Anda di halaman 1dari 67

SEMINAR KASUS

Asuhan Keperawatan Pada Ny. Y dengan Diagnosa


Medis Myasthenia Gravis di Ruang ICU RS Universitas
Airlangga Surabaya
Oleh: Kelompok 3
Pendidikan Profesi Ners
Nama anggota:
Oleh Kelompok C1 Gelombang 1:

1. Nurul Hidayati 132013143015


2. Arinda Naimauz Zahriya 132013143016
3. Sekar Ayu Pitaloka 132013143017
4. Verantika Setya Putri 132013143018
5. Putri Aulia Kharismawati 132013143019
6. Ni Putu Neni Indriyani 132013143020
7. Hanum Amalia Zulfa 132013143021
Latar Belakang
Myasthenia gravis adalah suatu penyakit autoimun disertai gejala kelemahan
dan kelelahan dimana antibodi menurunkan sejumlah resepstor asetilkolin
post sinap pada neuromuscular junction (Osterman, 1979). Myasthenia gravis
merupakan suatu kelainan pada neuromuscular junction yang paling sering
ditemukan, dengan prevalensi 20/100.000 pada populasi yang bervariasi
(Chairunnisa et al., 2016).

MG lebih sering terdapat pada orang dewasa, dapat juga pada anak dan
bisa timbul segera setelah lahir atau sesudah umur 10 tahun. Wanita lebih
sering terkena pada usia dekade kedua atau ketiga dan laki-laki lebih
sering pada usia dekade kelima dan keenam (Pangkahila, 2013).
Dapartemen kesehatan Amerika Serikat mencatat jumlah pasien MG
diestimasikan sebanyak 5 sampai 14 dari 100.000 orang populasi pada
seluruh etnis maupun jenis kelamin. Di Indonesia sendiri belum ditemukan
data yang akurat terkait angka kejadian MG.
Latar Belakang
Myasthenia gravis secara klinis memiliki ciri kelelahan dan kelemahan pada otot.
Keluhan kelemahan meningkat sepanjang hari diperburuk dengan aktivitas dan
mengalami perbaikan dengan istirahat. Ciri-cirinya meliputi ptosis, diploma, disartria,
disfagia serta kelemahan otot pernafasan dan anggota gerak. Sekitar setengah pasien
memiliki keluhan okular, yang lain dapat mengeluhkan gejala pernafasan, disarthria,
disfagia, atau kelelahan dan kelemahan otot anggota gerak. Gejala yang paling serius
adalah gangguan pernafasan karena kelemahan otot diafragma dan interkostal.

Untuk mengatasi dampak yang timbul maka diperlukannya peran perawat dalam
memberikan asuhan keperwatan secara komperehensif terhadap pasien dengan penyakit
Myasthenia Gravis. Sehingga dapat mencegah terjadinya masalah komplikasi pada pasien.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan kajian studi kasus dengan
judul “Asuhan Keperawatan Ny. Y dengan Diagnosa Medis Myathenia Gravis di Ruang ICU
RS Universitas Airlangga”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka ditetapkan
rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada Ny. Y dengan Diagnosa Medis Myathenia
Gravis di Ruang ICU RS Universitas Airlangga?”
Tujuan
• Tujuan umum
Setelah mendapatkan materi tentang myasthenia gravis diharapkan pembaca dapat
memahami mengenai kasus myasthenia gravis

