KONJUNGTIVITIS
Disusun Oleh:
Pembimbing:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
referat dengan judul “KONJUNGTIVITIS”. Dalam kesempatan ini, kami ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga
terselesaikannya tutorial kasus ini, diantaranya:
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Nur Khoma F, Sp. M, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani
pendidikan doker muda di Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Mata, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada penulis.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3
1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
2.1 Definisi Konjungtivitis.......................................................................... 6
2.2 Etiologi Konjungtivitis.......................................................................... 6
2.3 Klasifikasi Konjungtivitis .................................................................... 6
2.4 Konjungtivitis Bakteri Akut .................................................................. 7
2.5 Konjungtivitis Virus Akut..................................................................... 12
2.6 Konjungtivitis Jamur............................................................................. 18
2.7 Konjungtivitis Alergi ........................................................................... 20
2.8 Konjungtivitis Bahan Kimia atau Iritan ............................................... 23
3. KESIMPULAN .............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti
menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi
untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.3 Pada dasarnya
konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut
menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya berkonsultasi dengan
dokter mata jika terkena konjungtivitis.3
5
BAB II
ISI
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
6
2.3.1 Konjungtivitis Bakterial
2.3.1.1 Konjungtivitis Bakterial Akut
Definisi dan Etiologi
Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh Streptokokus,
Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, Neisseria, dan Hemophilus.
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat
menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
7
• Kemosis : pembengkakan konjungtiva
• Mukopurulen atau Purulen4
• Pemeriksaan tajam penglihatan
• Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Pemeriksaan Penunjang :
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat
diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan
konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa;
pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan
mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan
diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil
sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat
diteruskan. 6
Penatalaksanaan
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam
pertama obat diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya
diberikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan
salep mata untuk mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat
penyembuhan1, 3
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan
agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter
dapat mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis
purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N
gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera
dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah
diperoleh. 4,6
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus
konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan
8
secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan
keluarga diminta memperhatikan secara khusus higiene perorangan. 1,4
Komplikasi dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi
dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3
hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi
blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap kronik) dan konjungtivitis
gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi
meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh
sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Pencegahan
• Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
• Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah
menangani mata yang sakit.
• Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan
penghuni rumah lainnya.8
2.3.1.2 Konjungtivitis Gonore
Definisi
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret
purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan
bersifat invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan lahir, sedang
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit
tersebut.
Manifestasi Klinis
• Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat diraba.
• Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
9
• Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior,
sedangkan konjungtiva bulbi merah.
• Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5
Pemeriksan Penunjang dan diagnosis
Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blu dimana dapat
terlihat diplokok di dalam sel leukosit.
Penatalaksanaan
Penisilin Salep dn Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB
selama & hari. 1, 3
2.3.1.3 Konjungtivitis Angular
Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus
interpalpebra. Disebabkan oleh Basil Moraxella Axenfeld.3
Manifestasi Klinis
Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang
Sekret mukopurulen
Pasien sering mengedip5,6
Penatalaksanaan
Tetrasiklin dan basitrasin
2.3.1.4 Konjungtivitis mukopurulen
Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala
umum konjungtivitis kiataral mukoid yang disebabkan oleh
Staphylococcus atau basil Koch Weeks.3
Manifestasi Klinik
• Hiperemi konjungtiva
• Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata
melekat terutama saat bangun pagi.
10
Konjungtivitis Bakteri
BAKTERI
Etiologi Streptokokus, staphylococus,
Corynebacterium diptherica,
Pseudomonas, Neisseria Gonore,
Hemophilus, dan Moraxella Axenfeld.
Anamnesis Sekret purulen/ mukopurulen banyak
atau sedikit, disertai air mata, sedikit
terasa gatal, mata merah, terkadang
disertai dengan sakit tenggorokan dan
demam.
Pemeriksaan fisik Hiperemi konjungtiva, sekret
mukopurulen/ purulen, kemosis,
tanpa/disertai pseudomembran, jarang
terjadi adenopati periaulikular
Pemeriksaan penunjang Pewarnaaan kerokan & eksudat
ditemukan bakteri penyebab, sel radang
polimorfonuklear atau mononuklear.
11
Penatalaksanaan Pengobatan dilakukan sesuai dengan
bakteri penyebab yang ditemukan pada
pemeriksaan sedian pada umumnya
diberikan sulfonamide (sulfacetamide
15%) atau antibotik (Gentamycine
0,3%, chloramfenicol 0,5%, polimixin).
jika tidak ditemukan kuman diberikan
antibiotik tetes mata spektrum luas tiap
jam atau salep mata 4-5 kali/hari.
Etiologi
12
Gambar 2.2 Demam Faringokonjungtival
Pemeriksaan Penunjang
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear,
dan tak ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih
sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar menular di
kolam renang berchlor. 1,3,6
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh
sendiri, umumnya dalam sekitar 10 hari. 1
b. Keratokonjungtivitis Epidemika
Etiologi
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe
8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia) Transmisi
nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril,
atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama
anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat
menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu
dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
1,3
Manifestasi Klinik
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya
sering pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah.
Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan
berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia,
13
keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensasi kornea
normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema
palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut.
Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.
Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar
atau pembentukan symblepharon.1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu.
Kekeruhan subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di
tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa
meninggalkan parut.1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada
bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala
sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media,
dan diare. 1, 3
Pemeriksaan Penunjang
14
menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan.
Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau
hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan
dengan hati-hati. 4,6
c. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Manifestasi Klinis
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan
penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai
pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid,
sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial
tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau
ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul
di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra.
Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada
orang dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu
15
terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin
diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan
menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus
diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau
salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes
setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima
kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima
kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridement kornea dapat dilakukan.
Lebih jarang adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine.
Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid
dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes
simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang
singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.1,3
d. Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi dan Etiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah
mengalami epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika
akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969.
Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa
inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7
hari).5 Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang
dan oleh fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan
air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari.5
Manifestasi Klinis
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak
mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragik
subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragik
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik
16
pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar
ke bawah. Kebanyakan pasien mengalami limfadenopati
preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis
anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada
25% kasus.1,5
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang pasti. 4,5
17
mononuclear, dan terbentuk raksasa
tak ada bakteri pseudomembran dan multinuclear
yang tumbuh banyak neutrophil
pada biakan
Penatalaksanaan Tidak ada Kompres dingin, dan Antivirus Pengobatan
pengobatan obat kortikosteroid topical tidak ada yang
spesifik. diberikan 7 – pasti.
Konjungtivitisnya 10 hari: Self limiting
sembuh sendiri, trifluridine disease,
umumnya dalam setiap 2 jam pengobatan
sekitar 10 hari. sewaktu simptomatik.
bangun atau
salep vida
rabine lima
kali sehari,
atau
idoxuridine 0,1
%, 1 tetes
setiap jam
sewaktu
bangun dan 1
tetes setiap 2
jam di waktu
malam.
Manifestasi Klinik
18
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema)
pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita
dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku
dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya,
keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering
mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal,
penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.3,4
Pemeriksaan Penunjang
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak
yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.1
Penatalaksanaan
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari),
astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu
tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat
antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid,
ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,
plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan
komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya.1,3
2.3.3.2 Konjungtivitis Vernalis
Definisi dan Etiologi
Suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan
dianggap sebagai suatu alergi. Konjungtiva banyak sekali mengandung sel
dari sistem kekebalan (mast sel) yang melepaskan senyawa kimia
(mediator) dalam merespon terhadap berbagai rangsangan (seperti serbuk
sari atau debu tungau) . Mediator ini menyebabkan radang pada mata,
yang mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang
memiliki tingkat mata merah alergi.7
Diagnosis
Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
19
Kadang disertai shield ulcer
Bersifat rekuren 3
Manifestasi Klinis
Mata merah (biasanya rekuren)
Kadang disertai rasa gatal yang hebat
Adanya riwayat alergi
Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama
superior
Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi
sekunder4,7
Penatalaksanaan
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin,
ruangan sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical
levokabastin, emestadine), vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine),
mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4%
alomide), antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid
topical atau agen modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer
bias diberikan sikloplegik yang agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau
skopolamin 0,25%) dan antibiotic topikal Dapat diberikan antihistamin
sistemik.8
2.3.4 Konjungtivitis Jamur
Definisi
Konjungtivitis jamur jarang ditemui pada individu normal. Hanya 6-25%
dari individu tersebut yang dapat menderita konjungtivitis jamur. Penyakit ini
meningkat tergantung oleh musim dan kemungkinan disebabkan oleh droplet
yang membawa candida10.
Faktor Predisposisi
1. Penggunaan kosmetik bersama
2. Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang
3. Penggunaan steroid topikal jangka panjang
20
4. Cedera
5. Mandi pada air kotor
6. Imunokompromise (HIV, DM dan penggunaan obat imunosupresif) 10
Etiologi
Konjungtivitis dari spesies candida kebanyakan disebabkan oleh
penggunaan terapi kortikosteroid topikal dan antibiotik topikal pada mata
yang meradang. Jamur yang dapat mengakibatkan konjungtivitis adalah
candida albicans, candida parapsilosis, candida tropicalis, paracoccidioides
brasiliensis, coccidioimmitis, blastomyces dermatitidis dan rhinosporidium
seeberi10.
Manifestasi klinis
Gambaran umum yang terkait dengan konjungtivitis jamur adalah:
Kemerahan, gatal, sekret dan iritasi pada mata. Intensitas gejala ini
tergantung pada jenis agen infeksi, luasnya infeksi dan status kekebalan
pasien. Infeksi jamur sering muncul sebagai peradangan kronis dan sedikit
sekret dari mata10.
Pemeriksaan Fisik
Edema konjungtiva, hiperemia konjungtiva tarsal dan bulbar dan
granulaomata dapat diamati. Kotoran dapat mukopurulen atau berwarna
kuning atau hijau.
