Anda di halaman 1dari 33

TUTORIAL KASUS

STROKE ISKEMIK

Disusun Oleh :

Alferio Yugo Soegianto 42190313


Ariani Wanti Paluta 42190314
Ernestine Benita 42190315
Bulan Marchellia Wijaya 42190316
Edwin Timoti Japanto 42190317

Dosen Pembimbing:
Dr. Kriswanto Widyo, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA – RS BETHESDA YOGYAKARTA
2021
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 020913XX
Nama : Ny. SK
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 02 Maret 1948
Usia : 72 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Tanggal MRS : 17 Januari 2021
Tanggal diperiksa : 20 Januari 2021

II. ANANMESIS
A. Keluhan utama
Anggota tubuh kiri lemas

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada hari Minggu, 17 Januari 2021 sekitar pukul 10.00 pasien baru
selesai ibadah di gereja dan ingin mengambil minum teh, tiba-tiba pasien
merasa tubuh kiri lemas dan langsung jatuh. Pasien di bawa ke RSB dan tiba
di IGD sekitar pukul 10.30. pasien mengeluhkan anggota gerak dan tubuh
sebelah kiri (tangan dan kaki) tidak bisa digerakan. Bicara masih bisa, pasien
tetap sadar.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

● Riwayat serupa : belum pernah mengalami hal serupa

● Bells palsy :-

● Stroke :-

● Hipertensi :-

● Diabetes Melitus : -

● Kolesterol :-

● Riwayat trauma : -
● Vertigo :-

● Kejang :-

● Asma :-
D. Riwayat Penyakit Keluarga

● Riwayat serupa :-

● Hipertensi :-

● DM :-

● Kolesterol :-
E. Riwayat Pengobatan :-
F. Riwayat Alergi :-
G. Riwayat Gaya Hidup

● Merokok :-

● Alkohol :-

● Olahraga : sebelum pandemi masih aktif berolahraga (jalan sehat),


namun setelah pandemi pasien mengaku kegiaran di rumah terus

● Aktivitas : selama 4 bulan belakangan aktivitas pasien di rumah saja,


dan sering menonton sinetron

● Pola tidur : sejak 3 minggu ini jam tidur pasien berkurang karena
pasien sering menonton sinetron hingga larut malam dan tetap bangun pagi
(tidur jam 11 atau 12 malam dan bangun jam 5 pagi)

● Pola makan : normal, makan 3 kali sehari dengan makanan seimbang,


pasien sering minum teh saat pagi hari.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Deskripsi umum (pemeriksaan tanggal 20 Januari 2021)
Keadaan umum : Sedang
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :

Tekanan Darah : 150/100 mmHg


Nadi : 80 x/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,4 0C
Nafas : 18 x/menit
2. Kepala
Normochepali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir
kering (-), lidah kotor (-), otorrhea (-), rhinorrhea (-)
3. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid
peningkatan jugular venous pressure (-)
4. Thorax
a. Paru
● Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak nafas (-), massa (-)
● Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (normal), pengembangan dada
(normal)
● Perkusi : sonor (+/+)
● Auskultasi : vesikuler (+/+) , rhonki (-/-) , wheezing (-/-)

4
b. Jantung

● Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

● Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra SIC V


● Perkusi : batas jantung kiri pada SIC V linea mid axila sinistra, batas
jantung kanan pada SIC V line parasternalis dextra
● Auskultasi : suara S1 S2 normal, regular, bising (-)
5. Abdomen
● Inspeksi : distensi (-), massa (-)
● Auskultasi : peristaltik usus dalam batas normal
● Perkusi : timpani, hepato/splenomegaly (-)
● Palpasi : nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
Ekstremitas bawah : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
IV. STATUS PSIKIATRIK
● Cara berpikir : normal