• Tujuan khusus
1.Melakukan pengkajian pada pasien dengan myasthenia gravis
2.Menentukan analisa data dan diagnosa keperawatan pada pasien dengan myasthenia gravis
3.Memberikan intervensi pada pasien dengan myasthenia gravis
4.Melakukan implementasi pada pasien dengan myasthenia gravis
5.Melakukan evaluasi pada pasien dengan myasthenia gravis
Definisi
Myasthenia gravis atau selanjutnya disingkat MG merupakan suatu
penyakit autoimun dari neuromuscular junction (NMJ) yang disebabkan
oleh antibodi yang menyerang komponen dari membran postsinaptik,
mengganggu transmisi neuromuskular, dan menyebabkan kelemahan
dan kelelahan otot rangka (Chairunnisa, 2016).
MG menyebabkan permasalahan transmisi yang mana terjadi
pemblokiran AchR di serat otot (post synaptic) mengakibatkan tidak
sampainya impuls dari serat saraf ke serat otot sehingga menyebabkan
tidak terjadinya kontraksi otot (Dwimartyono, 2019).
Etiologi
Penyebab pasti masih belum
diketahui. Akan tetapi, penyakit ini
diyakini karena:
1. Respon autoimun
2. Pelepasan asetilkolin yang
tidak efektif
3. Respon serabut otot yang tidak
adekuat terhadap asetilkolin.
Manifestasi Klinis
• Pengatupan kelopak mata yang lemah, ptosis, dan diplopia
• Kel emahan otot skeletal dan keluhan mudah lelah yang akan bertambah ketika
hari semakin siang, tetapi akan berkurang setelah pasien beristirahat
• Tampilan wajah yang kosong serta tanpa ekspresi dan nada vocal hidung
• Regurgitasi cairan yang sering ke dalam hidung dan kesulitan mengunyah serta
menelan akibat terkenanya nervus kranialis
• Kelopak mata yang jatuh
• Kelemahan otot-otot leher dengan kepala yang miring ke belakang untuk melihat
• Kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan volume tidal serta kapasitas vital
Klasifikasi
Kelas I : Adanya kelemahan otot okular, kelemahan pada saat menutup mata dan
kekuatan otot-otot lain normal

Kelas II : Adanya kelemahan ringan pada otot lain selain otot okular. Otot okular
mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.

Kelas III : Adanya kelemahan tingkat sedang pada otot-otot lain selain otot okular.
Otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.

Kelas IV : Adanya kelemahan dalam derajat yang berat pada otot selain otot
okular, sedangkan otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.

Kelas V : Pada kelas ini penderita terintubasi dengan atau tanpa ventilasi mekanik
WOC
Pemeriksaan Diagnostik
• Tes dengan pemberian obat antikolinesterase kerja singkat
Tensilon yang menghasilkan perbaikan segera pada kelemahan otot
Tes/Endrofonium bila diberikan secara intravena.

• Merupakan uji dimana diberikan 3 tablet klinin masing-


Uji Klinin masing 200 mg 3 jam kemudian diberikan tablet lagi (masing-
masing 200 mg per tablet).

• Merupakan alat tes uji dengan mempelajari aktivitas listrik


EMG/Elektromiografy yang timbul pada otot sewaktu istirahat dan sewaktu
kontraksi. Pada penderita myasthenia gravis terlihat
penurunan progresif amplitude potensial aksi otot

• Pemeriksaan untuk antibody reseptor asetilkolin, merupakan


Pemeriksaan Serum pemeriksaan yang sangat baik karena bersifat spesifik
terhadap 80% pada pasien myasthenia gravis.
Pemeriksaan Diagnostik

• Sekitar 15% pasien myasthenia gravis memiliki thymoma


(pembengkakan kelenjar thymus) CT scan pada dada bagian
CT Chest atas biasanya dilakukan untuk memeriksa apakah anda
terkena myasthenia gravis atau tidak.

• Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang


terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada
Test Wartenberg myasthenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan
ptosis.

• Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin


sulfas disuntikkan intramuskular atau subkutan. Tes
Tes Prostigmin dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan
tenaga membaik. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Penatalaksanaan Umum

Agen-agen antikolinesterase
Obat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang relative tersedia
pada persimpangan neuromuscular. Mereka diberikan untuk meningkatkan respon
otot-otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot.

Obat-obatan
Dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromide (Mestinon),
ambenonium khlorida (Mytelase), dan neostigmin (Prostigmine). Dosis ditingkatkan
berangsur-angsur sampai tercapai hasil maksimal yang diinginkan (bertambahnya
kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot normal tidak tercapai dan
pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa ketidakmampuan.
Penatalaksanaan Umum
Terapi imunosupresif
Ditentukan untuk tujuan menurunkan produksi antibodi anti reseptor atau mengeluarkan langsung
melalui perubahan plasma (digambarkan di bawah ini). Terapi imunosupresif mencakup
kortikosteroid, plasmaferesis dan timektomi.

