Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS TENTANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRISIS


ADRENAL

Pembimbing : Didit Damayanti S.Kep Ns. M.Kep

Disusun Oleh :

1. Asrofa Dwisukma 11. Laila Fatin Nuraini


2. Anggie Oktavio P 12. Melkianus Mone
3. Chica Damayanti Ananda F 13. Muhamad Dycha Risky
4. Dellia Paramita 14. Ninda Makaliswati
5. Dise Fahdiana Alesia N 15. Paramitha Putri Palupi
6. Elvia Rafidah Laili 16. Putri Rahmita Sari
7. Eva Kholofatul Ulul Azmi 17. Revi Maria Vella
8. Ferry Kristiawan 18. Sintia Indarwati
9. Holifatur Rosidah 19. Tina Puji
10. Iska Uyun Lafifah 20. Yesi Dwi Agustin

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2019
MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS TENTANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRISIS
ADRENAL

Pembimbing : Didit Damayanti S.Kep Ns. M.Kep

Disusun Oleh :

1. Asrofa Dwisukma 11. Laila Fatin Nuraini


2. Anggie Oktavio P 12. Melkianus Mone
3. Chica Damayanti Ananda F 13. Muhamad Dycha Risky
4. Dellia Paramita 14. Ninda Makaliswati
5. Dise Fahdiana Alesia N 15. Paramitha Putri Palupi
6. Elvia Rafidah Laili 16. Putri Rahmita Sari
7. Eva Kholofatul Ulul Azmi 17. Revi Maria Vella
8. Ferry Kristiawan 18. Sintia Indarwati
9. Holifatur Rosidah 19. Tina Puji
10. Iska Uyun Lafifah 20. Yesi Dwi Agustin

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Kritis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Krisis Adrenal”

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Ibu
Didit Damayanti, S.Kep Ns.M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.

Kediri, September 2019

ii
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan..................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................ 3
1.4 Manfaat................................................................................................... 3
BAB II : TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi.................................................................................................... 4
2.2 Etiologi.................................................................................................... 4
2.3 Manifestasi.............................................................................................. 5
2.4 Klasifikasi............................................................................................... 5
2.5 Patofisiologi............................................................................................ 6
2.6 Pathway................................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik......................................................................... 9
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................... 10
2.9 Komplikasi.............................................................................................. 11
2.10Konsep Askep ........................................................................................ 12
2.10.1 Pengkajian................................................................................... 12
2.10.2 Diagnosa...................................................................................... 15
2.10.3 Intervensi..................................................................................... 16
2.10.4 Implementasi............................................................................... 22
2.10.5 Evaluasi....................................................................................... 22
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus....................................................................................................... 23
3.2 Pengkajian............................................................................................... 23
3.3 Analisa Data............................................................................................ 26
3.4 Diagnosa................................................................................................. 27

iii
3.5 Intervensi................................................................................................ 27
3.6 Implementasi........................................................................................... 31
3.7 Evaluasi................................................................................................... 32
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................. 33
4.2 Saran....................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis adrenal merupakan gangguan yang melibatkan terganggunya fungsi
dari kelenjar korteks adrenal. Menurut penjelasan dari Adhiarta dan Nanny
NM Soetedjo, krisis adrenal atau krisis addison atau Acute Adrenal
Insuffiency adalah suatu insufisiensi adrenal akut yang biasanya ditemukan
dalam keadaan syok pada seseorang yang menderita insufisiensi adrenal,
dimana sebelumnya tidak diketahui atau pada penderita insufisiensi adrenal
dan kemudian mendapat suatu infeksi bakteri, tindakan operasi, diare atau
penyakit berat lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan dua produksi
penting bahan kimia atau hormon yang mana biasanya dirilis oleh korteks
adrenal, yaitu kortisol dan aldosteron (Liotta EA et all 2010). Krisis adrenal
merupakan suatu penyakit autoimun atau autoantibodi yang jarang ditemui.
Penyakit ini muncul pertama kali sebagai krisis addison dengan disertai
demam, nyeri abdomen, kolaps hipotensi serta pigmentasi kulit (Ben
Grenstein, 2010).
Sejak tahun 1950, adrenal autoimun dengan adrenal atrofi dijumpai pada
sekitar 80% dari kasus (Liotta EA et all 2010).Krisis adrenal sendiri memang
jarang dijumpai dan hanya memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang dan dua
pertiga pasien adalah perempuan. Diagnosa ditegakkan antara usia 20-50
tahun. Pada penelitian terdahulu, tuberkolosis adalah penyebab utama
penyakit ini. Saat ini, dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit
pasien tuberkolosis yang mempunyai insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks
adrenal merupakan akibat dari proses autoimun pada lebih dari 50% pasien
insufisiensi adrenal. Autoantibodi adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada
sebagian pasien dengan krisis adrenal (Price Sylvia, 2006).
Krisis adrenal terjadi akibat kurangnya sekresi kortisol dan aldosteron.
Apabila tidak segera diberikan penanganan, maka krisis adrenal dapat
menyebabkan kematian. Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah
penyakit primer korteks adrenal dan defisiensi sekresi hormon

