Anda di halaman 1dari 67

MIASTENIA GRAVIS

kelompok 1
Ratu Miranda 1102016182
Reza Rizki R. 1102016186
Salwa Yustika P. 1102016199

Pembimbing :
dr. Edi Prasetyo, Sp.S, M.H
dr. Ida Ratna Nurhidayanti, Sp.S
01
Jelaskan
patofisiologi
terjadinya MG?
Patofisiologi

● Penyebab dan mekanisme secara pasti yang mendasari belum diketahui sepenuhnya.

Transmisi inefekti diikuti


↓ Jumlah Reseptor asetilkolin ↓ potensial endplate dengan ↓ jumlah serabut
(Arch) saraf

Autoimun
Kelemahan
otot

Hanifati S, Estiasari R. Kapita Selekta Kedokteran 2nd Ed. Jakarta : Media Aesculapius, 2018
Apakah anamnesis dan

02
pemeriksaan fisik yang perlu
dilakukan pada pasien dengan
kecurigaan MG? Sebutkan
kelainan yang dapat
ditemukan.
Anamnesis

● Apakah kelopak mata pasien tampak turun/ seperti orang yang mengantuk?
● Apakah terdapat penglihatan ganda/ berbayang?
● Apakah pasien mengalami kesulitan saat tersenyum?
● Apakah pasien merasakan kesulitan saat menelan?
● Apakah keluhan dirasakan semakin memberat?
● Apakah terdapat kelemahan pada tangan dan kaki, jika iya hanya 1 sisi atau keduanya?
● Apakah pasien mengalami bicara pelo?

Panduan praktik klinis neurologi indonesia 2016

Pemeriksaan fungsi saraf kranial departemen neurologi fakultas kedokteran universitas hasanuddin
Pemeriksaan fisik

● Tanda-tanda vital

● Status generalis pada mata didapatkan kelainan berupa pseudoptosis dan diplopia

● Status neurologis:

- Pada ekstremitas dapat ditemukan kelemahan otot

- Terdapat kelainan pada pemeriksaan saraf kranial (III, IV,VI dapat ditemukan ptosis
dan diplopia), dan (X ditemukan kesulitan saat menelan)

Panduan praktik klinis neurologi indonesia 2016

Pemeriksaan fungsi saraf kranial departemen neurologi fakultas kedokteran universitas hasanuddin
A. Kelopak mata tidak simetris,kiri lebih rendah
dari kanan.
B. Setelah menatap 30 detik ptosis semakin
bertambah.

Gambar 1. Ptosis Pada Miastenia Gravis Generalisata

Howard JF. Myasthenia Gravis A Manual for the Health Care Provider. Myasthenia Gravis Foundation of
America 2008.
03
Pada pasien dengan kecurigaan
MG, tentukan diagnosis klinis,
topis, etiologis, dan patologis
pada status neurologis yang
dibuat.
● Diagnosis Klinis : Pseudoptosis
● Diagnosis Topis : Neuromuskular Junction
● Diagnosis Etiologis : Autoimun
● Diagnosis Patologis : Inflamasi
Apa sajakah anjuran pemeriksaan

04
penunjang yang perlu dilakukan
pada pasien dengan kecurigaan
MG? Tuliskan tujuan dan alasan
dilakukan pemeriksaan tersebut?
Sebutkan kemungkinan kelainan
yang dapat ditemukan dan
alasannya
Pemeriksaan Laboratorium
● Anti-asetilkolin reseptor antibodi : hasilnya (+)
● Antistriated muscle (anti-SM) antibodi : hasilnya (+)
● Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies : hasilnya (+)
● Antistriational antibodies : hasilnya (+)
Alasan : untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis dan karena
pada pasien MG terjadi kelainan pada neuromuscular junction.
Terdapat antibodi tidak normal yang menyebabkan asetilkolin tidak
bisa ditangkap oleh reseptor.

PERDOSSI. 2016. Myasthenia Gravis. Panduan Praktik Klinis Neurologi.


Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 2018 .http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 26 Desember 2020
Imaging
● Chest x-ray : untuk mengidentifikasi adanya thymoma pada bagian anterior
mediastinum
● MRI : untuk mendiagnosis miastenia gravis apabila tidak dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari
penyebab defisit pada saraf otak.

