Modulated parasystole, varian dari parasistol klasik yang Arus kedua yang memfasilitasi EAD adalah I NCX.
disebabkan oleh entrance blok tidak komplet dari fokus Menghasilkan “Inward current” atau “forward mode” jika
parasistolik. Pengaruh elektrotonik yang mencapai siklus Ca keluar dari sitoplasma. Intinya INCX ini akan berkurang
pada kondisi depolarisasi atau kondisi jumlah Ca dan Na yang terjadi pada berbagai macam kardiomiopati. Pada
yang konstan. Kalau Ca intrasel jumlahnya meningkat kondisi ini, EAD akan terjadi pada miokardium ventrikel.
selama repolarisasi, INCX jumlahnya bertambah banyak
sehingga memperlambat repolarisasi. Pada kasus EAD, I Ca.L EAD terjadi ketika keseimbangan dari arus yang aktif
secara regenerative meningkat dan merangsang semakin selama fase 2 dan/atau 3 bergeser menjadi arah masuk. 4
banyak Ca yang dilepas dari reticulum sarkoplasma. Jadi mekanisme penyebab EAD :
kalau ICa.L meningkat, secara sinergis INCX juga meningkat. - Berkurangnya arus kalium repolarisasi (IKr, co :
Pada scenario di atas yang berfungsi utama adalah I Ca.L, agen antiaritmia kelas I dan III; I Ks, co : chromanol
sedangkan INCX berfungsi sekunder. Tapi bisa juga terjadi 293B atau IK1)
yang sebaliknya. Sehingga, dengan mentarget salah 1 arus - Peningkatan availabilitas arus kalsium
saja cukup mencegah EAD karena menekan sinerginya. (katekolamin)
- Peningkatan INCX karena peningkatan aktivitas Ca
EAD dikaitkan dengan pemendekan durasi potensial aksi. intrasel
Jika kalsium intrasel konsentrasinya tetap tinggi ketika - Peningkatan late sodium current (aconitine,
potensial membran negatif terhadap potensial ekuilibrium anthopleurine-A, ATX-II)
untuk NCX, kanal INCX teraktivasi dan terjadilah
depolarisasi. Hal ini dapat terjadi setelah terminasi atrial Kombinasi beban kalsium dan reduksi I Kr atau kondisi lain
flutter, AT, VT, dan VF. menyebabkan EAD.
Umumnya, EAD muncul selama bradikardi. Karena saat B. Delayed After Depolarization
bradikardi, cadangan repolarisasi akan berkurang. Ingat, Ini terjadi pada kasus yang overload kalsium intrasel (Ca 2+
kanal Ks aktifnya bergantung waktu. Akan tetapi, kondisi intrasel) misalnya post paparan cardiac glycosides
bradikardi maupun takikardi yang menurunkan cadangan (digitalis) atau katekolamin, hipokalemia, hiperkalsemia.
repolarisasi dapat mencetuskan EAD. Tapi perlu diingat Aktivitas ini juga termanifestasi dalam gagal jantung dan
bahwa penurunan cadangan repolarisasi saja tidak bisa jantung hipertrofi, juga pada serabut Purkinje yang
mencetuskan EAD. Factor yang penting yaitu voltase mengalami MI. Kebalikan dengan EAD, DAD selalu
selama fase PLATEAU harus jauh di bawah 0 mV. EAD diinduksi kecepatan tinggi.
sering dikaitkan dengan triangulasi potensial aksi jika
Mekanisme DAD yaitu : tingginya kadar kalsium intrasel
waktu potensial aksi berada pada <0 mV memanjang.
menginduksi pelepasan kalsium spontan dari reticulum
EAD umumnya terjadi pada jaringan yang terpapar sarkoplasma, mengaktifkan 3 arus sensitive kalsium – the
cedera, perubahan elektrolit, hipoksia, asidosis, nonselective cationic current (INS), INCX, ICl,Ca. Kanal-kanal ini
katekolamin, agen farmakologik termasuk obat menyusun arus masuk transien (I TI) yang berperan dalam
antiaritmia. Hipertrofi ventrikel dan gagal jantung juga depolarisasi membrane. Jika depolarisasi yang
menyebabkan EAD. Hampir semua EAD disertai ditimbulkan DAD cukup besar, maka I Na teraktivasi
repolarisasi memanjang. Obat yang menghambat arus sehingga terjadi triggered activity. Hal ini dapat dilihat
kalium atau menambah arus masuk menyebabkan EAD. pada catecholaminergic polymorphic ventricular
Fase 2 dan 3 kadang muncul pada waktu sama. tachycardia (CPVT).
EAD menginduksi triggered activity sensitif terhadap DAD dan late EAD cukup mirip. Keduanya terjadi pada
kecepatan stimulasi. Obat antiaritmia dengan aksi kelas III keadaan overload kalsium intrasel dan melibatkan
umumnya menginduksi EAD pada kecepatan stimulasi pelepasan spontan kalsium dari reticulum sarkoplasma.
yang rendah. Sebaliknya, agonis beta adrenergik pada Perbedaannya hanya WAKTU KAPAN DILEPASKAN. Pada
kecepatan stimulasi yang tinggi. Obat-obat seperti agonis AF, EAD dan DAD keduanya berperan dalam mekanisme
beta adrenergik, Ikr blocker, akan menginduksi EAD pada aritmogenesis.
sel M ventrikel, tidak pada epikardium/endokardium,
(3) Re-entry
lebih jarang lagi pada sel Purkinje.
Re-entry terjadi ketika potensial aksi gagal dalam
EAD terjadi umumnya di sel M midmiokardium dan
memadamkan dirinya dan justru mereaktivasi daerah
serabut Purkinje dibandingkan pada sel
yang telah pulih dari masa refrakter. Dapat dibagi menjadi
epikardium/endokardium ketika terpapar agen-agen tadi.
2 tipe :
Ini karena pada sel M itu I Ks lebih lemah dan INa late lebih
kuat. Blokade IKs oleh chromanol 293B menyebabkan EAD (i) Re-entry yang terjadi dengan adanya
pada percobaan hewan. Jadi, predisposisi sel jantung obstacle di sekitar jalannya potensial aksi
terkena EAD tergantung pada penurunan I Kr dan IKs seperti (circus-type)
(ii) Re-entry tanpa obstacle (refleksi/fase 2) Left bundle branch (LBB) terbagi menjadi 2 fasikulus : left
anterior superior fascicle dan left posterior superior
Re-entry circus type fascicle. RBB dan LBB terminasi di HPS.
Terjadi ketika potensial aksi melewati obstacle Setelah melalui NAV dan LBB serta RBB, depolarisasi
anatomis/fungsional dan bereksitasi ulang di titik muncul ventrikel pertama yaitu di SEPTUM (gel Q), diikuti
asalnya. depolarisasi dinding ventrikel (gel R), dan terakhir yaitu
depolarisasi bagian superior ventrikel kiri dan kanan (gel
Anatomical obstacle
S). Durasi QRS normal tergantung usia dan jenis kelamin.
Merupakan jalur anatomis yang pasti (fixed). Konduksi >110 ms = ABNORMAL
anomaly melalui jalur asesoris membuat sirkuit re-entry
Segmen ST biasanya isoelektrik dan menunjukkan waktu
yang berada di antara atrium dan ventrikel. Wolff-
antara depolarisasi ventrikel dan mulainya repolarisasi
Parkinson-White syndrome merupakan contoh re-entry
ventrikel (gel T). Setelah gelombang T, masih ada periode
anatomis. WPW = AVRT, akibat jalur asesoris yang
isoelektrik lain hingga depolarisasi kembali. DEFLEKSI
menghubungkan permukaan epikardial atrium dan
GELOMBANG T ARAHNYA HARUS SAMA DENGAN
ventrikel sepanjang sulcus AV.
GELOMBANG QRS dan AMPLITUDO TIDAK MELEBIHI 5
Functional obstacle mm (STANDARD LIMB LEADS) atau TIDAK MELEBIHI 15
mm (PRECORDIAL LEADS). SEMUA GELOMBANG T HARUS
Tidak membutuhkan sirkuit jalur asesoris berbasis TEGAK KECUALI DI aVR dan V1.
anatomis dan mungkin tidak hanya berada di 1 lokasi saja.