Prednisone
Digunakan dalam beberapa hari untuk menurnkan insiden efek samping, dan terlihat dengan
sukses adanya penekanan penyakit.

Obat Sitotoksik
Obat sitotoksikjuga diberikan. Walaupun mekanisme aksi yang sepenuhnya muncul tidak
dimengerti, namun obat-obat seperti azatioprin (imuran) dan siklofosfamid (Cytoxan) menurunkan
titer sirkulasi asetilkolin pada reseptor antibodi.
Penatalaksanaan Umum

Pertukaran plasma (plasmaferesis)


Plasmaferesis adalah teknik yang memungkinkan pembuangan selektifplasma dan
komponen plasma pasien. Plasmaferesis adalah teknik yang memungkinkan
pembuangan selektif plasma dan komponen plasma pasien

Penatalaksanaan pembedahan
Pada pasien myasthenia gravis timus tampak terlibat dalam proses produksi
antibodi AChR. Timektomi (pembedahan mengangkat timus) menyebabkan
pengurangan penyakit substansial, terutama pada pasien dengan tumor atau
hyperplasia kelenjar timus. Timektomi yaitu membuka sternum karena seluruh
timus harus dibuang.
Komplikasi

Krisis Krisis
miasnetik kolinergik
Asuhan Keperawatan
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : - Myastenia Gravis Gangguan Ventilasi Spontan
(D.0004)
DO : Gangguan otot
• Pola napas Ny.Y abnormal, takipnea
• Terpasang endotracheal tube (ETT) pernapasan
• Terpasang alat bantu napas dengan
menggunakan ventilator Kelemahan otot pernapasan
• Volume tidal menurun (500cc) (Diafragma)
• PCO2 meningkat (46 mmHg)
• Spo2 94% Sesak Napas
• Pemeriksaan Tanda Tanda vital
- RR: 25x/mnt Gangguan Ventilasi Spontan
- S: 36,8ºC (D.0004)
- N: 85x/mnt
- TD:120/80mmHg
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : - Myastenia Gravis Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif
DO : Gangguan otot pernapasan (D.0001
• Auskultasi terdengar suara napas
ronchi Ketidakmampuan batuk efektif
• Terdapat sputum berwarna putih
kental Sekresi mukus meningkat
• Klien tidak dapat batuk efektif
• Terpasang ETT Bersihan jalan napas tidak efektif
• Menggunakan alat bantu napas (D.0001)
dengan menggunakan ventilator
• SpO2 94%
• Pemeriksaan Tanda Tanda vital
- RR: 25x/mnt
- S: 36,8ºC
- N: 85x/mnt
- TD:120/80mmHg
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : - Myastenia Gravis Gangguan Mobilitas
Fisik
DO : Gangguan otot volunter (D.0054)
• Gerakan sangat terbatas
• Fisik Ny.Y lemah Kelemahan otot rangka
• Kekuatan otot menurun
• Rentang gerak pasif dan sangat Sulit menggerakkan
terbatas anggota gerak
• Kekuatan otot ekstremitas atas
3333/3333 Gangguan Mobilitas Fisik
• Kekuatan otot ekstremitas bawah (D.0054)
3333/3333
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL: 9 Maret 2021
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan dibuktikan dengan dyspnea, volume tidal menurun, PCO2
meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun (D.0004)
2. Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan spasme yang tertahan
dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
suara napas ronkhi kering (D.0001)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(gangguan neuromuscular) dibuktikan dengan sulit menggerakkan
ekstremitas, rentang gerak ROM menurun (D. 0054)
RENCANA
KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
PEMBAHASAN
Pengkajian
• Pengkajian merupakan langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan, dalam
kasus ini pasien yang dikaji bernama Ny Y usia 32 tahun, suku jawa dan tinggal di
Surabaya. Pasien masuk ke rumah sakit pukul 08.30 dengan diagnosa Mysthenia
Gravis.

• Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan


yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan
meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita akan merasa
ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan
berkurang apabila penderita beristirahat. Gejala klinis miastenia
gravis antara lain adalah kelemahan pada otot ekstraokular atau
ptosis (Harkitasari, 2015).
• Kelemahan otot okular biasanya bilateral dan asimetris serta
menimbulkan diplopia, ptosis atau keduanya. Kelemahan alat
anggota gerak dan batang tubuh biasanya distribusinya lebih
banyak di proksimal dibandingkan di distal. Otot quadriseps,
triseps,dan ekstensor leher tampak lebih dulu terkena. Gejala
yang paling serius adalah gangguan pernapasan karena
kelemahan otot diafragma dan interkostal. Gejala pernapasan ini,
bersama dengan gejala bulbar berat, dapat memuncak dan
disebut krisis miastenik dan membutuhkan ventilasimekanik
(Amalia, 2018).
• Menurut (Farmakidis, 2018) • Tes diagnostik lain, yaitu biopsi
pemeriksaan penunjang untuk otot untuk diperiksa in vitro,
diagnosis miastenia gravis untuk mengetahui jumlah
meliputi : laboratorik, tes reseptor asetilkolin pada celah
genetik, biopsi otot, neurofi sinaps. Selain itu, Selain itu,
siologi hingga radiologi seperti pengecatan
CT-scan thoraks. Pemeriksaan immunocytochemical pada
laboratorik, yaitu tes antibodi motor endplates dapat
terhadap reseptor asetilkolin mendeteksi imunoglobulin dan
dalam serum; kadar melebihi komplemen. Tes genetik juga
1,8 nmol/L dapat menunjang bermanfaat pada kasus
diagnosis. miastenia gravis (Farmakidis,
2018).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil dari hasil pemeriksaan fisik tersebut
yang pertama yaitu gangguan ventilasi spontan, yang mana menurut (SDKI,
2016) data objektif untuk menegakkan diagnosa tersebut yaitu terdapat
perubahan pola nafas seperti takipnea, volume tidak menurun, PCO2 meningkat,
SpO2 menurun atau kurang dari 95%. Sesuai dengan pemeriksaan pasien hasil
dari SpO2 pasien adalah 94%, PCO2 46 mmHg, dan pasien mengalami perubahan
pola nafas berupa takipnea.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan cadangan energi yang
mengakibatkan individu tidak mampu bernapas secara adekuat (TIM Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016).

Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan ketidakmampuan individu


untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat untuk menyokong kehidupan
Suatu keadaan ketika individu tidak dapat memepertahankan pernapasan yang
adekuat untuk mendukung kehidupannya.Ini dilakukan karena penurunan gas
darah arteri, peningkatan kerja pernapasan dan penurunan energy (Hidayat
2013).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif yang
didukung dengan data objektif auskultasi terdengar suara nafas ronchi, terdapat
sputum berwarna putih kental, klien tidak dapat batuk efektif, terpasang ETT,
menggunakan alatbantu napas dengan menggunakan ventilator dan SpO2 94%.
Sesuai dengan (SDKI, 2016) bahwa data mayor yang harus ada ketika menegakkan
diagnosa keperawatan adalah batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih, mengi, wheezing dan atau ronchi kering dan jika pada neonatus
terdapat mekonium. Didukung dengan tanda minor seperti gelisah, sianosis,
bunyi nafas menurun, frekuensi nafas berubah dan dispnea.
Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif Pengertian lain juga menyebutkan
merupakan suatu keadaan bahwa bersihan jalan napas tidak
dimana individu mengalami efektif merupakan
ancaman yang nyata atau ketidakmampuan membersihkan
potensial berhubungan dengan sekret atau obstruksi jalan napas
ketidakmampuan untuk batuk untuk mempertahankan jalan
secara efektif (Carpenito & napas tetap paten (Tim Pokja SDKI
Moyet, 2013) DPP PPNI, 2016).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa ketiga yaitu gangguan mobilitas fisik yang didukung dengan data
objektif seperti gerakan sangat terbatas, fisik Ny.Y lemah, kekuatan otot menurun,
rentang gerak pasif dan sangat terbatas kekuatan otot ekstremitas atas dan
bawah 333/333. Menurut (SDKI, 2016) tanda mayor yang harus ada untuk
menegakkan diagnosa gangguan mobilitas fisik adalah pasien mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakkan, merasa cemas
saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas dan fisik
lemah, berdasarkan data yang ditunjukkan hal tersebut sesuai untuk mengangkat
diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik
Diagnosa Keperawatan
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan
keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan(aktivitas), misalnyatrauma tulang
belakang,cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya (Widuri, 2010). Imobilitas
atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
dan terarah (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015).
Intervensi Diagnosa
Gangguan Ventilasi Spontan
Intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien berupa
memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan dengan pemasangan
ventilator mekanik, mengajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
dan melakukan manajemen ventilasi mekanik seperti memonitor efek
ventilator terhadap status oksigenasi (mis. bunyi paru, X ray paru,AGD,
SaO2, respon subjektif pasien), dan melakukan VAP bundle untuk
mencegah kejadian VAP.
Intervensi Diagnosa
Gangguan Ventilasi Spontan
Ventilator bundle (VB) adalah serangkaian intervensi yang berhubungan dengan
perawatan pada pasien dengan ventilator mekanik yang ketika
diimplementasikan bersama-sama akan mencapai hasil signifikan dibandingkan
bila diterapkan secara individual