Burns et al. Myasthenia Gravis. In Netter`s Neurology2 nd Edition. 2012; 73: 684-702.
Pendekatan Elektrodiagnostik
• Repetitive Nerve Stimulation (RNS) : untuk mendeteksi defek pada
transmisi neuromuscular, karena terdapat penurunan jumlah
reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya
suatu potensial aksi.
• Single-fiber Electromyography (SFEMG) : untuk mendeteksi
adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa
peningkatan jitter dan fiber density yang normal.

Burns et al. Myasthenia Gravis. In Netter`s Neurology2 nd Edition. 2012; 73: 684-702.
05
Apakah tatalaksana
(medikamentosa dan
nonmedikamentosa) yang diberikan
pada pasien MG? Sebutkan tujuan,
dosis, cara kerja, dan efek samping
yang mungkin terjadi.
Medikamentosa

Acetylcholine esterase (AChE) inhibitors Azathioprine


● Pyridostigmine: 15-30 mg setiap 4-6 ● Dosis 50-250 mg/hari
jam, dan dititrasi keatas sesuai
respon pasien. Max. 450 mg/hari
● Cara kerja: menekan sel B dan T
● Tujuan: mengatasi kelumpuhan
● ES: nausea, muntah, kelelahan,
akibat pelemas otot non-
infeksi
depolarisasi
● Cara kerja: menghambat
pemecahan kolinesterase
Corticosteroid
● ES: nyeri perut, diare, hipersaliva, ● Predisone 40-80 mg/hari PO
nausea, dan bradikardi
● Cara kerja: imunomodulasi
● ES: efek glukokortikoid
Non-medikamentosa

Bedah

● Timektomi
● Catatan: tidak
semua pasien
MG tatalaksana
dengan bedah.
Curiga ada:
tumor (timoma)
atau timus tidak
mengecil
Ghilus, N.E.. Myasthenia Gravis. N Engl J Med
2016;375:2570-81.
DOI: 10.1056/NEJMra1602678
SEKIAN DAN
TERIMAKASIH 
HERNIA
NUKLEUS
PULPOSUS
kelompok 2
Disusun oleh:
Rizka Amalia 1102016190
Shintadewi Rachmah S. 1102016206

Pembimbing:
dr. Ida Ratna Nurhidayati, Sp.S
dr. Edi Prasetyo, Sp.S., M.H
1. Apa saja faktor risiko terjadinya HNP?
Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1. Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi.


2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita
3. Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya.

Faktor risiko yang dapat diubah

4. Aktivitas mengangkat benda yang cukup berat dengan posisi awalan yang salah
5. Kebiasaan sikap duduk yang salah dalam rentang waktu yang cukup lama
6. Melakukan gerakan yang salah baik secara sengaja ataupun tidak yang menyebabkan tulang
punggung mengalami penyempitan kebagian tulang bawah seperti mengalami trauma karena
kecelakaan dengan posisi akhir dalam keadaan duduk atau membungkuk.
4. Kelebihan berat badan (obesitas).

Yudhiono, N.F., Herliana, A. and Fitriyani, F., 2017. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Hernia Nukleus Pulposus Menggunakan Forward Chainning Berbasis Web.
Jurnal Kajian Ilmiah, 17(3).

Fithri, A.N., 2017. Gambaran Faktor Risiko pada Pasien Hernia Nukleus Pulposus di RSUP. H. Adam Malik pada Tahun 2015.
2. Apakah anamnesis yang menunjukkan adanya kecurigaan HNP pada
pasien?
1. Di manakah lokasi nyeri? Apakah nyeri menjalar? Apakah nyeri bertambah berat jika sedang
beraktivitas?
2. Apakah nyeri dirasakan seperti rasa tersetrum atau kesemutan?
3. Apakah nyeri lebih berat apabila mengejan / berbatuk?
4. Apakah dengan perubahan posisi dapat mengurangi rasa nyeri?
5. Apakah terdapat kelemahan pada bagian kaki?
6. Apakah terdapat gangguan BAK dan BAB?
7. Sejak kapan nyeri dirasakan?

Yusuf, AW. 2017. Hubungan antara derajat HNP dengan derajat nyeri punggung bawah di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.

