Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT MEDIK

Rhinitis Alergi

Disusun oleh:
dr. Ayu Niendar Puspita Dewi

Pendamping:
dr. Moh. Saifur Rohman

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIDERES

MAJALENGKA

2017

1
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi

Nama : Tn. R

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 14 tahun

Alamat : Andir, Ciparay

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Tgl pemeriksaan : 23 November 2014

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama: Flu sejak 2 bulan yang lalu

Pasien datang ke poliklinik THT, dengan keluhan flu sejak 2 bulan yang lalu

disertai keluar cairan dari kedua hidungnya, cairan berwarna bening. Jika pasien

terkena debu atau cuaca yang dingin, pasien akan merasa bersin yang berulang,

keluar cairan dan hidung tersumbat.

Pasien juga mengalami sakit kepala yang disertai nyeri di bagian depan

kepala, dan di daerah mata. Pasien merasakannya saat solat dengan posisi sujud.

2
Pasien tidak mengeluh gangguan pada telinga dan tenggorokan atau nyeri

menelan. Pasien tidak memiliki riwayat asma dan alergi obat. Keluarga pun tidak

memiliki gejala yang sama dengan pasien.

Pasien pernah diobati sebelumnya ke dokter dan mengalami perbaikan.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik, kooperatif.

Kesadaran : Komposmentis

Status Gizi : Cukup

Tanda vital

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,6 C

Status Generalis

Kepala : Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : Tidak ada pembesaran KGB.

Dada : Cor dan pulmo dalam batas normal.

Abdomen : Dalam batas normal.

Ekstremitas : Dalam batas normal.

3
Status Lokalis Telinga

Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Kelainan Tidak ada Tidak ada kelainan
kongenital kelainan Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Preaurikula
Tumor Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada
Kelainan Tidak ada Tidak ada kelainan
kongenital kelainan Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Aurikula
Tumor Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Nyeri aurikula Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Retroaurikula
Radang Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Kelainan Tidak ada Tidak ada kelainan
kongenital kelainan Tenang
Kulit Tenang Tidak ada
Canalis Sekret Tidak ada Tidak ada
Acustikus Serumen Tidak ada Tidak ada
Externa Edema Tidak ada Tidak ada
Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Cholesteatoma Tidak ada
Warna Bening Bening
Membrana Intak Intak Intak
Timpani Reflek cahaya + +

Status Lokalis Hidung

Pemeriksaan Nasal
Dextra Sinistra

4
Keadaan Warna, bentuk dan ukuran Dalam batas Dalam batas
Luar normal normal
Mukosa Normal Normal
Sekret Tidak terdapat Tidak terdapat
Concha inferior sekret sekret
Septum hipertrophy hipertrophy
Polip/tumor Tidak ada deviasi
Pasase udara Tidak ada Tidak ada
Rhinoskopi + (normal) + (normal)
anterior

Mukosa Normal Normal


Rinoskopi Sekret Tidak ada sekret Tidak ada sekret
Posterior Koana Terbuka Terbuka
  Torus Tobarius Tenang Tenang
  Fossa Rossenmuller Tenang Tenang
  Tuba eustachius Tenang Tenang
  Post nasal drip Tidak ada Tidak ada

Status Lokalis Mulut dan Orofaring

Bagian Kelainan Keterangan


Mukosa mulut Tenang
Lidah Bersih, basah, dan
Palatum molle gerakan normal
Mulut Gigi geligi Tenang
Uvula Caries (-)
Halitosis Simetris
Tidak ada
Mukosa Tenang/tenang
Besar T0/T0
Kripta : Tidak melebar/Tidak
Tonsil
Detritus : melebar
Perlengketan -/-
-/-

5
Mukosa Normal
Granula -/-
Post nasal drip -/-
Faring

Maksilofasial

Bentuk : Dalam batas normal.

Parese N.Kranialis : Tidak ada paresis.

Nyeri tekan wajah : Negatif.

Leher

KGB : Tidak ada pembesaran.