VF merupakan re-entry fungsional akibat banyak sirkuit Depresi/elevasi segmen ST (harusnya lurus) disebabkan
re-entrant mini yang secara spontan muncul di oleh banyak factor. DDxnya biasanya myocardial
miokardium ventrikel. Sirkuit re-entry yang asli terpecah- ischemia/infarction, tapi ada penyebab lain. Perubahan
pecah menjadi banyak sirkuit re-entry mini. (VF menjadi EKG yang terjadi pada iskemia/infark akut adalah : peaked
grand finale dari VT yang memancang). Iskemia, elektrolit, T waves (hyperacute T wave changes), elevasi/depresi
pH abnormal, bradikardi penyebab potensial re-entry segmen ST, perubahan kompleks QRS, inverted T waves.
fungsional akibat berubahnya inti fungsional jaringan Perubahan segmen ST ini disebabkan oleh arus
jantung (tidak dibutuhkan jalur asesoris). depolarisasi yang melewati area miokardium yang
cedera.
A. Blok Konduksi AV
Pemberian atropin dapat mempercepat konduksi jantung Pada pasien anestesi, blok jantung total dapat disebabkan
melalui nodus AV. Namun pada pasien dengan penyakit oleh iskemia jantung, gangguan metabolik atau elektrolit,
jantung koroner peningkatan HR oleh atropin bisa infeksi/inflamasi di dekat sistem konduksi, cedera
menyebabkan myocardial ichemia. reperfusi. Terapi ketika anestesi adalah
transcutaneous/transvenous cardiac pacing. Infus
2. AV Block 2nd Degree, Mobitz I & II isoproterenol IV juga bisa sebagai “chemical pacemaker”.
Pada RBBB, aktifnya ventrikel kanan tertunda karena Biasanya pasien asimtomatik. LBBB dapat diamati ketika
depolarisasi harus menyebar melewati septum dari anestesia, khususnya selama kondisi hipertensi/episode
ventrikel kiri. Ventrikel kiri teraktivasi secara normal, takikardia, bisa merupakan tanda dari myocardial
berarti bagian awal dari kompleks QRS tidak ada ischemia.
perubahan. Aktifnya ventrikel kanan yang tertunda
menyebabkan munculnya gelombang R sekunder (R’) di Sukar mendiagnosa MI dengan adanya LBBB sebab
lead precordial (V1-V3) dan gelombang S yang dalam di perubahan segmen ST dan gelombang T (abnormalitas
lead lateral. Tertundanya depolarisasi ventrikel kanan juga repolarisasi) merupakan gambaran dari bundle branch
menyebabkan abnormalitas repolarisasi sekunder, dengan block. SVT pada pasien LBBB dapat disalah diagnosa
depresi ST dan inversi gelombang T pada lead precordial sebagai VT, karena kompleks QRS pada LBBB sama-sama
kanan. Aksis jantung tidak berubah, karena aktivasi lebar dengan yang terjadi pada VT.
ventrikel kiri berlangsung normal melalui LBB.
Normalnya septum teraktivasi dari ventrikel kiri ke kanan,
Penyebab : sehingga gelombang Q nya hanya kecil/tidak tampak di
Right ventricular hypertrophy/cor pulmonale lead lateral. Pada LBBB, arah depolarisasi septum terbalik
Emboli paru (kanan ke kiri), jadi dari RBB septum ventrikel kiri.
Penyakit jantung iskemik Inilah yang menyebabkan durasi QRS jadi memanjang
Rheumatic heart disease >120 ms dan menyebabkan gelombang septum Q hilang
Myocarditis/cardiomyopathy di lead lateral.
Penyakit degeneratif sistem konduksi
Penyakit jantung kongenital (atrial septal defect)
Arah depolarisasi dari kanan ke kiri menghasilkan Atrial flutter atrial
gelombang R yang tinggi di lead lateral dan gelombang S tachycardia
yang dalam di lead prekordial (V1-3). Biasanya terjadi AVRT
deviasi aksis ke kiri. AVNRT
Atrioventricular Automatic
Karena ventrikel teraktivasi SECARA BERTAHAP, BUKAN junctional
tachycardia
SIMULTAN/BERSAMAAN, ini menyebabkan gelombang R
nya notched “M-shaped” di lead lateral.
KELAINAN YANG BERASAL DARI ATRIUM :
Penyebab :
Stenosis aorta 1. Sinus Takikardia
Penyakit jantung iskemik Irama sinus antara 100-180 bpm, bisa lebih tinggi
Hipertensi pada aktivitas yang menggunakan tenaga pada
Kardiomiopati terdilatasi individu usia muda. HR maksimum akan menurun
AMI dengan usia. ONSET dan TERMINASI GRADUAL.
Penyakit degeneratif primer (fibrosis)
Hiperkalemia Gambaran EKG :
Toksisitas digoksin Gel P normal sebelum setiap gel QRS. Dapat
terbentuk amplitudo P yang lebih besar,
DDx : LVH, dengan pelebaran QRS dan depresi ST/inversi gelombang bisa memuncak.
gel T di lead lateral Interval PR normal kecuali jika terdapat blok
konduksi
3. Bifascicular Block
- Kombinasi RBBB + LAFB/RBBB +LPFB Bisa fisiologis (appropriate) dan non fisiologis
- Konduksi ke ventrikel adalah melalui fasikel (inappropriate).
tunggal yang masih berfungsi Kondisi fisiologis disebabkan oleh percepatan discharge
- Gambaran EKG menunjukkan RBBB + deviasi NSA akibat stimulasi simpatis/penekanan parasimpatis.
aksis ke kanan/ke kiri Tidak terjadi secara paroxysmal namun gradual. Sinus
- Paling sering LAFB + RBBB takikardia tanpa gangguan hemodinamik tidak
- Merupakan tanda penyakit sistem konduksi membahayakan. Terjadi sebagai mekanisme fisiologis
ekstensif, meskipun resiko menjadi blok jantung terhadap stimulus (takut, nyeri, cemas) atau respon
komplet cukup rendah. farmakologi terhadap obat (atropin, ephedrine,
vasopresor lain, kafein, kokain, alkohol, nikotin). Terjadi
II. TAKIARITMIA pada masa kanak-kanak dan usia muda.
SVT meliputi takikardia yang pemacunya berasal dari Pada pasien dengan penyakit jantung struktural, sinus
jaringan di atas level ventrikel (misalnya : sinus node, AV takikardia dapat terjadi akibat penurunan cardiac
node, His bundle). VT pemacunya jaringan output/angina dan dapat menimbulkan aritmia lain akibat
ventrikel/purkinje. terganggunya pengisian ventrikel dan aliran A.coronaria.
Sindrom inappropriate sinus tachycardia disebabkan oleh
A. Supraventricular Tachyarrhythmias kerusakan pada sistem vagus/simpatik atau masalah
intrinsik dalam NSA. Biasanya disertai berdebar-debar,
SVT dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi asalnya pusing, nyeri dada, nyeri kepala, gangguan GI.
(atrium/nodus AV) atau regularitas (regular/irregular).
Klasifikasi berdasarkan QRS tidak membantu karena kalau Terapinya hanya mengkoreksi penyebab sinus takikardia.
ada bundle branch block/abberant conduction/jalur Penyebab intraoperatif yang memungkinkan : stimulasi
asesoris akan menjadi sulit. simpatis, obat vagolitik, perdarahan, hipovolemia,
anestesia ringan, hipoksia, hiperkarbia, gagal jantung,
Klasifikasi SVT berdasarkan tempat dan regularitas iskemia jantung, demam, infeksi. Dapat juga disebabkan
oleh diabetik neuropati (non reversibel).