Elevasi tempat tidur (Head Of Bed) 30º sampai 45º

Penghentian secara berkala agen sedasi dan penilaian kesiapan ekstubasi

profilaksis trombosis vena dalam

Profilaksis ulkus peptikum

Oral caresecara berkala dengan chlorhexidine


Intervensi Diagnosa
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Intervensi keperawatan yang Fisioterapi dada sendiri merupakan
dilakukan yaitu dengan kumpulan teknik atau tindakan
manajemen jalan nafas yaitu pengeluaran sputum yang digunakan
melakukan fisioterapi dada dengan baik secara mandiri maupun
melakukan clapping dan vibrasi kombinasi agar tidak terjadi
pada area dada, melakukan penumpukan sputum yang
penghisapan lendir kurang dari 15 mengakibatkan tersumbatnya jalan
detik dengan konsep steril melalui napas (Aryanani, 2015).
tabung ETT, memposisikan
semifowler dan memberikan
oksigen.
Intervensi Diagnosa
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Penghisapan lendir merupakan salah satu komponen dari bronkial toilet
untuk aspirasi secret pada klien dengan artificial airway. Bronkial toilet
adalah tindakan khusus yang dilakukan kepada pasien dengan trakeostomi
dan gangguan pernapasan, termasuk batuk efektif, napas dalam, dan
suction pada saluran pernapasan.

Tujuan dilakukannya suction yaitu untuk menghilangkan sekret yang


menyumbat jalan nafas, untuk mempertahankan patensi jalan nafas,
mengambil sekret untuk pemeriksaan laboratorium, untuk mencegah
infeksi dari akumulasi cairan sekret (Kozier & Erb, 2010).
Intervensi Diagnosa Gangguan Mobilitas Fisik
Intervensi yang diberikan yaitu memposisikan senyaman mungkin,
mempertahankan sprei tetap kering, bersih dan tidak kusut, memberikan latihan
gerak aktif atau pasif, mempertahankan kebersihan pasien memfasilitasi
pemenuhan kebutuhan sehari hari dan mengubah posisi setiap 2 jam.

Range Of Motion (ROM), merupakan istilah baku untuk menyatakanbatas/besarnya


gerakan sendi baik normal. ROM juga di gunakan sebagai dasar untuk menetapkan
adanya kelainan batas gerakan sendi abnormal (HELMI, 2012).