1
adrenokortikotropik (ACTH). Kekurangan corticotropin realizing hormone
(CRH) saja dapat meyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol. Tetapi penyakit
ini hanya dijumpai pada penderita kronik glukookortikoid dosis farmakologik
atau setelah pengangkatan adenoma adrenokorteks penghasil kortisol.
Sedangkan krisis adrenal merupakan defisiensi kritis terhadap
mineralkortikoid dan glukokortikoid yang umumnya berhubungan dengan
stress akut, sepsis, trauma dan pembedahan atau pengehentian terapi steroid
pada penderita insufisiensi adrenal kronis. Karena merupakan keadaan darurat
medis atau suatu kondisi kritis, krisis adrenal harus segera di tangani dengan
baik (William, 2011).
Tindakan yang dapat di lakukan untuk krisis ini adalah semua pasien harus
menerima penggantian hormon spesifik. Karena kelenjar adrenal
menunjukkan kelas hormon umum, diantaranya glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Kortison atau kortisol adalah terapi yang utama. Dosis
kortison bervariasi dari 12,5 sampai 50 mg/hari, dengan mayoritas pasien
menerima 25 sampai 37,5 mg dalam dosis terbagi. Pasien dianjurkan
menerima terapi pengganti glukokortikoid dengan makanan atau jika tidak
praktis dengan susu atau antasid karena obat mungkin meningkatkan adisitas
lambung (Isselbacher, 2000).
Krisis adrenal dinilai relatif langka dan termasuk kondisi kritis sehingga perlu
pemahaman yang lebih dalam penanggulangannya. Hal ini melatar belakangi
penyusunan makalah mengenai Asuhan Keperawatan pada krisis adrenal.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas didalam makalah Asuhan Keperawatan
ini adalah :
1. Apa definisi dari Krisis Adrenal?
2. Apa saja etiologi dari Krisis Adrenal?
3. Apa saja klasifikasi dari Krisis Adrenal?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari Krisis Adrenal?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Krisis Adrenal?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari Krisis Adrenal?

2
7. Apa saja komplikasi dari Krisis Adrenal?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada Krisis
Adrenal?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa maupun pembaca mengerti dan memahami tentang
konsep dan asuhan keperawatan mengenai krisis adrenal dan tindakan
yang dapat dilakukan untuk krisis adrenal.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi Krisis Adrenal.
2. Mengetahui etiologi dari Krisis Adrenal
3. Mengetahui klasifikasi dari Krisis Adrenal
4. Mengetahui bagaimana patofisiologi dan pathway dari Krisis Adrenal
5. Mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik dari Krisis Adrenal
6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Krisis Adrenal
7. Mengetahui apa saja komplikasi dari Krisis Adrenal
8. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada
Krisis Adrenal

1.4 Manfaat Penulisan


1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang konsep dan Asuhan
Keperawatan tentang krisis adrenal.
2. Memberikan informasi tentang tindakan apa yang harus di lakukan untuk
krisis adrenal.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Krisis Adrenal


Menurut Adhiarta (2009) krisis adrenal atau krisis Addison atau Acute
Adrenal Insuffiency adalah suatu insufisiensi adrenal akut yang biasanya
ditemukan dalam keadaan syok pada seseorang yang menderita insufisiensi
adrenal yang sebelumnya tidak diketahui atau pada penderita insufisiensi
adrenal yang kemudian mendapat suatu infeksi bakteri, tindakan operasi,
diare atau penyakit berat lainnya.
Insufisiensi adrenal adalah sekresi yang inadekuat dari adrenokortikosteroid,
dapat terjadi sebagai hasil dari sekresi ACTH yang tidak cukup atau karena
kerusakan dari kelenjar adrenal dapat sebagian atau seluruhnya. Manifestasi
yang terjadi dapat bermacam macam , dapat terjadi tiba tiba dan mengancam
jiwa atau dapat juga berkembang secara bertahap dan perlahan lahan.
Krisis Addison adalah ketidakmampuan adrenal karena atrofi dan kerusakan
kelenjar itu sendiri karena proses autoimun atau penyakit lainnya (Henberg,
2009).

2.2 Etiologi
Penyebab krisis adrenal menurut Adhiarta (2009), dibagi menjadi primer dan
sekunder :
1) Penyebab primer
1. Perdarahan kelenjar adrenal bilateral
2. Trombosis atau nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika mendapat
antikoagulan. Bila kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan
menyebabkan insufisiensi adrenal.

4
2) Penyebab sekunder
1. Peripartum pituitary infark (Sheehan`s syndrom)
2. Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary)
3. Trauma kepala dengan gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi
biasanya tidak seberat pada keadaan adrenal insuficiency primer
karena sekresi aldosteron tidak dipengaruhi.

2.3 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang mendukung suatu diagnosis krisis adrenal menurut
Adhiarta (2009) adalah sebagai berikut :
1. Syok yang sulit dijelaskan etiologinya biasanya tidak ada pengaruh
dengan pemberian resusitasi cairan atau vasopressor
2. Hipotermia atau hipertermia
3. Yang berhubungan dengan kekurangan kortisol yaitu cepat lelah, lemah
badan, anoreksia, mual mual dan muntah, diare, hipoglikemi, hipotensi,
hiponatremi.
4. Yang berhubungan dengan kekurangan hormon aldosteron yaitu
hiperkalemia dan hipotensi berat yang menetap
5. Lain lain tergantung dari penyebab, mungkin didapatkan panas badan,
nyeri abdomen dan pinggang yang berhubungan dengan perdarahan
kelenjar adrenal.

2.4 Klasifiikasi
Klasifikasi Addison desease diantaranya menurut (Patrick Davey, 2006)
antara lain :
1) Chronic primary adrenal insufiiciency (Addison disease) / Kegagalan
adrenal primer
Jarang terjadi, kerusakan ini terjadi akibat system autoimun. Untuk alasan
yang tidak diketahui, system kekebalan tubuh memandang korteks adrenal
sebagai asing. Penyebab lain kegagalan kelenjar adrenal mungkin
termasuk : Tuberkulosis, infeksi lain dari kelenjar adrenal, penyebaran
kanker ke kelenjar adrenal, perdarahan ke kelenjar adrenal.

5
2) Chronic secondary adrenal insufficiency / Kegagalan adrenal sekunder
Sering terjadi, terapi streroid jangka panjang menekan kadar ACTH yang
menyebabkan atrofi korteks adrenal-stress fisik atau penghentian terapi
steroid yang terlalu cepat kemudian akan memicu terjadinya kegagalan
adrenal.
3) Acute adrenal insufficiency (Addisonian crisis)
Jika Addison’s disease tidak diobati, krisis addisonian dapat terjadi karena
stress fisik, seperti cedera, infeksi atau penyakit.