Regular Irregular
Atrial Sinus takikardi Atrial
Terapi :
Inappropriate fibrillation
- Eliminasi tembakau, alkohol, kafein, stimulan
sinus takikardi Atrial flutter +
SNRT variable block lain, agen simpatomimetik
Atrial takikardi Multifocal
- Beta blocker, CCB (verapamil dan diltiazem), Merupakan aritmia supraventrikular yang osilasinya
penggantian cairan, penurunan panas pada beramplitudo rendah (fibrillatory/gelombang f) dan irama
pasien demam ventrikelnya iregular. Gelombang f memiliki kecepatan
- Manuver Valsalva/massage sinus 300-600 bpm, dengan amplitudo, bentuk, waktu yang
karotis/manuver vagus berbeda-beda. Sebaliknya, gelombang flutter memiliki
kecepatan 250-350 bpm dengan morfologi dan waktu
2. Sinus Node Reentrant Tachycardia (SNRT) yang sama.
Paling sering ditemukan pada pasien jantung Pada lead V1, gelombang f terkadang muncul seragam
struktural/CAD, terutama MI inferior. SNRT terjadi akibat dan mirip flutter. Yang membedakan dengan atrial flutter
entrance block pada suatu tempat, konduksi yang lama di adalah tidak ada aktivitas atrium yang regular pada lead
dalam nodal dengan masa refrakter berbeda-beda, dan lainnya di EKG. Pada beberapa pasien, gelombang f sangat
reeksitasi atrium pada daerah asal entrance block. Ini kecil. Pada beberapa pasien, diagnosa AF ditegakkan dari
merupakan reentry tachycardia. Sirkuitnya berada di NSA irregularly irregular ventricular rhythm.
dan dari lahir. Ini bisa mulai dan berhenti secara tiba-tiba.
Antara episode SNRT, denyut dan irama jantung tetap Kecepatan ventrikel selama AF dengan tidak adanya agen
normal. Gejala : palpitasi paroksismal, dispnea, pusing dromotropik negatif adalah 100-160 bpm. Pada pasien
hampir syncope, chest discomfort. WPW + AF, kecepatan ventrikel ketika AF bisa mencapai
250 bpm karena konduksi melalui JALUR ASESORI. Ketika
3. PAC kecepatan ventrikel selama AF sangat cepat (>170 bpm),
derajat iregularitas melemah dan ritme bisa terlihat
Kompleks prematur merupakan penyebab utama palpitasi regular.
dan denyut iregular. Ini bisa berasal dari area manapun di
jantung – paling sering dari ventrikel dan jarang di NSA. Ini Klasifikasi AF :
juga bisa terjadi di atrium dan AV junction. Biasanya Terdiagnosa pertama kali
kompleks prematur terkait dengan penyakit jantung AF yang berhenti spontan dalam 7 hari
struktural dan frekuensinya meningkat dengan PAROXYSMAL
pertambahan usia. AF yang berlanjut sampai lebih dari 7 hari
atau butuh kardioversi, baik dengan obat
Gambaran EKG :
atau DCC PERSISTENT
Adanya gelombang P prematur dengan interval
AF yang persisten hingga lebih dari 1 tahun
PR >120 ms (kecuali pada WPW di mana interval
LONGSTANDING
PR <120 ms)
AF longstanding yang refrakter terhadap
Bentuk gelombang P prematur mirip dengan
cardioversion PERMANENT
gelombang P sinus, namun tetap berbeda.
Namun AF permanen masih bisa
Gelombang mirip dengan gelombang P sinus
disembuhkan melalui pembedahan/ablasi
bila sumber PAC dari atrium kanan, VCS,
kateter.
superior crista terminalis.
AF yang terjadi pada pasien <60 tahun tanpa
Beberapa PAC yang terlalu dini memperpanjang interval hipertensi/penyakit jantung struktural atau
PR. Hal ini karena bila PAC datang terlalu dini pada fase tidak diketahui penyebabnya LONE AF
diastol, AV junction masih refrakter/belum bisa (beresiko rendah terhadap komplikasi
dirangsang sehingga PR memanjang. Sedangkan RP tromboemboli bila pada usia muda)
kebalikan dari PR, justru memendek. PAC tidak dapat
Faktor pengganggu dalam mengklasifikasikan AF adalah
dikonduksikan ke ventrikel menyebabkan denyut tidak
obat antiaritmia dan cardioversion. Misalnya, pasien yang
teratur. Denyut ini disebut “pause” atau “dropped beat”.
menjalani cardioversion transthoracic 24 jam post onset
PJC AF, tidak akan diketahui kalau seandainya AF nya telah
berlangsung selama lebih dari 7 hari. Obat antiaritmia
4. AF juga bisa mengubah AF persisten menjadi AF paroksismal.
AF yang tanpa penyakit jantung struktural berarti aman
Definisi : dengan pemberian flecainide (rhythm-control drugs)
Pada gambaran EKG didapat interval RR IREGULER &
TIDAK REPETITIF, TIDAK ADA GELOMBANG P YANG JELAS, AF paroksismal dapat diklasifikasikan berdasarkan
siklus atrial (interval di antara 2 aktivasi atrial bila terlihat otonomnya. 25% pasien dengan AF paroksismal memiliki
bervariasi dengan kecepatan >300x / menit atau <200 ms) AF vagotonik, yaitu AF dimulai pada situasi tonus vagus
yang tinggi, biasanya waktu pasien tidur di malam hari. penyakit katup jantung telah lama diketahui. Penyakit
Obat yang memiliki efek vagotonic (digitalis) dapat katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya AF
memperparah AF vagotonik, dan bisa diatasi dengan obat dan beresiko 4x lipat untuk komplikasi tromboemboli. AF
berefek vagolitik (disopyramide). AF adrenergik terjadi juga terkait dengan penyakit disfungsi ventrikel kiri,
pada 10-15% pasien dengan AF paroksismal, berlebihnya perikarditis akut, WPW. Aritmia lain yang berhubungan
kerja simpatis. Bisa diatasi dengan beta blocker. dengan AF : takikardi atrial, AVNRT, bradiaritmia seperti
sick sinus syndrome, dll.
Penyebab AF :
Memiliki hubungan dengan penyakit jantung struktural. Penyebab utama AF : hipertensi, penyakit jantung
Sekitar 25% pasien AF juga menderita jantung koroner. koroner, DM, diet, asupan makanan, gaya hidup, stres
Penyakit AMI juga meningkatkan angka mortalitas AF. emosional, stres fisik, intake alkohol dan kafein
Pasien yang menjalani bypass koroner, 1/3 mengalami AF berlebihan, PPOK, emboli paru akut.
terutama H-3 post operasi. Hubungan antara AF dengan
Mekanisme AF
Mekanismenya cukup kompleks. Mekanisme pencetus dengan mekanisme maintenancenya berbeda. Selain itu, fenotip klinis
paroksismal, persisten, longstanding memiliki ciri kelistrikan berbeda.
AF bisa terus dipertahankan oleh mekanisme re-entry atau focus ektopik yang berlangsung cepat. Mekanisme
mempertahankan AF dikenal dengan istilah “driver”. Discharge atrium yang irregular pada AF dapat disebabkan oleh respon
atrium yang irregular terhadap mekanisme tadi.
Potensial aksi sel atrium normal tetap dalam kondisi potensial istirahat setelah repolarisasi. Potensial aksi ini dipertahankan
oleh permeabilitas K+ yang tinggi yaitu melalui IK1 (inward rectifier). Meskipun If aktif, namun seakan-akan ditekan oleh IK1
yang porsinya lebih besar sehingga tidak terjadi automatisitas pada fase itu. Peningkatan automatisitas disebabkan oleh
perubahan keseimbangan ini yaitu penurunan IK1 dan/atau peningkatan If.
Pada EAD yang terjadi adalah depolarisasi membrane sel sekunder yang abnormal pada fase repolarisasi. Factor utama
yang menyebabkan EAD adalah memanjangnya durasi potensial aksi sehingga ICa,L pulih dari inaktivasi dan menyebabkan
masuknya Ca2+ ke dalam. EAD yang disebabkan oleh pemanjangan potensial aksi ini mendasari AF pada congenital long QT
syndrome.
