Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

OTOMIKOSIS DAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Disusun Oleh:

Ahmed Reza 1102019248

Syifa Khusnul Khotimah 1102016213

Pembimbing:

dr. Jon Prijadi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

RSUD KABUPATEN BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

7 JUNI – 27 JUNI 2021


BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Usia : 47 tahun
Alamat : Sukatani, Bekasi
Jenis Kelamin : laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tanggal Pemeriksaan : 8 Juni 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 8
Juni 2021 pukul 11.00 di Poliklinik THT RSUD Kabupaten Bekasi.

Keluhan Utama
Telinga kanan terasa gatal sejak 3 hari SMRS dan keluar cairan dari telinga
kanan

Keluhan Tambahan
Banyak kotoran dan gangguan pendengaran pada telinga kanan sejak 3 hari
SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Tn. M datang ke poli THT RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
telinga kanan terasa gatal sejak 3 hari SMRS. Keluhan tersebut disertai
dengan telinga terasa penuh, pendengaran berkurang dan banyak terdapat
kotoran pada telinga kanan. Keluhan nyeri, bengkak, kemerahan,
berdenging pada telinga dan nyeri kepala disangkal.

2
Pasien terdapat riwayat keluar cairan dan kurang pendengaran pada
telinga kanan sejak 2008. Pasien mengatakan cairan keluar tiba-tiba dan
diikuti gangguan pendengaran, pasien tidak mengingat apakah sering batuk
pilek sebelum keluhan terjadi. Dikatakan oleh dokter untuk rutin kontrol 6
bulan sekali tetapi pasien baru kontrol setelah 10-12 bulan sekali saat pasien
merasa ada keluhan. Pasien merasakan telinga berdenging, sakit
tenggorokan, dan keluar cairan bening sampai kekuningan pada telinga
kanan apabila pasien lama tidak kontrol ke dokter THT.
Pasien mengatakan tidak pernah membersihkan telinga dengan cotton
bud dan berenang setelah terdapat keluhan kurang pendengaran sejak 2008.
Riwayat demam, batuk, pilek sebelumnya disangkal. telinga kiri, hidung,
dan tenggorokkan tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien pernah mengalami nyeri di telinga pada tahun
2008. Pasien tidak ingat apabila sebelum sakit telinga ini didahului dengan
sakit batuk pilek. Riwayat gula darah tinggi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat gula darah
tinggi pada keluarga disangkal.

Riwayat Penggunaan Obat


Pasien mendapatkan obat untuk cuci telinga dan salep setiap kali
kontrol tetapi pasien jarang menggunakannya.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Respirasi : 16 x/menit
 Suhu : 36,5°C
 SpO2 : 99%
 Status Lokalis
 Kepala : Normocephal, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
RCL/RCTL (+/+), pupil bulat, isokor
 Leher : pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-), leher bengkak
atau hiperemis (-)
 Thorax
Pulmo : suara nafas vesikuler pada kedua paru, rhonki (-),
wheezing (-)
Jantung : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)

IV. STATUS LOKALIS THT


Telinga

Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Preaurikula  Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

4
 Radang tumor Tidak ada Tidak ada
 Trauma Tidak ada Tidak ada
 Nyeri tekan Ada Tidak ada
 Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
 Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Aurikula
 Trauma Tidak ada Tidak ada
 Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

 Edema Tidak ada Tidak ada


 Hiperemis Tidak ada Tidak ada
 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Retroaurikula
 Sikatrik Tidak ada Tidak ada
 Fistula Tidak ada Tidak ada

 Fluktuasi Tidak ada Tidak ada

 Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada


 Kulit Hiperemis (+) Hiperemis (-)
 Sekret Ada Tidak ada
Canalis
 Serumen Tidak ada Tidak ada
Acusticus
 Edema Tidak ada Tidak ada
Externus
 Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

 Kolesteatoma Tidak ada Tidak ada

 Hifa Ada Tidak ada

 Bentuk Normal
Tidak dapat
 Warna Putih
Membran dinilai
 Intak Intak
Timpani (perforasi)
 Cahaya Terlihat cone of
light pada jam 7

