Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

THALASSEMIA

Pembimbing :
dr. Shelvi Herwati Tamzil, Sp.A

Disusun Oleh :
Nunki Restika
1102015170

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.DRADJAT PRAWIRANEGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
MEI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad
SAW, beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman,
aamiin. Penulisan Referat yang berjudul “Thalassemia” ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian ilmu kesehatan
anak di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu, terutama kepada dr. Shelvi Herwati Tamzil, Sp.A yang telah
memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas
beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna
perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Serang, 29 April 2019,

Nunki Restika
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalassemia adalah kelompok kelainan hematologic diturunkan akibat
defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalassemia alfa disebabkan
kurangnya atau tidak adanya sintesis rantai globin alfa dan thalassemia beta
disebabkan oleh kurang atau tidak adanya sintesis rantai globin beta.
Ketidakseimbangan rantai globin menyebabkan hemolysis. Pembawa sifat
thalassemia baik alfa maupun beta bersifat asimtomatis dan tidak membutuhkan
terapi. Pasien dengan thalassemia beta mayor beresiko meninggal karena
komplikasi kardiak akibat kelebihan besi. (kapsel)
Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin tetapi hanya 1,7%
memiliki trait thalassemia alfa atau beta. Thalassemia mengenai baik laki-laki
maupun perempuan dan terjadi sekitar 4,4 setiap 10.000 kelahiran hidup.
Thalassemia alfa terjadi paling sering pada keturunan Afrika dan Asia Tenggara
sedangkan thalassemia beta paling umum terjadi pada orang Mediterania, Afrika
dan keturunan Asia Tenggara. (kapsel)
Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu
negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi. Hal
ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa
frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Thalasemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari
orang tua kepada anaknya dimana terjadi kelainan sintesis hemoglobin yang
heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang
menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.
Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang
terbanyak menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir
seluruh negara di dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area
tertentu di dunia. Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara
Mediteraniam seperti Yunani, Itali dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania
seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia-β mayor yang
tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika Utara,
India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-α lebih sering
ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.

Mortalitas dan Morbiditas


Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin
yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat.
Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α
mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini
membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah
teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat
juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia-α
mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin.
Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional
embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas
bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor
yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia
berat atau iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita.
Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh
penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan
morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat. Mortalitas dan morbiditas tidak
terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi mereka yang mendapat terapi
yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam
komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang
dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli
atau infeksi merupakan komplikasi yang potensial.

Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat
timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada
pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa
(carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis
yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat
mendukung diagnosis.