Candida konjungtivitis datang dengan lesi epitel superfisial purulen, akut
atau sub akut, pada bayi baru lahir, anak-anak sekolah dan orang dewasa
dengan infeksi primer terlokalisasi pada mukosa mulut atau vagina.
Konjungtivitis kronis papiler folikuler tanpa respons terhadap antibiotik
topikal dan evolusi lambat adalah karakteristik konjungtivitis kandida. Pada
beberapa pasien, membran konjungtiva atau pseudomembran dapat
dikaburkan.
Malassezia datang dengan konjungtivitis kataralis, di mana coccidio immitis
dapat menyebabkan konjungtivitis granulomatosa nekrotik yang parah dan
atau konjungtivitis folikular. Blastomyces dermatitidis menyebabkan
penyebaran yang berdekatan dan konjungtivitis folikular. Sporothrix
schenckii muncul dengan konjungtivitis nodular dengan lesi yang dalam
21
terkait dan limfadenopati lokal di mana Aspergillus niger menyebabkan
konjungtivitis kronis dengan sekresi konjungtiva hitam. Pasien dengan
gangguan imunitas mungkin mengalami perjalanan klinis yang lebih parah
dan menunjukkan konjungtivitis granulomatosa atau konjungtivitis
nekrotikans dengan sclera melting. Hal ini dapat disamarkan dengan
karsinoma sel skuamosa, lesi papiloma atipikal atau granuloma
konjungtiva10.
Gambar 2.4 Papil Multipel pada bagian atas konjungtiva tarsal kiri
Pemeriksaan Penunjang
Identifikasi laboratorium diperlukan pada pasien dengan lesi granulomatosa
atipikal. Biopsi dan histopatologi direkomendasikan sebagai prosedur
diagnostik. Pewarnaan Giemsa dari kerokan konjungtiva dapat
menunjukkan adanya hifa yang khas. Mikroskopik elektron dapat
menunjukkan keberadaan organisme ragi intraseluler dan ekstraseluler kecil.
Identifikasi organisme penyebab juga dapat diperoleh baik dengan kultur
spesifik atau PCR. Untuk rhinospororidiosis, lesi dieksisi melalui
pembedahan untuk pemeriksaan histopatologis. Konjungtiva tarsal inferior
22
dan forniks digosok dengan kuat dengan kalsium alginat atau kapas.
Spesimen biopsi konjungtiva untuk histopatologi & kultur diindikasikan jika
spesimen di atas tidak memberikan hasil. Pemeriksaan mikroskopis untuk
mengidentifikasi jamur dilakukan dengan PAS, Giemsa, pewarnaan gram,
Calcofluor white & Fluorescence microscopy. Kultur dapat dilakukan pada
agar SDA10
Penatalaksanaan
Amfoterisin B topikal (0,15%), natamisin (5%), flukonazol (2%), ketonazol
(2%) dapat digunakan sebagai pengobatan pada konjungtivitis jamur.
Umumnya antijamur topikal digunakan untuk konjungtivitis superfisial dan
antijamur sistemik untuk lesi yang dalam. Konjungtivitis granulomatosa
nekrotikan karena coccidio immitis memerlukan debridemen agresif pada
area yang terkena dan penggunaan jangka panjang amphotericin B &
flukonazol oral.
Blastomyces dermatitidis dan Sporothrix schenckii dikaitkan dengan
konjungtivitis granulomatosa. Mikosis ini diobati dengan agen antijamur
sistemik, biasanya itrakonazol. Infeksi rhinosporidium seeberi konjungtiva
biasanya bermanifestasi sebagai massa, merah, bertangkai. Tidak ada terapi
obat yang terbukti efektif untuk rhinosporidiosis. Kondisi diobati dengan
eksisi bedah lesi. Eksisi massa dengan margin yang memadai seringkali
bersifat kuratif10.
2.3.5. Konjungtivitis oleh Bahan Kimia dan Iritans
23
pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun.1
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan
efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva.
Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari
lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma
kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah
alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah
sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat
kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.5,6
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air
atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus
disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi.
Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika
sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi
kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap
konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai
segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik. 4,6
2.3.5.2 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
24
kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang
merusak saat diteteskan kedalam saccus konjungtivae.2,3
25
Tanda Bakterial Virus Alergi Iritan Jamur
Hemoragi + + - - -
Folikel - + - + -
Nodus + ++ - - -
preaurikuler
Pannus - - - (kecuali - -
vernal)
26
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
1 American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea.
Section 11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006
2 Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2003
3 Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2010.
4 James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
5 Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
6 PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta. 2002
7 Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta.
2010
8 Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
1983
9 Hurwitz, SA. (2009) Antibiotics Versus Placebofor Acote Bacterial,
Conjunctivitis. The Lochrane Collaboration
10 Mishra, D; Ranjan, P & Mohan, N. Fungal Conjunctivitis : How to suspect
& Diagnose. Sitapur: DOS Times, 2014
28