Tes Pendengaran

Pemeriksaan Auris

5
Dextra Sinistra
Tes Bisik Tidak dilakukan
Tes Rinne Positif Positif
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
Tes Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

Hidung

Nasal
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Keadaan  Bentuk
Normal Normal
Luar  Ukuran
 Mukosa Normal Normal
 Sekret Tidak ada Tidak ada

 Krusta Tidak ada Tidak ada

 Concha inferior Tidak hipertrofi Tidak hipertrofi


Tidak ada septum Tidak ada
 Septum
Rhinoskopi deviasi septum deviasi
Anterior Tidak ada Tidak ada
 Polip/tumor
 Pasase udara

Baik Baik
Rhinoskopi  Mukosa Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Posterior  Choana
 Sekret
 Torus tubarius
 Fossa rossenmuller

6
 Adenoid

Mulut dan Orofaring

Bagian Kelainan Keterangan


Mulut  Mukosa mulut Hiperemis
 Lidah Tidak deviasi

 Palatum mole gigi Dalam batas normal

 Geligi Berlubang , karies

 Uvula
Tidak ada deviasi
 Halitosis
Tidak ada
Tonsil  Mukosa Tidak hiperemis
 Besar T1-T1

 Kripta Tidak ada

 Detritus Tidak ada


Tidak ada
 Perlengketan

Faring  Mukosa Hiperemis (-)


 Granulasi Tidak ada

 Post nasal drip Tidak ada

Laring  Epiglotis Tidak dilakukan


 Kartilago
Aritenoid

7
 Plica ariepiglotika
 Plica vestibularis
 Plica vocalis
 Rima glottis
 Trakea

Bagian Kelainan Keterangan


Maxillofacial Bentuk
Tidak ditemukan kelainan
Parese N. Cranialis

Leher

Bagian Kelainan Keterangan


Leher  Bentuk Bentuk normal, trakea berada di tengah
 Massa Tidak terdapat massa

 Nyeri tekan Nyeri tekan (-)

 Hiperemis (-)

V. RESUME
Tn. M, usia 47 tahun, datang dengan keluhan pendengaran telinga
kanan berkurang sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai dengan telinga kanan
terasa gatal dan banyak kotoran telinga. Terdapat riwayat kurang
pendengaran pada telinga kanan sejak 2008, tetapi pasien jarang kontrol dan
memakai obat.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada telinga kanan nyeri tekan
tragus, CAE hiperemis, serta terdapat sekret dan hifa, dan membrane
timpani telinga kanan perforasi.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Otomikosis

8
2. Otitis media supuratif kronis
3. Otitis eksterna
4. Otitis media efusi

VII. DIAGNOSIS KERJA


Otomikosis AD
Otitis media supuratif kronis AD

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN


 Biomikroskopi
 Kultur sekret

IX. PENATALAKSANAAN
 Non Medikamentosa
Ear toilet dengan H2O2 3% 3-4 x sehari
 Medikamentosa
Clotrimazole ear drop 1% 2 x 1 AD
Ofloxacin ear drop 0.3%/5ml 2 x 1 AD
 Edukasi
 Tidak membersihkan telinga dengan cotton bud dan pengait besi
 Tetap menjaga telinga agar selalu kering (tidak berenang, setelah
mandi telinga harus segera dikeringkan)
 Kontrol ke dokter dan pemakaian obat yang rutin

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

9
10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI TELINGA

Gambar 1. Anatomi Telinga1

2.1. TELINGA LUAR

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula atau pina), liang telinga (kanalis
akustikus eksterna, dan membrane timpani.

Daun Telinga

Seluruh daun telinga, kecuali lobules dan bagian luar telinga, merupakan
selembar kartilago fibroelastik berlekuk-lekuk yang dilapisi oleh perikondrium
serta kulit. Daerah insisura terminalis (bagian di antara tragus dengan krus heliks)
dan daerah lobules tidak mengandung tulang rawan.

