SINUSITIS
Preseptor :
Oleh :
RhezaRisqiaditya 12100118067
ChrisanBimoPrayuda 12100118078
Kelompok 7
Nama : Ny. S
Umur : 76 tahun
Alamat : Pangalengan
Pekerjaan : IbuRumahTangga
No. RM :00414953
1.3 Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Al-Ihsan dengan keluhan nyeri di pipi
kanan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan nyeri di pipi kiri dirasakan hilang timbul dan
menjalar ke arah atas (kepala). Keluhan seperti ini sudah pernah dialami sebelumnya
namun sudah tuntas diobati. Keluhan nyeri dirasakan semakin sakit apabila di tekan
pada bagian pipi dan ketika pasien menunduk. Keluhan tersebut diawali dengan pilek
terlebih dahulu.
Keluhan disertai dengan pilek yang kental dan berwarna kekuningan, berbau,
dan jumlahnya sedikit. Keluhan juga disertai hidung tersumbat, nyeri kepala, dan
pasien merasakan adanya cairan yang mengalir melewati tenggorokan. Pasien juga
mengalami bersin-bersin, gatal pada hidungnya dan batuk terasa seperti ada dahak di
tenggorokannya yang sulit keluar sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
Pasien menyangkal adanya riwayat gigi atas yang bolong, pasien menyangkal
memiliki riwayat alergi debu, bulu kucing ataupun asma. Pasien menyangkal
wajah. Pasien juga menyangkal adanya mimisan. Pasien menyangkal mengalami nyeri
menelan sebelum terjadi keluhan di hidung. Selama keluhan terjadi dalam 3 bulan ini
pasien menyangkal rasa penuh pada telinga, nyeri telinga, telinga berdengung ataupun
mata seperti bengkak sekitar mataatau nyeri bila menggerakan bola mata. Pasien juga
Pasien mengatakan 4 tahun yang lalu pasien telah melakukan operasi sinus.
Setelah operasi, keluhan sudah hilang namun pasien mengaku masih sering
Pemeriksaan Umum
• Kesadaran : Composmentis
• Tanda Vital :
• PR : 84 x/menit
PemeriksaanUmum :
1. Kepala : Konjungtivaanemis (-/-), skleraikterik (-/-)
2. Leher : KGB tidakteraba
3. Thorax :
1. Abdomen :
1. Datar, lembut
Bagian Kelainan AD AS
Preaurikula Kongenital Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Radang Tidakada Tidak ada
Tumor Tidakada Tidak ada
Trauma Tidakada Tidak ada
Nyeri tekan Tidakada Tidakada
Aurikula Kongenital Tidakada kelainan Tidakadakelainan
Radang Tidakada Tidakada
Tumor Tidakada Tidakada
Trauma Tidakada Tidakada
b. Hidung
(tidakadacacatkongenital (tidakadacacatkongenital
c. Tenggorok
Simetris
(-)
Tonsil Mukosa Tenang
Besar
Kripta T2– T2
Detritus
Tidak melebar/Tidak melebar
Tidak ada
Faring Mukosa Hiperemis
Granula
Post nasal drip +
d. Sinus Paranasal
Inspeksi :
Sinus frontalis : tidak membengkak
Sinus maksilaris : tidak membengkak
Palpasi :
dextra
e. Maxillofacial
Bentuk : Simetris
Parese nervus cranialis : (-)
f. Leher
KGB : Tidak terlihat dan teraba pembesaran
Massa : (-)
Kaku kuduk : (-)
1.5 Resume
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Al-Ihsan dengan keluhan nyeri di pipi kanan
sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan nyeri dirasakan semakin sakit ketika pasien menunduk.
Keluhan disertai dengan hidung tersumbat, nyeri kepala, dan pasien merasakan adanya
cairan yang mengalir melewati tenggorokan. Pasien juga mengalami bersin-bersin dan
batuk sejak 3 bulan yang lalu. Sekret berwarna kuning, jumlahnya sedikit dan berbau.
