica.

Pembuluh darah hidung


Persarafan
- 2/3 inferior membrane mukosa  nerve nasopalatinus cabang maxillary.
- Bagian anterior  nerve ethmoidalis anterior cabang nerve nasociliaris yang
merupakan cabang ophthalmica.
- Dinding lateral cavitas nasi  melalui rami nasals nervi maxillary, nerve palatines
major, nerve ethmoidalis anterior.
Persarafan hidung

HISTOLOGI

1. HIDUNG
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernafasan (mukosa respiratorik) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung (Konka Inferior dan media)
dan permukaan dilapisi oleh epitel berlapis semu yang mempunya silia (Cilliated
Pseudostratified Columnar Epithelium) dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Mukosa
penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum.
Mukosa dilapisi oleh epitel berlapis semu tidak bersilia (Pseudostratified collumner non
Cilliated Epithelium). Kemoreseptor olfaktorius terletak di epitel olfaktorius, yaitu regio
khusus membran mukosa concha superior yang terletak di atap rongga hidung. Pada manusia,
luasnya sekitar 10 cm2 dengan tebal sampai 100 pm.
Epitel ini terdiri dari 3 jenis sel : Sel basal, Sel penyokong, Sel reseptor penghidu.
 Sel-sel basal adalah sel kecil, sferis atau berbentuk kerucut dan membentuk suatu
lapisan di lamina basal. Sel-sel ini adalah sel punca untuk kedua tipe sel lainnya.
 Sel penyokong berbentuk kolumnar dengan apeks silindris dan dasar yang lebih
sempit. Pada permukaan bebasnya terdapat mikrovili, yang terendam dalam selapis
cairan. Kompleks tautan yang berkembang baik mengikat sel-sel penyokong pada sel-
sel olfaktori di sebelahnya. Peran suportif sel-sel ini tidak begitu dipahami, tetapi sel
tersebut memiliki banyak kanal ion dengan fungsi yang tampaknya diperlukan untuk
memelihara lingkungan mikro yang kondusif untuk fungsi penghidu dan ketahanan
hidup.
 Neuron olfaktorius adalah neuron bipolar yang berada di seluruh epitel ini. Neuron ini
dibedakan dari sel-se1 penyokong oleh letak intinya, yang terletak di antara sel
penyokong dan se1 basal. Ujung dendrit setiap neuron bipolar merupakan ujung apikal
(luminal) sel dan memiliki tonjolan dengan sekitar lusinan badan basal. Dari badan
basal tersebuf silia panjang nonmotil menonjol dengan aksonema tetapi memiliki luas
permukaan yang bermakna untuk kemoreseptor membran. Reseptor tersebut berespon
terhadap zat pembau dengan menimbulkan potensial aksi di sepanjang akson (basal)
neuron tersebu! yang meninggalkan epitel dan bersatu di lamina propria sebagai saraf
yang sangat kecil yang kemudian melalui foramina di lamina cribriformis ossis
ethmoidalis ke otak (Gambar 17-3). Di tempat tersebut, saraf ini membentuk saraf
kranial I, nervus olfactorius, dan akhirnya bersinaps dengan neuron lain di bulbus
olfactorius.
Lamina propria di epitel olfaktorius memiliki kelenjar serosa besar (kelenjar
Bowman), yang menghasilkan suatu aliran cairan di sekitar silia penghidu dan
memudahkan akses zat pembau yang baru.

Epitel Respiratorik
Epitel Penghidu

ANATOMI SINUS PARANASAL


Sinus merupakan sekelompok ruangan yang berisi udara yang mengelilingi nasal cavity.
Frontal Sinus
• Kanan dan kiri  terletak diantara bagian outer dan inner dari frontal bone, posterior
dari supercilliary arches dan roof of the nose.
• Ukurannya bervariasi : > 5 mm.
• Inervasi  cabang dari supraorbital nerve (CN V1)
• Drainase :
• Frontal sinus  frontonasal duct  ethmoidal indundibulum  semilunar
hiatus  middle nasal meatus
Ethmoidal Sinus
• Invaginasi mucus membran pada bagian middle dan superior nasal meatus ke dalam
ethmoid bone
• Ethmoidal sinus dibagi menjadi 3 bagian : anterior, middle, posterior
• Inervasi : posterior ethmoidal branches of nasociliary nerve (CN V I)
• Drainase :
• anterior dan middle : middle nasal meatus
• Posterior : superior nasal meatus
Sphenoidal Sinus
• Terletak pada bagian body of sphenoid bone
• Terbagi menjadi beberapa ruangan dipisahkan oleh bony septum
• Vaskularisasi : posterior ethmoidal arteri
• Inervasi : posterior ethmoidal nerve
• Drainase :
• Sphenoidal sinus  spheno-ethmoidal recess  superior nasal meatus
Maxillary Sinus
• Terletak pada bagian body maxillary bone dan berhubungan dengan middle nasal
meatus.
• Terdapat 4 bagian :
• Apex : memanjang ke zygomatic bone
• Base : bagian inferior dari lateral wall nasal cavity
• Roof : dibentuk oleh bagian floor dari orbit
• Floor : dibentuk oleh bagian alveolar maxilla bone
• Drainase :
• Maxillary sinus  maxillary ostium  middle nasal meatus
FISIOLOGI SINUS
• Sebagai pengatur kondisi udara
• Sebagai penahan suhu
• Membantu keseimbangan kepala
• Membantu resonansi suara
• Peredam perubahan tekanan udara
• Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