Liang Telinga

Panjang liang telinga mulai dari dasar konka sampai ke membrane timpani
yaitu 20-24 mm. Batas-batas liang telinga: di bagian medial adalah membrane
timpani, di superior berupa fossa-kranii media, di posterior berupa sel-sel mastoid
(air cells dan n. fasialis, di inferior adalah kelenjar parotis, di anterior berupa sendi
temporomandibular, di postero-superior bagian dalan liang telinga berbatasan
dengan antrum mastoid.2

11
Liang telinga dibagi atas dua bagian, yaitu bagian tulang rawan dan bagian tulang.

Bagian tulang rawan, terdapat sepertiga luar liang telinga (6 – 8 mm) dan
merupakan lanjutan dari tulang rawan daun telinga. tulang rawan ini dilapisi kulit
tebal yang mengandung kelenjar serumen dan kelenjar pilosebasea yang
menghasilkan serumen. Pada liang telinga bagian luar tumbuh rambut.2

Bagian tulang merupakan dua pertiga bagian dari dalam liang telinga (14 –
16 mm). kulit yang melapisi tulang liang telinga tipis dan berlanjut ke permukaan
membrane timpani. Tidak ada rambut dan serumen di bagian kulit ini. Di
sepertiga bagian dalam liang telinga, ada penyempitas pada bagian tulang liang
telinga yang disebut ismus.2

2.2. TELINGA TENGAH

Telinga tengah terdiri dari: membran timpani, kavum timpani, prosesus


mastoideus, dan tuba eustachius.

Gambar 2. Penampang Telinga Tengah3

Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini panjang vertical
rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya
rata-rata 0,1 mm.2

12
Membran timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka
bawah tampak refleks cahaya (cone of light).2
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian:
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang
tegang dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian
tulang dari tulang temporal.2
2. Pars flasida atau membran Shrapnell,
Terletak dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa.2
Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang n.
aurikulotemporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam
disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal.2
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani
anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari
arteri aurikula posterior.2

Gambar 3. Penampang Membran Timpani4

13
Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu: bagian atap,
lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.2

Gambar 4. Kavum Timpani4

Kavum timpani terdiri dari:


1. Tulang-tulang pendengaran
a. Malleus (hammer/martil).
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-
tulang pendengaran. kepala terletak pada epitimpanum, sedangkan leher
terletak dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat
didalam membrane timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-
serabut tunika propria. 2

14
Gambar 5. os malleus5
b. Inkus (anvil/landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus (corpus) dan 2 kaki yaitu: prosesus
brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus
membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5
mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5
mm.2
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju
antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju
ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan
suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan
dengan kepala dari stapes.2

Gambar 6. os incus5
c. Stapes (stirrup/pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti
sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri
dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki (foot

15
plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum
anulare.2
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada
permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian
leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang
melengkung dari pada posterior.2

Gambar 7. os stapes5

2. Dua otot.
Terdiri dari: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius)
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm
diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor
timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka
kearah liang telinga sehingga disebut semikanal.2
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Kerja m.stapedius
menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior
basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan
meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.2

3. Saraf korda timpani.


Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani
dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik

16
yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula
melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut
perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.2

4. Saraf pleksus timpanikus.


Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus
dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik
disekitar arteri karotis interna. Pada nervus petrosus superfisial minor,
yang mengandung serabut-serabut parasimpatis dari N. IX. Saraf ini
meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran yang kecil dibawah m.
tensor timpani kemudian menerima serabut saraf parasimpatik dari N. VII
dengan melalui cabang dari ganglion genikulatum. 2

Tuba Eustachius
Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan
nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah,
depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah
17,5 mm.

Gambar 8. perbandingan penampang tuba auditori pada bayi dan dewasa5

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu:


1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

17
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya
sekret dari nasofaring ke kavum timpani.