(+)
Status Lokalis Sinus Paranasal : Nyeri tekan pada sinus maskilaris dextra (+)
Dentogen
Tonsilitis Kronis
Nasofarignitis Akut
Cluster Headaches
Sinus neoplasma
ANATOMI
1. HIDUNG
Eksternal :
- Root (pangkal hidung)
- Apex (dorsum nasi)
- Puncak hidung
- Ala nasi
- Kolumela
- Lubang hidung (nares anterior)
Pada permukaan inferior terdapat 2 lubang yaitu nares anterior yang terpisah satu dari
yang lain oleh septum nasi.
1. Septum nasi
Sebagian berupa tulang dan sebagian lagi berupa tulang rawan.
Membagi cavitas nasi menjadi 2 rongga kanan dan kiri.
Terdiri dari:
a. Lamina perpendicularis ossis ethmoidalis membentuk bagian atas septum
nasi.
b. Vomer membentuk bagian posteroinferior septum nasi.
c. Cartilago septi nasi
Anatomi hidung
2. Cavitas nasi
Dapat dimasuki lewat nares anterior berhubungan dengan nasofaring melalui
kedua choana.
Dilapisi oleh membrane mukosa kecuali vestibulum nasi dilapisi oleh kulit.
- 2/3 inferior membrane mukosa area respiratori
- 1/3 superior membrane mukosa area olfactory.
Batas-batas
- Atap dibedakan 3 bagian frontonasal, ethmoidal, sphenoidal.
- Dasar processus palatines maxillae dan lamina horizontal ossis palatine.
- Dinding medial septum nasi.
- Dinding lateral concha nasalis.
3. Concha nasalis
Dibagi menjadi concha nasalis superior, media, dan inferior.
Membagi cavitas nasi menjadi 3 lorong, yaitu:
a. Meatus nasalis superior
- Sebuah lorong sempit antara concha nasalis superior dan media.
- Tempat bermuaranya sinus ethmoidalis superior melalui 1 atau lebih
lubang.
b. Meatus nasalis media
- Bagian anterosuperior berhubungan dengan infundibulum (jalan
penghantar ke sinus frontalis) melalui duktus frontonasalis.
- Sinus maxillaries juga bermuara ke meatus ini.
c. Meatus nasalis inferior
- Sebuah lorong horizontal yang terletak inferolateral terhadap concha
nasalis inferior.
- Ductus nasolacrimalis bermuara di bagian anterior meatus ini.
Vaskularisasi
Perdarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui:
- Cabang arteri sphenopalatina, arteri ethmoidalis anterior, arteri palatine major, arteri
labialis superior (area Kiesslbach), arteri ethmoidalis posterior, rami lateralis arterial
facialis.
- Plexus venosus menyalurkan darah kembali ke vena sphenopalatina, vena facialis,
vena ophthalmica.
HISTOLOGI
1. HIDUNG
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernafasan (mukosa respiratorik) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung (Konka Inferior dan media)
dan permukaan dilapisi oleh epitel berlapis semu yang mempunya silia (Cilliated
Pseudostratified Columnar Epithelium) dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Mukosa
penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum.
Mukosa dilapisi oleh epitel berlapis semu tidak bersilia (Pseudostratified collumner non
Cilliated Epithelium). Kemoreseptor olfaktorius terletak di epitel olfaktorius, yaitu regio
khusus membran mukosa concha superior yang terletak di atap rongga hidung. Pada manusia,
luasnya sekitar 10 cm2 dengan tebal sampai 100 pm.
Epitel ini terdiri dari 3 jenis sel : Sel basal, Sel penyokong, Sel reseptor penghidu.
Sel-sel basal adalah sel kecil, sferis atau berbentuk kerucut dan membentuk suatu
lapisan di lamina basal. Sel-sel ini adalah sel punca untuk kedua tipe sel lainnya.