SINUSITIS

DEFINISI
Sinusitis dapat secara luas didefinisikan sebagai peradangan pada satu atau lebih dari sinus
paranasal.1 Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut Rhinosinusitis.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan
adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.

EPIDEMIOLOGI
Menurut National Health Interview Survey (2012), Rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 35
juta orang per tahun di Amerika Serikat dan memerlukan kunjungan ke praktek dokter
sebanyak 16 juta kali per tahun. Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa 1 dari 7 orang
dewasa menderita sinusitis dengan lebih dari 30 juta pasien didiagnosis setiap tahun pada
awal musim gugur hingga awal musim semi.
Menurut Depkes RI (2003) penyakit sinusitis menempati urutan ke 25 dari 50 pola penyakit
peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Hal ini
membuktikan bahwa masih banyak masyarakat luas yang menderita sinus hingga saat ini
(Mangunkusumo, 2007). Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian dari
sub bagian Rinologi Departemen THT FKUI-RSCM, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan
50 persen penderita sinusitis kronik.
FAKTOR PREDIPOSISI dan ETIOLOGI
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah
- Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma (commom cold), yang
kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan
penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain
adalah infeksi jamur, infeksi gigi.
- Pajanan lingkungan polusi udara, iritan dan rokok.
- Obstruksi rongga hidung : deviasi septum, hipertrofi konka, polip hidung, benda asing.
- Kelainan anatomi hidung : Infundibulum lebih sempit dari normal, obstruksi coana
oleh jaringan adenoid jinak.
- Rhinogenik : rhinitis alergi, rhinitis infeksi, rhinitis vasomotor, rhinitis
medikamentosa.
- Infeksi gigi, infeksi tonsil
- Sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM)
- Trauma sinus, fraktur dan tumor.
- Keadaan lain : imunokompromais, gangguan silia atau mukosilier
- Berenang atau menyelam (air terhisap ke sinus).

Penyebab utama terjadinya sinusitis dapat berupa ISPA akibat virus atau bakteri. (Adams et
al, 2000) Virus yang dapat menyebabkan sinusitis bermula dari infeksi saluran pernafasan
akut yaitu Rhinovirus sedangkan bakteri utama yang dapat menyebabkan sinusitis yaitu
Streptococcus pneumoniae (30 – 50%) , Hemophilus influenzae (20 – 40%) dan Branhamella
(Moraxella) catarrhalis (4%).

KLASIFIKASI
Secara klasik, sinusitis diklasifikasikan menurut Konsensus International tahun 1995 :1
- Akut berlangsung 8 minggu
- Kronis berlangsung lebih dari 8 minggu
Konsensus tahun 2004 membagi menjadi :
- Akut : batas waktu 4 minggu
- Subakut : 4 minggu sampai 3 bulan
- Kronik : Lebih dari 3 bulan