● Tingkah laku : kooperatif

● Kecerdasan : baik

● Perasaan hati : eutimik

● Ingatan : baik

5
V. STATUS NEUROLOGIS

● Kepala

o Bentuk : normochepali
o Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba denyut sangat kuat pada
arteri temporalis.
● Leher
o Pergerakan : baik
o Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
● Rangsang meningeal
o Kaku kuduk :-
o Brudzinski I :-
o Brudzinski II :-
o Brudzinski III :-
o Kernig sign :-

A. Pemeriksaan nervus kranialis


1.) N. Olfactorius
Sinistra Dextra
Subyektif Normal Normal
Obyektif Normal Normal

2.) N. Opticus
Sinistra Dextra
Subjektif Normal Normal
Lapang Pandang Normal
Melihat Warna Normal
Fundus Oculi Tidak dilakukan

6
3.) N. Occulomotorius
Sinistra Dextra
Sela Mata Normal Normal
Ptosis - -
Pergerakan Bulbus Normal Normal
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Bentuk pupil Isokor Isokor
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Rekfleks cahaya + +

4.) N. Trochlearis
Sinistra Dextra
Pergerakan bola mata ke Normal Normal

Bawah

5.) N. Trigeminus
Sinistra Dextra
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Tidak dilakukan
Sensibilitas wajah Normal Menurun

7
6.) N. Abducens
Sinistra Dextra
Pergerakan mata ke Normal Normal
Lateral
Sikap bulbus Normal Normal

7.) N. Facialis
Sinistra Dextra
Menutup mata Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal
Memperlihatkan gigi Normal
Menggembungkan pipi Normal
Mencucu Normal
Bersiul Normal
Sensoris lidah Tidak dilakukan

8.) N. Vestibulocochlearis
Sinistra Dextra
Gesekan jari Normal Normal
Rinne Tidak dilakukan
Webber Tidak dilakukan
Scwabach Tidak dilakukan

8
9.) N. Glossofaringeus
Sensoris Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan

10.) N.Vagus
Arkus faring Tidak ada deviasi uvula
Bicara Disatria
Menelan Normal

11.) N. Accessorius
Sinistra Dextra
Mengangkat bahu Tidak bisa Normal
Memalingkan wajah Normal

12.) N. Hypoglossus
Pergerakan lidah Normal
Tremor lidah -
Artikulasi Jelas
Fasikulasi lidah -
Atrofi papil lidah -

9
B. Badan dan Anggota Gerak

Sinistra Dextra
Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri - -
Perasaan thermos - -
Perasaan gerak dan Normal Normal
Posisi
Kekuatan otot 1 5
ekstremitas atas
Kekuatan otot 1 5
ekstremitas bawah
Kekuatan motorik Lemah Kuat
ekstremitas atas
Kekuatan motorik Lemah Kuat
ekstremitas bawah

Reflek Fisiologis
Refleks Sinistra Dextra
Biseps ++ +
Triceps ++ +
Brakioradialis ++ +
Patella ++ +
Achilles ++ +

10
Reflek Patologis
Refleks Sinistra Dextra
Hoffman + +
Tromner + +
Gordon - -
Gonda - -
Babinski - -
Chaddok - -
Rosolimo - -
Bing - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Klonus kaki - -

E. Pemeriksaan Vertebrae
Inspeksi: Tidak dilakukan.
Palpasi: Tidak dilakukan.
Tes Provokasi nyeri

Pemeriksaan Sinistra Dextra


Laseque
Faber Tidak dilakukan

Fadir

11
F. Tes Koordinasi
● Romberg test : Tidak dilakukan
● Tandem gait : Tidak dilakukan
● Disdiadokokinesis :-
● Past pointing test : Normal
G. Gerakan Abnormal
● Tremor :-
● Myoklonik :-
● Gerakan chorea :-

H. Alat Vegetatif

● Miksi : Normal
● Defekasi : Normal

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Darah lengkap 17 Januari 2021 jam 11.10
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 13.1 g/dl 11,7-15,5
Leukosit 6.07 rb/mmk 4.500-11.500
Eosinofil 1.2 % 2-4
Neutrofil Segment 63 % 50-70
Limfosit 26,9 % 18-42
Monosit 8.1 H % 2-8
Basofil 0.8 % 0-1
Rasio Neutrofil Limfosit 2.38 <3.14
Hematokrit 39 % 35-47
Eritrosit 4.34 Juta/mmk 4,2-5,4
MCV 89.9 Fl 79-99
MCH 30.2 PG 27-31
MCHC 33.6 g/dl 33-37
Trombosit 217 ribu/mmk 150-450

12
GDS 157 H mg/dl 70-140
Ureum 143.1 mmol/L 136-146
Kreatinin 4.29 mmol/L 3,5-5,1
IgG SARS COV 2 Non reaktif
IgM SARS COV 2 Non reaktif

CT SCAN kepala
● 17 Januari 2021
Gambaran samar lesi hipodens pada ventrikel lateral dekstra

Radiologis :

Soft tissue extra cranial


dalam batas normal
Tabula dan petrosum
kontinyu
Arteriosklerosis vertebralis
Deferensiasi parenkimal
cukup tegas
Tampak hipodens samar
crus posterior caps interna dan
parietal
kanan, s.13-15
Cisterna dalam batas normal
Kalsifikasi pineal dan
plexus choroideus

Kesan Ro :
Lesi hipodens samar susp.
hipoksia crus caps interna dan
parietalis kanan.

13
Rontgen thorax
● 17 Januari 2021

Corakan bronchovasculer kasar,


air bronchogram minimal,
susp.post bronchitis
vasculer paru tampak prominen

Besar cor : dalam batas normal

EKG
● 20 Januari 2021
Atrial fibrilasi

14
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Stroke non Hemoragik
2. Stroke Hemoragik
3. Transient Ischemic Attack
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Hemiparesthesia sinisitra
Diagnosis Topik : capsula interna dextra, parietalis dextra
Diagnosis Etiologi : Stroke non-hemoragik
IX. TATALAKSANA
- Clopidogrel 300 mg
- Farmasal 100 mg
- Atorvastatin 40 mg
- Vit B complex
- Infus RL 20 tpm
Non farmakologi
Fisioterapi
X. EDUKASI
● Konsultasi ke ahli jantung
● Olahraga secara teratur
● Mengatur pola makan rendah lemak, rendah indeks glikemik
● Hentikan kebiasaan merokok
XI. PROGNOSIS

● Ad vitam : dubia ad bonam

● Ad functionam : dubia ad bonam

● Ad sanationam : dubia ad bonam

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Definisi dari penyakit stroke telah mengalami perubahan dalam


beberapa dekade terakhir. Menurut WHO (World Health Organization)
pada tahun 1970, stroke adalah gangguan fungsional pada otak, fokal
maupun global, terjadi lebih dari 24 jam, yang progresif serta tampak
melalui tanda-tanda klinis, dengan tidak adanya penyebab lain selain
gangguan vaskular.
Pengertian tersebut masih dipakai secara global, hingga pada tahun
2013, kolaborasi AHA dan ASA mengatakan bahwa pengertian tersebut
perlu dirubah, dikarenakan adanya peningkatan pengetahuan tentang
penyakit stroke. Menurut AHA dan ASA, stroke merupakan sebuah
episode disfungsi neurologis akut, yang diduga disebabkan oleh iskemia
atau hemoragi, bertahanselama ≥24 jam atau hingga terjadi kematian, tanpa
memenuhi kriteria stroke iskemik atau hemoragik. Pada tahun 2018, WHO
merilis ICD 11, yang di dalamnya terdapat perubahan definisi stroke, yang
menyokong definisi dari AHA dan ASA.