Jennie, M. (2006). Hernia Nukleus Pulposus lumbalis. In Nyeri Punggung bawah (pp. 48-53). Semarang: Badan Penerbit universitas
Diponegoro.
2. Apakah anamnesis yang menunjukkan adanya kecurigaan HNP pada
pasien?

8. Apakah lutut dan tumit dapat digerakkan secara spontan? bagian kanan dan kiri kekuatannya
sama atau tidak?

9. Apakah pasien lebih sering beraktivitas dengan posisi duduk?

10. Apakah nyeri bertambah sakit apabila ditekan pada daerah punggung?

11. Apakah sebelumnya pernah mengalami gejala seperti ini?

12. Apakah memiliki riwayat trauma pada bagian punggung ?

Yusuf, AW. 2017. Hubungan antara derajat HNP dengan derajat nyeri punggung bawah di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.

Jennie, M. (2006). Hernia Nukleus Pulposus lumbalis. In Nyeri Punggung bawah (pp. 48-53). Semarang: Badan Penerbit universitas
Diponegoro.
● Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan yang serupa? Sudah diobati? Dengan obat apa?

Alasan: untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu terhadap keluhan pasien

● Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah di keluargajuga mengalam keluhan yang serupa? Sudah diobati? Dengan obat apa?

Alasan: untuk mengetahui riwayat penyakit keluarga terhadap keluhan pasien

● Riwayat Kebiasaan?

○ Apakah sering mengangkat beban berat?

○ Apakah ada trauma?

○ Apakah merokok?

○ Apakah lebih sering beraktivitas dengan posisi duduk?


3. Apakah pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan
HNP? Sebutkan kelainan yang dapat ditemukan

1. Tanda - Tanda Vital:


● Tekanan darah:
● Nadi:
● Pernapasan:
● Suhu:
1. Status Generalis
● Kesadaran umum
● Kepala
● Thorax
● Abdomen
● Ekstremitas
3. Apakah pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan
HNP? Sebutkan kelainan yang dapat ditemukan

3. Pemeriksaan Motorik
● Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi
panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
● otilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
4. Pemeriksaan Sensoris
● Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
● Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
5. Pemeriksaan Neurologi
● Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT) dan Laseque menyilang
● Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari kaki (L5).
3. Apakah pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan
HNP? Sebutkan kelainan yang dapat ditemukan
● Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1).
○ Tes dorsofleksi : penderita jalan di atas tumit
○ Tes plantarfleksi : penderita jalan di atas jari kaki
● Test retensi urin dan anastesia di perineum
● Tes provokasi : tes valsava dan naffziger untuk menaikkan tekanan intratekal.
● Tes kernique
● Ankle Jerk Reflex : mengetahui adanya penjepitan nervus di tingkat kolumna vertebra L5-S1
● Knee Jerk Reflex : mengetahui adanya penjepitan Nervus di tingkat kolumna vertebra L2,3,4
● Pemeriksaan ROM : untuk mengetahui derajat nyeri, function laesa, atau untuk memeriksa ada/ tidaknya
penyebaran rasa nyeri

Sidharta, Priguna. 2006. Sakit Pinggang. Dalam : Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum. Edisi III. Cetakan kelima. Jakarta : PT Dian Rakyat. h
203-205
4. Pada pasien dengan kecurigaan HNP, tentukan diagnosis klinis, topis,
etiologis, dan patologis pada status neurologis yang dibuat.

Klinis : Nyeri punggung, parestesi

Topis : Annulus fibrosus discus intervertebralis lumbal 4-5

Etiologis : Trauma, degeneratif

Patologis : Herniasi
5. Apa sajakah anjuran pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan
kecurigaan HNP? Tuliskan tujuan dan alasan dilakukan pemeriksaan tersebut? Sebutkan
kemungkinan kelainan yang dapat ditemukan dan alasannya .
● Magnetic Resonance Imaging (MRI)

alasan : Magnetic Resonance Imaging merupakan standard baku emas untuk HNP dan dan dapat mendeteksi
dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf atau medulla spinalis oleh fragmen diskus. Dapat mendeteksi
perubahan abnormal pada vertebra. kemungkinan kelainan yang dapat terlihat : gambaran bulging diskus
(anulus intak), herniasi diskus (anulus robek)