2.5 Patofisiologi
Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level mineralokortikoid
(aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen. Penurunan aldosteron
menyebabkan kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit. Secara
normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium (Na+) dan mengeluarkan
potassium (K+). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan ekskresi
sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa tersebut antara lain: ekskresi
air meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi,
penurunan kardiak output, dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil
berkurangnya beban kerja. Pada akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan
aktivitas kardiovaskular melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan
kematian. Meskipun tubuh mengeluarkan sodium berlebih, dan menyebabkan
penurunan natrium, mempertahankan kelebihan potassium dan menyebabkan
peningkatan kalium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia,
memungkinkan terjadinya cardiac arrest. Penurunan glukokortikoid
menyebabkan meluasnya gangguan metabolic. Glukokortikoid memicu
glukoneogenesis dan memiliki efek anti-insulin, sehingga, ketika
glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun, sehingga hasilnya
hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Klien menjadi lemah, lelah,
anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah. Gangguan emosional dapat
terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Di samping itu,
penurunan glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress. Pembedahan,
kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih

6
dapat menyebabkan krisis Addison (insufisiensi adrenal akut). Akhirnya,
penurunan kortisol menghasilkan kegagalan unruk menghambat sekresi
ACTH dari pituitary anterior.
MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan melanin, pigmen
warna gelap.Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan pigmentasi
kulit dan membrane mukosa. Sehingga klien dengan krisis Addison memiliki
peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun muncul.
Defisiensi androgen gagal untuk menghasilkan beberapa macam gejala pada
laki-laki karena testes meningkatan produksi jumlah hormone seksual. Namun
pada perempuan tergantung pada korteks adrenal untuk mensekresi androgen
secara adekuat. Hormon-hormon tersebut disekresi oleh korteks adrenal yang
penting bagi kehidupan. Seseorang dengan krisis Addison yang tidak diobati
akan berakhir fatal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama
2 hingga 4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal, oleh sebab itu
kemungkinan krisis Addison harus diantisipasi pada pasien yang mendapat
pengobatan kostikosteroid (Wicaksono, 2013).

2.6. Pathway

Penyebab Sekunder : Penyebab primer

1. Peripartum pituitary infark 1. Perdarahan kelenjar adrenal bilateral


2. Pituitary apoplexy 2. Thrombosis
3. Trauma kepala 3. Nekrosis selama sepsis
4. Organisme haemophilus 4. Antikoagulan
influenza,staphilokokus aureus,
streptokokus pneumonia, jamur
5. Injeksi steroid intra antikular Perdarahan massif
kelenjar adrenal

MK :
7
Gangguan Kurang Gangguan Zona Fasikulata; defisiensi MK : Resiko Gangguan Zona Retikularis; defisiensi
keseimbangan
Defisiensi
Defisensi
Asidosis VolumeKonsentrasi
Hipertonis
Dehidrasi Gangguan natrium
stimulasi
rendah Kalium
reabsorbsi di ketidakstabilan
dan adrenal
glucocrticoid/hidrokortison/kortisol
volume
MK Aritmia
:Insufisiensi
Penurunan Gangguan Sensitivitas
MKPenurunan
fungsi kadar
dehidroepiandroeteron (DHEA) dan
: Intoleransi
korteks mendadak
mineralokortocoid
asam basa
hidrogen
metabolik plasma
cairan kalium
berat tinggi
Na dan
dalam
ekskresi
ventrikuler
Hipotensi
Curah Jantung
sirkulasi serum
Kjantung Hipoglikemia
insulin
glikogen
glukosa
neuromuskuler berat
hati
darah
Kelemahan
aktivitas otot kortisol
Destruksi korteks adrenal mendadak Nyeri abdomen ,
nyeri pinggang

MK : Nyeri akut

Gangguan Zona Glomerulosa;


defisiensi aldosteron dan
mineralocorticoid

Penurunan produksi
hormone testosterone,
progesteron

Gangguan metabolisme Penurunan


ekskresi natirium dan karbohidrat,lemak,protein libido
ekskresi kalium

MK :

Disfungsi
Seksual

Hipoventilasi

MK :

Gangguan MK : Penurunan enzim


pertukaran gas Vomiting, diare
Ketidakseimbangan saluran
nutrisi kurang dari pencernaan
2.6 Pemeriksaan Diagnostik kebutuhan tubuh
1) Pemeriksaan Laboratorium Darah
1. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatrium)
2. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

8
4. Penurunan kadar kortisol serum
5. Kadar kortisol plasma rendah
6. ADH meningkat
7. Analisa gas darah: asidosis metabolic
8. Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat
(karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil
meningkat.
2) Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di
adrenal.
1. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,
penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal
2. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non
spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
3. Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk
sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang
disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30
sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
4. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab
dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan
secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan
120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan
adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir
/ penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon
ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan
respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