II. KLASIFIKASI
Berdasarkan keterlibatan vaskular, stroke dibagi menjadi :
1. Stroke Hemoragik (CVA Hemoragik)
Berdasarkan penyebabnya, stroke hemoragik dibagi menjadi beberapa
jenis, antara lain:
• Hypertensive hemoragic:
Hemoragik yang dicetuskan oleh adanya kelainan sistemik berupa
hipertensi arterial. Peningkatan tekanan darah patologis akan merusak
dinding arteri yang kecil, sehingga terjadi aneurisma yang dapat
mengalami rupture mendadak.
• Non-Hypertensivehemoragic:
Hemoragik yang tidak dicetuskan oleh adanya kelainan sistemik berupa
hipertensi. Biasa disebabkan oleh kondisi patologis lain, misalkan tumor,
16
aneurisma, malformasi arteriovenosa, vasculitis, cavernoma, dan lain
sebagainya. Kelainan ini menyebabkan terjadinya kelemahan pada dinding
vaskular, sehingga dapat terjadi rupture mendadak.
2. Stroke Iskemik (CVA Ischemic)
Berdasarkan penyebabnya, stroke iskemik dibagi menjadi beberapa jenis,
antara lain:
• InfarkEmboli
Iskemik jaringan otak disebabkan karena adanya emboli.Bekuan darah
atau serpihan debris yang lepas dari plakat eromatosa didinding pembuluh
darah besar ekstrakranial dan menyumbat end-artery fungsional.
• Infark Hemodinamik
Infark hemodinamik disebabkan oleh karena penurunan tekanan perfusi
secara kritis pada segmen arteri distal sebagai akibat adanya stenosis pada
pembuluh darah proksimal.
• Infark Mikrovaskular
Infark hemodinamik disebabkan oleh karena adanya perubahan
mikroangiopatik arteri kecil. Terjadi penyempitan lumen yang progressif
dan oklusi dari pembuluh darah arteri.

Secara lebih lanjut, dikembangkan sebuah sistem untuk


mengklasifikasikan subtype stroke. Berdasarkan Trial of Org 10172 in
Acute Stroke Treatment (TOAST) stroke iskemik dibagi menjadi 5 sub-
type, antara lain :

17
III. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko stroke adalah suatu keadaan atau kondisi kesehatan atau
penyakit yang ada pada seseorang yang berisiko terhadap timbulnya
serangan stroke. Kondisi ini jika tidak dikendalikan atau diobati dapat
memburuk dan berakibat terjadinya sumbatan pembuluh darah. Faktor
risiko stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang dapat
diubah/dikendalikan dan faktor risiko yang tidak dapat
diubah/dikendalikan (Yayasan Stroke Indonesia, 2004).
Tabel 2.1
Faktor risiko stroke iskemik (Yayasan Stroke Indonesia, 2004)

Faktor risiko tidak dapat dikendalikan Faktor risiko dapat dikendalikan

1. Usia 1. Tekanan darah tinggi


2. Jenis Kelamin 2. Diabetes Mellitus
3. Ras 3. Kadar lemak (kolesterol)
darah yang tinggi
4. Pernah menderita stroke 4. Kadar asam urat yang tinggi
5. Kecenderungan stroke pada 5. Kegemukan (obesitas)
keluarga (factor keturunan atau 6. Stress
genetic) 7. Merokok
8. Alkohol
9. Pola hidup tidak sehat

Faktor risiko stroke lainnya antara lain penyakit jantung, penggunaan


kontrasepsi oral, penggunaan narkotik, hiperhomosisteinemia, antibodi
anti- fosfolipid, hiperurisemia, peninggian hematokrit, peninggian kadar
fibrinogen, dan sickle cell anemia.

18
IV. PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik diakibatkan oleh penurunan aliran darah otak. Pada
situasi tersebut akan terjadi metabolisme anaerob sehingga menyebabkan
peningkatan konsentrasi laktat dan ion hidrogen, penurunan pH intrasel,
penurunan fosfokreatin jaringan, dan peningkatan kadar fosfat organik.
Metabolisme anaerob akan menyebabkan penurunan adenosine
triphosphate (ATP) intrasel sehingga terjadi hambatan aktivitas Na/K
ATPase dan diikuti kerusakan progresif sistem pompa dan transpor yang
membutuhkan energi (Na/K ATPase, Ca ATPase). Hal ini mengakibatkan
penumpukan ion kalsium intrasel, diikuti kerusakan mitokondria,
membran sel, aktivasi beberapa sistem enzim, dan nekrosis. Kegagalan
ionik dan overload kalsium intrasel akan menyebabkan depolarisasi
anoksik. Proses selanjutnya akan terjadi penurunan pembentukan potensial
sinaps oleh neuron korteks serebri dan timbul defisit neurologis. Empat
faktor penting pada proses patobiologi stroke adalah excitotoxicity,
depolarisasi peri-infark, inflamasi, dan apoptosis (gambar 2.1).

Gambar 2.1
Mekanisme efek patologis pada iskemia serebral

Gangguan energi akan mengganggu potensial membran sel neuron


dan sel glia sehingga depolarisasi meningkat. Aktivitas somatodendritik
pada kanal kalsium presinaptik voltage dependent menjadi meningkat dan
asam amino eksitasi akan dilepaskan pada celah ekstraseluler. Glutamat
akan bekerja pada reseptor N-Methyl D-Aspartat (NMDA) dan
metabotropik kemudian meningkatkan kadar kalsium intrasel.
Overaktivasi glutamat akan menyebabkan masuknya ion natrium dan
klorida ke dalam neuron, yang diikuti oleh air sehingga terjadi edema sel.
19
Peningkatan kadar kalsium intrasel akan mengaktivasi proses enzimatik
sitoplasmik seperti enzim proteolitik yang akan mendegradasi struktur
protein sitoskeletal (misal aktin dan spektrin) dan protein matriks
ekstraseluler (misal laminin). Radikal bebas selain menimbulkan
kerusakan sel secara langsung juga mencetuskan kaskade inflamasi dan
apoptosis.

Sel neuron dan sel glia pada keadaan iskemia akan mengalami
depolarisasi, kemudian melepaskan ion kalium dan glutamat. Pada daerah
inti yang mengalami proses iskemia, sel mengalami depolarisasi anoksik
tanpa pernah repolarisasi. Sel di area penumbra dapat melakukan
repolarisasi, namun dengan kebutuhan tenaga yang meningkat. Sel tersebut
kemudian mengalami depolarisasi berulang, sebagai respon terhadap
peningkatan ion kalium dan glutamat ekstrasel. Depolarisasi berulang ini
yang disebut depolarisasi peri-infark. Proses ini terjadi berulang dengan
frekuensi beberapa kali setiap jam selama 6-8 jam. Area infark akan
semakin meluas seiring bertambahnya frekuensi depolarisasi. Aktivasi
jalur sinyal intraseluler yang diaktifkan ion kalsium, peningkatan radikal
bebas, dan proses hipoksia sendiri menjadi pencetus ekspresi gen pro-
inflamasi (gambar 2.2).

20
Gambar 2.2
Mekanisme patofisiologis pada iskemia serebral

V. DIAGNOSIS
Penegakan Diagnosis

A. Stroke Iskemik

Terdapat gejala defisit neurologis global atau salah satu/beberapa


defisit neurologis fokal yang terjadi mendadak dengan bukti gambaran
neuroimaging (CT-Scan atau MRI)
B. Stroke Hemoragik

Nyeri kepala yang sangat hebat, muncul akut/tiba-tiba, disertai kaku


kuduk,dengan atau tanpa defisit neurologis lain,dan pada CT Scan otak
didapatkan gambaran hiperdens pada struktur otak

21
Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien,
Cara skoring ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency Room) :