DAD disebabkan oleh pelepasan ion Ca 2+ diastolic yang abnormal dari tempat penyimpanan Ca 2+ di reticulum sarkoplasma.
Kanal Ca2+ di RS yaitu RyRs melepas Ca2+ sebagai respon terhadap adanya Ca2+. RyR harusnya menutup saat diastole namun
bisa terbuka jika secara fungsional ada defek atau jika Ca 2+ pada RS overload. Ketika 1 Ca 2+ dilepas selama diastole, ditukar
dengan 3 Na+ melalui INCX sehingga hasil akhirnya adalah ion positif masuk depolarisasi. CHF, salah satu penyebab umum
AF, menyebabkan overload Ca2+ pada atrium dan DAD. Mutasi RyR juga menjadi etiologic.
Re-entry dapat mendasari AF dengan cara menghasilkan driver yang berlangsung cepat dengan perambatan fibrilasi atau
dengan menghasilkan banyak sirkuit re-entry yang irregular. Re-entry dapat digambarkan sebagai leading circle atau
gelombang spiral. Aktivitas kontinu dari kedua model tersebut tergantung dari substrat atrium, dengan keseimbangan antara
refrakter dan eksitabilitas.
Pada model leading circle, ada persamaan sbb : WL (wavelength) = RP (periode refrakter) x CV (kecepatan konduksi). Di
mana, semakin pendek panjang gelombang, semakin besar jumlah sirkuit re-entry pada atrium. Semakin besar panjang
gelombang, akan menurunkan jumlah sirkuit. Periode refrakter yang pendek dan penurunan kecepatan konduksi
meningkatkan re-entrant AF, OBAT YANG MENGINDUKSI PEMANJANGAN PERIODE REFRAKTER MENEKAN AF. Periode
refrakter yang pendek juga meningkatkan kejadian re-entry gelombang spiral.
Periode refrakter ditentukan oleh waktu antara pertama-tama sel aktif dan repolarisasi kembali ke -60 mV. Peningkatan
arus masuk yaitu ion Ca 2+ dan Na+ memperlama potensial aksi, sedangkan peningkatan arus keluar oleh K + merepolarisasi
sel dan memperpendek potensial aksi.
Determinan kecepatan konduksi yaitu arus masuk di fase 0 yaitu Na +. Peningkatan K+ atau penurunan Ca2+ memperpendek
durasi potensial aksi dan dengan demikian meningkatkan re-entrant AF. Blockade arus K + meningkatkan potensial aksi dan
menekan AF. Penurunan Na+ dan disfungsi connexin meningkatkan AF dengan memperlambat konduksi.
Remodelling Atrium
Remodelling elektrik
Terjadi perubahan ekspresi kanal ion dan/atau fungsi yang meningkatkan AF. Karena Ca 2+ memasuki sel pada
setiap potensial aksi, kecepatan atrium yang tinggi meningkatkan beban Ca 2+ dan oleh karena itu timbul
mekanisme autoprotektif yang menurunkan masuknya Ca2+ yaitu : inaktivasi kanal Ca2+ dan downregulasi ICa.L
(autoprotektif langsung) dan peningkatan kanal IK1 (IK1 dan IKAChC menurunkan beban Ca2+ dengan menurunkan
durasi potensial aksi). Dengan menurunkan durasi potensial aksi, justru akan menstabilkan re-entry,
meningkatkan kerentanan terhadap AF dan mempertahankannya. Selain itu, perubahan Ca 2+ handling
meningkatkan pelepasan Ca2+ diastolic dan aktivitas ektopik. Inilah mengapa AF bisa kambuh post kardioversi,
resisten terhadap obat, dan progress dari paroksismal menjadi bentuk lebih persisten.
Remodelling structural
Terutama fibrosis penting dalam patomekanisme AF. Berbagai penyakit jantung dapat memicu suatu proses
remodelling baik di atrium maupun ventrikel. Pada atrium akan terjadi proliferasi dan perubahan pada
fibroblast. Fibrosis interstisial reaktif memisahkan bundle otot, sedangkan fibrosis reparative menggantikan
kardiomiosit yang mati, keduanya ikut campur dalam kontinuitas listrik dan memperlambat konduksi. Fibroblast
dapat meningkatkan re-entry/aktivitas ektopik. Kanal ion fibroblast dapat menjadi target terapi, yaitu dengan
menghambat produksi kolagen dan berinteraksi dengan kelistrikan fibroblast-otot jantung. Fibrosis dapat
menyebabkan AF progress menjadi bentuk PERMANEN. Remodeling struktur mengakibatkan gangguan
penghantaran listrik di antara otot dan penghantaran lokal yang heterogen yang mencetus irama yang
mengawali AF. Setelah terjadi AF, terjadi perubahan dari elektrofisiologis, fungsi mekanik, dan struktur atrium.
Terjadi pemendekan periode refrakter efektif pada hari pertama fibrilasi atrial. Pemendekan ini karena
ketidakseimbangan ion Ca2+ dan K+ dalam sel.
Remodelling saraf/otonom
Discharge vagus meningkatkan arus K+ bergantung Ach, menurunkan durasi potensial aksi dan menstabilkan
re-entry. Aktivasi simpatis melalui beta adrenoreseptor dapat meningkatkan Ca2+ leak diastolic dan
meningkatkan DAD-related ectopic firing melalui mekanisme hiperfosforilasi RyR2. Hiperinervasi atrium oleh
simpatis terjadi pada pasien AF persisten. Remodelling saraf otonom menyebabkan positive feedback loop yang
meningkatkan persistensi AF dan kekambuhannya. Terapinya dengan menekan sinyal otonom.
Faktor anatomi
Atrium kiri maupun kanan memiliki ciri structural yang berkontribusi terhadap AF. Vena pulmonalis (VP) penting
dalam inisiasi dan dipertahankannya AF. Terdapat mekanisme nonreentrant dan re-entrant pada VP. Pada sel
VP, terdapat IK1 yang lebih kecil dan terdapat sel dengan aktivitas spontan (factor nonreentrant/fokal).
Terjadinya re-entrant pada vena pulmonalis didukung oleh penurunan potensial istirahat (yang menonaktifkan
kanal natrium dan konduksi lambat), durasi potensial aksi yang pendek, dan perubahan mendadak pada
orientasi serabut yang meningkatkan angka kejadian blok satu arah.
Dinding atrium kiri posterior dan dinding atap memiliki ciri mendukung re-entry. Ini karena orientasi serabutnya
itu sendiri. Input otonom jantung melewati plexus ganglion epikardium. Plexus berganglion terletak dekat
ostium vena pulmonalis. Terdapat komponen simpatis dan parasimpatis, memiliki aktivitas intrinsic yang
independen terhadap input saraf ekstrinsik, berperan dalam AF. Struktur di atrium kiri seperti ligament Marshall
juga memiliki ganglion otonom dan bisa mencetuskan aktivitas ektopik. Struktur atrium dextra seperti VC dan
crista terminalis juga bisa mencetuskan focal trigger.
Regional Ion Current Differences
Atrium kiri berperan penting dalam inisiasi AF dan mempertahankannya, terutama AF paroksismal. Rotor re-
entrant lebih cepat di atrium kiri dibandingkan kanan sehingga lebih cenderung menjadi drivers, hal ini juga
disebabkan oleh arus K+ yang lebih besar yang menurunkan durasi potensial aksi. Kardiomiosit vena pulmonal
memiliki durasi potensial aksi lebih pendek karena kanal K + delayed rectifier-nya lebih besar dan arus ICa.L lebih
kecil, arus IK1 juga lebih kecil.
Kontraksi atrium berkontribusi 20% stroke volume ventrikel kiri saat istiharat. Kontribusi ini HILANG PADA AF. AF juga
menyebabkan disfungsi LV karena kontraksi ventrikel yang irregular dan cepat. AF bisa menyebabkan dekompensasi
ventrikel, menekan AF = memperbaiki outcome pada pasien CHF. CHF meningkatkan resiko AF, yaitu melalui fibrosis, stretch
sel, gangguan Ca2+ handling, remodelling kanal ion. AF meningkatkan disfungsi ventrikel, disfungsi ventrikel menyebabkan
remodelling atrium yang meningkatkan AF, dan hipokontraktilitas atrium et causa AF menyebabkan dilatasi atrium lebih lagi,
sehingga AF resisten terhadap terapi.
Tromboembolisme merupakan komplikasi dari AF, dan AF merupakan penyebab utama stroke pada elderly. Thrombus atrium
kiri terdiri dari RBC dan fibrin, sejenis low-flow venous thrombi. Triad Virchow : stasis, kerusakan endotel, dan ciri koagulasi
terlibat dalam pembentukan thrombus terkait AF. Terutama, stasis darah karena atriumnya hanya bisa bergetar. AF
mengganggu fungsi kontraksi atrium melalui berbagai mekanisme, meliputi penurunan simpanan Ca 2+ karena penurunan
durasi potensial aksi dan penurunan I Ca,L, perubahan Ca2+ handling, dan fosforilasi protein otot abnormal. Ada juga bukti
gangguan endotel atrium karena penurunan produksi NO, peningkatan prothrombotic plasminogen activator inhibitor-1,
penurunan trombomodulin dan TFPI.
Fibrosis terutama disebabkan oleh dilatasi atrium. Dilatasi atrium disebabkan oleh kondisi apapun yang meningkatkan
tekanan jantung. Ini termasuk penyakit katup jantung (stenosis mitral, regurgitasi mitral, regurgitasi tricuspid), hipertensi,
CHF, penyakit inflamatorik (contoh : sarkoidosis atau autoimun yang menciptakan autoantibodi terhadap rantai berat myosin
inflamasi fibrosis)
Atrium yang terdilatasi mengaktifkan RAAS, meningkatan MMP dan disintegrin di dinding atrium. RAAS kemudian memulai
berbagai kaskade sinyal yang meningkatkan kalsium intrasel, apoptosis, pelepasan sitokin dan inflamasi, stress oksidatif,
factor pertumbuhan yang menstimulasi fibrosis, juga mengatur kanal ion dan dinamika gap junction. Angiotensin II, ACE,
aldosterone disintesis local di otot atrium dan meningkat selama AF. Ini menyebabkan terjadinya remodelling dengan
hilangnya massa otot atrium. Perubahan ini tidak mendadak. Pada berbagai studi, atrium kiri merupakan tempat discharge
dominan, dengan gradien dari kiri ke kanan. Kedua mekanisme dapat muncul secara bersamaan.
Terdapat faktor genetik juga yang berperan menimbulkan AF, antara lain mutasi, polimorfisme gen. Biasanya polimorfisme
terjadi pada gen yang mengatur kanal kalium dan natrium, sarcolipin, RAAS, connexin 40, endothelial NOS, IL-10. Hasil
akhirnya adalah calcium handling, fibrosis, konduksi, inflamasi yang menyebabkan AF.
Gejala :
Bervariasi antar pasien dan range dari tanpa gejala hingga parah. Gejala utamanya meliputi palpitasi, effort intolerance,
dyspnea, fatigue, lightheadedness. Poliuria bisa terjadi karena pelepasan hormon ANP. Pasien dengan AF paroksismal
simtomatik juga memiliki episode asimtomatik, dan pasien dengan AF persisten bergejala sesekali, sehingga sulit mengakses
AF hanya dari gejala. 25% pasien AF asimtomatik, umumnya pada orang tua dan AF persisten.
Syncope merupakan gejala AF yang tidak biasa. Ini bisa disebabkan oleh pause sinus yang lama pada berhentinya AF pada
pasien dengan sick sinus syndrome. Syncope juga bisa terjadi selama AF dengan kecepatan ventrikular yang cepat baik karena
neurocardiogenic (vasodepressor) syncope yang dirangsang oleh takikardia atau oleh karena penurunan BP yang parah akibat
penurunan cardiac output.
AF asimtomatik atau minimal simtomatik pada tahap awal bisa dilihat dari komplikasi tromboemboli seperti stroke atau
onset mendadak gejala gagal jantung yang menyebabkan CHF.
Hallmark AF pada PF yaitu denyut yang sangat iregular. Interval R-R pendek membuat waktu pengisian diastolik ventrikel
sinistra tidak adekuat sehingga stroke volume rendah dan tidak terdapat denyut perifer yang bisa terpalpasi. Ini
menyebabkan “pulse deficit” di mana denyut perifer tidak secepat denyut apex. Manifestasi lain pada PF : pulsasi vena
jugularis iregular dan intensitas S1 bervariasi.
PP :
Pada pasien palpitasi sugestif AF paroksismal, perlu monitor apakah gejala benar-benar karena AF. Perlu anamnesis untuk
mengetahui klasifikasi dari AF yang terjadi. Perlu bertanya apakah terdapat hipertiroidisme, penggunaan alkohol berlebih,
penyakit jantung struktural, dan kondisi komorbid.
Tes laboratorium meliputi tes fungsi tiroid, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal. Echocardiography perlu untuk menilai ukuran
atrium dan fungsi ventrikel kiri, melihat apakah terdapat LVH, penyakit jantung kongenital, penyakit katup jantung. Radiografi
thorax perlu bila ada penyakit paru. Stress test juga perlu dilakukan untuk evaluasi penyakit jantung iskemik.
5. Atrial Tachycardia
Atrial flutter
Contoh utamanya atrial flutter. Atrial flutter tipikal merupakan irama macrore-entrant di atrium kanan yang dibatasi di
bagian anterior oleh katup tricuspid dan posterior oleh crista terminalis & Eustachian ridge. Atrial flutter typical berasal dari
sirkuit yang berada di sekitar annulus trikuspidalis yang dibatasi barrier anatomis seperti VCS dan VCI, sinus koronarius, dan
crista terminalis. Gelombang depannya bisa berotasi di sekitar sirkuit ini berlawanan arah jarum jam (most frequently) atau
searah jarum jam sehingga didapat istilah counterclockwise atrial flutter & clockwise atrial flutter. Keduanya merupakan
flutter tipikal karena menggunakan isthmus cavotricuspid. Isthmus cavotricuspid terdapat di antara VCI dan annulus
trikuspidalis. Karena keduanya menggunakan sirkuit yang sama dan dibatasi oleh struktur anatomis yang sama, kecepatan
dan morfologi gel flutternya bisa diprediksi.
Atrial flutter atypical merupakan takikardi macrore-entrant lainnya di mana gelombang depan tidak berputar di sekitar
annulus trikuspidalis. Biasanya terjadi ketika bagian CTI diablasi (post terapi flutter tipikal, post pembedahan atrium, ablasi
atrium, fibrosis idiopatik, dll) Dalam hal ini meliputi : lower loop re-entry, fossa ovalis flutter, VCS flutter, upper loop re-entry.
Lower loop re-entry menggunakan sirkuit yang meliputi isthmus cavotricuspid (CTI), seperti atrial flutter tipikal namun
memperpendek sirkuitnya melalui gap di crista terminalis. Panjang siklkusnya rata-rata dari 170-250 ms. Upper loop re-entry
terjadi pada sirkuit melalui gap di crista terminalis dan di posterior dinding atrium kanan. Pola EKG mirip clockwise atrial
flutter namun panjang siklus lebih pendek seperti pada lower loop. Pada atrial flutter atipikal, karena barrier yang membatasi
flutter bervariasi, pola EKG juga bervariasi dan sulit diprediksi.
Gambaran EKG :
Kecepatan atrium biasanya 250-350 bpm (rata-rata 300 bpm). Kadang lebih rendah ketika pasien diterapi
dengan obat antiaritmia yang bisa menurunkan kecepatan hingga 200 bpm. Jika terjadi perlambatan, ventrikel
dapat merespon dengan 1:1 fashion terhadap kecepatan atrium yang melambat.
Takikardi kompleks sempit
Gelombang flutter berbentuk “sawtooth pattern” atau seperti gigi gergaji, paling baik dilihat di lead II, III, aVF
Gelombang flutter di V1 mirip gelombang P normal
Loss of isoelectric baseline
Kecepatan ventrikel ditentukan oleh rasio konduksi AV (derajat AV Blok). Paling sering adalah rasio 2:1 sehingga
kecepatan ventrikel 150 bpm. Derajat AV Blok yang lebih tinggi bisa terjadi, biasanya karena obat-obat penyakit
jantung, sehingga konduksi ventrikel lebih lambat (3:1 = 100 bpm, 4:1 = 75 bpm....) konduksi 1:1 bisa terjadi
karena stimulasi simpatis atau adanya jaras asesoris, kondisi ini terkait dengan ketidakstabilan hemodinamik
dan progress ke VF.
Anticlockwise :
o Gelombang flutter inverted pada lead II, III, aVF (inferior)
o Gelombang flutter positif di V1 – dapat mirip dengan gelombang P tegak
Clockwise :
o Gelombang flutter positif pada lead II, III, aVF (inferior)
o Gelombang flutter broad inverted di V1
Untuk mengenali gelombang flutter secara cepat, caranya melihat adanya “narrow complex tachycardia” dengan rate 150
bpm, kemudian cek lead inferior EKG untuk melihat gel flutter.
Pada atrial flutter dengan variable block, interval RR akan 2x interval PP. contoh : asumsikan atrial rate 300 bpm (interval PP =
200 ms), interval RR = 400 ms dengan 2:1 block, 600 ms dengan 3:1 block, 800 ms dengan 4:1 block. Pastikan interval RR
REGULAR. BILA IREGULAR SUSPEK AF.
Atrial flutter lebih jarang bila dibandingkan kejadian AF. Ini terjadi akibat dilatasi atrium akibat defek septum, emboli paru,
stenosis/regurgitasi katup mitral/tricuspid, gagal jantung, ablasi atrium sebelumnya, penuaan, dan dapat terjadi tanpa
adanya penyakit jantung structural. Kondisi seperti tirotoksikosis, alkoholisme, pericarditis, bisa menyebabkan atrial flutter.
Biasanya merespon terhadap massage sinus carotid dengan penurunan kecepatan ventrikel dan kembali ke kecepatan
ventrikel normal. PF akan ditemukan gelombang flutter cepat di pulsasi v. jugularis. Suara akibat kontraksi atrium biasanya
bisa diauskultasi.
Manajemen :
Kardioversi merupakan pilihan terapi untuk atrial flutter karena sangat efektif mengembalikan irama sinus. Kardioversi dapat
dilakukan dengan synchronous direct current (DC) yang membutuhkan energy relative rendah (= 50 J). Jika electrical shock
menyebabkan AF, shock kedua bisa digunakan dengan level energy lebih tinggi. Obat antiaritmia short acting ibutilide juga
bisa diberikan IV. Namun obat ini bisa memperpanjang interval QT komplikasi TdP. Obat lain : procainamide atau
amiodarone (namun kurang efektif dibandingkan ibutilide). Rapid atrial pacing dengan kateter di esofagus atau atrium kanan
dapat memberhentikan atrial flutter tipikal/atipikal. Tindakan ablasi dapat dilakukan pada pasien yang secara hemodinamik
stabil dan tidak membutuhkan kardioversi segera. Meskipun resiko tromboemboli lebih rendah dibanding pasien AF, namun
perlu diberikan antikoagulan pada pasien dengan atrial flutter cukup penting.
Untuk memperlambat respon ventrikel, dapat diberikan verapamil bolus 2.5-10 mg IV (dapat diulang dengan tambahan 5-10
mg setelah 15-30 min), atau diltiazem 0.25 mg/kg. Adenosine bisa menyebabkan AF. Esmolol, beta blocker bisa diberikan
untuk memperlambat kecepatan ventrikel. Jika CCB + beta blocker tidak efisien, bisa ditambah DIGOXIN (perhatikan dosis
toksik).
Jika atrial flutternya masih, bisa diberikan obat kelas IA, IC, III untuk mengembalikan irama sinus dan mencegah kekambuhan.
Efek sampingnya perlu diperhatikan. Obat kelas IA dan IC seharusnya tidak digunakan kecuali jika kecepatan ventrikel selama
atrial flutter telah diperlambat oleh CCB atau beta blocker. Jadi, terapi alternatifnya tetap adalah ablasi kateter karena juga
beresiko sangat kecil.
MAT biasanya terjadi pada pasien yang mengalami serangan akut PPOK, toksisitas methylxanthine (teofilin dan kafein), CHF,
sepsis, gangguan metabolik, abnormalitas elektrolit. Biasanya merespon terhadap terapi dekompensasi pulmonar dengan
oksigen suplemental dan bronkodilator. Perbaikan oksigenasi arteri menurunkan aktivitas fokus ektopik yang menyebabkan
MAT.
Gambaran EKG :
HR >100 bpm (100-150 bpm, bisa sampai 250 bpm)
Irama iregular dengan PP, PR, RR bervariasi
Minimal terdapat 3 gelombang P yang morfologinya berbeda pada 1 lead yang sama
Antara gelombang P tidak terdapat gelombang flutter (isoelektrik)
Tidak terdapat pacemaker atrium dominan tunggal
Beberapa gelombang P tidak diteruskan ke ventrikel, ada yang diteruskan.
Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit jantung structural seperti penyakit arteri coroner, dengan/tanpa MI, HF, cor
pulmonale. Ini juga terjadi dengan intoksikasi digitalis, sering ditingkatkan oleh penurunan kalium.
Pada PF didapatkan irama bervariasi seperti intensitas S1 bervariasi dan tekanan darah sistolik bervariasi akibat AV blok yang
terjadi dan interval PR bervariasi.
Massage sinus carotid atau adenosine meningkatkan derajat AV blok dengan memperlambat kecepatan ventrikel secara
bertahap tanpa menghentikan takikardia seperti pada atrial flutter. Beta blocker atau CCB bisa diberikan untuk
memperlambat kecepatan ventrikel. Jika takikardi atrial masih berlangsung, bisa diberikan obat kelas IA, IC, III. Ablasi kateter
cukup efektif mengeliminasi takikardia, perlu dipertimbangkan bagi mereka yang gagal terapi obat. Setelah dilakukan ablasi,
takikardi atrial masih bisa terjadi di tempat yang berbeda dari sebelumnya.
1. AV Node Tachycardia (AVNRT & AVRT) – PSVT (Paroxysmal SVT) – abrupt onset and offset
Merupakan takidisritmia (average HR = 160-220 bpm) dimulai dan dipertahankan oleh jaringan pada atau di atas nodus AV.
Tidak seperti sinus takikardi, PSVT mulai dan berakhir secara mendadak. Ini lebih sering terjadi pada wanita dan yang paling
banyak terjadi adalah AV nodal re-entry tachycardia (AVNRT). Orang berusia >65 tahun 5x lebih beresiko mengalami PSVT.
a. AVNRT
AVNRT lebih sering disebabkan karena sirkuit re-entry di mana terdapat konduksi anterograde pada jalur lambat nodus AV
dan konduksi retrograde pada jalur asesoris cepat nodus AV. Mekanisme AVNRT yang lain meliputi peningkatan
automatisitas oleh sel pacemaker sekunder dan afterdepolarization.
Strategi perawatannya meliputi menghindari factor yang meningkatkan ektopi, seperti peningkatan tonus simpatis,
ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan asam basa. Karena PSVT paroksismal, memonitor vital sign untuk mendeteksi
adanya gangguan hemodinamik cukup penting sampai PSVT nya terminasi. Jika pasien hemodinamiknya stabil, terapi
utamanya meliputi manuver vagus seperti massage sinus karotis atau manuver Valsalva. Jika dengan manuver vagus PSVT
sembuh, maka sangat menunjukkan penyebabnya adalah re-entry. Jika terapi konservatif tidak efektif, bisa diberikan obat AV
nodal blocking (calcium channel blocker, beta blocker, adenosine)
Adenosine onsetnya paling cepat (15-30 detik) dan durasinya sangat cepat (10 detik). Sebagian besar AVNRT bisa diatasi
dengan adenosine dosis tunggal. Multifocal atrial tachycardia, atrial flutter, dan AF tidak merespon adenosine.
AVNRT merupakan penyebab tersering palpitasi pada pasien dengan struktur jantung normal. Terjadi secara paroksismal dan
spontan atau diprovokasi oleh aktivitas menggunakan tenaga, kafein, alcohol, beta agonis (salbutamol) atau simpatomimetik
(amfetamin).
Gejala : light-headedness, dizziness, fatigue, chest discomfort, dyspnea, syncope (15% pasien)
Pasien biasanya mengeluh palpitasi yang onsetnya cepat dan regular. Penurunan tekanan darah yang cepat menyebabkan
presyncope bahkan syncope. Jika pasien memiliki penyakit jantung coroner, pasien akan mengalami nyeri dada seperti pada
angina. Pasien juga dapat mengeluh napas pendek-pendek, kecemasan, dan polyuria karena peningkatan tekanan arteri yang
melepas atrial natriuretic peptide (ANP). Takikardia dapat menyebabkan syncope karena kecepatan ventrikel yang tinggi,
penurunan cardiac output dan sirkulasi otak atau karena asistol ketika takikardi berhenti. Prognosisnya bila tidak terdapat
penyakit jantung = GOOD.
PSVT dapat terjadi pada individu tanpa penyakit jantung structural. Takikardi biasanya antara 140-280 bpm dan REGULAR.
AVNRT cukup bisa ditoleransi dan jarang membahayakan pada pasien. Dibandingkan dengan AVRT yang melibatkan sirkuit re-
entry anatomis (Bundle of Kent), pada AVNRT terdapat re-entry fungsional di dalam nodus AV.
Jalur fungsional tersebut meliputi :
- Jalur lambat dengan masa refrakter pendek
- Jalur cepat dengan masa refrakter panjang
Selama irama sinus, impuls listrik menuruni 2 jalur tersebut secara bersamaan. Impuls yang melewati jalur cepat memasuki
ujung akhir distal dari jalur lambat dan 2 impuls tersebut saling meniadakan satu sama lain.
Namun, jika terdapat PAC akan melewati jalur cepat namun masih refrakter, maka ia akan melewati jalur lambat. Ketika
impuls telah mencapai ujung akhir dari jalur lambat, jalur cepat sudah tidak refrakter, sehingga impuls dapat dialirkan secara
retrograde ke jalur cepat. Ini menyebabkan terjadinya gerak sirkus di 2 jalur tersebut, mengaktifkan Bundle of His secara
anterograde dan atrium secara retrograde. Mengapa takikardi? Karena DURASI siklusnya PENDEK. Mengapa terdapat QRS?
Karena impuls tetap diteruskan ke ventrikel. Mengapa terdapat P retrograde? Karena atrium yang normalnya diaktifkan dari
NSA ke NAV, kali ini dari NAV ke atrium. Model yang paling banyak terjadi : Slow-fast AVNRT
Gambaran EKG :
Takikardi regular 140-280 ms
Kompleks QRS biasanya sempit (<120 ms) kecuali terdapat BBB, jalur asesoris, abberant conduction
Depresi ST dapat terlihat dengan/tanpa penyakit jantung coroner
QRS alternans – variasi amplitudo QRS
Gelombang P retrograde dengan inversi gelombang P di lead II, III, aVF (inferior)
Gelombang P dapat terkubur oleh QRS, muncul setelah QRS, SANGAT JARANG TERJADI SEBELUM QRS.
Subtype AVNRT :
Berdasarkan jalur yang dominan dan interval RP, yaitu waktu antara aktivasi ventrikel secara anterograde (gel R) dan aktivasi
atrium secara retrograde (gel P)
Penyakit yang diturunkan dengan ciri takikardi re-entrant. Diagnosanya berdasarkan adanya PREEKSITASI DAN
TAKIDISRITMIA. Apa itu preeksitasi? Aktivasi lebih awal dari ventrikel karnea impuls melewati NAV melalui jalur asesoris. Jalur
asesoris ini merupakan jalur abnormal yang terbentuk selama pemebntukan jantung dan bisa di lokasi manapun, kadang juga
jalurnya bisa multiple. Preeksitasi ventricular menyebabkan defleksi kompleks QRS yang lebih awal dari sebelumnya
gelombang delta. Jalur asesoris pada WPW disebut Bundle of Kent.
Yang terlihat pada WPW adalah AVRT (95% disritmia pada sindrom ini) kadang-kadang berupa atrial flutter/atrial fibrillation.
Takidisritmia ini dicetuskan oleh premature atrial contraction (PAC). AVNRT diklasifikasikan menjadi ortodromik (QRS sempit)
dan antidromik (QRS lebar). Ortodromik lebih sering terjadi dan QRS nya sempit karena impuls jantung dikonduksikan dari
atrium melalui nodus AV – HPS normal. Impuls kembali dari ventrikel ke atrium menggunakan jalur asesoris. Terapinya pada
pasien sadar meliputi manuver vagus seperti massage sinus karotis atau manuver Valsalva. Jika manuver vagus tidak berhasil,
maka diberikan verapamil, beta blocker, amiodarone, adenosine.
Pada jenis antidromik, impuls dikonduksikan dari atrium ke ventrikel melalui jalur asesoris dan kembali dari ventrikel ke
atrium melalui nodus AV. Lebarnya kompleks QRS membuat kasus ini sulit dibedakan dengan ventricular tachycardia.
Terapinya meliputi blockade konduksi sepanjang jalur asesoris. Obat yang memperlambat konduksi nodus AV (adenosine,
CCB, beta blocker, lidokain, digoxin) dapat meningkatkan konduksi sepanjang jalur asesoris dan maka dari itu
KONTRAINDIKASI.
Terapinya meliputi procainamide IV 10 mg/kg, ini melambatkan konduksi di jalur asesoris dan menghentikan takidisritmia.
Gambaran EKG :
Interval PR <120 ms
Delta wave
QRS memanjang >110 ms
Discordance segmen ST dan gel T
Pola pseudo-infarct dapat terlihat pada 70% pasien : defleksi gel delta pada lead inferior/anterior “pseudo Q waves”
atau “prominent R waves” di lead V1-3 mirip infark posterior
Preeksitasi dapat lebih jeleas dengan peningkatan tonus vagus, manuver Valsalva atau AV blockade
Dibagi menjadi tipe A dan tipe B :
Tipe A memiliki gelombang delta positif pada semua lead precordial, dengan R/S > 1 di V1
Tipe B memiliki gelombang delta negative pada lead V1 dan V2
Pada pasien dengan tipe retrograde pada jalur asesoris dan anterograde pada NAV, tidak ada ciri khas WPW yang
terlihat (no pre excitation). Ini disebut “concealed pathway”
Orang dewasa yang mengalami sindrom preeksitasi biasanya jantungnya normal, meskipun kadang penyakit jantung
kongenital/didapat bisa terjadi seperti Ebstein anomaly, prolapse katup mitral, dan kardiomiopati.
Jika asimtomatik, tidak perlu tindak lanjut. 2 terapi utama bisa dilakukan, yaitu : ablasi kateter dan farmakologi. Obat yang
dipilih bertujuan untuk memperpanjang waktu konduksi atau masa refrakter pada NAV, jalur asesori, atau keduanya.
Adenosine, verapamil, propranolol, digitalis memperpanjang konduksi dan refrakter NAV. Verapamil dan propranolol tidak
secara langsung mempengaruhi konduksi di jalur asesoris, dan digitalis memiliki efek yang variable. Karena digitalis
dilaporkan dapat memperpendek masa refrakter di jalur asesoris dan mempercepat respon ventrikel pada beberapa pasien,
digitalis tidak dianjurkan sebagai single drug pada pasien WPW. Obat kelas IC, amiodarone, sotalol dapat mempengaruhi baik
NAV dan jalur asesorisnya. Lidokain tidak memperpanjang masa refrakter di jalur asesoris. Verapamil dan lidokain IV dapat
meningkatkan kecepatan ventrikel selama AF pada pasien WPW.
Pertama dilakukan manuver vagus, kemudian adenosine diikuti verapamil atau diltiazem IV. AF bisa terjadi setelah
pemberian obat, terutama adenosine.
c. AVRT
Bagian dari PSVT. Selama peristiwa takiaritmia, preeksitasi tidak tampak karena jalur asesoris menjadi bagian dari sirkuit re-
entry. AVRT sering dicetuskan oleh PAC/PVC.
AVRT ortodromik : anterograde melalui NAV, retrograde melalui jalur asesoris “concealed pathway”, dengan gambaran EKG
sbb :
HR 200-300 bpm
Gelombang P dapat tersembunyi oleh QRS atau P retrograde
Kompleks QRS <120 ms kecuali terdapat BBB, abberant conduction, jalur asesoris lain
QRS alternans – variasi phasic amplitude QRS
Sering terjadi ST depresi dan T inversi
Terapi berdasarkan instabilitas hemodinamik (hipotensi, perubahan status mental, edema paru). Pada pasien
dengan hemodinamik stabil, manuver vagus dapat berhasil, diikuti adenosine atau CCB, DC cardioversion bila tidak
repon terhadap terapi medis.
Pasien tidak stabil DC cardioversion
AVRT antidromik : anterograde melalui jalur asesoris, retrograde melalui NAV (5% pasien WPW), dengan gambaran EKG sbb :
HR 200-300 bpm
Kompleks QRS lebar karena depolarisasi ventrikel abnormal melalui jalur asesoris, sering salah diagnose sebagai VT
Terapi : amiodarone, procainamide, ibutilide, kadang butuh DC cardioversion
Atrial fibrilasi (20% WPW), atrial flutter (7% WPW). Jika kecepatan ventrikel menjadi sangat cepat, mungkin karena
degenerasi menjadi VT/VF. Gambaran EKG AF pada WPW :
Rate >200 bpm
Irregular
Kompleks QRS lebar karena depolarisasi ventrikel abnormal melalui jalur asesoris
Perubahan bentuk dan morfologi kompleks QRS
Aksis masih stabil tidak seperti VT polimorfik
Atrial flutter mirip sama AF pada WPW, hanya saja ritme REGULAR dan mungkin disalah dx sebagai VT. Atrial flutter dan AF
pada WPW cukup letal karena bisa menjadi VF. Mekanismenya dari atrium ke ventrikel adalah MELALUI JALUR ASESORIS.
Tidak ada mekanisme sepanjang jalur asesoris yang dapat memperlambat kecepatan konduksi. Akibatnya kecepatan ventrikel
yang sangat cepat yang bisa menyebabkan VF lalu kematian. Terapinya bisa dengan procainamide IV. Verapamil dan digoxin
cukup kontraindikasi karena mempercepat konduksi pada jalur asesoris.
Beberapa wanita mengalami manifestasi gejala WPW selama kehamilan. WPW lebih sering terjadi pada pasien dengan
Ebstein malformation katup tricuspid, kardiomiopati hipertrofi, dan transposisi pembuluh darah besar.
Pasien yang diketahui terdiagnosa WPW yang datang untuk tindakan pembedahan harus terus menerima agen antidisritmia.
Tujuannya adalah untuk mencegah kondisi seperti peningkatan aktivitas saraf simpatis akibat nyeri, cemas, hipovolemia, atau
mencegah obat (digoxin, verapamil) yang dapat meningkatkan aliran anterograde melalui jalur asesoris.
B. Ventricular Tachyarrhythmia
1. PVC
Impuls ektopik dari focus dalam ventrikel yang melewati HPS dan mendepolarisasi ventrikel secara langsung. Ini
mengacaukan rangkaian normal aktivasi jantung, sehingga terjadi aktivasi asinkron dari 2 ventrikel. Tertundanya
konduksi interventrikel menghasilkan kompleks QRS yang durasinya memanjang dan bentuk abnormal.
Gambaran EKG :
Gelombang QRS premature yang bentuknya abnormal dan durasi melebihi kompleks QRS dominan yaitu
>120 ms
Gelombang T dan segmen ST diskordan (depresi ST dan inversi T pada lead dominan gel R, elevasi ST dan T
tegak pada lead dominan S)
Complex QRS tidak diawali oleh gel P premature namun bisa didahului oleh sinus P yang tidak
dikonduksikan
Hantaran atrium retrograde bisa terjadi/tidak terjadi
Diikuti full compensatory pause
Dengan full compensatory pause, denyut normal berikutnya akan sampai setelah interval yang berlangsung sepanjang 2x
interval RR sebelumnya.
Retrograde capture = impuls ektopik dikonduksi secara retrograde melalui NAV sehingga menghasilkan depolarisasi atrium
inverted P wave, setelah kompleks QRS.
Frequent PVC bila terjadi >5 PVC per menit pada EKG, atau >10-30 per jam.
Klasifikasi PVC : bisa unifocal (1 fokus ektopik, setiap PVC identic) dan multifocal (2 atau lebih focus ektopik, berbagai
morfologi)
PVC yang timbul dari ventrikel kanan memiliki MORFOLOGI LBBB (dominant S wave di V1)
PVC yang timbul dari ventrikel kiri memiliki MORFOLOGI RBBB (dominant R wave di V1)
PVC akan menimbulkan gejala palpitasi dan sensasi “skipping a beat”. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, WPW,
PVC akan merangsang onset VT, AVNRT, AVRT, dll.
Penyebab PVC : anxiety, simpatomimetik, beta agonis, kafein, hypokalemia, hipomagnesemia, digoksin, MI
Jika impuls retrograde mencapai dan mereset sinus node secara premature, akan menghasilkan pause yang tidak
terkompensasi penuh. Sering juga terjadi, sinus node dan atrium tidak terdischarge secara premature oleh impuls retrograde
karena impuls akan bertemu di AV junction membentuk kolisi antara impuls anterograde dari sinus node dan impuls
retrograde dari PVC. Sehingga, fully compensatory pause selalu terjadi mengikuti PVC – yaitu interval RR yang dihasilkan oleh
2 sinus yang mengawali kompleks QRS.
Terjadinya pertemuan impuls di ventrikel ventricular fusion beats yang disebabkan oleh aktivasi ventrikel secara simultan
oleh 2 fokus, 1 dari impuls supraventricular, 1 lagi dari PVC. Fixed coupling dapat disebabkan oleh re-entry, triggered activity,
dan mekanisme lain. Variable coupling dapat disebabkan oleh parasistol, perubaahn konduksi pada sirkuit re-entrant, atau
perubahan kecepatan pada triggered activity.
Gejala : palpitasi, chest/neck discomfort karena kontraksi yang lebih kuat daripada normal dari denyut postekstrasistolik atau
perasaan bahwa jantungnya berhenti selama pause tersebut yaitu tepatnya setelah kompleks premature. PVC yang sering
terjadi dapat menimbulkan angina, hipotensi, gagal jantung, memperparah status hemodinamik pasien. Olahraga dapat
meningkatkan jumlah kompleks premature pada beberapa pasien. Dengan tidur dapat menurunkan frekuensi aritmia
ventrikel, namun ada juga yang justru menambah frekuensi.
PVC disebabkan oleh banyak stimuli mekanik, elektrik, kimia dari miokardium. Pada PF ditemukan denyut premature diikuti
pause yang panjang. Pause kompensatorik yang penuh bisa dibedakan dari yang non kompensatorik, yang kompensatorik
tidak mengubah waktu dari irama dasar. Denyut premature biasanya diikuti penurunan intensitas suara jantung, sering
auskultasi S1 sangat keras dengan penurunan denyut perifer (radial).
Terapi : lidokain IV sebagai terapi awal. Jika tidak merespon, diberikan procainamide IV/propranolol/magnesium IV. Seringkali
PVC tidak butuh diterapi karnea hanya ringan saja.
Beta blocker sering merupakan first line therapy. Namun jika tidak efektif bisa diberikan obat kelas IC. Amiodarone juga
efektif.