Massa : (-)

Tiroid : normal

KK :tidak ada

1.4 Diagnosis kerja

Rhinitis Alergi

1.5 Usulan pemeriksaan

1. Tes alergi (skin prick test)

6
2. Transluminasi

3. Rontgen water’s

1.6 Penatalaksanaan

1. Umum

 Menghindari kontak dengan alergen penyebab

 Meningkatkan sistem imun tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang

bergizi

 Jika pilek dan batuk segera berobat ke dokter

 Kontrol rutin dan minum obat secara teratur

 Sedapat mungkin membersihkan rumah dari debu, menghindari pakaian yang

digantung di kamar.

 Jangan memasukkan hewan peliharaan ke dalam rumah

 Cuci sprei, selimut, dan sarung bantal secara berkala dengan air hangat

2. Khusus

Cefixime 2x100 mg PO

Lapifed 2x1 PO

Loratadine 2x1 PO

Metilprednisolon 2x1 PO

7
1.7 Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Functionam : ad bonam

Quo ad Sanationam : dubia ad malam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI HIDUNG

Hidung dibagi menjadi 2:

1. EXTERNAL

Bagian eksternal hidung sebagian besar tersusun atas kartilago. Ukuran dan

bentuk hidung sangat bervariasi dikarenakan perbedaan kartilagonya. Dorsum

hidung memanjang dari bagaian root hidung ke apeks atau ujung hidung.

Permukaan inferior hidung terdapat pembukaan yang disebut dengan nares atau

nostril yang dilingkupi secara lateral oleh alae. Bagian superior dari tulang hidung

termasuk root dilapisi oleh kulit yang tipis. Kulit yang menutupi bagian kartilago

hidung dilapisi oleh kulit yang tebal yang mengandung banyak kelenjar sebaseus.

Kulit yang memanjang ke dalam vestibule hidung memiliki banyak rambut-

rambut halus (vibrissae). vibrissae mempunyai fungsi untuk menyaring partikel-

partikel debu dari udara yang masuk nasal cavity.

Terdiri dari supporting framework of bone dan hyaline cartilage tang ditutupi oleh

otot dan kulit oleh membrane mucosa.

 Bony framework

Dibentuk oleh tulang frontal, nasal dan maxilla

 Cartilaginous framework

9
Flexible karena terdiri dari pliable hyaline cartilage,

Terdiri dari : - septal cartilage : pada bagian anterior nasal septum

- lateral nasal cartilage : pada inferior to nasal bone

- alar cartilage : membentuk bagian dari dinding nostril

 permukaan anterior dari external hidung, yang membuka 2 adalah nareas

anterior, yang dipisahkan oleh septum nasi

 Septum nasi, berupa tulang dan sebagian tulang rawan

Komponennya : - lamina perpendicularis, membentuk bagian atas dari

septum nasi

- vomer : tulang tipis yang melanjutkan lamina

perpendicularis os. Etmoidalis ke bawah,membentuk

bagian postinferior se[tim nasi, bagian yang berhubungan

dengan lamina perpendicularis dengan cartilage septum

nasi.

2. INTERNAL

10
a. Tulang  kedua os nasale, processus frontalis maxillae, pars nasalis ossis

frontalis.

b. Tulang rawan  2 cartilagines nasi laterales, 2 cartilagines alares, 1

cartilagines septi nasi.

 Pada permukaan inferior terdapat 2 lubang yaitu nares anterior yang terpisah satu

dari yang lain oleh septum nasi.

 Septum nasi

Sebagian berupa tulang dan sebagian lagi berupa tulang rawan.

Membagi cavitas nasi menjadi 2 rongga kanan dan kiri.

Terdiri dari:

a. Lamina perpendicularis ossis ethmoidalis  membentuk bagian atas

septum nasi.

b. Vomer  membentuk bagian posteroinferior septum nasi.

c. Cartilago septi nasi

11
 Cavitas nasi

Dapat dimasuki lewat nares anterior berhubungan dengan nasofaring melalui

kedua choana.

Dilapisi oleh membrane mukosa kecuali vestibulum nasi dilapisi oleh kulit.

- 2/3 inferior membrane mukosa  area respiratori

- 1/3 superior membrane mukosa  area olfactory.

Batas-batas

- Atap  dibedakan 3 bagian frontonasal, ethmoidal, sphenoidal.

- Dasar  processus palatines maxillae dan lamina horizontal ossis

palatine.