● Foto polos lumbosacral

alasan : Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis seperti proses metastasis dan
fraktur kompres. Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus intervertebralis pada HNP fase lanjut,
sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit.
Yudhiono, N.F., Herliana, A. and Fitriyani, F., 2017. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Hernia Nukleus Pulposus Menggunakan Forward Chainning Berbasis Web.
Jurnal Kajian Ilmiah, 17(3).
HNP STAGES
6. Apakah tatalaksana (medikamentosa dan nonmedikamentosa) yang
diberikan pada pasien HNP? Sebutkan tujuan, dosis, cara kerja, dan efek
samping yang mungkin terjadi.
Non medikamentosa :

1. Bedrest
2. Penghangatan dan melembabkan
3. Membatasi latihan yang memberatkan
4. Latihan dan fisioterapi pada otot dan syaraf yang cedera
5. Pasien tirah baring

Tursinawati, Y., Tajally, A. and Kartikadewi, A., 2017. BUKU AJAR: Sistem Syaraf
medikamentosa :

1. Pelemas otot seperti cyclobenzaprine

untuk mengobati spasme otot lokal yang disebabkan oleh trauma atau regangan otot. dosis :5 mg tiga
kali sehari per oral, dinaikan bila perlu sampai 10 mg,3 kali sehari selama 2-3 minggu. cara kerja :
mengurangi aktivitas serat Ia yang mengeksitasi saraf motorik primer atau meningkatkan aktivitas
inhibisi saraf interneuron. efek samping : mengantuk, pusing

Setiawati Arini dan Gan Sulitia. 2012. Pelumpuh otot dan Pelemas otot •Dalam buku farmakologi dan terapetik FKUI. Gunawan S,
Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth(eds). Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 111-112
2. Analgetik dan NSAID

Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga mempercepat
kesembuhan. cara kerja : menghambat enzim siklooksigenase.

Contoh analgetik :Aspirin Tramadol (325-650 mg,oral tiap 3 jam. efek samping : mual,gastritis ),NSAID :
Natrium diklofenak (100-150 mg sehari terbagi dua dosis, efek samping : mual, gastritis)

Wilmana P Freddy dan Gan Sulitia. 2012. analgesik-antipiretik,analgesik anti-inflamasi non steroid, dan obat gangguan
sendi lainnya Dalam buku farmakologi dan terapetik FKUI. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth(eds). Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 230-240
3. Analgetik ajuvan

Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan
neuropatik. Cara kerja: Mempengaruhi bahan kimia dan saraf di tubuh yang terlibat dalam penyebab
kejang dan beberapa jenis nyeri.

Contohnya : Gabapentin (300 mg PO hari ke-1, 300 mg PO 2 kali hari ke-2, 300 mg PO 3 kali hari ke-3,
dosis max 100 mg dibagi dalam 3 dosis. efek samping: ataksia, pusing, mengantuk, kelelahan, demam,
gangguan nistagmus, keadaan sedasi, dan infeksi virus)

Wilmana P Freddy dan Gan Sulitia. 2012. analgesik-antipiretik,analgesik anti-inflamasi non steroid, dan obat gangguan
sendi lainnya Dalam buku farmakologi dan terapetik FKUI. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth(eds). Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 230-240
Terapi operatif:
Indikasi terapi operatif:
1. Distectomy
1. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
2. Percutaneus distectomy
2. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada
3. Laminotomy
gejala nyeri yang tersisa, atau ada gangguan
4. Spinal fusion dan sacroilliac joint fusion
fungsional setelah terapi konservatif diberikan
selama 6 sampai 12 minggu.
3. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala
yang dialami pasien menyebabkan
keterbatasan fungsional kepada pasien.
4. Terapi yang diberikan kurang terarah dan
berjalan dalam waktu lama.

Fithri, A.N., 2017. Gambaran Faktor Risiko pada Pasien Hernia Nukleus Pulposus di RSUP. H.
Adam Malik pada Tahun 2015.
7. Apakah edukasi yang perlu diberikan pada pasien dengan
HNP?

a. Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot, seperti berlari dan berenang.

b. Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat yang benar.

c. Tidur di tempat yang datar dan keras.

d. Hindari olahraga / kegiatan yang dapat menimbulkan trauma

e. Kurangi berat badan.

Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148
Daftar Pustaka
Yudhiono, N.F., Herliana, A. and Fitriyani, F., 2017. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Hernia Nukleus Pulposus Menggunakan Forward
Chainning Berbasis Web. Jurnal Kajian Ilmiah, 17(3).

Fithri, A.N., 2017. Gambaran Faktor Risiko pada Pasien Hernia Nukleus Pulposus di RSUP. H. Adam Malik pada Tahun 2015.

Yusuf, AW. 2017. Hubungan antara derajat HNP dengan derajat nyeri punggung bawah di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.

Jennie, M. (2006). Hernia Nukleus Pulposus lumbalis. In Nyeri Punggung bawah (pp. 48-53). Semarang: Badan Penerbit universitas Diponegoro.

Sidharta, Priguna. 2006. Sakit Pinggang. Dalam : Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum. Edisi III. Cetakan kelima. Jakarta : PT Dian Rakyat. h
203-205

Tursinawati, Y., Tajally, A. and Kartikadewi, A., 2017. BUKU AJAR: Sistem Syaraf

Wilmana P Freddy dan Gan Sulitia. 2012. analgesik-antipiretik,analgesik anti-inflamasi non steroid, dan obat gangguan sendi lainnya
Dalam buku farmakologi dan terapetik FKUI. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth(eds). Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
230-240

Setiawati Arini dan Gan Sulitia. 2012. Pelumpuh otot dan Pelemas otot •Dalam buku farmakologi dan terapetik FKUI. Gunawan S, Setiabudy
R, Nafrialdi, Elysabeth(eds). Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 111-112

Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148
GULLAIN BARRE
SYNDROME
KELOMPOK 3
SHADRINA SAFIRA 1102016201
SHIVA FAIRUZ 1102016207
SONY SEPTIAWAN 1102016208
1. Jelaskan patofisiologi terjadinya GBS?
◦ Patofisiolonginya belum diketahui secara pasti namun diguga disebabkan oleh respon imun abnormal pada
suatu infeksi yang menyebabkan kerusakan saraf perifer

Infeksi Campylobacter Infiltrasi sel Demielinasi Hambatan konduksi


Respon autoimun
jejuni, Zika virus, Influenza mononuclear segmental karena gangguan
virus limfositik dan impuls
makrofag

Dimachkie, M. M., & Barohn, R. J. (2013). Guillain-Barré syndrome and variants. Neurologic clinics, 31(2), 491–510. https://doi.org/10.1016/j.ncl.2013.01.005
2. Apakah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang perlu
dilakukan pada pasien kecurigaan GBS? Sebutkan kelainan
yang dapat ditemukan
Anamnesis

◦ Apakah terdapat rasa kesemutan/baal pada kedua tungkai?

◦ Apakah terdapat kelemahan pada kedua tungkai?

◦ Apakah keluhan dirasakan semakin menjalar?

◦ Apakah keluhan dirasakan semakin memberat?

◦ Apakah terdapat demam 2 minggu sebelum keluhan dirasakan?

◦ Apakah terdapat gangguan BAB/BAK?

PERDOSSI. 2016. Sibdrom Guillain Barre (GBS). Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal 213-215
Wahyu F. 2018. Guillain-Barre Syndrome: Penyakit langka beronset Akut yang Mengancam Nyawa. Medula
Pemeriksaan Fisik

◦ Tanda Vital

◦ Status Generalis

◦ Status Neurologis
◦ Pemeriksaan saraf kranial : parese N.III, N. V, N.VI, N.VII, N.IX, N.X

◦ Motorik: kelemahan anggota gerak (simetris dan ascendens, hiporefleksi atau arefleksi)

◦ Sensorik: parastesia

◦ Otonom: retensi urin

PERDOSSI. 2016. Sibdrom Guillain Barre (GBS). Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal 213-215
Wahyu F. 2018. Guillain-Barre Syndrome: Penyakit langka beronset Akut yang Mengancam Nyawa. Medula
3. Pada pasien dengan kecurigaan GBS, tentukan diagnosis
klinis, topis, etiologis, dan patologis pada status neurologis
yang dibuat
◦ Diagnosis klinis: Paralisis, paresthesia, disestesia pada ekstremitas
◦ Diagnosis topis: selubung myelin, akson
◦ Diagnosis etiologi: autoimun
◦ Diagnosis patologis: dieliminasi segmen fokal, dieliminasi akson, dieliminasi segmental
4. Apa sajakah anjuran pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan pada pasien dengan kecurigaan GBS?