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis


 Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis
akut (influenza), polip, dan septum deviasi.
 Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi
drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa.
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan ancarnya klirens
mukosiliar di dalam komplek ostium-meatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-
bacterial dan biasaya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan
ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
kronik yaitu hipertrofi, polipod atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan tindakan operasi.
MANIFESTASI KLINIS
• Keluhan utama rinosinusitis : hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada
wajah, ingus purulent yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
• Sinusitis maksila : nyeri pipi/nyeri pada daerah rahang atas. Dapat menimbulkan nyeri
pindah ke gigi dan gusi. nyeri tekan region maksilaris, bengkak dan hiperemi pada
pipi, keluar secret dari hidung, pada rinoskopi anterior terlihat secret pada meatus
medius
• Sinusitis frontalis : sakit kepala region frontal. Terlokalisasi pada daerah sinus, nyeri
tekan di dasar sinus frontal, bengkak pada kelopak mata atas, keluar secret dari
hidung, pada rinoskopi anterior terlihat secret pada meatus medius
• Sinusitis etmoidalis : nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata, bengkak pada
kelopak mata, keluar secret dari hidung
• Sinusitis sphenoidalis : sakit kepala terutama pada vertex, oksipital. Nyeri dapat
pindah ke region mastoid, post nasal discharge, pada rinoskopi anterior terlihat pus
pada meatus superior
DIAGNOSIS
• Anamnesis
• Diagnosa dapat ditegakkan bila terdapat:
2 mayor + 1 minor ; atau 1 mayor + 2 minor
• Tanda tanda alergi: Allergic shinner, Allergic salute, Allergic crease
Pemeriksaan Fisik
• Suhu >38˚C
• Inspeksi dan palpasi: edema (dahi, kelopak mata atas dan bawah), nyeri sinus: sinus
maksila (nyeri pipi), sinus etmoid (nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata),
sinus frontal (nyeri di dahi atau seluruh kepala), sinus sfenoid (nyeri oksipital,
belakang kepala, dan mastoid)
• Rinoskopi anterior: Mukosa konka hiperemis dan edema, sekret kental purulen dari
meatus medianus atau meatus inferior.
Rhinoskopi posterior: Tampak sekret purulen di nasofaring atau post nasal drip

EPEMERIKSAAN PENUNJANG
• Transluminasi
• Laboratorium CRP ( C-Reaktive Protein : meningkat pada infeksi bakteri ),
LED ( tanda inflamasi )
• Radiologis foto polos waters: menilai air fluid level pada rhinosinusitis akut.
• Endoskopi Nasal.
Pemeriksaan endoskopi nasal merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna
dalam memberikan informasi tentang penyebab RSK. Dengan endoskopi nasal dapat
diketahui lebih jelas kelainan di dalam rongga hidung,termasuk memeriksa ostium sinus dan
kelainan pada kompleks ostiomeatal.
• CT – Scan : sering di gunakan pada rhinosinusitis kronis, terutama untuk
melihat kelainan anatomis seperti polip.
KOMPLIKASI
• Komplikasi akut:
• 1. Komplikasi orbita
• Disebabkan oleh sinus yang berdekatan dengan mata, paling sering disebabkan oleh
sinus etmoidal, lalu sinus frontalis dan maksilaris.
• 2. Komplikasi intracranial
• Meningitis akut, sbses ekstradural dan subdural, abses otak
• Komplikasi kronis:
Osteomyelitis dan abses subperiosteal, kelainan paru (bronkitis kronis dan bronkiektasis)
MANAJEMEN

• Rinosinusitis Akut
• Common Cold: pengobatan simtomatis seperti dekongestan oral
(pseudoefedrin) atau topikal (pseudoefedrin HCl) selama 14 hari. Jika tidak
ada perbaikan, rujuk ke spesialis THT.
• Rinosinusitis Non Viral Akut
• Gejala sedang: (tanpa demam dan nyeri hebat) diberikan steroid topikal untuk
meredakan gejala akut. Jika dalam 48 jam terjadi perbaikan, terapi diteruskan
hingga 7-14 hari. Namun bila tidak ada perbaikan setelah 14 hari, sebaiknya
dirujuk ke spesialis THT.
• Gejala berat: (dengan demam dan nyeri hebat) diberikan antibiotik
(Amoxicillin 3x500mg PO atau cotrimoxazole, amoxicillin-klavulanat
3x625mg PO atau sefalosporin) dan steroid topikal. Jika dalam 48 jam terjadi
perbaikan, terapi diteruskan hingga 10-14 hari. Namun bila tidak ada
perbaikan setelah 14 hari, segera rujuk ke spesialis THT.
• Rinosinusitis Kronis
• Jika endoskopi tidak tersedia: steroid topikal, obat cuci hidung (NaCl 0.9%),
dan antihistamin jika alergi (antihistamin H-1 secara tunggal atau kombinasi
dengan dekongestan PO). Terapi dievaluasi selama 4 minggu, jika perbaikan
lanjutkan terapi. Jika tidak, rujuk ke spesialis THT.
PROGNOSIS
• 98% rhinosinusitis viral akut alat sembuh sendiri
• Rhinosinusitis bakterialis memiliki kekambuhan sekitar 5% jika setelah 48 jam tidak
ada perubahan gejala.
• Rhinosinusitis akut yang tidak ditangani dapat menjadi kronis
• Rhinosinusitis akut maupun kronis dapat menimbulkan komplikasi meningitis, abses
orbita, abses otak.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.hkmacme.org/course/2009bw09-03-00/rm%20cs_sep.pdf

Anda mungkin juga menyukai