- Dinding medial  septum nasi.

- Dinding lateral  concha nasalis.

12
 Concha nasalis

Dibagi menjadi concha nasalis superior, media, dan inferior.

Membagi cavitas nasi menjadi 3 lorong, yaitu:

a. Meatus nasalis superior

- Sebuah lorong sempit antara concha nasalis superior dan media.

- Tempat bermuaranya sinus ethmoidalis superior melalui 1 atau lebih

lubang.

b. Meatus nasalis media

- Bagian anterosuperior berhubungan dengan infundibulum (jalan

penghantar ke sinus frontalis) melalui duktus frontonasalis.

- Sinus maxillaries juga bermuara ke meatus ini.

c. Meatus nasalis inferior

- Sebuah lorong horizontal yang terletak inferolateral terhadap concha

nasalis inferior.

- Ductus nasolacrimalis bermuara di bagian anterior meatus ini.

13
 Vaskularisasi dan Persarafan

a. Perdarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui:

- Cabang arteri sphenopalatina, arteri ethmoidalis anterior, arteri palatine

major, arteri labialis superior (area Kiesslbach), arteri ethmoidalis

posterior, rami lateralis arterial facialis.

- Plexus venosus menyalurkan darah kembali ke vena sphenopalatina, vena

facialis, vena ophthalmica.

b. Persarafan

- 2/3 inferior membrane mukosa  nerve nasopalatinus cabang maxillary.

- Bagian anterior  nerve ethmoidalis anterior cabang nerve nasociliaris

yang merupakan cabang ophthalmica.

14
- Dinding lateral cavitas nasi  melalui rami nasals nervi maxillary, nerve

palatines major, nerve ethmoidalis anterior.

15
2.2 HISTOLOGI HIDUNG

 Vestibulum

Pada permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan keringat,

selain rambut tebal pendek/ vibrissa, yang mrnahan dan menyaring partikel-

partikel besar yang ikut udara inspirasi udara.

Epitel tidak berlapis tanduk beralih menjadi epitel respirasi.

 Fossa nasal

Konka media dan inferior  epitel respirasi.

Konka superior  epitel olfactorius.

 Membran mukosa

Mukosa respiratori

- Dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis semu yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel-sel goblet.

- Bagian yang lebih sering terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan

kadang-kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel squamosa.

- Mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh

palut lender pada permukaan (dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel

goblet).

- Terdapat silia  dengan gerakan silia yang teratur, palut lender di dalam

kavum nasi akan di dorong kea rah nasofaring.

- Di bawah epitel terdapat tunika propia yang banyak mengandung

pembuluh darah, kelenjar mukosa, dan jaringan limfoid.

16
Mukosa olfactorius

- Dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis semu dan tidak bersilia.

- Epitel ditunjang 3 macam sel yaitu sel penunjang, sel olfactory, dan sel

basal.

- Berwarna coklat kekuningan.

Menyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah

mengembang dan mengerut.

2.3 FISIOLOGI HIDUNG

 Hidung memiliki beberapa fungsi yaitu

1. Sebagai jalan napas.

2. Pengatur kondisi udara dengan mengatur kelembaban udara (dilakukan oleh

palut lendir) dan mengatur suhu.

3. Sebagai penyaring dan pelindung rambut, silia, dan palut lender.

17
4. Indra penghidu.

5. Resonansi suara.

6. Proses bicara  pada pembentukan konsonan nasal (m,n, ng) rongga mulut

tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal  bersin.

 Fungsi paranasal sinus:

1. Sebagai pengatur kondisi udara  sebagi ruang tambahan untuk memanaskan

dan mengatur kelembaban udara inspirasi.

2. Sebagai penahan suhu  penahan panas, melindungi orbita dan fossa serebri

dari suhu rongga hidung yang beruba-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala  mengurangi berat tulang muka.

4. Membantu resonansi suara  mempengaruhi kualitas suara.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara  pada waktu bersin atau

membuang ingus.

6. Membantu produksi mucus  efektif untuk membersihkan partikel yang turut

masuk dengan udara inspirasi.