1. Laboratorium: untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi


• LED: (normal/sedikitmeningkat)
• Darah tepi: ditemukan leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke
bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit.
Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis
• Pemeriksaan serum Kreatinin Kinase, untuk evaluasi fungsi ginjal, biasanya normal
ataumeningkatsedikit.
• Pemeriksaan Immunoglobulin: peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM,
akibatdemielinasisaraf pada kultur jaringan.
2. MRI Lumbosacral: untuk menyingkirkan diagnosisbanding lain Memperlihatkan
penebalan pada radiks kauda equina dengan peningkatan pada gadolinium
3. Lumbal Pungsi: untuk mengetahui apakah ada infeksi pada saraf pusat Khas
ditemukan adanya kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah
sel (disosiasisitoalbumik)
4. Electromyogram (EMG): untuk merekam kontraksi otot dan pemeriksaan
kecepatan hantarsyaraf Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih
dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya
pada akhir minggu kedua.

PERDOSSI. 2016. Sibdrom Guillain Barre (GBS). Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
BMJ. Guillain–Barré syndrome. 2016
Apakah tatalaksana (medikamentosa dan nonmedikamentosa) yang diberikan pada pasien GBS? Sebutkan
tujuan, dosis, cara kerja, dan efek samping yang mungkin terjadi.

◦ Terapi diberikan apabila pasien tidak bisa jalan 10 meter secara mandiri.

◦ Pasien dengan kelemahan progresif cepat atau gejala lain seperti disfungsi otonom, kegagalan bulbar dan
gangguan pernapasan juga perlu diberikan medikasi.

◦ Obat diberikan dalam jangka waktu 2 minggu setelah gejala kelemahan dan 4 minggu pada pasien
dengan pertukaran plasma. Diluar waktu ini, pengobatan tidak efektif.
Medikamentosa
1. IVIG (Intravena Immunoglobulin)
◦ Tujuan: Terapi pengganti IgG
◦ Dosis: 0,4 g/kgBB sehari selama 5 hari
◦ Cara Kerja: Menghambat pengikatan antibodi pada GQ1b
◦ Efek Samping: Efek samping ringan berupa nyeri kepala ringan, demam, menggigil dan kelelahan
sedangkan efek samping berat dapat berupa nyeri dada, muntah, atralgia dan sakit kepala berat.
Medikamentosa
◦ 2. Plasma exchange
◦ Tujuan: Menyingkirkan antibodi yang membahayakan tubuh
◦ Dosis: 200-250 ml plasma/ kgbb dalam 5 sesi
◦ Cara kerja: plasma darah yang sudah disaring dibuang kemudian diganti kembali dengan sel darah merah
dan plasma.
◦ Efek Samping: hipotensi, demam dengan menggigil, mual, reaksi alergi.
NON MEDIKAMENTOSA
◦ Beberapa program rehabilitasi untuk membantu mengurangi disabilitas pada fase awal penyembuhan dan
untuk mengembalikan fungsi motorik dan sensorik. Program dapat berupa: range and motion exercise,
sepeda statis, latihan berjalan dan kekuatan

Leonhard, S.E., Mandarakas, M.R., Gondim, F.A.A. et al. Diagnosis and management of


Guillain–Barré syndrome in ten steps. Nat Rev Neurol 15, 671–683 (2019).
https://doi.org/10.1038/s41582-019-0250-9
Bobati SS, Naik KR. Therapeutic Plasma Exchange - An Emerging Treatment Modality in
Patients with Neurologic and Non-Neurologic Diseases. J Clin Diagn Res. 2017;11(8):EC35-
EC37. doi:10.7860/JCDR/2017/27073.10480
Carpal Tunnel Syndrome
kelompok 4

Rewianza Nandi W 1102016185


Rislamia Oktafiani 1102016189

Pembimbing:
dr. Ida Ratna Nurhidayati, Sp.S
dr. Edi Prasetyo, Sp.S., MH
1. Apakah saraf yang terlibat pada CTS? Jelaskan dan kaitkan dengan anamnesisyang
dilakukan pada pasien.

