Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No RM : 173091-2019
Tanggal Lahir : 31 Desember 1955
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Marital : Duda
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Gondangsari 2/5 Rowoboni Banyubiru Kab. Semarang
Ruang Rawat : Mawar / Kelas II
Tanggal masuk : 24 Juni 2019
Tanggal keluar : 2 Juli 2019 (9 hari perawatan)

II. DATA DASAR


Alloanamnesis dilakukan kepada anak pasien pada tanggal 30 Juni 2019 (hari
perawatan ke-8).

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran, gelisah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Ambarawa pada hari
senin tanggal 24 Juni 2019 pukul 15.15 WIB atas rujukan dari klinik karena tidak
sadar dan terlihat gelisah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut anak
pasien, pasien ditemukan sudah terbaring di lantai karena jatuh pada hari kamis 20
juni 2019 dini hari ketika anak pasien baru pulang bekerja. Anak pasien mencoba
berinteraksi dengan pasien tetapi pasien tidak merespon apapun. Tubuh pasien
terasa kaku dan lemah. Keadaan tersebut membuat keluarga pasien membawa
pasien ke klinik terdekat dan pasien sempat menjalani rawat inap di klinik tersbut

1
selama 3 hari tetapi kondisi pasien tidak mengalami perbaikan. Pasien sesekali
menggerakan tangan atau kaki kirinya, tetapi tubuh bagian kanan tidak mengalami
gerakan apapun. Pasien juga tampak sesak napas karena terdapat ritme napas yang
cepat dan berat. Sebelum jatuh, anak pasien mengatakan bahwa ayahnya tidak
memiliki keluhan kesehatan apapun dan terlihat sehat-sehat saja. Anak pasien juga
mengakui bahwa ayahnya jarang bahkan hampir tidak pernah menjalani kontrol
rutin kesehatan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Menurut anak pasien, pasien terbilang jarang sakit dan tidak memiliki
riawayat penyakit apapun. Sekalipun sakit, pasien hanya menderita flu dan batuk
yang bisa sembuh dengan obat warung atau puskesmas.
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat kolesterol : disangkal
 Riwayat penyakit diabetes : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Menurut anak pasien, kakak pasien pernah ada yang menderita stroke dan
meninggal karena stroke. Adik pasien juga ada yang menderita hipertensi. Namun,
kedua orang tua pasien yang telah meniggal dunia dilaporkan tidak memiliki
riwayat hipertensi maupun stroke.
 Riwayat hipertensi : ada
 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat stroke : ada

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi


Pasien memiliki 3 orang anak, yaitu 1 anak perempuan dan 2 anak laki-laki.
Pasien hanya tinggal berdua bersama anak ke-3 nya karena istri pasien telah
meninggal dunia karena diabetes dan kedua anak pasien yang lainnya sudah
berkeluarga dan memiliki rumah sendiri. Pasien bekerja sebagai petani yang sehari-
harinya menggarap sawah dan berkebun mencari yang bisa dijual. Pekerjaan pasien

2
tersebut hanya untuk mengisi waktu luang karena anak-anak pasien sudah melarang
pasien bekerja karena sudah tua. Pasien tidak merokok dan jarang minum kopi.

Anamnesis Sistem:
Sistem neurologis : tidak ada gerakan anggota tubuh bagia kanan
Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : sesak napas
Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
Sistem integumen : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan

Resume Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 63 tahun datang diantar keluarga ke IGD RSUD
Ambarawa tanggal 24 Juni 2019 pukul 15.15 WIB atas rujukan klinik dengan
keluhan tidak sadar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sempat dirawat
inap di klinik selama 3 hari, namun tidak ada perbaikan. Menurut keluarga, pasien
sebelumnya ditemukan sudah terbaring di lantai akibat jatuh pada kamis dini hari
tanggal 20 Juni 2019 dalam keadaan tidak sadar dan tidak merespon ketika diajak
berinteraksi. Sebelum jatuh, keadaan pasien baik-baik saja dan tidak ada keluhan
kesehatan apapun. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Pasien memiliki
riwayat keluarga yaitu, kakaknya yang meninggal akibat stroke dan adiknya yang
menderita hipertensi. Selama keadaan tidak sadar, pasien sesekali menggerakkan
anggota tubuh bagian kiri tetapi anggota tubuh kanan tidak mengalami gerakan
apapun. Pasien juga tampak sesak napas karena terdapat ritme napas yang cepat dan
berat. Pasien bukan perokok atau penggemar kopi. Pasien jarang kontrol rutin
kesehatan.