Tujuan ROM adalah mempertahankan atau memeliharakekuatan otot, memelihara


mobilitas persendian, merangsangsirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk
(Potter dan Perry, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
• A Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses, Dan Praktik, edisi 4,
Volume.2. Jakarta: EGC.
• Adnyana, M. O., & Widyadharma, I. P. E. 2018. Myasthenia Gravis, Diagnosis And Treatment. E-Jurnal Medika
Udayana, 1012-1035.
• Amalia, R. N., & Rasmin, M. 2018. Gagal Napas pada Penderita Miastenia Gravis.
• Arie, A., Adnyana, M. and Widyadharma, I. (2013) ‘Diagnosis dan Tata Laksana Miastenia Gravis’, Cermin Dunia
Kedokteran, 4(2), pp. 1–23. Available at: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82552&val=970.
• Barohn RJ. The quantitative myasthenia gravis (QMG) test. Dallas: Myasthenia Gravis Foundation of America;
2013
• Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih.,
Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta
• Chairunnisa, N. H., Zanariah, Z., Saputra, O., & Karyanto. (2016). Myasthenia gravis pada Pasien Laki-laki 39 Tahun
dengan Sesak Napas. Journal Medula Unila, 6 (1), p. 108-114
• Chella Aryayuni1Ns.Tatiana Siregar, S.Kep., MM. 2015. Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sputum
Pada Anak Dengan Penyakit Gangguan Pernafasaan Di Poli Anak RSUD Kota Depok. Jurnal Keperawatan Widya
Gantari Vo. 2 No.2 /Desember.
• Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI). Pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian
infeksi di Rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya(katalog).DEPKES RI 2007
DAFTAR PUSTAKA
• Dwimartyono, Fendy. (2019). Nyeri Neuropatik Pada Penderita Myastenia Gravis. Green Medical Journal. 1. 111-
127. 10.33096/gmj.v1i1.25.
• Farmakidis C, Pasnoor M, Dimachkie MM, Barohn RJ. 2018. Treatment of Myasthenia Gravis. Neurologic
Clinics.36(2):311-337.
• Harkitasari, S. (2015). Diagnosis dan Terapi Miastenia Gravis pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran, 42(3), 181-
185.
• Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba medika
• Kamarudin, S. and Chairani, L. (2019) ‘Tinjauan Pustaka: Miastenia Gravis’, Syifa’ MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, 10(1), p. 63. doi: 10.32502/sm.v10i1.1871
• Kozier,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
( Alihbahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC
• Mary P, Servais L, dan Vialle R. 2018. Neuromuscular diseases: Diagnosis and management. Orthopaedics &
Traumatology: Surgery & Research. 104:S89-S95.
• Muhammad, F., Syafrita, Y., & Susanti, L. (2019). Gambaran Kualitas Hidup Pasien Miastenia Gravis Di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1). https://doi.org/10.25077/jka.v8i1.969
• Nadeak, R. F., & Eka, T. (2018). Penatalaksanaan Krisis Miastenia. Majalah Anestesia dan Critical Care, 36(2), p. 87-
94
• Osterman, P. O. (1979) ‘Myastenia gravis.’, Scandinavian Journal of Rheumatology, Supplement, 28(30), pp. 220–
223
DAFTAR PUSTAKA
• Pangkahila, J. A. (2013) ‘Pengaturan Pola Hidup dan Aktivitas Fisik Meningkatkan Umur Harapan Hidup’, Sport and
Fitness Journal, 1(1), pp. 1–17.
• Sri-udomkajorn S, Panichai P, Liumsuwan S. Childhood myasthenia gravis: Clinical features and outcomes. J
Medical Assoc Thailand 2011;94. Suppl. 3: S152-S157.
• Suratun, Heryati, Manurung, S.,Raenah. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Jakarta: EGC.
• Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1st. edn. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
• Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st. edn. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
• Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1st. edn. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
• Wang S, Breskovska I, Gandhy S, PungaAR,GuptillJT,KaminskiHJ. 2018. Advances in autoimmune myasthenia
gravis management. ExpertReviewof Neurotherapeutics. 18(7):573-588.12.KesnerVG,OhSJ,DimachkieMM,
• Barohn RJ. 2018. Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome. Neurologic Clinics. 36(2):379-394.
• Yusdhitira, E. (2014). Laporan Pendahuluan Myastenia Gravis. Program Ners. Ilmu Kesehatan Dharma Husada
Bandung

Anda mungkin juga menyukai