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


merupakan neuropati akibat
tekanan terhadap nervus medianus
di dalam terowongan karpal pada
pergelangan tangan, tepatnya di
bawah fleksor retinakulum.

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
Identitas = Nama, usia dan tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, cekat tangan,
tanggal dan waktu masuk RS.

KeluhanUtama dan RPS


◦Apakah ada keluhan kebas pada jari tangan terutama pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah?
serta sebagian jari manis? (untuk mengetahui keluhan yang sesuai dengan nervus medianus)
◦Apakah ada nyeri di tangan dan lengan terutama pada malam hari? (untuk mengetahui tanda
khas CTS.)
◦Apakah terjadi perbaikan apabila tangan dipijat atau di gerakkan atau meletakkan tangan di
posisi lebih tinggi?(untuk mengetahui tanda khas keluhan CTS.)
◦Apakah ada keluhan kesulitan menggenggam? Sejak kapan? Adakah pemicu sebelum keluhan
muncul? (untuk mengetahui tanda khas keluhan CTS.)

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
Riwayat Penyakit Dahulu
◦ Apa pasien memiliki penyakit sendi? (untuk mengetahu faktor risiko rhematoid
artritis)
◦ Apakah pasien memiliki riwayat DM ? (untuk mengetahui faktor risiko neuropati
diabeticum)
Riwayat PenyakitKeluarga
◦ Apakah ada riwayat diabetes? ( untuk mengetahui faktor risiko neuropati
diabeticum)
◦ Apakah ada riwayat penyakit sendi? (untuk mengetahui faktor risiko rheumatoid
artritis)

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
Riwayat Kebiasaan
◦Apakah sering menggunakan tangan yang berulang dan dalam waktu lama
dalam melakukan pekerjaan sehari-hari?
◦Bagaimana pola konsumsi makanan sehari-hari?
◦Bagaimana aktivitas fisik sehari-hari?apa jenis olahraga yang dilakukan?

Alasan : Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya CTS

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
2. Apakah pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan CTS?
Sebutkan kelainan yang dapat ditemukan
PF
◦Vital sign
◦Status generalis
◦tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:
● Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosis CTS.
● Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis.
PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
● Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
● Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosis CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit
Raynaud.
● Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
● Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dinamometer.

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
● Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini
menyokong diagnosis CTS.
● Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti
CTS, tes ini menyokong diagnosis.
● Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosis.

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
● Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik
(two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus
medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosis
● Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah
inervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis CTS.
● Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah tes yang
patognomonis untuk CTS.

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
3. Pada pasien dengan kecurigaan CTS, tentukan diagnosis klinis, topis, etiologis,
dan patologis pada status neurologis yang dibuat.

◦Diagnosis klinis : hipoestesi digiti I, II, III


◦Diagnosis topis : N. Medianus
◦Diagnosis etiologis : Terjepit N. Medianus
◦Diagnosis patologis : Neuropati perifer
4. Apa sajakah anjuran pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien
dengan kecurigaan CTS? Tuliskan tujuan dan alasan dilakukan pemeriksaan
tersebut? Sebutkan kemungkinan kelainan yang dapat ditemukan dan alasannya

● Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang


positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak
dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS.
Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS
akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya
gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari
masa laten motorik.

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
● Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada
penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk
menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. Ultrasonografi (USG), CT-scan dan
MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan
untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang
sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome.

• Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan
tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah ,
kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
5. Ada berapa macam grading CTS? Kaitkan dengan tatalaksana
(nonmedikamentosa dan medikamentosa). Sebutkan tujuan, dosis, cara kerja, dan
efek samping yang mungkin terjadi.

GRADING
◦Grade 0 (normal): Kecepatan konduksi sensorik (SCV) di atas50 m / s dan
amplitudo ≥5 μV dengan latensi motor distal (DML) ≤4.2 ms, amplitudo ≥5 mV dan
kecepatan konduksi motor (MCV) ≥50 m / s.
◦Grade I (awal) : SCV antara 45 dan50 m / s daridigit III dan latensi puncak ganda
di digit IV adalah> 0,5 msdenganDML ≤4,2 ms dan amplitudo sensorik dan
motorik normal > 5 (sensorik dalam μV dan motorik dalam mV).