DISKUSI I

Dari hasil data alloanamnesis ditemukan adanya penurunan kesadaran


mendadak yang dialami pasien setelah diduga terjatuh sebelumnya. Penyebab
penurunan kesadaran sangat beragam, dan dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit, seperti stroke, epilepsi, radang otak/infeksi organ lainnya, gagal ginjal,

3
penyakit jantung, paru, gangguan elektrolit. Pada pasien terlihat kondisi cenderung
mengarah ke stroke.

STROKE

1. Definisi

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

2. Epidemiologi

Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke


mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir
setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat
stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark
serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan
43% pada usia 85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat
di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah
(16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi
stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah
didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi
12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat
hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke
bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan
dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring
dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada
tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012).

4
3. Faktor Risiko
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai
berikut (Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit
diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat
kontrasepsi hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah, dll

4. Klasifikasi
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik

5
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)

5. Patofisiologi
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh
darah otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
(Sjahrir, 2003).
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression

6
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan
melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi,
hilangnya homeostasis ion sel,asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas (Sherki dkk,
2002).

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.


(Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy
in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev.
54:271-284)
Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang
paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi,
sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami

7
pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya.
Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik
tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang
melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut.
Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim,
adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal
di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 %
adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di
daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan
pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan
patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis
fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,
peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating
arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek

8
penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin
besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul
karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis
(Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

6. Manifestasi Klinis

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2
hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian
otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
 Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba
 Muntah
 Pandangan ganda
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
 Kesulitan menelan
 Kesulitan menulis atau membaca

9
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik
 Kelemahan pada anggota gerak

7. Diagnosis

Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik


atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah
ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai
fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia, alamat,
status pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan untuk
mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri.
Pada kinan (cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri
sehingga jika ada lesi di hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara
atau afasia. Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada
kiri dan 40% berada di kanan, sehingga gangguan bicara tidak menonjol karena
masih terkompensasi.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke
dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam
penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu
awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak. Ada 3 hal yang harus
disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi yang terjadi, onset,
dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90%
anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke

10
iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan penurunan
kesadaran.
Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang
mencakup gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada anggota
gerak menandakan adanya gangguan fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati
rasa / baal berhubungan dengan fungsi sensorik. Untuk mengetahui adanya
gangguan otonom dapat ditanyakan tentang alvi, uri, dan hidrosis. Adanya
inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN. Bicara pelo
dan mulut mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika
makan atau minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel
berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika
anamnesis pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu
perlu ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan sebelum
terjadi serangan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombus atau embolus.
Pada pasien stroke iskemik dengan penyebab trombus, serangan biasanya
terjadi saat pasien sedang beristirahat atau saat aktivitas ringan yang tidak
meningkatkan kerja jantung. Kelemahan anggota gerak yang terjadi bersifat
progresif, semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien stroke
iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi saat pasien sedang
beraktivitas berat yang meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki
dan menuruni tangga, atau emosi yang meningkat. Kelemahan anggota gerak
yang tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
 Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai
gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara berurutan
 Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
 Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi,
peningkatan TTIK)
 Sifat dan beratnya serangan
 Lokasi dan penyebarannya

11
 Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
 Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan
aktivitas apa saja)
 Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu
sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong, mengompol,
baal)
 Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
 Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan
 Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan
yang sama
 Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa
 Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang
telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita

 Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

12
 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
II. Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk
mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan
berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan
adanya keterlibatan infeksi.
 Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
 Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang
telah ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
 GCS
 Pupil
 Tanda rangsang meningeal
 Nervus cranialis
 Fungsi motorik
 Fungsi sensorik

13
 Fungsi otonom
 Gait dan koordinasi

III. Pemeriksaan Penunjang


Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis,
preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan
laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras
dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold
standard yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada
stroke hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya
hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto
thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang
umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks
AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.

 Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan iskemik

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb,


profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa
(GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-
dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk

14
menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan
differential count. Semakin tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin
buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena
stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu keadaan yang
menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup.
Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus
diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3
mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke
dan derajat hiperglikemia (Habib, dkk, 2001; Martin, dkk, 1987) :
1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami
metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan
menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan
terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada
keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah iskemik akan
dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak atau
pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya
glukosa ke dalam sel.
2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter
glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan
neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate akan merangsang
saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi. Dalam keadaan
hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan
merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang berlebihan
bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi
glutamate dan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi
neuron pasca sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.
3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan
terjadi peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan
terjadinya kerusakan neural.
Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya leukositosis
relatif. Prognosis buruk jika ada leukositosis relatif. Sitokin yang dilepaskan
oleh sel yang iskemik akan memanggil leukosit yang berada di marginal pool

15
dan leukosit matur di sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi. Leukosit sendiri
dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih luas pada daerah yang mengalami
kerusakan tersebut karena menyumbat mikrovaskularisasi, vasokontriksi, dan
infiltrasi ke sel neuron dan mengeluarkan enzim hidrolitik, pelepasan lipid, dan
radikal bebas. Peningkatan leukosit pada keadaan ini disebut leukositosis
reaktif, yakni terdapat peningkatan kadar leukosit di dalam darah tanpa disertai
dengan adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to right) maupun ke kiri
(shift to left).
Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :
1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis klinis
dapat berupa suatu sindrom.
Gejala Awal Stroke Perdarahan Stroke Iskemik
Gejala Peningkatan TIK Muncul pada awal Dapat muncul kemudian,
-Nyeri Kepala serangan atau tidak muncul
-Penurunan Kesadaran
-Muntah Menyemprot
-Pandangan Ganda
Gejala Lateralisasi Dapat muncul Muncul pada awal
-Kelemahan anggota gerak kemudian, atau tidak serangan
sesisi muncul
-Baal sesisi
-Otonom (BAB, BAK,
keringat)

2. Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada stroke
iskemik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari korteks atau
subkorteks. Jika lesi terdapat di korteks, kelemahan pada satu sisi anggota
gerak berbeda nilainya. Pada bagian yang dipersarafi oleh daerah yang
mengalami kerusakan, nilai motorik lebih berat dibanding bagian yang lain.

16
Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik pada satu sisi anggota gerak
sama.
Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat
berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat
diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis,
pasien mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan
subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda rangsang
meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak
ditemukan kelainan tersebut.
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke iskemik,
dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Penyebab tersebut dapat
diketahui dari anamnesis yang telah dilakukan. Untuk membedakannya
dilihat dari kelemahan anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan
pasien sebelum serangan. Pada stroke hemoragik, penyebabnya yaitu pecah
/ ruptur pembuluh darah.
4. Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi,
yaitu iskemik atau hemoragik.

8. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat
diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan
utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Stabilisasi hemodinamik
 Mencegah peningkatan tekanan intrakranial

17
 Mengendalikan kejang
 Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
 Manajemen tekanan darah
 Manajemen glukosa darah
 Manajemen kejang
 Terapi trombolitik
 Neurosurgical intervention
 Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :
 Antiagregasi trombosit
 Statin
 Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
 Neuroprotektor
 Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :
 Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
 Neuroprotektor
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
 Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya
yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah
rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9
mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu
dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini
mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga
hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat
penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang
cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas

18
darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis
15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah
naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah
dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
 Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko
untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi
atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard
baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin
dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai
1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat
molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari
ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis
hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR
pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2
x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain
aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol
dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat
dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
 Proteksi neuronal/sitoproteksi

19
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
 CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya
radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu
neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane
Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien
stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama
14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang
bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
 Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4
x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr
peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke
12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
 Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50
cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang
bermakna.
 Statin
Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti
oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari
arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide
Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti
oksidan.

20
2. Stroke Hemoragik
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam
Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah
terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti
pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg
& 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan
prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom
dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
 Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
 Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada
pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya
diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
 Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama
21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan
per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah
terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah
iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila
terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter
diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central
venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan
peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg
menggunakan dopamin.
 Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh
darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi
adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia

21
Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor  tak dioperasi
Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan
walaupun kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)
 operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang  tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka
 operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak  operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc
 operasi

22
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan
neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka
 operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam)
atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt
&Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).

 Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
 Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke :
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur

III. DIAGNOSIS SEMENTARA


Diagnosis Klinis : penurunan kesadaran, kelemahan anggota tubuh kanan
Diagnosis Topik : Hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : - Vascular: stroke infark dd stroke hemoragik

23
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan saat di IGD:
 GCS : E2M4V2
 Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan darah : 149/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 50x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 30x/menit, regular
- Suhu tubuh : 37,2°C
IV.1 Pemeriksaan Umum (30 Juni 2019)
o GCS : E1M3V1
o Tanda-Tanda Vital:
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 75x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 35x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,7°C
IV.2 Status generalis
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut.
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku
kuduk (+), burdzinski I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø
3mm/3mm, refleks cahaya (+ melambat/+), refleks kornea (+/+)
Telinga : AD/AS: Bentuk telinga normal, serumen (+), membran timpani
sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)
Hidung : Bentuk hidung normal. Deviasi (-) Sekret (-) Napas cuping hidung
(-)
Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi
(-), sianosis (-).