2.4 RHINITIS ALERGI

2.4.1 Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama,

18
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan

alergen yang spesifik tersebut ( Von Pirquet, 1986)

Definisi menurut WHO ARIA

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinorea, rasa gatal dan

tersumbat setelah mukosa terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E

2.4.2 Epidemiologi

a. Jenis kelamin

anak-anak, laki-laki > perempuan

dewasa, laki-laki = perempuan

b. Umur

Anak-anak rata-rata umur 8-11 tahun

Rinitis alergi muncul pada semua usia. Pada 80% kasus muncul pada umur 20

tahun.

Prevalensi rhinitis alergi dilaporkan lebih dari 40% pada anak, menurun seiring

usia

2.4.3 Etiologi

Berdasarkan masuknya alergen dibagi atas:

1. Alergen inhalan: masuk bersamaan dengan udara pernapasan.

2. Alergen ingestan: masuk melalui saluran cerna melalui makanan.

19
3. Alergen injektan: masuk melalui suntikan atau tusukan.

4. Alergen kontaktan: masuk melalui kontak kulit/jaringan mukosa.

Alergen

a. Alergen inhalan

Alergen yang masuk melalui dengan udara pernapasan contoh debu tungau ( D.

Pteronyssinus), kecoa, serpihan epitel binatang ( kucing, anjing), rerumoutan dan

jamur

b. Alergen Ingestan

Alergen yang masuk ke saluran cerna berupa susu, coklat, ikan laut, udang, dan

kacang-kacangan.

c. Alergen Injektan

Alergen yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin atau

sengatan lebah

d. Alergen Kontaktan

Alergen yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa , misalnya bahan

kosmetik, dan perhiasan.

2.4.4 Klasifikasi

1. Rinitis Alergi Musiman

2. Rinitis alergi sepanjang tahun

 Menurut WHO ARIA

20
1. Intermitten ( kadang-kadang)

2. Persisten/ menetap

 Tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi :

1. Ringan

Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,

berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang - Berat bila terdapat satu atau lebih gangguan tersebut diatas.

2.4.5 Diagnosis

1. Gejala

 Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya :

a. Serangan bersin berulang

b. Keluar ingus (rhinorhea) yang encer dan banyak

c. Hidung tersumbat

d. Hidung dan mata gatal

21
e. Kadang-kadang mengeluarkan air mata (lakrimasi)

 Gejala spesifik lain pada anak ialah :

a. Allergic shine.

b. Allergic salut.

c. Allergic crease.

d. Facies adenoid.

e. Cobblestone appearance

f. Geographic tongue

2. Pemeriksaan fisik

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat

atau livid di sertai adanya secret encer yang banyak. Bila gejala persisten,

mukosa inferior tampak hipertrofi.

22
3. Pemeriksaan penunjang

A. In vitro

Pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test).

IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme

Linked Immuno Sorbent Assay Test).

Eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan

Jika basofil (>5sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan

Jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

B. In vivo

Uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point

Titration/SET), SET dilakukan untuk allergen inhalan

Untuk alergi makanan, dilakukan Provocative Dilutional Food Test (IPDFT)

2.4.6 Penatalaksanaan

Umum :

1. Menghindari kontak dengan alergen penyebab

2. Meningkatkan sistem imun tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi

23
3. Jika pilek dan batuk segera berobat ke dokter

4. Kontrol rutin dan minum obat secara teratur

5. Sedapat mungkin membersihkan rumah dari debu, menghindari pakaian yang

digantung di kamar.

6. Jangan memasukkan hewan peliharaan ke dalam rumah

7. Cuci sprei, selimut, dan sarung bantal secara berkala dengan air hangat

Khusus :

1. AntiHistamin

A. Generasi 1 ( klasik )

Difenhidramin/Klorfeniramin

Alpara 500 mg 3x1

b. Generasi 2 ( non sedatif )

Loratadine/fexofenadine/ Cetirizine

Cetirizine 10 mg 2x1

2. Dekongestan

Rhinofed 3x1/ oral ( maksimal 5 hari )

24
3. Suplemen

Vitamin B , Vitamin C

5. Immunoterapi

Pembentukkan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode

imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sublingual.

2.4.7 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering :

1. Polip hidung

2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak

3. Rinosinusitis

25

Anda mungkin juga menyukai