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA OTOMIKOSIS

3.1. DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI OTOMIKOSIS


Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga yang terjadi karena
adanya Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, atau Candida albicans.
Otomikosis terjadi karena kelembaban yang tinggi pada daerah yang terinfeksi.6
Otomikosis dapat dijumpai di berbagai wilayah di dunia, umumnya
prevalensi otomikosis terkait dengan wilayah demografis dengan tingkat
kelembaban yang tinggi di daerah tropis dan subtropis yang mempunyai derajat
kelembaban yang tinggi sekitar 70-80% dengan suhu udara sekitar 15-30° C.7

3.2. ETIOLOGI OTOMIKOSIS


Spesies jamur yang paling sering dijumpai pada penderita otomikosis
adalah Aspergillus flavus (42,4%), A. niger (35,9%), A. fumigatus (12,5%), A.
candidus (7,1%), A. terreus (1,6%), dan Paecilomyces variotii (0,5% ). Faktor
predisposisi dari otomikosis adalah individu yang tinggal di daerah kelembaban
tinggi, infeksi telinga kronis, penggunaan minyak, obat tetes telinga, steroid,
renang (telinga basah merupakan predisposisi infeksi jamur), infeksi jamur lain
yang ada di dalam tubuh seperti dermatomikosis, status immunocompromised,
kekurangan gizi pada anak-anak, perubahan hormonal menimbulkan infeksi
seperti yang terlihat selama menstruasi atau kehamilan, pasien yang menjalani
mastoidektomi rongga terbuka. Faktor lainnya adalah penggunaan cotton bud
yang tidak steril. Cara membersihkan telinga yang tidak higienis ini menyebabkan
berkembangnya infeksi jamur di saluran telinga dan juga dapat merusak kulit
yang terlindungi dari masuknya infeksi sebagai pertahanan pertama.1,7,8

3.3. PATOGENESIS OTOMIKOSIS

Kemungkinan kolonisasi jamur lebih besar di permukaan luar telinga


karena permukaan ini memiliki daerah lembab dengan ph yang sesuai untuk
mikroba. Pengamatan klinis dan pengujian mikrobiologi harus mengetahui

19
organisme penyebab infeksi yang tepat. Sebelumnya diperkirakan hanya jamur
yang bertanggung jawab untuk otomikosis tetapi penelitian lebih lanjut
menunjukkan hubungan bakteri dengan infeksi ini. Pseudomonas aeruginosa dan
hubungan staphylococcus aureus telah terlihat dengan otomikosis. Osguthorpe et
al 2011 melaporkan 10% asosiasi jamur dengan kondisi primer juga telah diamati
melalui pemeriksaan otoskopi bahwa pertumbuhan fuzzy hitam pada serumen
dapat menyebabkan sedikit tuli karena obstruksi saluran pendengaran eksternal.
Dan di antara spesies candida candida albicans terlihat lebih terkait dengan
otomikosis. otomycosis invasif lebih sering disebabkan oleh A. fumigatus
daripada A. Niger.9

3.4. DIAGNOSIS OTOMIKOSIS

Gejala
Penyumbatan telinga dan nyeri bisa menjadi gejala pertama. Hal ini bisa
jadi karena akumulasi kolonisasi mikroba dan penyumbatan yang mengarah pada
rasa sakit. Beberapa gejala lain juga terlihat seperti keputihan, gatal, dan otalgia.
Meskipun, gejala-gejala ini sama sekali tidak spesifik untuk infeksi jamur.
Awalnya pruritis tidak nyaman ringan dengan eritema terlihat kemudian pada
stadium sedang nyeri meningkat dengan eritema edema & sekret seropurulen.
Dalam kondisi parah dapat menyebabkan rasa sakit yang parah dengan gangguan
pendengaran karena obstruksi saluran telinga1,9

Pemeriksaan Fisik
Otoskopi adalah instrumen yang membantu dalam diagnosis otomikosis.
Otoskop memiliki cahaya, lensa pembesar, dan bagian penglihatan berbentuk
corong, yang digunakan untuk memeriksa saluran telinga dan gendang telinga.
Massa jamur mungkin tampak putih, coklat atau hitam dan telah disamakan
dengan selembar kertas saring basah. Diperiksa dengan otoskop, A. niger tampak
sebagai pertumbuhan filamen berkepala hitam, A. fumigatus sebagai biru pucat
atau hijau dan Candida sebagai deposit putih atau krem. Kulit daging tampak
basah, merah dan edema. 1,9