24
Thoraks
Pulmo :
 Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi: VBS (+/+), ronkhi (+/+),wheezing (-/-)

Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra
 Perkusi : Batas kiri bawah: ICS IV linea axillaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis dekstra
 Auskultasi : BJ I dan II (+), murmur (-) sistolik, gallop (-).
Abdomen :
1. Inspeksi : Datar, supel.
2. Auskultasi: Bising usus (+), normal
3. Perkusi : Timpani di semua regio abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien ttb, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : CRT <2 detik, sianosis (-), akral hangat (+)

IV.2 Status Psikiatri


Tingkah Laku : tidak bisa dinilai
Orientasi : tidak bisa dinilai
Kecerdasan : tidak bisa dinilai
Daya Ingat : tidak bisa dinilai

IV.3 Status Neurologis


a. Saraf Kranialis

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri


N. I. Olfaktorius Daya penghidu Tidak dinilai Tidak dinilai

25
Daya penglihatan Tidak dinilai Tidak dinilai
N. II. Optikus Pengenalan warna Tidak dinilai Tidak dinilai
Lapang pandang Tidak dinilai Tidak dinilai
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerakan mata ke atas Sulit dinilai Sulit dinilai
N. III.
Gerakan mata ke bawah Sulit dinilai Sulit dinilai
Okulomotor
Ukuran pupil 3mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya + +
Strabismus divergen - -
N. IV. Troklearis Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
Menggigit Sulit dinilai Sulit dinilai
Membuka mulut Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensibilitas muka Sulit dinilai Sulit dinilai
N. V. Trigeminus
Refleks kornea + +

Trismus - -
Gerakan mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai
N. VI. Abdusen
Strabismus konvergen Sulit dinilai Sulit dinilai
Kedipan mata - -
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut dbn dbn
Mengerutkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
N. VII. Fasialis
Menutup mata + +
Meringis Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggembungkan pipi Sulit dinilai Sulit dinilai
Daya kecap lidah 2/3 ant Sulit dinilai Sulit dinilai
Tidak Tidak
Mendengar suara bisik
dilakukan dilakukan
N. VIII. Tidak Tidak
Tes Rinne
Vestibulokoklearis dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
Tes Schwabach
dilakukan dilakukan

N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan


Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dinilai
Reflek Muntah Tidak dinilai

N. X (VAGUS) Keterangan
Reflek muntah Tidak dinilai

26
Bersuara Sulit dinilai
Menelan Sulit dinilai

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Sulit dinilai
Sikap Bahu Sulit dinilai
Mengangkat Bahu Sulit dinilai
Trofi Otot Bahu Sulit dinilai

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan


Artikulasi Sulit dinilai
Menjulurkan lidah Sulit dinilai

b. Fungsi Motorik :
1. Kekuatan motorik
Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai Sulit dinilai

2. Tonus
Eutonus Eutonus
Eutonus Eutonus

3. Gerak
Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai Sulit dinilai

4. Trofi
Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi

Refleks Fisiologis
Refleks Biceps - Dbn
Refleks Triceps - Dbn
Refleks ulna dan radialis - Dbn
Refleks Patella - Dbn
Refleks Achilles - Dbn

27
Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
c. Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Rasa nyeri - +
Rasa raba - Sulit dinilai
d. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negative
Kernig sign : negative
Pemeriksaan Brudzinski :
Brudzinski I : negative
Brudzinski II : negative
Brudzinski III : negative
Brudzinski IV : negative

e. Fungsi Vegetatif
Fungsi Vegetatif: BAK (+), BAB (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah lengkap
Hb 14.7 11,5 – 15,5 gr/dl
Ht 44.2 35 - 47%
Eritrosit 6.03 H 3.8– 5,2 juta/µL
MCV 73.2 L 82 – 98 fL
MCH 24,3 L 27 – 32 pg
MCHC 33,2 32 – 37 gr/dL
Trombosit 252000 150.000 – 400.000/µL
Leukosit 12,6 H 3.600 –11.000/µL
Hitung Jenis
Eosinofil 0.04 0.04-0.8 %
Basofil 0.03 0-0.2%