Gambar 2. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus

Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh
kedua tahun pertama kehidupan sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan
penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara. Bentuk
thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak
pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia,
mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua
terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan
selama beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut
dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika
pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.
WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-
400 ribu bayi thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia
di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000
penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta,
sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang
berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri
dari 52,5 % pasien thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta
thalassemia α 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. Fakta ini
mendukung thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia
termasuk Indonesia.
2.3 Patofisiologi
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang
ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih,
sehingga terjadi ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi
gen pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu
terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalassemia
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan
karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati
lokus gen globin. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan
terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom
homolog menimbulkan keadaan homozigot (-/-).
Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis
sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha,
khususnya kekurangan sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya
pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh
sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka
orang tersebut hanya menjadi pembawa/carier.
I. Thalasemia beta
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya
biosintesis dari unit  globin pada Hb A. Pada thalasemia β heterozigot, sintesis β
globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot,
sintesis β globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total
menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan
thalasemia β homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi,
maka sintesis rantai γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung
proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara
kuantitas tidak mencukupi.
Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan
dan tidak mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai
polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai α bebas di dalam sel darah
merah yang berinti dan retikulosit. Rantai α bebas ini mudah teroksidasi. Mereka
dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan
kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur
dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi
menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil,
terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi α globin, dan mengandung komplemen
hemoglobin yang menurun dan memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia
mikrositik hipokrom yaitu hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa,
hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini.
Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur
yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity
dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya
sedikit) mengalami hemolisa secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-
sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak.
Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang
prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif
yang memproduksi sel darah merah baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal
dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang
kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia
yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu
stress yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari
pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan
terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia
muda tanpa adanya terapi transfusi.
Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang
sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.
II. Thalasemia alpha
Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia α adalah rantai γ dan yang
kurang atau hilang sintesisnya dalah rantai α. Rantai γ bersifat larut sehingga
mampu membentuk hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu
bertahan dan memproduksi molekul Hb yang lain seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H
(β4). Perbedaan dasar inilah yang mempengaruhi lebih ringannya manisfestasi
klinis dan tingkat keparahan penyakitnya dibandingkan dengan thalasemia beta.
Patofisiologi thalasemia α sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada
thalasemia α homozigot (-/-) tidak ada rantai α yang diproduksi. Pasiennya hanya
memiliki Hb Bart’s yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya
tinggi tapi hampir semuanya adalah Hb Bart’s sehingga sangat hipoksik yang
menyebabkan sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda hipoksia intrauterin.
Bentuk thalasemia α heterozigot (α0 dan -α+) menghasilkan
ketidakseimbangan jumlah rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan
dengan HbH dimana kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena
HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin disebut delesi.
2.4 Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi klinisnya
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan
penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-
macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting
dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai
α maupun β.
Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak
ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi
gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-
α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah
diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 1. Thalassemia-α
Genotip Jumlah gen α Presentasi Hemoglobin Elektroforesis
Klinis Saat Lahir > 6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb N
Barts
--/αα atau 2 Trait thal-α 2-10% Hb N
–α/-α Barts
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Hb H
Bart
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4

 Silent carrier thalassemia-α


o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya
ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-
Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak
pada kromosom 16.
o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis,
hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah
dalam beberapa pemeriksaan.
o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa
juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (
misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap
pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan
mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat
menuju diagnosis thalasemia.
 Trait thalassemia-α
o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu
kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini
sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah.
o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak
terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel


 Penyakit Hb H
o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat,
splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada
sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan
tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H)
yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga
menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai
Heinz bodies.

Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-
Bodies

 Thalassemia-α mayor
o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak
satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang
menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-
bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah
kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen.
o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang
lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik,
dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup
dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung
dengan transfusi.
Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :
 Silent carrier thalassemia-β
o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu
thalassemia-β+.
o Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika
diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan
sindrom thalassemia intermedia.

Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

 Trait thalassemia-β
o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb
A2, Hb F, atau keduanya
o Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan
preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu
dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti
(3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan
HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas,
dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%,
yang mewakili thalassemia tipe δβ.
 Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
o Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga
seberat thalassemia-β mayor
o Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip
anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia).
Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini,
tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
o Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia
ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal
menurut umur.
o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,
ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga
ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk
thalassemia.
o MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg).
Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat
diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi
serum normal atau meningkat.
 Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan
pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan
gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80%
penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi
jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum
tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin
terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua,
limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia

o Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas


terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder.
Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin
terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.
o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β°
homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping
hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit
yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar
eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi.
Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai
α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat
menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi
tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar
HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.
2.5 Diagnosis
Anamnesis
 Pucat kronis dan riwayat transfusi berulang
 Riwayat keluarga akan penyakit yang sama
 Organomegali : perut yang semakin membesar atau teraba massa di perut
Pemeriksaan Fisik
 Pucat
 Organomegali : hepatosplenomegali diakibatkan oleh (1) destruksi eritrosit
berlebihan, (2) hemopoiesis ekstramedular, dan (3) penumpukan besi.
Splenomegaly meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan
volume plasma
 Facies cooley diakibatkan oleh hyperplasia sum-sum tulang dan penipisan
korteks
 Gangguan pertumbuhan dan status gizi yang kurang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis
thalasemia ialah:

1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
thalasemia adalah
 Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah
lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi
hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
 Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
 Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik
hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan
retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
 Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI
akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
 LFT
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila
angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya
kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum
SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan
hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan
dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis
hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia
saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini
untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia α
adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi
antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal
biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan roentgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Hair on end Trabekula tulang


jelas
2.6 Diagnosis Banding
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal
ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran
eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena
pada anemia defisiensi Fe didapatkan :
 Pucat tanpa organomegali
 Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang
 Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi
2.7 Tata Laksana
Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :
 terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis
 pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi
 penatalaksanaan splenomegali
Pada anak dengan thalassemia mayor beta membutuhkan pelayanan kesehatan
yang terus menerus seumur hidupnya.
A. Tranfusi darah
Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan
memperpanjang umur atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi komplikasi
anemia, memberi kesempatan pada anak untuk proses tumbuh kembang,
memperpanjang umur pasien. Terapi tranfusi darah dimulai pada usia dini ketika ia
mulai menunjukkan gejala simtomatik. Transfusi darah dilakukan melalui
pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal.
Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara
rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk
penderita beta thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali
saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooley’s Anemia)
harus dilakukan secara teratur
Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl yang diperiksa 2x berturut
dengan jarak 2 mingg dan bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis seperti
Facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya
hemopoisis ekstrameduler. Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan
Hb ≤8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12 gr/dl. Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3
ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
B. Kelasi Besi
Pasien thalasemia dengan terapi tranfusi biasanya meninggal bukan karena
penyakitnya tapi karena komplikasi dari tranfusi darah tersebut. Komplikasi
tersebut adalah penumpukan besi diberbagai organ.
Desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000
mg/L atau saturasi transferin sudah mencapai 50 %, atau sekitar setelah 10 -20 kali
transfusi. Pemberian dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu
8-12 jam dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari berturut-turut
setiap selesai transfusi darah. Dosis desferoxamine tidak boleh melebihi 50
mg/kg/hari. Evaluasi teratur terhadap toksisitas desferoxamin direkomendasikan
pada semua pasien yang mendapat terapi ini.
Saat ini sudah tersedia kelasi besi oral, namun penggunaannya di Indonesia
belum dilakukan.
C. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah
merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan
transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.. Asam Folat  2x1 mg/hari untuk
memenuhi kebutuhan yang meningkat.
D. Splenektomi
Indikasi :
 limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan
peningkatan tekanan intra-abdominal dan bahaya terjadinya ruptur
 meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB dalam 1
tahun terakhir
D. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun
1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk
talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.

2.8 Skrining dan Pencegahan


 SKRINING
Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining
premarital. Penting sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis
mengenai hasil skring.
Alternatif lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.
Skrining yang efektif adalah melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai
gambaran thalasemia, perkiraan kadar HbA harus diukur. Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang menganalisis gen. Penting untuk memeriksa Hb
elektroforesa pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural
Hb.
 PENCEGAHAN
Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu :
 Karena karier thalasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi
dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah,
1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot
 Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa
dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan
terminasi kehamilan pada fetus dengan thalasemia β berat
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada thalasssemia beta mayor atau
intermedia berkaitan dengan stimulasi berlebih sumsum tulang, eritropoesis yang
tidak efektif, dan kelebihan besi akibat transfusi berulang. Masalah kelebihan besi
(iron overload) merupakan masalah utama pada thalassemia yang memerlukan
transfusi berulang. Kondisi ini mengganggu semua fungsi organ tubuh terutama
jantung. Dengan trasnfusi darah berulang, penyerapan besi akan berlanjut dan akan
menimbulkan penimbunan besi pada organ viseral (hemosiderosis). Pada jantung
menyebabkan kardiomiopati, pada hati timbul gangguan pembekuan darah dan
metabolik, pada kelenjar endokrin dapat terjadi hipogonadisme dan diabetes
melitus (pada masa remaja dan dewasa).
Bayi yang tidak diberi tata laksana akan mengalami keterlambatan
pertumbuhan, abnormalitas skeletal, pubertas terlambat, diabetes melitus,
gangguan tiroid, dan osteoporosis.
Splenomegali dapat terjadi pada thalassemia simtomatis. Splenomegali
dapat memperburuk anemia dan menyebabkan neutropenia dan trombositopenia.
Pada umumnya kematian diakibatkan komplikasi jantung dan infeksi (terlebih pada
penderita dengan splenektomi).
2.10 Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat
bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai