Anda di halaman 1dari 33

TUTORIAL KLINIK

“STROKE NON HEMORAGIK”

Disusun Oleh :
Benita Edgina (42180269)
I Gede Nanda Giri Gowinda (42180270)
Ketut Sauca Sanjiwandari (42180271)
Ni Kadek Priskila Septiani (42180272)

Dokter Pembimbing:
dr. Kriswanto Widyo, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 02 MARET – 28 MARET 2020
RUMAH SAKIT BETHESDA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTAWACANA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

No. RM : 02-08-xx-xx
Nama : Bp. P
Usia : 66 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan Pabrik Tekstil
Alamat : Jetis, Bantul
Ruang Rawat Inap : Bangsal H, Nomer 2B
Tanggal masuk RS : 02 Maret 2020
Tanggal periksa : 02 Maret 2020

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Muntah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Awalnya pasien datang dengan muntah sebanyak 3 kali. Selain itu tangan dan kaki kanan
tidak dapat diangkat sejak jam 8 pagi. Keluhan lain didapatkan nyeri kepala.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat serupa : (+) tahun 2019
 Hipertensi : (+)
 Diabetes Melitus : (-)
 Kolesterol : (+)
 Riwayat trauma : (-)
 Vertigo : (-)
 Kejang : (-)
 Asma : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat serupa : (-)
 Hipertensi : (+) Ayah kandung
 DM : (-)
 Kolesterol : (-)

E. Riwayat Pengobatan
Berdasarkan keterangan dari istri pasien, semenjak stroke tahun 2019, pasien rutin
kontrol ke puskesmas jetis 1 sebulan sekali.

F. Riwayat Alergi
Tidak ada alergi obat maupun makanan.

G. Riwayat Gaya Hidup


 Merokok : (+) Sudah lama berhenti
 Alkohol : (-)
 Olahraga : (+) Setiap pagi jalan-jalan di sekitar lingkungan rumah
 Pola tidur : Normal, tidak ada kesulitan tidur
 Pola makan : Pasien sehari-harinya makan masakan istrinya di rumah, dengan nasi
dan lauk serta sayuran yang berbeda-beda. Seringnya di pagi hari
setelah mandi pasien minta dibuatkan teh manis dengan gula tropicana
slim oleh istrinya. Pasien minum air 5-8 gelas sehari, tidak menentu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Deskripsi umum (pemeriksaan tanggal 4 Maret 2020)
Keadaan umum : Sedang
GCS : E4 V4 M6
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,9 0C
Nafas : 20 x/menit

2. Kepala
Normochepali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir kering (-), lidah kotor
(-), otorrhea (-), rhinorrhea (-).

3. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), peningkatan
jugular venous pressure (-).

4. Thorax
a. Paru
 Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak napas (-), massa (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (normal), pengembangan dada (normal)
 Perkusi : sonor (+/+)
 Auskultasi : vesikuler (+/+) , rhonki (-/-) , wheezing (-/-)
b. Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra SIC V
 Perkusi : batas jantung kiri pada SIC V linea mid axila sinistra, batas jantung
kanan pada SIC V line parasternalis dextra
 Auskultasi : suara S1 S2 normal, regular, bising (-)
5. Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), massa (-)
 Auskultasi : peristaltik usus dalam batas normal
 Perkusi : timpani, hepato/splenomegaly (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-)

6. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
Ekstremitas bawah : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat

IV. STATUS PSIKIATRIK


 Cara berpikir : normal
 Tingkah laku : kooperatif
 Kecerdasan : baik
 Perasaan hati : eutimik
 Orientasi : buruk

V. STATUS NEUROLOGIS
 Kepala
o Bentuk : normochepali
o Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba denyut sangat kuat pada arteri
temporalis.
 Leher
o Pergerakan : baik
o Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
 Rangsang meningeal
o Kaku kuduk :-
o Brudzinski I :-
o Brudzinski II :-
o Brudzinski III :-
o Kernig sign :-
A. Pemeriksaan nervus kranialis

1.) N. Olfactorius

Sinistra Dextra
Subyektif Normal Normal
Obyektif Normal Normal

2.) N. Opticus

Sinistra Dextra
Subjektif Normal Normal
Lapang Pandang Tidak dapat dinilai
Fundus Oculi Tidak dilakukan

3.) N. Occulomotorius

Sinistra Dextra
Sela Mata Normal Normal
Ptosis - -
Pergerakan Bulbus Normal Normal
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Bentuk pupil Isokor Isokor
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Rekfleks cahaya + +

4.) N. Trochlearis

Sinistra Dextra
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah

5.) N. Trigeminus

Sinistra Dextra
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Tidak dilakukan
Sensibilitas wajah Normal Normal

6.) N. Abducens

Sinistra Dextra
Pergerakan mata ke Normal Normal
lateral
Sikap bulbus Normal Normal

7.) N. Facialis

Sinistra Dextra
Menutup mata Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Memperlihatkan gigi - Normal
Menggembungkan pipi - Normal

8.) N. Vestibulocochlearis

Sinistra Dextra
Gesekan jari Normal Normal
Rinne Tidak dilakukan
Webber Tidak dilakukan
Scwabach Tidak dilakukan

9.) N. Glossofaringeus

Perasaan lidah depan Normal


Sensibilitas Tidak dilakukan
Faring Normal

10.) N.Vagus

Arkus faring Normal


Bicara Normal
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan

11.) N. Accessorius

Sinistra Dextra
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan wajah Normal

12.) N. Hypoglossus
Pergerakan lidah Normal
Tremor lidah -
Artikulasi Jelas
Fasikulasi lidah -
Atrofi papil lidah -

B. Badan dan Anggota Gerak

Sinistra Dextra
Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri + +
Perasaan thermos Tidak dilakukan
Pergerakan Ekstremitas atas : Ekstremitas atas :
lemah, gerakan lemah, gerakan
tidak bebas tidak bebas
Ekstemitas bawah : Ekstemitas bawah :
lemah, gerakan lemah, gerakan
tidak bebas tidak bebas
Kekuatan otot 4 3
ekstremitas atas
Kekuatan otot
4 3
ekstremitas bawah
Kekuatan motorik
Kuat Lemah
ekstremitas atas
Kekuatan motorik
Kuat Lemah
ekstremitas bawah

Reflek Fisiologis

Refleks Sinistra Dextra


Biseps ++ +
Triceps ++ +
Brakioradialis ++ +
Patella ++ +
Achilles ++ +

Reflek Patologis

Refleks Sinistra Dextra


Hoffman + +
Tromner + +
Gordon - -
Gonda - -
Babinski + +
Chaddok - +
Rosolimo - -
Bing - -
Schaefer - -
Oppenheim + +
Klonus kaki - -

E. Pemeriksaan Vertebrae
Inspeksi : Tidak dilakukan.

Palpasi :Tidak dilakukan.

Tes Provokasi nyeri

Pemeriksaan Sinistra Dextra


Laseque - -
Faber - -
Fadir - -
F. Tes Koordinasi

 Romberg test : Tidak dilakukan


 Tandem gait : Tidak dilakukan
 Disdiadokokinesis : Negatif
 Past pointing test : Normal

G. Gerakan Abnormal

 Tremor :-
 Myoklonik :-
 Gerakan chorea :-

H. Alat Vegetatif

 Miksi : Normal
 Defekasi : Normal

I. Tes Koordinasi
Cara Berjalan : Tidak dilakukan
Romberg Test : Tidak dilakukan
Tandem Gait : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Negatif
Finger-nose Test : Negatif
Finger to Finger : Negatif
Past Pointing Test : Negatif

Skor Siriraj
(2,5x K) + (2x M) + (2xN) +(-3 xA) + (0,1x D) -12
Keterangan Kondisi Pasien Skala Hasil
Kesadaran Compos Mentis 2,5 x 0 0
Muntah Tidak ada 2x0 0
Nyeri Kepala Ada 2x1 2
Tekanan Diastolik 80 0,1 x 80 8
Ateroma Tidak ada -3 x 0 0
Total -2 (Infark Serebri)
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah Rutin

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 14,2 g/dL 13,2 - 17,3


Leukosit 14.3 Ribu/mmk 4,5 - 11,5

Hitung Jenis
Segmen neutrofil 88 % 50 - 70
Limfosit 7 % 18 - 42
Monosit 4 % 2-8
Hematokrit 41 % 40,0 - 54,0

Eritrosit 4.93 Juta/mmk 4.50 - 6.20


Trombosit 154 Ribu/mmk 150 - 450
GDS 150 Mg/dl 70.0 - 140.0

 Pemeriksaan Kimia Darah


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Ureum 4.3 mg/dL 8 - 25
Creatinin 1.13 U/L 0.5 – 1.5
Natrium 141.8 Mmol/L 135 - 145
Kalium 4.0 Mmol/L 3.5 – 5.0

 EKG
 CT Scan

Deskripsi Radiologi : Soft tissue extra cranial tampak tenang. Alignment tabula dan petrosum
baik. Deferensiasi parenkimal cukup tegas. Sulci cortex dalam batas normal. Tidak
didapatkan pergeseran struktur garis tengah. Terdapat lesi hipodens pada para ventrikel
latteral sinistra. Klasifikasi pineal body, plexus choroid, dan cisterna : dbn

Kesan : CVA dengan cerebral infark para ventrikel lateral sinistra.

VII. DIAGNOSA BANDING


1. Stroke Non Hemoragik
2. Stroke Hemoragik

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : hemiparese dextra dan cephalgia
Diagnosis Topik : Paraventrikel lateralis sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke Non Hemoragik

IX. TATALAKSANA
 Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Clopidogrel 75 mg 1x 4
Analsix 500 mg 2x1
NGT

 Non farmakologi
Terapi kekuatan otot jika tidak pulih normal

X. EDUKASI
 Olahraga secara teratur.
 Minum obat secara teratur.
 Mengatur pola makan. Hindari makanan tinggi lemak, garam.
 Memberikan edukasi mengenai stroke, perjalanan penyakit, prognosis dan komplikasi
yang dapat terjadi.

XI. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Definisi dari penyakit stroke telah mengalami perubahan dalam beberapa dekade
terakhir. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 1970, stroke adalah
gangguan fungsional pada otak, fokal ataupun global, terjadi lebih dari 24 jam atau
lebih, yang progresif serta tampak melalui tanda-tanda klinis, dengan tidak adanya
penyebab lain selain gangguan vaskular.

Stroke merupakan kematian beberapa sel otak secara mendadak disebabkan


karena kekurangan oksigen ketika aliran darah ke otak hilang karena adanya
penyumbatan atau pecahnya arteri di otak. Stroke merupakan karakteristik klasik yang
menunjukkan terjadinya defisit neurologis yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari
sistem saraf pusat (SSP) yang berasal dari pembuluh darah, termasuk infark serebral,
perdarahan serebral dan perdarahan subaraknoid, dan merupakan penyebab utama
kecacatan serta kematian di seluruh dunia (AHA/ASA, 2013).

II. KLASIFIKASI

1. Stroke Iskemik
Stroke non hemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak yang terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
emboli yang mengalir ke pembuluh darah otak.

Stroke non hemoragik merupakan stroke yang disebabkan karena sumbatan


pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian
sel atau jaringan otak yang disuplai.

Klasifikasi Stroke Iskemik :

a) Transient Ishemic Attack (TIA)

Gangguam neurologis fokal akut yang timbul karena gangguan aliran darah otak
sepintas dimana kemudian deisit neurologis menghilang secara lengkap dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b) Reversible Ischemic Neurologic Deficits (RIND)
Defisit neurologis fokal yang timbul karena gannguan aliran darah otak dimana
kemudia defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu lebih dari 72
jam tetapi tidak lebih dari 1 minggu.
c) Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficits
Defisit neurologis fokal yang timbul karena gannguan aliran darah otak dimana
kemudia defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu lebih dari 24
jam tetapi tidak lebih dari 72 jam.
d) Stroke In Evolution (SIE)
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai alur munculnya gejala makin lama
semakin buruk, proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
e) Complete Stroke
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
namanya, stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

Menurut TOAST (Trial of 10172 in Acute Stroke Treatment)

a. Atheroskeloris pada arteri cerebral atau servical dengan iskemia di semua


bagian yang terhambat.

b. Kardioemboli (Infark cerebral karena emboli akibat sistem arteri jantung yang
terganggu) seperti pada atrial fibrilasi (gangguan ritme menyebabkan darah
bergerak statis) dan lesi di jantung baik pada vulva ataupun cavitas.

c. Infark cerebral lakunar; penyumbatan pembuluh darah kecil karena adanya


infark kecil yang menekan. Umumnya berhubungan dengan hipertensi kronik.

2. Stroke Hemoragik

Penyebab dari stroke hemoragik dapat diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain :

 Perdarahan Serebral

Primer:

o Hipertensi yang tidak terkendali

Sekunder:

o Penyakit hati
o Gangguan koagulasi/penggunaan antikoagulan

o Kelainan pembuluh darah, seperti aneurisma, malformasi arterivenosa

o Penyakit sistem darah (leukimia)

 Perdarahan subarachnoid

Stroke ini disebabkan ruptur aneurisma pada bifurcatio arteri inferior besar pada
permukaan otak (di bawah selaput meningen)

III. FAKTOR RISIKO


Faktor risiko stroke dibagi menjadi :
a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

- Jenis Kelamin

Pada umumnya pasien pria lebih banyak mengalami stroke daripada wanita. Namun,
lebih banyak wanita yang meninggal dunia karena pria umumnya terkena serangan
pada usia muda sedangkan perempuan mengalami serangan saat usia sudah tua.
- Usia
Umumnya terjadi pada usia di atas 65 tahun. Namun, bukan berarti usia muda/produktif
tidak dapat terkena serangan stroke.
- Faktor genetik
Dalam hal ini, penyakit karena garis keturunan seperti diabetes mellitus dan hipertensi
menjadi penyebab terjadinya stroke. Berdasarkan data dari Center for Disease Control
and Prevention 1997-2003 menunjukkan prevalensi stroke berdasarkan usia sekitar 9 %
stroke terjadi pada pasien dengan penyakit diabetes pada usia lebih dari 35 tahun.

b) Faktor yang dapat dimodifikasi

- Hipertensi

Merupakan faktor risiko terbesar terjadinya serangan stroke. Jika tekanan darah tidak
diturunkan dapat terjadi edema serebri yang nantinya menghasilkan tekanan perfusi
serebral yang adekuat.
- Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat menunjukkan
diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk faktor risiko) dan 17.800
(setelah ada penyesuaian) menunjukkan rokok memberikan kontribusi sekitar 12 %
sampai 14 % kematian akibat stroke.
- Konsumsi alkohol
- Pola makan yang tidak seimbang
- Life style

IV. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan fisiologi jumlah darah yang mengalir ke otak (Cerebral Blood
Flow) ialah 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Massa otak secara
keseluruhan ialah 1200-1400 gram, sehingga jumlah darah yang dibutuhkan otak
berkisaran 700-840 ml per menitnya.

Apabila terjadi penurunan pasokan darah ke jaringan otak, maka akan


menyebabkan keadaan hipoksia jaringan atau daerah otak mengalami kekurangan
oksigen yang diangkut dalam darah, dikenal dengan daerah iskemik.

Keadaan iskemik yang dialami dalam waktu kurang dari 10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara, sedangkan iskemik dalam waktu yang panjang akan
menyebabkan defisit permanen berupa kematian sel dan mengakibatkan infark otak.
Luasnya infark bergantung pada lokasi, besarnya pembuluh darah, serta adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

Aterosklerosis merupakan penyebab yang sering pada infark pada otak.


Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.

Trombus memisah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.

Penurunan cerebral blood flow regional suatu daerah menimbulkan defisit


neurologik, berupa hemiparalisis, hemi hipestesia, hemiparestesia atau bahkan disertai
dengan defisit fungsi luhur seperti afasia, tergantung dari area regional otak.
Gambar 1. Trombus dan Embolus

V. PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pada kasus penyakit stroke, pasien biasanya mengeluhkan kelemahan


atau kelumpuhan bagian tubuh baik secara fokal maupun global. Maka yang
perlu ditanyakan setelah pasien mengutarakan keluhan ialah terkait waktu kapan
munculnya keluhan apakah muncul secara mendadak, kemudian durasinya,
tidak lupa juga untuk menanyakan keluhan penyerta lainnya seperti, nyeri
kepala, sempat muntah atau tidak serta riwayat tidak sadarkan diri. Tanyakan
juga apakah memiliki riwayat trauma sebelumnya. Setelah itu ajukan berbagai
rangkaian pertanyaan terkait riwayat penyakit dahulu (apabila ada, maka
ditanyakan riwayat berobat), riwayat penyakit keluarga, serta pola hidup pasien
terkait makan, minum, aktivitas fisik serta kebiasaan merokok. Anamnesis
dilakukan secara komprehensif.

Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi gangguan


motorik (hemiparesis, hemiplegi), gangguan sensorik (hemihipestesia,
hemianesthesi), gangguan bicara (disartria), gangguan berbahasa (afasia), serta
gejala neurologik (jalan sempoyongan (ataksia), vertigo, disfagia, melihat ganda
(diplopia), dan hemianopsia.

2. Kesadaran

Status kesadaran pasien perlu diperhatikan. Apabila terjadi penurunan


kesadaran pada penderita stroke hal tersebut dikarenakan TIK yang tinggi
sehingga mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat kesadaran.
Penurunan kesadaran menjadi tolak ukur pada penentuan jenis stroke dengan
menggunakan skoring baik dengan Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada
Stroke Score.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mendeteksi penyebab stroke,


memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan mulai dari vital sign, pemeriksaan jantung paru, pemeriksaan
abdomen, serta ekstremitas.

4. Pemeriksaan Neurologi

Pemeriksaan neurologi bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan


penyebab seperti infeksi (pada pemeriksaan rangsang meningeal), serta
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui rencana terapi yang akan
dilakukan. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup tingkat
kesadaran, tanda rangsang meningeal, fungsi cervikal, pemeriksaan nervus
kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebelar, fungsi luhur, dan refleks
tendon profunda. Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada
arteri yang tersumbat.

5. Gejala Klinis

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskuler yang terkena :
A. Serebri anterior

- Bersifat embolisasi
- Paralisis kaki dan tungkai kontralateral dengan hipestesia kontralateral
- Hilangnya pengendalian gerakan untuk melangkahkan kedua tungkai
- Mengulang-ulangi suatu kata pernyataan dan hilangnya kontrrol terhadap
kandung kemih (ngompol)

A. Serebri media

- Bersifat embolisasi (Bila seluruh arteri yang terkena):

- Hemiparalisis dan hemihipestesia kontralateral

- Hemianopia homonym kontralateral dengan deviasi kearah lesi

- Afasia jika hemisferium dominan yang terkena

(Bila salah satu cabang arteri serebri media yang tersumbat):

- Afasia motorik dengan hemiparesis


- Afasia sensorik dengan hemihipestesia lebih jelas dari pada
hemiparesis

A. Karotis interna

- Bersifat asimptomatik,

- Hemiplegia kontralateral

- Deficit hemisensorik dan homonimus hernianopsia

- Afasia pada hemisfer dominan

- Transient monocular blindness

A. Serebri Posterior

- Abnormalitas ocular

- Parese N III

- Internuclear ophtalmophegia

- Deviasi mata ke vertical

- Oklusi di lobus occipital terutama pada hemisphere dominan, pasien dapat


mengalami afasia anomik

a. Serangan Iskemik Transien


Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak; gejala
seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan
diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang
berjam-jam. Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang terjadi:

 Karotis (paling sering):

 Hemiparesis,

 Hilangnya sensasi hemisensorik,

 Disfasia,

 Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh


iskemia retina.

 Vertebrobasilar:

 Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,

 Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),

 Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala


ini terjadi secara bersamaan

b.Perdarahan Subarakhnoid

Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala


nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai
fotofobia, mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda
Kernig). Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema
papil dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat
dari:

 Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,

 Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan,


 Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan
iskemia.

c. Perdarahan Intraserebral Spontan


Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung dari lokasi
perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis
biasanya jelas dari CT scan.

Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik


Stroke Non Hemoragik Stroke Hemoragik
Onset Sub akut Mendadak
Waktu Saat istirahat Saat aktivitas
Nyeri kepala + +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit menurun +++
Kaku kuduk - +
Tanda kernig - +
Edema pupil - +
Perdarahan Retina - +
Penyakit lain yang Aterosklerosis, emboli Hipertesi, aterosklerosis
berkaitan

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 CT scan kepala
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Gambaran lesi hiperdens menunjukan adanya darah di luar pembuluh
darah yang akan ditemukan pada stroke hemoragik dan lesi hipodens pada stroke
iskemik yang berarti adanya infark (hipoksia/edema sel). Pemeriksaan CT scan kepala
merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis stroke. Perkiraan volume
perdarahan otak dari gambaran CT scan dapat dihitung dengan rumus broderic

PxLxT
2
Dengan pemeriksaan ini. baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat karena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma,
neoplasma, abses)

Gambar I. Stroke non hemoragik Gambar II. Stroke hemoragik


 MRI
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging(MRI) lebih sensitive
dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan mampu melihat adanya endapan
deposit hemosiderin pada pendarahan kecil kronik. MRI juga dapat digunakan pada
kelainan medulla spinalis. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya
emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah
tidak bisa memeriksa pasien yang menggunakan proteselogam dalam tubuhnya,
prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang
lebih mahal.

 EKG

EKG dapat digunakan untuk mengetahui kelainan pada aktivitas elektrik otot
jantung. Kelainan aktivitas otot jantung dapat mengakibatkan terbentuknya trombus
intrakardial. Trombus juga dapat terbentuk pada kondisi kelainan katup, dinding
rongga jantung serta sistem vena. Selain itu, trombus dapat terbentuk jika terjadi
gangguan irama jantung sehingga terjadi keadaan yang relatif statis pada atrium,
misalnya pada kasus fibrilasi atrium.

Fibrilasi atrium merupakan takiaritmia yang ditandai dengan tidak


terkoordinasinya aktivitas atrium akibat kerusakan mekanik atrium. Sumber trombus
pada fibrilasi atrium adalah pada atrium kiri, dan dianggap merupakan faktor risiko
yang penting dalam terjadinya kardioemboli. Trombus atau emboli terbentuk akibat
kontraksi tidak teratur dari endokardium yang menyebabkan trombus terlepas menjadi
emboli. Emboli yang menyumbat aliran darah dapat menyebabkan hipoksia neuron
yang diperdarahinya, sehingga daerah tersebut akan mengalami iskemik dan berlanjut
menjadi infark.

 Pemeriksaan Foto thoraks


Foto thoraks dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan
pada organ di rongga dada. Kelainan organ di rongga dada yang mungkin berkaitan
dengan stroke misalnya adalah kardiomegali. Kardiomegali dapat terjadi karena
hipertensi kronik yang merupakan faktor resiko stroke. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan mikroangiopati dan dapat memacu penimbunan plak atherosklerotik
pada pembuluh darah besar.
 Pemeriksaan laboratorium lain
Dilakukan pemeriksaan lain seperti darah tepi lengkap, GDS, fungsi ginjal
(ureum, creatinine), asam urat, fungsi hati ( SGOT, SGPT), protein darah (albumin
globulin), profil lipid, elektrolit, dan cairan serebrospinal.

. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
1. Stroke Iskemik
a. Tatalaksana umum
 Stabilisasi pasien dengan tindakan survey primer
 Airway : Stabilisasi jalan napas termasuk pemasangan pipa
orofaring pada pasien yang tidak sadar. Pertimbangkan intubasi
jika kesadaran stupor atau koma atau gagal napas. Berikan bantuan
ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
 Breathing : Stabilisasi saturasi oksigen (pemberian oksgien
mengikuti kebutuhan sesuai saturasi oksigen)
 Circulation : Stabilisasi hemodinamik dengan diberikan cairan
 Disability : Penilaian kesadaran (GCS)
 Exposure : Penilaian awal fisik umum
 Pemberian analgesik ataupun antipiretik jika diperlukan misalnya pasien
mengeluhkan nyeri kepala. Dapat juga diberikan obat anti vomitus jika
didapatkan keluhan muntah.
 Pemberian anti kejang jika diperlukan dengan diberikan diazepam 5-20
mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan
pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
b. Tatalaksana khusus
 Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah
terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark mssif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin
adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark
serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.
 Antiplatelet
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Pemberian antiplatelet
(aspirin) dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam setelah
awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut, jika
direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan,
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi
tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma:
4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
 Klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan clopidogrel ataupun antiplatelet lainnya yaitu tiklopidin.
Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan
antraksi platelet-platelet.
 Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
 Neuroprotektor
Neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efektif, sehingga
sampai saat ini belum dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
A). Namun, citicoline sampai saat ini masih memberikan manfaat pada
stroke akut. Penggunaan citicoline pada stroke iskemik akut dengan dosis
2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama
3 minggu.
 Terapi endovascular
Trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi karotis
interna atau pembuluh darah intrakranial dengan onset <8.
 Antihipertensi dan gula darah
Manajemen hipertensi dengan menggunakan nicardipin, ARB, ACE-
Inhibitor, Calcium Antagonist, Beta Blocker, ataupun diuretik. Manajamen
gula darah dapat digunakan insulin, ataupun anti diabetik oral.

2. Stroke Hemoragik
 Pengendalian peningkatan intrakranial
Dapat diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
 Neuroprotektor
Dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3
cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena
(arteriovenous malformation, AVM).
 Antihipertensi dan gula darah
Manajemen hipertensi dengan menggunakan nicardipin, ARB, ACE-
Inhibitor, Calcium Antagonist, Beta Blocker, ataupun diuretik. Manajamen
gula darah dapat digunakan insulin, ataupun anti diabetik oral.
 Koreksi Koagulopati
Koreksi koagulopati dengan menggunakan PCC/Prothrombine
Complex Concentrate, jika perdarahan terjadi dikarenakan penggunaan
antikoagulan.
 Tindakan operatif
Dilakukan dengan kraniotomi untuk mengevakuasi hematom sesuai
indikasi, Kraniotomi dekompresi, ataupun VP Shunt atau external drainage
sesuai indikasi. Indikasinya dapat berupa:
 Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3cm pada fossa
posterior
 Lebar lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut
dan ancaman herniasi otak.
 Perdarahan serebellum.
 Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum.
 GCS >7.
B. Non Farmakoterapi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.

VIII. PROGNOSIS
Dalam studi Framingham dan Rochester, tingkat kematian keseluruhan pada 30 hari
setelah stroke adalah 28%, tingkat kematian pada 30 hari setelah stroke iskemik adalah 19%,
dan tingkat kelangsungan hidup 1 tahun untuk pasien dengan stroke iskemik adalah 77%.
Namun, prognosis setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi pada masing-masing pasien,
tergantung pada tingkat keparahan stroke dan pada kondisi premorbid pasien, usia, dan
komplikasi pasca stroke. Sebuah studi yang menggunakan pedoman Get With Guidelines -
Stroke yang besar secara nasional menemukan bahwa skor Skala Institusi Kesehatan Stroke
Nasional (NIHSS) adalah prediktor terkuat dari risiko kematian dini. Emboli kardiogenik
dikaitkan dengan kematian 1 bulan tertinggi pada pasien dengan stroke akut.
Pada akhir 2018, skor klinis baru dikembangkan untuk mengidentifikasi pasien
dengan risiko tinggi kematian dini setelah stroke iskemik. Faktor-faktor yang ditemukan
adalah usia, keparahan stroke yang diukur oleh National Institute of Health Stroke Scale
(NIHSS), cacat fungsional pra-stroke (Skala Rankin yang dimodifikasi> 0), penyakit jantung
yang sudah ada sebelumnya, diabetes mellitus, sindrom stroke sirkulasi posterior, dan non-
stroke. Penyebab stroke lacunar. Hasil menunjukkan bahwa pasien dengan skor ≥ 10
memiliki risiko 35% meninggal dalam beberapa hari pertama di unit stroke. Pada penyintas
stroke dari Framingham Heart Study, 31% membutuhkan bantuan untuk merawat diri mereka
sendiri, 20% membutuhkan bantuan saat berjalan, dan 71% kapasitas bekerja terganggu
dalam tindak lanjut jangka panjang.
Prognosis pada pasien dengan stroke hemoragik bervariasi tergantung pada tingkat
keparahan stroke dan lokasi serta ukuran perdarahan. Skor Glasgow Coma Scale (GCS) yang
lebih rendah dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk dan tingkat kematian yang lebih
tinggi. Volume darah yang lebih besar pada saat presentasi juga dikaitkan dengan prognosis
yang lebih buruk. Pertumbuhan volume hematoma dikaitkan dengan hasil fungsional yang
lebih buruk dan peningkatan angka kematian. Skor perdarahan intraserebral adalah instrumen
yang paling umum digunakan untuk memprediksi hasil pada stroke hemoragik. Skor tersebut
dihitung sebagai berikut:
 GCS score 3–4: 2 points
 GCS score 5–12: 1 point
 GCS score 13–15: 0 points
 Age ≥80 years: Yes, 1 point; no, 0 points
 Infratentorial origin: Yes, 1 point; no, 0 points
 Intracerebral hemorrhage volume ≥30 cm3: 1 point
 Intracerebral hemorrhage volume < 30 cm3: 0 points
 Intraventricular hemorrhage: Yes, 1 point; no, 0 points
Dalam sebuah penelitian oleh Hemphill et al, semua pasien dengan Skor Pendarahan
Intracerebral 0 bertahan, dan semua pasien dengan skor 5 meninggal; Angka kematian 30 hari
meningkat terus dengan Skor.
Faktor prognostik lainnya meliputi stroke perimesencephalic nonaneurysmal memiliki
perjalanan klinis yang kurang parah dan, secara umum, prognosis yang lebih baik. Adanya
perdarahan di ventrikel dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi. Pasien dengan
perdarahan intraserebral terkait antikoagulasi oral memiliki tingkat kematian yang lebih
tinggi dan hasil fungsional yang lebih buruk.