28
Neutrofil 10.11 H 1.8-7.5 %
Limfosit 1.7 25-40 %
Monosit 0.72 0.2-1 %
RDW 14.6 10-18%
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 132 H 74-106 mg/dL
SGOT 144 H 0-50 U / L
SGPT 40 H 0-50 IU/L
Ureum 27 10-50 mg/dL
Kreatinin 0.82 0.62-1.1 mg/dL
HDL direct 45 37-92
LDL-cholesterol 128.6 <150
Asam urat 2,53 2-7 mg/dL
Cholesterol 191 <200 dianjurkan
200-239 resiko sedang
>= 240 resiko tinggi
Trigliserida 87 70-140
Elektrolit
Natrium 129 L 136-146 mmol/L
Kalium 2,6 L 3.5-5.1 mmol/L
Chlorida 92 L 98-108 mmol/L

2. Rontgen Thorax (25 Juni 2019)

Kesan :
-Kardiomegali
-Gambaran bronkopneumonia dd/ proses spesifik

29
3. Head CT Scan (26 Juni 2019)

Gambar. Hasil CT Scan Kepala Axial


Kesan :
-Gambaran intracerebral hemoragik dengan vol. ±59,97 cm3 pada temporalis
sampai corona radiate kiri yang mendesak ventrikel lateralis kiri
-Tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E1M3V1
yang dapat membuktikan bahwa benar ada penurunan kesadaran pada pasien.
Kesadaran pasien termasuk ke dalam sopor yaitu suatu penurunan kesadaran yang
ditandai dengan keadaan mengantuk yang dalam yang hanya dapat dibangunkan
jika dirangsang nyeri. Pada pemeriksaan tanda vital di IGD ditemukan peningkatan
sistolik yaitu 150/80 mmHg, bradikardia 50x/menit, peningkatan frekuensi napas
yaitu 30x/menit, suhu tubuh 37,2°C. Pada pemeriksaan hari perawatan ke-8
didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 75x/menit, frekuensi napas
35x/menit, suhu tubuh 36,8°C. Refleks cahaya dan pupil pasien dalam batas normal.
Pemeriksaan nervus cranialis tidak dapat maksimal karena kondisi pasien yang
tidak sadar. Hasil rontgen thorax didapatkan kardiomegali dan gambaran
bronkopneumonia. Hasil CT scan didapatkan adanya intracerebral hemoragik

30
dengan vol. ±59,97 cm3 pada temporalis sampai corona radiate kiri yang mendesak
ventrikel lateralis kiri. Hasil tersebut menunjukkan adanya stroke hemoragik pada
pasien.

VI. DIAGNOSIS AKHIR


Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra
Diagnosis topis : Hemisfer sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik

VII. TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
 Tirah baring
 Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
- Diagnosis pasien
- Tatalaksana yang akan dilakukan
- Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
2. Medikamentosa
 Inj. Methylprednisolone 3 x 125 mg
 Inj. Citicoline 2 x 500 mg
 Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
 Inj. Methylcobalamin 1 x 1 amp
 Inj. Ceftriaxon 2 x 1 amp
 Inj. Phenytoin 2 x 200
 Inj. Manitol 4 x 125 tapp off
 Inj. Kalnex 3 x 1
 Po sucralfat syr 2 x c1

DISKUSI III
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa. Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring dan
edukasi. Pemberian medikamentosa pada pasien ini sebagai berikut:
1. Methylprednisolone

31
Methylprednisolone adalah suatu glukokortikoid yang merupakan
hormon yang muncul secara alami yang mencegah atau menekan inflamasi
dan respons imun ketika diberikan dalam dosis farmakologis. Pada tingkat
molekuler, glukokortikoid yang tidak terikat mudah melintasi membran sel
dan berikatan dengan afinitas tinggi terhadap reseptor sitoplasma spesifik.
Ikatan ini menginduksi respons dengan memodifikasi transkripsi dan,
akhirnya, sintesis protein untuk mencapai aksi steroid yang dimaksud.
Tindakan tersebut dapat meliputi: penghambatan infiltrasi leukosit di
tempat peradangan, gangguan fungsi mediator dari respon inflamasi, dan
penindasan respon imun humoral. Tindakan antiinflamasi kortikosteroid
dianggap melibatkan protein penghambat fosfolipase A2, yang secara
kolektif disebut lipokortin. Lipokortin mengendalikan biosintesis mediator
ampuh peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien dengan
menghambat pelepasan molekul prekursor asam arakidonat.
Pemberian methylprednisolone telah digunakan sejak abad 19 yang
diketahui baik untuk mengurangi edem serebri vasogenik yang
berhubungan dengan tumor otak baik primer ataupun jenis metastasis,
digunakan juga pada pasien dengan abses otak. Pemberian
methylprednisolone jangka pendek juga dapat mengurangi kerusakan akibat
edema serebri, menurunkan tekanan intracranial dan juga memperbaiki
brain blood barrier atau sawar darah otak.
2. Citicoline
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui
peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik
yang rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga
menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada
pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan
darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif
dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan
mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan
pada pasien yang mengalami gegar otak.