Hirani S. 2019. A study to further develop and refine carpal tunnel syndrome (CTS) nerve conduction grading tool. BMC Musculoskeletal
Disorder.https://doi.org/10.1186/s12891-019-2928-y
◦Sensorik Ringan (Tingkat 2) : SCV berada antara 40 dan 44,9 m/s dari angka III
dengan amplitudo sensorik normal dan nilai motorik yang disebutkan di Tingkat 0.
◦Motor Sensorik Ringan (Grade 3) : SCV antara 40 dan 44.9 m/s dari digit III
dengan amplitudo sensorik normal disebutkan dalam Grade 0, DML ≥ 4.2 ms
dengan amplitudo motor normal.
◦Sensorik Sedang (Tingkat 4) : SCV kurang dari 40 m/s daridigit III dengan
amplitudo sensorik normal dan nilai motorik normal yang disebutkan di Tingkat 0.

Hirani S. 2019. A study to further develop and refine carpal tunnel syndrome (CTS) nerve conduction grading tool. BMC Musculoskeletal
Disorder.https://doi.org/10.1186/s12891-019-2928-y
◦Motor Sensorik Sedang (Tingkat 5) : SCV kurangdari 40m/s dari digit III dengan
amplitudo sensorik normal, DML ≥4.2 ms dengan amplitudo motor normal.
◦Motor Sensorik Parah(Tingkat 6) : potensi sensorik dari digit III dan digit II tidak
ada atau <3 μV di kedua digit III dan II dengan SCV <30 m/s, DML ≥4.2 ms, MCV
lambatataunormal.
◦Motor Sensorik Sangat Berat (Tingkat 7): di mana potensi sensorik dan motorik
tidak ada dan respons hanya dapat dicatat dari lumbrical ke-2, di mana lumbrical
median lebih panjang dibandingkan dan amplitudo rendah ke lumbrical ulnaris.
◦Lengkap(Tingkat 8): di mana potensi sensorik dan motorik tidak ada dan respons
tidak dapat dicatat dari median lumbrical ke-2 tetapi dapat di catat dari lumbrical
ulnaris ke-2.
Hirani S. 2019. A study to further develop and refine carpal tunnel syndrome (CTS) nerve conduction grading tool. BMC
Musculoskeletal Disorder.https://doi.org/10.1186/s12891-019-2928-y
Tatalaksana
Non medikamentosa
◦Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.
Alasan: Imobilisasi
◦Nerve Gliding: yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan latihan dari ekstremitas
atas dan leher didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer
dirancang untuk gerakan.
Alasan: Latihan mudah dilakukan oleh pasien

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome . Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Hal20-25
Tatalaksana
Medikamentosa
◦Injeksi steroid
Deksametason 1-4 mg/ml diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan
menggunakan jarum no.23 atau 25. Suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10
hari untuk total tiga atau empat suntikan.
Alasan: untuk meringankan gejala
◦Vitamin B6 (piridoksin) 100-300 mg/hari selama 3 bulan
Alasan: Salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka
menganjurkan pemberian piridoksin.
◦Vitamin b12
PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal20-
25
6. Apakah edukasi yang perlu diberikan pada pasien dengan CTS?

Berperan aktif dalam pengobatan


◦Mengurangi gerakan tangan
◦Pekerjaan : penerapan prinsip ergonomi pada pekerjaan (peralatan, prosedur dan
lingkungan, jangka waktu bekerja, menggunakan APD untuk membatasi pergerakan
pergelangan tangan).
◦Melakukan peregangan dan latihan isometric untuk memperkuat otot pergelangan
tangan.

PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Hal20-25
PERDOSSI, 2016. Carpal Tunnel Syndrome. Panduan Praktik Klinis Neurologi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal20-25

Hirani S. 2019. A study to further develop and refine carpal tunnel syndrome (CTS)
nerve conduction grading tool. BMC Musculoskeletal
Disorder.https://doi.org/10.1186/s12891-019-2928-y

Anda mungkin juga menyukai