Sel penyokong berbentuk kolumnar dengan apeks silindris dan dasar yang lebih
sempit. Pada permukaan bebasnya terdapat mikrovili, yang terendam dalam selapis
cairan. Kompleks tautan yang berkembang baik mengikat sel-sel penyokong pada sel-
sel olfaktori di sebelahnya. Peran suportif sel-sel ini tidak begitu dipahami, tetapi sel
tersebut memiliki banyak kanal ion dengan fungsi yang tampaknya diperlukan untuk
memelihara lingkungan mikro yang kondusif untuk fungsi penghidu dan ketahanan
hidup.
Neuron olfaktorius adalah neuron bipolar yang berada di seluruh epitel ini. Neuron ini
dibedakan dari sel-se1 penyokong oleh letak intinya, yang terletak di antara sel
penyokong dan se1 basal. Ujung dendrit setiap neuron bipolar merupakan ujung apikal
(luminal) sel dan memiliki tonjolan dengan sekitar lusinan badan basal. Dari badan
basal tersebuf silia panjang nonmotil menonjol dengan aksonema tetapi memiliki luas
permukaan yang bermakna untuk kemoreseptor membran. Reseptor tersebut berespon
terhadap zat pembau dengan menimbulkan potensial aksi di sepanjang akson (basal)
neuron tersebu! yang meninggalkan epitel dan bersatu di lamina propria sebagai saraf
yang sangat kecil yang kemudian melalui foramina di lamina cribriformis ossis
ethmoidalis ke otak (Gambar 17-3). Di tempat tersebut, saraf ini membentuk saraf
kranial I, nervus olfactorius, dan akhirnya bersinaps dengan neuron lain di bulbus
olfactorius.
Lamina propria di epitel olfaktorius memiliki kelenjar serosa besar (kelenjar
Bowman), yang menghasilkan suatu aliran cairan di sekitar silia penghidu dan
memudahkan akses zat pembau yang baru.
Epitel Respiratorik
Epitel Penghidu
SINUSITIS
DEFINISI
Sinusitis dapat secara luas didefinisikan sebagai peradangan pada satu atau lebih dari sinus
paranasal.1 Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut Rhinosinusitis.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan
adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.
EPIDEMIOLOGI
Menurut National Health Interview Survey (2012), Rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 35
juta orang per tahun di Amerika Serikat dan memerlukan kunjungan ke praktek dokter
sebanyak 16 juta kali per tahun. Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa 1 dari 7 orang
dewasa menderita sinusitis dengan lebih dari 30 juta pasien didiagnosis setiap tahun pada
awal musim gugur hingga awal musim semi.
Menurut Depkes RI (2003) penyakit sinusitis menempati urutan ke 25 dari 50 pola penyakit
peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Hal ini
membuktikan bahwa masih banyak masyarakat luas yang menderita sinus hingga saat ini
(Mangunkusumo, 2007). Prevalensi sinusitis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian dari
sub bagian Rinologi Departemen THT FKUI-RSCM, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan
50 persen penderita sinusitis kronik.
FAKTOR PREDIPOSISI dan ETIOLOGI
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah
- Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma (commom cold), yang
kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan
penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain
adalah infeksi jamur, infeksi gigi.
- Pajanan lingkungan polusi udara, iritan dan rokok.
- Obstruksi rongga hidung : deviasi septum, hipertrofi konka, polip hidung, benda asing.
- Kelainan anatomi hidung : Infundibulum lebih sempit dari normal, obstruksi coana
oleh jaringan adenoid jinak.
- Rhinogenik : rhinitis alergi, rhinitis infeksi, rhinitis vasomotor, rhinitis
medikamentosa.
- Infeksi gigi, infeksi tonsil
- Sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM)
- Trauma sinus, fraktur dan tumor.
- Keadaan lain : imunokompromais, gangguan silia atau mukosilier
- Berenang atau menyelam (air terhisap ke sinus).
Penyebab utama terjadinya sinusitis dapat berupa ISPA akibat virus atau bakteri. (Adams et
al, 2000) Virus yang dapat menyebabkan sinusitis bermula dari infeksi saluran pernafasan
akut yaitu Rhinovirus sedangkan bakteri utama yang dapat menyebabkan sinusitis yaitu
Streptococcus pneumoniae (30 – 50%) , Hemophilus influenzae (20 – 40%) dan Branhamella
(Moraxella) catarrhalis (4%).