32
3. Ranitidine
Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk
mencegah terjadinya stress ulcer pada lambung karena obat.
4. Methylcobalamin
Methylcobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari vitamin
B12 yang memiliki peran penting terhadap pembentukan sel darah merah,
metabolisme sel tubuh, sel saraf, dan produksi DNA. Suplemen
methylcobalamin digunakan untuk menangani gangguan yang muncul
akibat kekurangan vitamin B12, seperti neuropati perifer dan anemia.
5. Ceftriaxon
Ceftriaxon adalah antibiotiol golongan sefalosporin generasi III,
yaitu sefalosporin yang efektif dalam mengobati infeksi bakteri gram
negatif seperti Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae dan Proteus mirabilis yang tidak menghasilkan enzim
ESBL. ESBL merupakan enzim yang dihasilkan bakteri dan dapat
mengakibatkan antibiotik tidak efektif membunuh bakteri. Sefalosporin
generasi III kurang efektif dalam mengatasi infeksi akibat bakteri kokus
gram positif. Contoh sefalosporin generasi III adalah ceftriaxone,
cefotaxime, cefixime, cefpodoxime, cefditoren, ceftizoxime, cefoperazone,
ceftazidime, dan cefdinir. Khusus untuk ceftazidime, efektif untuk
infeksi Pseudomonas.
6. Phenytoin
Phenytoin adalah obat untuk mencegah dan mengontrol
mengontrol kejang yang umumnya terjadi pada penderita epilepsi. Epilepsi
merupakan penyakit di mana penderitanya mengalami kejang secara
berulang. Kejang itu sendiri terjadi karena adanya gangguan pada sinyal
listrik di dalam otak, sehingga otot-otot tubuh berkontraksi dan
menyebabkan gerak yang tidak terkendali. Phenytoin bekerja dengan
menyeimbangkan aliran listrik tersebut, sehingga secara otomatis
mengurangi kemunculan gejala kejang.
7. Manitol

33
Manitol adalah obat diuretik yang digunakan untuk mengurangi
tekanan dalam kepala (intrakranial) akibat pembengkakan otak serta
menurunkan tekanan bola mata akibat glaukoma. Manitol akan membuat
darah yang akan disaring oleh ginjal menjadi lebih pekat, sehingga
mengganggu fungsi ginjal untuk menyerap air kembali. Hal ini
mengakibatkan tubuh membuang air dalam bentuk urine lebih banyak.
Pembuangan urine yang banyak ini membuat kandungan air di sel otak dan
bola mata juga berkurang, sehingga tekanan menurun.
8. Kalnex
Kalnex adalah obat dengan kandungan Tranexamic acid yang
merupakan golongan obat antifibrinolitik. Tranexamic acid merupakan
jenis obat yang berfungsi untuk mengentikan atau mengurangi pendarahan
yang disebabkan oleh berbagai kondisi. Pada beberapa kondisi, terkadang
bekuan darah yang terbentuk saat proses pembekuan darah tidak dapat
bertahan sehingga pendarahan pun terjadi. Obat ini bekerja dengan cara
menjaga bekuan darah yang sudah terbentuk agar tidak hancur dan
menyebabkan pendarahan terus terjadi.

9. Sucralfate
Sukralfat adalah obat untuk mengobati dan mencegah tukak
lambung serta ulkus duodenum. Sukralfat juga dapat digunakan untuk
mengatasi peradangan pada lambung (gastritis) dan mencegah perdarahan
saluran cerna. Obat ini bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian yang
luka dan melindunginya dari asam lambung yang dapat memperlambat
penyembuhan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed,
Professional communications inc New York, 2002

CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH


Bamford, Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific
treatment of acute ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996;
11; 385 – 429.

Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke


(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006.

Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000;
225 -306.

Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth


Edition. Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.

Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline


Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of


cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.

Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-
6.

Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke.


Lancet 1992, 339: 537-9.

Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York,
1990.

Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan, Surabaya 2002.

World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke


prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.

35

Anda mungkin juga menyukai