9
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis atau farmakologi
1. Cairan isotonik seperti NaCl 9% diberikan untuk menambah volume
dan garam
2. Jika penderita hipoglikemi dapat diberikan cairan dextrose 5% dalam
larutan saline
3. Terapi fase akut : Dexametason 4 mg atau hydrokortisone 100-300 mg
IV, infus normal saline tanpa menunggu hasil kortisol serum.
Selanjutnya berikan hydrokortisone fosfate atau hydrokortisone
sodium suksinate 100 mg IV selanjutnya 50-100 mg IV setiap 6 jam
pada hari pertama. Hydrokortisone fosfate atau hydrokortison Na
suksinate 50-100 mg tiap 8 jam hari kedua. Hari berikutnya dosis
disesuaikan dengan keadaan klinis (Askandar T, 2015).
4. Terapi fase konvalesen : Bila penderita sudah dapat makan dan minum
peroral berikan hydrokortisone oral 10-20 mg setiap 6 jam. Pada
umumnya penderita mendapatkan dosis rumatan hydrokortisone 2 x
sehari (pagi 10-20 mg, sore 5-10 mg) (Askandar T, 2015).
5. Obati penyakit dasarnya seperti infeksi dan perdarahan, untuk infeksi
dapat diberikan antibiotik.
6. Untuk meningkatkan tekanan darah dapat diberikan dopamin atau
norepineprin
7. Terapi pengganti mineralokortikoid dengan fludricortisone
8. Penderita harus dikonsultasikan dengan endokrinologist, spesialis
penyakit infeksi, ahli critical care, kardiologis, ahli bedah.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Monitor TTV klien (cek nadi paling tidak setiap 4 jam, laporkan
penurunan tekanan darah dan perubahan ortostatik)
2. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, kaji
manifestasi dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosional. Kaji pada
lokasi dimana terdapat penekanan pada tulang, pada klien imobilisasi
untuk mencegah dikubitus. Dengan berbagai macam terapi, maka lesu
dan kelemahan harus berangsur-angsur kurang dan akhirnya hilang
3. Monitor pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan ke dokter
jika manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya : sakit tenggorokan
atau rasa terbakar saat berkemih. Klien dengan addison tidak dapat

10
mentolerir stress. Infeksi akan menambah beban stress pada tubuh.
Butuh lebih tinggi pada level kortisol selama infeksi terjadi.
4. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan pottasium. BB
harian mengindikasi pengukuran obyektif dari bertambahnya BB atau
menurunnya BB. Jika penggantian steroid tidak adekuat, kehilangan
sodium dan retensi potassium dikoreksi terus. Jika dosis steroid terlalu
tinggi, kelebihan jumlah sodium dan air dipertahankan dan ekskresi
potassium yang tinggi.
c. Penatalaksanaan Nutrisi
1. Diet tinggi sodium
2. Untuk mengganti kortisol membutuhkan banyak kalsium dan vitamin
D

2.8 Komplikasi
1. Syok (Akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis

2.9 Konsep Askep


2.8.1 Pengkajian
1) Pengkajian Primer
1.1 Data Subjektif
1.1.1 Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Merasa haus
2. Cepat Lelah
3. Badan lemah
4. Pusing
5. Anoreksia
6. Mual dan muntah
7. Diare

11
8. Nyeri abdomen atau pinggang
1.1.2 Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien menderita tbc, hipoglikemia, Ca
paru, Ca payudara.
1.1.1 Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah
mengalami penyakit yang sama.
1.2 Data Objektif
1. Airway
Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala sumbatan pada jalan
napas.
2. Breathing
Nafas spontan, tidak ada suara napas tambahan
3. Circulation
- Hipotensi
- Aritmia
- Hipoglikemia
- Hiponatremia
- Hiperkalemia
4. Disability
Penurunan tingkat kesadaran
5. Exposure
Adanya jejas trauma pada daerah abdomen
2) Pengkajian Sekunder
a. Five Intervensi
1) Pemeriksaan laboratorium.
- kadar glukosa darah rendah.
- kadar natrium plasma juga rendah tetapi jarang dibawah
120 meq/L
- kadar kalium darah meningkat, tetapi jarang diatas 7
meq.L.

12
- Penderita biasanya mengalami asidosis dengan kadar
bikarbonat plasma antara 15-20 meq /L. Kadar ureum juga
meningkat.
2) Pemeriksaan CT scan abdomen menggambarkan kelenjar
adrenal mengalami perdarahan, atropi, gangguan infiltrasi,
penyakit metabolik. Perdarahan adrenal terlihat sebagai
bayangan hiperdens, dan terdapat pembesaran kelenjar adrenal
yang bilateral.
3) Pemeriksaan EKG mempelihatkan adanya pemanjangan dari
interval QT yang dapat mengakibatkan ventikular aritmia,
gelombang T inverted yang dalam dapat terjadi pada krisis
aderanal akut
b. Give Comfort
Nyeri daerah abdomen atau pinggang
c. Head to toe
1) Pengkajian Neurologis
- Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan GCS/lainnya
- Pemeriksaan pupil: isokor/anisokor, miosis/midriasis,
dan reflek bola mata
- Pemeriksaan saraf kranial (fungsi motoric dan sensorik)
- Pengkajian medulla spinalis
- Pengkajian neurovascular perifer (reflek)
2) Pengkajian Pulmoner
- Bagaimana, RR, irama nafas, kedalaman pernafasan.
- Apakah pasien menggunakan otot bantu nafas dan
PCH.
- Amati pergerakan dada pasien saat bernafas, apakah
simetris antara kiri dan kanan atau tidak. Bila tidak
simetris saat pasien melakukan inspirasi perlu dicurigai
adnya tumor, ca, efusi pleura.
- Cek saturasi udara pasien (n = 90%-99%)
- Perkusi somor pada lapang paru
- Auskultasi adakah suara nafas tambahan yang meliputi:
jalan nafas bagian atas seperti stridor (nggorok),
gurgling (seperti berkumur). Jalan nafas bagian bawah
seperti Wheezing, ronchi, rales (n = vesicular)
3) Pengkajian Kardiovaskular

13
- Irama dan frekuensi jantung
- Tekanan vena sentral (Lk normal = 3-14, perempuan
norma; = 4-11).
- Adakah pembesaran vena jugularis.
- Bunyi jantung. Bunyi jantung normal S1 (lup), S2
(dup). Bunyi jantung tambahan S3 S4 seperti galop
(suara seperti tapal kuda), murmur (seperti angin).
- Perkusi pada jantung normalnya bunyi pekak.
- Ukur TD
- Periksa apakah pasien menggunakan alat pacu jantung.
4) Pengkajian GIT
- Auskultasi suara bising usus (n = 5-35x/menit)
- Adakah asites
- Palpasi: adakah nyeri tekan
- Terpasang NGT atau tidak
- Adakah stoma (bekas insisi/pembedahan)
- Inspeksi membran mukosa
5) Pengkajian Urinaria dan Genetalia
- Apakah pasien terpasang keteter. Ukur pengeluran
urine setiap hari.
- Periksa karakteristik urine (warna, volume, bau)
- Cek eliminasi alvi, apakah pasien mengalami diare atau
konstipasi
6) Pengkajian Ekstremitas
- Periksa kekuatan otot
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
- Turgor kulit
- Akral
- Apakah mengalami sianosis
- Apakah terjadi hiperpigmentasi dibagian ekstremitas
dan buku-buku pada jari, siku, dan membrane mukosa.
- CRT (n=<2 detik).

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan intake
dan output.
2. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas system konduksi
spasme otot abdomen.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipotensi

14
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-kapiler
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
7. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
8. Resiko ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan
hipoglikemia

15
2.8.3 Intervensi
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan intake
dan output.
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Perubahan parameter tanda-tanda vital mengindikasikan
perubahan status cairan.
b. Ukur berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan.
Rasional: unruk memberikan pembacaan yang konsisten.
c. Pantau kecepatan pemberian cairan IV secara cermat.
Rasional: Mencegah kelebihan volume cairan.
d. Monitor turgor kulit dan adanya kehausan
Rasional: Untuk mencegah dehidrasi mukosa
e. Timbang berat badan pasien pada waktu yang sama setiap hari
Rasional: memberikan data yang lebih akurat dan konsisten, berat
badan merupakan indikator yang tepat untuk status cairan.
f. Periksa berat jenis urine setiap 8 jam.
Rasional: Peningkatan berat jenis urine dapat mengndikasikan
dehidrasi.
g. Instruksikan pasien untuk tidak duduk atau berdiri ika sirkulasi
terganggu.
Rasional: menghindari hipotensi ortostatik dan kemungkinan
sinkop.
h. Jelaskan alasan kehilangan cairan dan ajarkan kepada klien dan
keluarga cara memantau volume cairan.
Rasional: Tindakan ini mendorong keterlibatan pasien dalam
perawatan personal.
i. Kolaborasi: Cairan NaCl 0,9 %
Rasional: Mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan
pemberian cairan NaCl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat
mengatasi kekurangan natrium.

16
2. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas system konduksi
spasme otot abdomen
Intervensi:
a. Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses
penyakit.
Rasional: untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga,
serta agar klien lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan
dilakukan
b. Kaji tanda-tanda adanya nyeri, rasa nyeri, catat lokasi, intensitas
(skala 0-10) dan lama/waktu nyeri.
Rasional: untuk mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan
intervensi, menentukan efektifitas terapi.
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan Teknik relaksasi, seperti
imaginasi terbimbing, terapi relaksasi seperti music.
Rasional: untuk membantu memfokuskan kembali perhatian dan
membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara
lebih efektif.
d. Kolaborasi dengan tim medis lain terkait obat analgetik sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
Rasional: untuk menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman,
meningkatkan kualitas tidur.
3. Penurunan cardiac output
Intervensi:
a. Observasi:
- Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxymmal
nocturnal dysnea, peningkatan CVP).
- Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
(peningkatan BB, hepatomegaly, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronchi basah, oliguria, batuk, kulit pucat).
- Monitor TD.
- Monitor intake dan output cairan.

17
- Monitor adanya keluhan nyeri dada.
b. Terapeutik:
- Posisikan pasien semi fowler.
- Berikan terapi relaksasi.
- Berikan dukungan emosional dan spiritual.
- Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Edukasi:
- Anjurkan keluarga pasien untuk mengukur intake dan
output cairan harian.
- Berikan informasi kepada pasien dan keluar mengenai
aktivitas fisik yang sesuai dan latihan untuk OR secara
bertahap.
d. Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian antiaritmia.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet jantung
sesuai dengan kondisi pasien.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-kapiler
Intervensi:
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman.
Rasional: untuk mengetahui adanya peningkatan pernapasan dan
mendeteksi penyakit lain pernapasan yang memungkinkan terjadi.
b. Monitor adanya produksi sputum
Rasional: untuk mengetahui adanya penyakit lain atau adanya
infeksi di paru-paru yang menyebabkan pengeluaran sputum
bahkan bias berlebih.
c. Monitor adanya sumbatan jalan nafas.
Rasional: adanya sumbatan jalan nafas dapat menyebabkan pasien
mengalami respiratory arrest (gagal nafas)
d. Pemeriksaan palpasi kesimetrisan ekspansi paru.

18
Rasional: untuk mengetahui kesimetrisan antara paru kiri dan
kanan apakah mengalami depresi saat pasien inspirasi. Jika tidak
simetris perlu dicurigai adanya tumor, ca, efusi pleura.
e. Auskultasi bunyi nafas.
Untuk mengetahui adanya sumbatan pada jalan nafas bagian atas
atau jalan nafas bagian bawah atau untuk mengetahui adanya suara
nafas tambahan.
f. Monitor saturasi oksigen
g. Rasional:
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubun berhubungan dengan anoreksia.
Intervensi:
a. Kaji adanya alergi makanan
Rasional: Alergi makanan dapat berpengaruh pada perburukan
kesehatan pasien.
b. Berikan air dan jus bila diperlukan
Rasional: Untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat
c. Berikan makanan yang terpilih (suda dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Rasional: Menambah nafsu makan dan menghindari mual dan
muntah.
d. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Rasional: Informasi mengenai kebutuhan gizi membantu pasien
dan keluarga untuk berusaha memenuhinya.
e. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan.
Rasional: Membantu mengetahui perkembangan pasien.
f. Monitor adanya penurunan berat badan.
Rasional: Penurunan berat badan mengindikasikan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
g. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
Rasional: kekeringan, rambut kusam, mudah patah merupakan
indikasi kekurangan protein.

19
h. Monitor mual dan muntah.
Rasional: Mengetahui perkembangan kondisi pasien
i. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Untuk menentukan kebutuhan gizi sesuai keadaan
pasien.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Intervensi:
a. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: Menentukan tindakan selanjutnya.
b. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan.
Rasional: Meningkatkan motivasi kepada klien agar lebih aktif.
c. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Rasional: Membantu menentukan tindakan yang tepat untuk
dilakukan.
d. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Contoh :
bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat
selama 1 jam setelah makan
Rasional: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas yang berlebihan.
e. Lakukan modifikasi lingkungan.
Rasional: Membantu aktivitas yang mandiri.
f. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
Rasional: Mencegah penurunan metabolisme selular dan
kebutuhan oksigen.

20
g. Diskusikan dengan pasien tentang perlunya beraktivitas
Rasional: Mengkomunikasikan kepada pasien bahwa aktivitas akan
meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikososial.
h. Instruksikan dan bantu pasien untuk beraktivitas diselingi istrahat.
Rasional: Menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah
keletihan.
i. Beri dukungan dan dorongan pada aktivitas pasien yang dapat
ditoleransi
Rasional: Membantu pasien membangun kemandirian.
j. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda.
Rasional: Mengajarkan metode penghematan energi dan
kemandirian.
k. Bantu untuk mengidentivikasi aktivitas yang disukai.
Rasional: meningkatkan motivasinya agar lebih aktif.
l. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentivikasi kekurangan dalam
beraktivitas.
Rasional: membantu pasien membangun kemandirian
7. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
Intervensi:
a. Berikan Pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah pasien dan
pastikan menjaga privasi pasien dan keluarga serta sesuai dengan
kesepakatan dari pasien dan keluarga pasien, serta memberikan
kesempatan untuk bertanya.
Rasional: untuk memberikan informasi terkait dengan masalah
kesehatan seksual yang terganggu karena kondisi pasien saat ini.
b. Memberikan informasi tentang perkembangan seksualitas dalam
siklus kehidupan.
Rasional: untuk menambah wawasan dan pengetahuan pasien dan
keluarga agar bisa menerima kondisi pasien saat ini yang tidak bias
memenuhi kebutuhan seksualnya.
9. Risiko keridakstabilan glukosa darah berhubungan dengan
hipoglikemia

21
Intervensi:
a. Observasi:
- Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia.
- Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia.
b. Terapeutik:
- Berikan karbohidrat komplek dan protein sesuai diet.
- Pertahankan kepatenan jalan nafas.
- Pertahankan akses IV, jika perlu.
c. Edukasi:
- Monitor kadar gula darah
- Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai diet,
insulin (SC), dan OR.
- Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (misalkan tanda dan
gejala, faktor resiko, dan pengobatan hipoglikemia)
- Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia
(misalkan mengurangi pemberian insulin atau
meningkatkan asupan makanan).

2.8.4 Implementasi
Suatu tindakan atau pelaksana rencana yang telah di sususn secara cermat
dan rinci (matang)
2.8.5 Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatanyang dilakukan dengan berkenaan dengan proses
untuk menentuan nilai dari suatu hal.

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Ny. M (30th) datang ke rumah sakit dengan keluhan lelah, pusing, nafsu
makan menurun karena mual. Muntah sudah 3 kali. Klien mengatakan diare
sering tapi sedikit. Klien merasa sering haus dan ingin makan makanan asin.
Berat badan menurun 4 kg dalam 2 hari. Kulit klien tampak hiperpigmentasi
di bagian dalam mulut, puting, aksila, dan siku. Hasil TTV menunjukkan TD
90/60 mmHg, Suhu 370 C, Nadi 60x/menit, RR 20xmenit. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar kortisol Ny. M adalah 2 mcg/dL.
Dari hasil CT Scan didapatkan adanya kalsifikasi pada kelenjar adrenal.
Dokter mendiagnosa penyakit Addison.

3.2 Pengkajian
1) Pengkajian :
1. Identitas : Ny. M 30 th
2. Keluhan Utama : Pusing, Mual,Muntah, Nafsu Makan
Menurun
3. Riwayat Penyakit Dahulu :-
4. Riwayat Penyakit Sekarang : Lelah, pusing, nafsu makan menurun
karena mual. Muntah sudah 3 kali.
Klien mengatakan diare sering tapi
sedikit, Kulit klien tampak
hiperpigmentasi di bagian dalam mulut,
puting, aksila, dan siku. Hasil TTV TD
90/60 mmHg, Suhu 370 C, Nadi
60x/menit, RR 20xmenit
5. Riwayat Penyakit Keluarga : -

23
2) Pemeriksaan Fisik ( Body Of System) :
1. Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi
otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping
hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
2. Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
3. Sistem Pencernaan
Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
Abdomen :
I : Bentuk simetris
A : Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
4. Sistem Muskuluskeletal Dan Integumen
Ekstremitas atas : Terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : Terdapat nyeri
Penurunan tonus otot
5. Sistem Endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab.
Diagnostik ACTH meningkat
Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas
dingin, cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal
ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa

24
6. Sistem Eliminasi Urin :
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik
urin
Eliminasi Alvi :
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
7. Sistem Neurosensori
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi
disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah),
letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam
keadaan krisis)
8. Nyeri / kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen,
ekstremitas.
9. Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu,
demam yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)
10. Aktivitas / Istirahat
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak
mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut
nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang
gerak sendi.
11. Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda
seks sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada
wanita) hilangnya libido
12. Integritas Ego
Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk
sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi
tidak stabil.

25
3.3 Analisa Data
Diagnosa
No Data Etiologi
Keperawatan
1. DS : ketidak seimbangan Difisit volume
-pasien mengatakan lelah pusing intake dan output cairan
nafsu makan menurun mual
muntah sudah 3x diare sering tapi
sedikit, merasa sering haus, ingin
makan tapi asin
DO :
-TD : 90/60
S : 37 C
N : 60 x/m
-kulit tampak hiper pigmentasi
dibagian dalam mulut putting
aksila siku
2.

DS : Anoreksia Nutrisi kurang dari


-Pasien mengatakan nafsu makan kebutuhan
menurun karena mual, muntah
sudah 3x klien mengatakan diare
sering tapi sedikit, klien merasa
sering haus dan ingin makan asin
DO:
-BB menurun 4 kg dalam 2 hari
-kortisol 2 ncg/dl

Harga diri rendah


3. DS: hiperpigmentasi
-pasien malu bertemu orang lain

DO:
-hiperpigmentasi

26
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan infeksi pada kelenjar adrenal
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubun berhubungan dengan faktor biologis
(kerusakan neuromuskular)
3. Disfungsi Seksual berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
4. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi – kapiler
3.5 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri dengan Manajemen Nyeri dengan
berhubungan Kriteria Hasil : tindakan :
dengan infeksi 1. Tanda-tanda 1. Monitor tanda-tanda
pada kelenjar vital klien vital
adrenal normal 2. Identifikasi
. 2. Keluhan nyeri lokasi,karakteristik,
menurun durasi, frekuensi,
3. Tanda-tanda kualitas, dan
nyeri berkurang intensitas nyeri
(skala, durasi, 3. Identifikasi skala
frekuensi, nyeri
intenitas nyeri) 4. Idenifikasi respon
4. Tidak ada nyeri non verbal
ekspresi 5. Monitor efek
meringis samping
5. Gelisah penggunaan
menurun analgetik
6. Pola tidur 6. Fasilitasi istirahat
membaik dan tidur
7. Anjurkan
penggunaan
analgetik secara
tepat
8. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (relaksasi
maupun distraksi )
9. Kolaborasikan
pemberian analgetik

2. Nutrisi kurang dari Kebutuhan nutrisi klien Manajemen nutrisi dengan

27
kebutuhan tubun kembali adekuat tindakan :
berhubungan setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda
dengan faktor intervensi selama 1x24 vital
biologis (kerusakan jam dengan kriteria 2. Kaji riwayat nutrisi
neuromuskular) hasil : 3. Kaji adanya alergi
1. Tanda-tanda makanan
4. Ukur berat badan
vital klien
pasien setiap hari
normal
5. Berikan air dan jus
2. Berat badan
bila diperlukan
klien tidak
6. Berikan makanan
turun
yang terpilih (sudah
3. Nafsu makan
dikonsultasikan
klien meningkat
4. Mual dan dengan ahli gizi)
7. Monitor adanya
muntah
mual dan muntah
berkurang atau
8. Beri makanan porsi
hilang
kecil tapi sering
5. Klien
9. Berikan informasi
menghabiskan
tentang kebutuhan
porsi
nutrisi
makanannya 10. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien.
3. Disfungsi Seksual Fungsi Seksual dengan Edukasi Seksualitas dengan
berhubungan Kriteria hasil: tindakan :
dengan gangguan
neuromuskuler 1. Kepuasan 1. Identifikasi kesiapan
hubungan dan kemampuan
seksual menerima informasi.
2. Sediakan materi dan
meningkat.
2. Keluhan nyeri media pendidikan
saat kesehatan .
3. Jadwalkan
berhubungan
pendidikan
seksual
kesehatan sesuai
menurun.
3. Keluhan kesepakatan.
4. Berikan kesempatan
hubungan

28
seksual terbatas untuk bertanya.
5. Jelaskan
menurun.
4. Keluhan perkembangan
melakukan seksualitas
aktivitas sepanjang siklus
seksual kehidupan.
6. Jelaskan pengaruh
menurun.
5. Ketertarikan tekanan kelompok
pada pasangan dan sosial terhadap
membaik. aktifitas seksual.
7. Anjurkan
keterampilan
komunikasi asertif
untuk menolak
tekanan teman
sebaya dan sosial
dalam aktivitas
seksual.
4. Gangguan Pertukaran Gas dengan Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas kriteria hasil : dengan tindakan :
berhubungan
dengan 1. Tingkat 1. Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan
kesadaran irama, kedalaman
ventilasi – kapiler
meningkat dan upaya nafas
2. Dispnea 2. Monitor adanya
menurun produksi sputum
3. Bunyi nafas 3. Monitor adanya
tambahan sumbatan jalan
menurun atau nafas
4. Lakukan palpasi
tidak ada
4. Takikardia kesimetrisan
menurun atau ekspansi paru
5. Lakukan auskultasi
tidak ada
5. Gelisah bunyi nafas
6. Monitor saturasi
menurun
6. Nafas cuping oksigen

29
hidung 7. Atur interval
menurun atau pemantauan
tidak ada respirasi sesuai
7. Sianosis tidak
kondisi pasien
ada 8. Dokumentasikan
8. Pola nafas
hasil pemantauan
membaik 9. Jelaskan tujuan dan
9. Warna kulit
prosedur
tidak pucat atau
pemantauan
sianosis 10. Informasikan hasil
pemantauan

30
3.6 Implementasi
Diagnosis Tanggal, Jam IMPLEMENTASI
1 Selasa , 16 1. Melakukan TTV
September 2019 2. Pemberian Cairan Intravena dan beri obat oral
09 – 14.00 3. Menimbang berat badan pasien
4. Menganjurkan pasien untuk banyak minum
5. Monitor turgor kulit pasien
6. Monitor intake dan output pasiean