20
Gambar 9. Otomycosis10

Pemeriksaan Penunjang
Biomikroskopi adalah prosedur pemeriksaan jaringan dengan mikroskop.
Infeksi jamur Aspergillus dapat diperiksa dengan adanya konidiofor dalam kasus
spora aspergillus tetapi ketika jamur pada tahap hifa maka tidak dapat diambil
pada saat swabbing karena hifa tertanam kotoran telinga dan kotoran telinga. Jadi
diagnosis yang tepat adalah suatu keharusan dan lesi tidak boleh diabaikan dan
dapat mencegah paparan antibiotik yang tidak perlu.1,9

3.5. TATALAKSANA OTOMIKOSIS

Non Medikamentosa

Perawatan terdiri dari ear toilet menyeluruh untuk menghilangkan semua kotoran
dan debris epitel yang kondusif untuk pertumbuhan jamur. Bisa dilakukan dengan
cara disuntik, suction atau dipel.

Medikamentosa

Agen antijamur tertentu dapat diterapkan. Nistatin (100.000 unit/mL propilen


glikol) efektif melawan Candida. Agen antijamur spektrum luas lainnya termasuk
klotrimazol dan povidon iodin. Asam salisilat dua persen dalam alkohol juga
efektif. Ini adalah agen keratolitik yang menghilangkan lapisan superfisial

21
epidermis, dan bersamaan dengan itu, miselia jamur tumbuh ke dalamnya.
Pengobatan antijamur harus dilanjutkan selama seminggu bahkan setelah
penyembuhan yang nyata untuk menghindari kekambuhan. Telinga harus tetap
kering. Infeksi bakteri sering dikaitkan dengan otomikosis dan pengobatan dengan
preparat antibiotik/steroid membantu mengurangi peradangan dan edema sehingga
memungkinkan penetrasi agen antijamur yang lebih baik.1

3.6. PROGNOSIS OTOMIKOSIS

Jika pengobatan otomikosis tidak dilakukan dengan benar maka ada


kemungkinan kekambuhan. Seiring dengan itu, meningkatnya kasus resistensi
antijamur menjadi salah satu penyebab kekambuhan. sehingga pengobatan dan
tindak lanjut yang memadai harus dilakukan untuk mencegah invasi infeksi jamur.
Tinjauan komprehensif ini bertujuan untuk menciptakan kesadaran tentang
otomikosis dan manajemennya.9

22
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

4.1. DEFINISI
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga
tengah dengan adanya perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. OMSK di dalam masyarakat Indonesia
dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair.11

4.2. EPIDEMIOLOGI
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling
banyak ditemukan di negara berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi.

Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat


OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di

antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.


Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.

4.3. ETIOLOGI
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran
bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui
tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus
auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus,
B.coli dan aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus
viridans (Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan
pneumococcus). Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah

23
Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus
aureus 25%.11

4.4. PATOGENESIS
Pada pasien dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar
dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang
menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi
respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang
dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit dan leukosit. 1 1
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah
bentuk m e n j a d i pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel
goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan Otitis Media ditandai dengan hilangnya
sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel
sederhana.11,12

4.5. KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu:

a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen/tipe benigna)


Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh
adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas
dan keparahan penyakit.11

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang/ tipe maligna)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Kolesteatom
adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari
lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman. Hal ini akan memicu respon imun
lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Zat-

24
zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi
asam oleh pembusukan bakteri.11

4.6. GEJALA KLINIS


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas.12

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.12

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan


berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi koklea.12

3. Otalgia (nyeri telinga)


Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus atau otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

25
berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau
trombosis sinus lateralis.11

4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
menyebabkan keluhan vertigo.12

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:12

a. Adanya abses atau fistel retroaurikular


b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

4.7. DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada
tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.11

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.11

3. Pemeriksaan audiologi

26
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,
sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan. Derajat
ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.12

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran

Normal: -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB

Tuli total: lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi


koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan
tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat
diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah
untuk perbaikan pendengaran. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai
oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala.12

4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak
sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang
berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi
yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini
akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.11

5. Pemeriksaan bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp.11

27
4.8. PENATALAKSANAAN
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.12

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna


a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.12

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif


Prinsip pengobatan OMSK adalah:

1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)


Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.13

2. Pemberian antibiotika:
a. Antibiotik topikal
Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal
agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk
tumbuhnya kuman.13

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah:13

28
1. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.

2. Neomisin

Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.

3. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.13

b. Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.13

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan


ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral. Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.13

Penatalaksanaan OMSK Maligna


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka
insisi abses sebaiknyadilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.13

29
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau
maligna, antara lain:13
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
a. Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang tidak sembuh
konservatif
b. Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi
2. Mastoidektomi radikal
a. Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas
b. Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik
dan mencegah komplikasi ke intrakranial
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
a. Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik
b. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari
rongga mastoid
4. Miringoplasti
a. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang
b. Tujuannya adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMSK tipe benigna dengan perforasi menetap
5. Timpanoplasti
a. Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat
atau OMSK benigna yang tidak bisa dengan konservatif
b. Tujuan untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
a. Dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan jaringan
granulasi yang luas.
b. Tujuan untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal

30
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membrantimpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki
pendengaran.

4.9. KOMPLIKASI13

A. Komplikasi ke telinga tengah:

1. Perforasi membran timpani persisten

2. Erosi tulang pendengaran

3. Paralisis nervus fasial

B. Komplikasi ke telinga dalam

1. Fistel labirin

2. Labirinitis supuratif

3. Tuli saraf (sensorineural)

C. Komplikasi ke ekstradural

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hindrosefalus otitis

31
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan:

Dari rongga telinga tengah ke selaput otak Menembus selaput otak Masuk
kejaringan otak.

4.10. PROGNOSIS
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.13

Keterlambatan dalam penanganan karena sifat acuh dari pasien dapat


menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien
karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.13

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Dhingra, et al. Otomycosis on Disease of Ear, Nose, and Throat; Head


and Neck Surgery 7th Edition. 2018. Elsevier.
2. Mangunkusumo E, et al. Anatomi Telinga Luar dalam Buku Teks
Komprehesif Ilmu THT-KL: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala-Leher.
2020. Penerbit Buku Kedokteran EGC.hal 38 – 39
3. Conductive Hearing Loss [Internet]. Exclusiveaudio.co.za. 2021 [cited 14
June 2021]. Available from:
http://exclusiveaudio.co.za/conductive_hearing_loss.html
4. [Internet]. Ksumsc.com. 2021 [cited 14 June 2021]. Available from:
http://ksumsc.com/download_center/2nd/1-Neuropsychiatry%20block/Fe
male%20group/Anatomy/10-%20Ear.pdf
5. Conductive Hearing Loss [Internet]. Exclusiveaudio.co.za. 2021 [cited 14
June 2021]. Available from:
http://exclusiveaudio.co.za/conductive_hearing_loss.html
6. Hafil A, Sosialisman, dan Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. 2017.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Marlinda L, Sapto H, et al. Otomikosis Auris Dekstra pada Perenang.
2016. Jurnal Medula Unila Vol. 6. P 67-71. Sumber:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/
850/pdf (diakses pada 11 Juni 2016)
8. Anwar K, Gohar MS. Otomycosis: clinical features, predisposing factors
and treatment implications. Pak J Med Sci 2014;30(3):564-567. doi:
http://dx.doi.org/10.12669/pjms.303.4106 (diakses pada 11 Juni 2021)
9. Debta P, Swain S, et al. Otomycosis: A Comprehensive Review. 2020.
Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology, Oct-Dec 2020, Vol.
14, No. 4. Source:
https://www.researchgate.net/publication/346963356_Otomycosis_A_Co
mprehensive_Review (diakses pada tanggal 11 Juni 2021)

33
10. Srethi. Otomycosis [Internet]. 2020. Novena: ENT- Head & Neck Surgery
Specialist Centre. Sumber: https://drsethi.com.sg/otomycosis/ (diakses
oleh 11 Juni 2020)
11. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Otitis Media Supuratif Kronis: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 7, FK UI,
2012.
12. Verhoeff M, van der Veen EL, Rovers MM, Sanders EA, Schilder AG.
Chronic suppurative otitis media: a review. International journal of
pediatric otorhinolaryngology. 2006 Jan 1;70(1):1-2.
13. Dubey SP, Larawin V. Complications of chronic suppurative otitis media
and their management. The laryngoscope. 2007 Feb;117(2):264-7.

34

Anda mungkin juga menyukai