KLASIFIKASI
Secara klasik, sinusitis diklasifikasikan menurut Konsensus International tahun 1995 :1
- Akut berlangsung 8 minggu
- Kronis berlangsung lebih dari 8 minggu
Konsensus tahun 2004 membagi menjadi :
- Akut : batas waktu 4 minggu
- Subakut : 4 minggu sampai 3 bulan
- Kronik : Lebih dari 3 bulan
EPEMERIKSAAN PENUNJANG
• Transluminasi
• Laboratorium CRP ( C-Reaktive Protein : meningkat pada infeksi bakteri ),
LED ( tanda inflamasi )
• Radiologis foto polos waters: menilai air fluid level pada rhinosinusitis akut.
• Endoskopi Nasal.
Pemeriksaan endoskopi nasal merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna
dalam memberikan informasi tentang penyebab RSK. Dengan endoskopi nasal dapat
diketahui lebih jelas kelainan di dalam rongga hidung,termasuk memeriksa ostium sinus dan
kelainan pada kompleks ostiomeatal.
• CT – Scan : sering di gunakan pada rhinosinusitis kronis, terutama untuk
melihat kelainan anatomis seperti polip.
KOMPLIKASI
• Komplikasi akut:
• 1. Komplikasi orbita
• Disebabkan oleh sinus yang berdekatan dengan mata, paling sering disebabkan oleh
sinus etmoidal, lalu sinus frontalis dan maksilaris.
• 2. Komplikasi intracranial
• Meningitis akut, sbses ekstradural dan subdural, abses otak
• Komplikasi kronis:
Osteomyelitis dan abses subperiosteal, kelainan paru (bronkitis kronis dan bronkiektasis)
MANAJEMEN
• Rinosinusitis Akut
• Common Cold: pengobatan simtomatis seperti dekongestan oral
(pseudoefedrin) atau topikal (pseudoefedrin HCl) selama 14 hari. Jika tidak
ada perbaikan, rujuk ke spesialis THT.
• Rinosinusitis Non Viral Akut
• Gejala sedang: (tanpa demam dan nyeri hebat) diberikan steroid topikal untuk
meredakan gejala akut. Jika dalam 48 jam terjadi perbaikan, terapi diteruskan
hingga 7-14 hari. Namun bila tidak ada perbaikan setelah 14 hari, sebaiknya
dirujuk ke spesialis THT.
• Gejala berat: (dengan demam dan nyeri hebat) diberikan antibiotik
(Amoxicillin 3x500mg PO atau cotrimoxazole, amoxicillin-klavulanat
3x625mg PO atau sefalosporin) dan steroid topikal. Jika dalam 48 jam terjadi
perbaikan, terapi diteruskan hingga 10-14 hari. Namun bila tidak ada
perbaikan setelah 14 hari, segera rujuk ke spesialis THT.
• Rinosinusitis Kronis
• Jika endoskopi tidak tersedia: steroid topikal, obat cuci hidung (NaCl 0.9%),
dan antihistamin jika alergi (antihistamin H-1 secara tunggal atau kombinasi
dengan dekongestan PO). Terapi dievaluasi selama 4 minggu, jika perbaikan
lanjutkan terapi. Jika tidak, rujuk ke spesialis THT.
PROGNOSIS
• 98% rhinosinusitis viral akut alat sembuh sendiri
• Rhinosinusitis bakterialis memiliki kekambuhan sekitar 5% jika setelah 48 jam tidak
ada perubahan gejala.
• Rhinosinusitis akut yang tidak ditangani dapat menjadi kronis
• Rhinosinusitis akut maupun kronis dapat menimbulkan komplikasi meningitis, abses
orbita, abses otak.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.hkmacme.org/course/2009bw09-03-00/rm%20cs_sep.pdf