IX. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada stroke dapat berupa oedem serebri. Oedem serebri
disebabkan karena penurunan ATP pada pompa NA+/K+. Penurunan ini disebabkan karena
suplai aliran darah ke otak menurun. Na intrasel menjadi semakin banyak dan akhirnya
menarik air ke parenkim otak. Hal ini dapat menyebabkan cell death. Peningkatan tekanan
intrakranial pada stroke menyebabkan terjadinya penekanan pada batang otak sehingga
batang otak mengalami iskemi, kemudian neuron penghambat simpatis di batang otak
menjadi tidak aktif, kerja saraf simpatis meningkat akibatnya tekanan sistemik meningkat
atau terjadi hipertensi reaktif.
Stroke dapat berimbas ke komplikasi berupa hiperglikemia reaktif. Terjadi gangguan
regulasi darah sebagai reaksi non-spesifik terhadap stres jaringan. Dalam keadaan stres pada
stroke terjadi aktivasi sistem saraf otonom simpatis yang menyebabkan pelepasan
katekolamin yang mempunyai efek glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati sehingga
meningkatkan pelepasan glukosa ke dalam sirkulasi. Selain itu organ adrenal juga terangsang
untuk mengluarkan cortisol yang memicu glukoneogenesis. Gula darah dalam serum dapat
mencapai 250mg yang berangsur – angsur turun .
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah sindroma pseudobulbar, di mana yang
adalah suatu sindroma yang memiliki gejala disfagia, disartria, disfonia, ketidakmampuan
melakukan gerakan volunter pada otot wajah dan lidah, dan emosional labil. Kondisi ini
disebabkan kerusakan pada jaras yang berjalan dari cortex cerebri ke batang otak. Hal ini
dapat disebabkan karena stroke berulang pada 2 sisi otak.
Pada stroke dapat terjadi adanya frozen shoulder. Kelainan ini diakibatkan oleh
imobilisasi sendi dalam jangka waktu yang lama. Pada pasien stroke hal ini sering terjadi
karena tidak adanya perbaikan fungsi motoris dan jarang melakukan fisioterapi. Akibatnya
terjadi pertumbuhan jaringan ikat pada capsul sendi yang menyebabkan sendi sulit
digerakkan. Penderita stroke lama dapat terjadi spastik yang merupakan gejala pada stroke
yang menunjukkan lesi pada UMN.
Penderita stroke dapat merasakan adanya sekuele atau gejala sisa merupakan
manifestasi defisit neurologis yang tidak hilang setelah stroke. Biasanya hal ini berhubungan
dengan lokasi dan fungsi kerusakan sel di otak. Selain itu, pasien dengan stroke dapat
mengalami stroke berulang bila terjadi sumbatan lagi di pembuluh darah otak. Hal ini
diakibatkan dari perubahan struktur pembuluh darah dan kecenderungan untuk pembentukan
arteroma.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association (AHA) dan American Stroke Association. (2013). An


Updated Definition of Stroke for the21st Century.
1. Coupland, A. P., Thapar, A., Qureshi, M. I., Jenkins, H., & Davies, A. H. (2017). The
definition of stroke. Journal of the Royal Society of Medicine, 110(1), 9–12.
https://doi.org/10.1177/0141076816680121

2. Mardjono & Sidharta. 2010; Neurologi Klinik Dasar, cetakan ke 15; Dian
Rakyat,Jakarta.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia (Perdossi). (2016). Panduan


Praktis Klinis Neurologi.

3. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume
2 Ed 6. Hartono H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta: EGC; 2005.
BAB 53, Penyakit Serebrovaskular; hal 1106-1129
4. Stroke Alliance for Europe (SAFE). (2018). New ICD 11 stroke classification will
support global efforts to improve prevention, treatment and outcomes. Diakses pada 13
November 2019. https://www.safestroke.eu/2018/06/29/new-icd-11-stroke-cla
ssification-will-support-global-efforts-to-improve-prevention-tr eatment-and-outcomes/.
5. WHO. The Atlas of Heart Disease and Stroke. Diakses pada 13 November 2019.
https://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_1 5_burden_stroke.pdf.
6. World Health Association (WHO). Diakses pada 13 November 2019.
https://www.who.int/classifications/icd/revision/en/.
7. Edward C Jauch. 2019. Ischemic Stroke.
https://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a7. Diunduh pada
tanggal 4 Februari 2020 pukul 17.30
8. David S Liebeskind. 2019. Hemorragic
Stroke.https://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview. Diunduh
pada tanggal 4 Februari 2020 pukul 17.50
9. Octaviani, Dona. 2018. Tatalaksana dan Perawatan Stroke Iskemik Akut.
https://kalbemed.com/DesktopModules/EasyDNNNews/DocumentDownload.as
hx?portalid=0&moduleid=471&articleid=100&documentid=19 CDK-270/ vol.
45 no. 11 th. 2018

Anda mungkin juga menyukai