Anda di halaman 1dari 2

Informasi, data, dan Teknologi

Informasi adalah sederetan data baik yang berupa audio, visual, literal, maupun gabungan
ketiganya (multi media). Karena informasi adalah sekedar deretan data maka isinya
(content)pun dapat beraneka rupa. Sebagian besar adalah sampah, dimana sebagaian lagi
adalah sampah yang dikemas indah. Motif manipulatif dan keuntungan diri sendiri amatlah
kental dalam distribusi informasi. Info komersial (iklan dan berbagai bentuk promosi gaya
hidup lainnya) adalah salah satu bentuk sampah yang dikemas indah. Selain cinta fitrah
manusia lainnya adalah serakah, bila sampah-sampah organik dapat menjadi pupuk kompos
yang menyuburkan tanaman, maka sampah-sampah info komersial adalah pupuk yang luar
biasa bagi penyebaran motif manipulatif, egosentrisme, dan naluri keuntungan diri sendiri.
Pergeseran fungsi luhur lobus frontalis dapat terjadi bila sebagian besar data dasar hakikat
hidup manusia telah terganti sampah info komersial, yang bahkan dapat mereset sistem
BIOS otak manusia menjadi sederetan program hedonisme pemuasan diri sendiri yang sarat
dengan software manipulatif dan bersemangat egosentrisme. Pada saat manusia
direprogram untuk mengaksepsi bahwa tujuan hidup hanyalah sekedar menggapai
kesenangan pribadi, maka tertutuplah rasa cinta akan hadirnya kedamaian abadi serta
kerinduan akan kehadiran sang Maha Pencinta. Pada saat itu pula kesadaran paradoksial
benar-benar menjadi paradoks yang relatif, dimana snilai salah-benar tak jelas lagi,
terkadang motivasi membunuh hanya sekedar ingin mencicipi sebatang rokok mahal.

Itulah informasi, sederet data yang mampu merubah perangai manusia, dan budaya suatu
komunitas. Itulah informasi, sederet data yang sebenarnya dapat tersaji sangat menarik
berkat berbagai piranti (device) seperti komputer dan televisi. Itulah informasi, sederet data
yang selayaknya bisa berisikan muatan pengetahuan akan arti hidup, akan sains yang
membantu kita mengenal sang maha Pencipta, dengan sains yang dapat membantu kita
meringankan penderitaan saudara kita, mengenal saudara kita, dan meringankan beban-
beban hidup kita karena terbatasnya kemampuan fisik kita untuk saling bertegur sapa ‘real
time’ dengan saudara kita yang terpisah dimensi ruang. Itulah informasi yang prasarana
penunjangnya mampu menampilkan sederet data itu menjadi hal-hal menarik yang pasti
akan langsung terekam oleh girus-girus dan sulkus-sulkus penuh sel neuron di otak kita.
Itulah informasi, basis data yang terekam di otak kita untuk selanjutnya menjadi alat bantu
analisa yang memungkinkan kita memiliki bidikan dengan akurasi yang tepat. itulah
informasi yang kita butuhkan untuk membuat keputusan manajerial yang benar dengan
waktu yang cepat. Tanpa informasi yang akurat dan tepat maka kita tidak akan pernah bisa
mengevaluasi dan mengestimasi sasaran, dengan demikian kita tidak akan pernah bisa tepat
dalam membidiknya. Bagaimana kalau yang menjadi sasaran adalah tujuan hidup ?
Bukankah kita akan menjadi pecundang selamanya ? Barangkali hidayahpun sebagian
variabel bebasnya adalah aksesibilitas informasi, dan kemampuan untuk menganalisa
informasi sebagai dasar bagi pengambilan keputusan mikroprosesor neuron kita.
Kurangnya komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien menjadi pemicu munculnya
pengaduan malpraktik yang dilakukan dokter. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI) mengakui komunikasi yang gagal telah menjadi masalah tersendiri.

Akibatnya meski dokter sudah menjalankan tugas sesuai prosedur, namun pasien tetap
merasa dirugikan karena hasil terapi tidak sesuai harapan.

Hingga Maret 2011, MKDKI telah melayani 127 pengaduan kasus pelanggaran disiplin yang
dilakukan dokter atau dokter gigi. Dari angka terebut, sekitar 80 persen dipicu kurang
komunikasi.

Keterampilan dokter dalam menyampaikan informasi menjadi kunci dalam situasi semacam
ini. Jika dokter tidak cakap berkomunikasi, maka yang terjadi adalah kesalahpahaman yang
berbuntut pada pengaduan oleh pasien baik ke MKDKI ataupun langsung ke meja hijau.

"Dalam satu kasus, bayi meninggal di ruang Neonatus Intensive Care Unit (NICU). Dokternya
hanya bilang kekurangan oksigen, sehingga keluarga pasien tidak terima. Padahal maksud si
dokter adalah ketidakmampuan paru-paru si bayi untuk menerima oksigen," ungkap pakar
hukum Universitas Hassanudin, Dr Sabir Alwy, SH, MH dalam jumpa pers di Gedung
Kementerian Kesehatan, Jumat (20/5/2011).

Seandainya yang terjadi adalah pasokan oksigen di ruang NICU habis, maka MKDKI bisa
menilainya sebagai pelanggaran disiplin sehingga dokter yang bersangkutan bisa dikenai
sanksi pencabutan izin. Namun karena yang terjadi hanya kurang komunikasi, MKDKI hanya
akan memberikan teguran dan pembinaan.

Dr Sabir yang juga merupakan anggota MKDKI mengatakan, 80 persen pengaduan yang
diterima MKDKI berawal dari kondisi gagalnya komunikasi ini. Tak heran dari 42 pengaduan
yang sudah selesai ditangani MKDKI, hanya sekitar 50 persen yang diputuskan sebagai
pelanggaran disiplin oleh dokter atau dokter gigi.

Sebaliknya menurut Dr Sabir, kadang-kadang pasien tidak mempermasalahkan hasil terapi


yang tidak memuaskan ketika dokternya pandai berkomunikasi meski ada kemungkinan
terjadi pelanggaran disiplin. Hanya saja karena pasien tidak melapor, angkanya tidak pernah
terpantau oleh MKDKI.

"Sesuai tugas yang diatur Undang-undang, MKDKI hanya menerima pengaduan,


pemeriksaan dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin yang diajukan. MKDKI sifatnya
pasif, jadi kalau tidak ada laporan dari masyarakat maka tidak ada penanganan," tambah Dr
Sabir.

Anda mungkin juga menyukai