2 Selasa , 16 1. Melakukan TTV


September 2019 2. Menimbang berat badan pasien
09 – 14.00 3. Menganjurkan makan sedikit sedikit tapi sering
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

3 09-14.00 1. Melakukan TTV


2. Memberikan Edukasi
3. Memberikan informasi tentang status Gizi yang benar
tentang status Gizi
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

4 09-14.00 1. Melakukan TTV


2. Kolaborasi dengan dokter untuk mengevaluasi status
Gizi yang disarankan pada pasien
3. Menyarankan tidak makan makanan yang sebarang

31
3.7 Evaluasi
Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf
16 september 2019 Defisit volume cairan S : Px mengatakan
berhubungan dengan mual,muntah,sering diare tapi
ketidakseimbangan intake sedikit
dan output O : Px terlihat lemas ,mual
,muntah,sering minta minum ,
TD : 90/60mmHg
S : 37
N : 60x/menit
RR : 20x/menit
A: Masalah belum teratasi
I : Intervensi dilanjutkan
16 september 2019 Nutrisi kurang dari S : Px tidak nafsu makan,tubuh
kebutuhan tubuh terasa lemah
berhubungan dengan O : Px terlihat lemas ,mual
anoreksia ,muntah.
TD : 90/60mmHg
S : 37
N : 60x/menit
RR : 20x/menit
A: Masalah belum teratasi
I : Intervensi dilanjutkan
16 september 2019 Harga diri rendah S : Px mengatakan malu karena
berhubungan dengan warna kulitnya,merasa tidak
hiperpigmentasi Percaya diri.
O : Px sering menundukkan
kepala atau memalingkan
wajah,kulit tampak
hiperpigmentasi terutama pada
bagian putting,aksila,siku,dan
dibagian dalam mulut.
TD : 90/60mmHg
S : 37
N : 60x/menit
RR : 20x/menit
A: Masalah belum teratasi
I : Intervensi dilanjutkan

32
BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Krisis Adrenal atau krisis Addison atau Acute Adrenal Insuffiency adalah
suatu insufisiensi adrenal akut yang biasanya ditemukan dalam keadaan syok
pada seseorang yang menderita insufisiensi adrenal yang sebelumnya tidak
diketahui atau pada penderita insufisiensi adrenal yang kenudian mendapat
suatu infeksi bakteri, tindakan operasi, diare atau penyakit berat lainnya.
Etiologi adrenal krisis:
1. Penyebab primer adalah perdarahan kelenjar adrenal bilateral, trombosis
atau nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika mendapat antikoagulan. Bila
kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan menyebabkan insufisiensi
adrenal.
2. Penyebab sekunder adalah peripartum pituitary infark (Sheehan`s
syndrom), Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary), trauma
kepala dengan gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi biasanya tidak
seberat pada keadaan adrenal insuficiency primer karena sekresi aldosteron
tidak dipengaruhi.
Beberapa diagnosa yang kemungkinan muncul pada penyakit adrenal krisis,
yaitu:
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan input dan output.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kolaps sirkulasi.
3. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan dan
elektrolit, hipotensi, kadar gula darah rendah.
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan hipotensi.
5. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

33
8. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/kurang
informasi mengenai prognosis penyakit, perawatan dan pengobatan.

1.2 Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan, Peningkatan terhadap suatu pembelajaran
seharusnya harus lebih didukung oleh sumber daya manusia yang lebih
tinggi dari para pendidiknya, sehingga dalam melakukan kegiatan
pembelajaran dapat lebih meningkatkan prestasi mahasiswa khususnya
mahasiswa keperawatan.
2. Bagi mahasiswa/pembaca, aktiflah dalam menambah wawasan ilmu
pengetahuan dalam bidang ilmu kegawatdaruratan, dengan menggunakan
sarana dan prasarana yang disediakan oleh institusi pendidikan serta
belajar mandiri demi keberhasilan pendidikan, dan menjadi tenaga yang
profesional

34
DAFTAR PUSTAKA

Adhiarta, IGN dan Soetedjo, Nanny NM. 2009. Krisis Adrenal. Bandung :
Universitas Padjadjaran. Diakses pada 17 September 2019 pukul 18.00
WIB. Available at: http://pustaka.unpad.ac.id/archives/29469
Aini, Nur dan Aridiana, Ledy Martha. 2016. Asuhan Keperawatan pada Sistem
Endokrin dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta : Salemba
Medika.
Brunner,dkk. 2000. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Bulechek, Gloria M., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi
ke-6. Indonesia: CV. Mocomedia
Doenges Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : ECG
Greenstein, Ben. 2010. At a Glance System Endokrin. Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/krisis_adrenal.pdf diakses
pada tanggal 17 September 2019
Internasional, Nanda. 2010. Diagnosa Keperawatan Defisini dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison : Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Jakarta : EGC
Kholqi, Yasfika Ahsanan. 2015. Woc Krisis Addison. Diakses pada 17 September
2019 pukul 19.00 WIB. Available at :
https://www.scribd.com/doc/292866334/Woc-Krisis-Addison
Liotta, E. A & Elston. 2010. Addison Disease. eMedicine from WebMD.
Dermatologic Aspects of Addison Disease
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Edisi ke-5.
Indonesia: CV. Mocomedia
Nuurhasanah. 2017. Askep Adrenal Krisis. Diakses 16 September 2019
(https://id.scribd.com/document/363528184/Askep-Adrenal-Krisis)
Price, A. Sylvia, Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. (terjemahan). Peter Anugrah. EGC: Jakarta.
Price, Sylvia. 2005. patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

35
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tjokroprawito A, Poernomo BS, Djoko S, Dkk. 2015. Buku Ajaran Ilmu Penyakit
Dalam. Ed. 2. Surabaya : Airlangga University Press
Williams, L. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih Bahasa
Paramita. Jakarta : PT. Indeks

36

Anda mungkin juga menyukai