VI. PEMERIKSAAN FISIK

Pada kasus penyakit stroke, pasien biasanya mengeluhkan


kelemahan atau kelumpuhan bagian tubuh baik secara fokal maupun
global. Maka yang perlu ditanyakan setelah pasien mengutarakan keluhan,
ialah terkait onset munculnya keluhan; apakah muncul secara mendadak,
kemudian durasi gejala. Perlu juga untuk menanyakan keluhan penyerta
lain seperti, nyeri kepala, sempat muntah atau tidak serta riwayat tidak
sadarkan diri. Tanyakan juga apakah memiliki riwayat trauma sebelumnya.
Setelah itu ajukan berbagai rangkaian pertanyaan terkait riwayat penyakit
dahulu (apabila ada, maka ditanyakan riwayat berobat), riwayat penyakit
keluarga, serta pola hidup pasien terkait makan, minum, aktivitas fisik serta
kebiasaan merokok. Anamnesis dilakukan secara komprehensif.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi gangguan
motorik (hemiparesis, hemiplegia), gangguan sensorik (hemihipestesi,
hemianesthesia), gangguan bicara (disartria), gangguan berbahasa (afasia),
serta gejala neurologik lain (jalan sempoyongan [ataksia], vertigo, disfagia,
penglihatan ganda [diplopia], dan hemianopsia). Untuk pemeriksaan fisik
yang dapat mengarahkan ke stroke, antara lain:

22
1. Kesadaran

Status kesadaran pasien perlu diperhatikan. Apabila terjadi


penurunan kesadaran pada penderita stroke hal tersebut dikarenakan
TIK yang tinggi sehingga mampu menekan bagian ARAS (Ascending
Reticular Activating System) yang merupakan pusat kesadaran.
Penurunan kesadaran menjadi tolak ukur pada penentuan jenis stroke
dengan menggunakan skoring baik dengan ‘Siriraj-Stroke-Score’
maupun ‘Gajah Mada Stroke Score’.
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mendeteksi penyebab stroke,


memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan mulai dari vital sign, pemeriksaan jantung paru,
pemeriksaan abdomen, serta ekstremitas.
3. Pemeriksaan Neurologi

Pemeriksaan neurologi bertujuan untuk menyingkirkan


kemungkinan penyebab seperti infeksi (pada pemeriksaan rangsang
meningeal), serta menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui
rencana terapi yang akan dilakukan. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup tingkat kesadaran, tanda rangsang
meningeal, fungsi servikal, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebelar, fungsi luhur, dan refleks tendon
profunda. Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya tergantung
pada arteri yang tersumbat.
4. Gejala Klinis

Infark pada Sistem Saraf Pusat

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang
terkena.
- Infark total sirkulasi anterior(karotis):
* Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktuskortikospinal)
* Hemianopia (kerusakan pada radiasiooptikus)
* Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya
fungsi visuospasial (hemisfernon-dominan) 23
- Infark parsial sirkulasianterior:
* Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikalsaja.
- Infarklakunar:
* Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda
menyebabkan sindrom yangkarakteristik.
- Infark sirkulasi posterior(vertebrobasilar):
* Tanda-tanda lesi batangotak
* Hemianopia homonim

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak;gejala
seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.
TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam.
Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yangterjadi:
• Karotis (paling sering):
o Hemiparesis,
o Hilangnya sensasi hemisensorik,
o Disfasia,
o Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh
iskemia retina.
• Vertebrobasilar:
o Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,
o Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),
o Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga
gejala ini terjadi secara bersamaan

24
25
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CTscan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Gambaran lesi hiperdens menunjukan adanya darah di luar pembuluh
darah yang akan ditemukan pada stroke hemoragik dan lesi hipodens pada stroke
iskemik yang berarti adanya infark (hipoksia/edema sel). Pemeriksaan CT scan
kepala merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis stroke. Perkiraan
volume perdarahan otak dari gambaran CT scan dapat dihitung dengan rumus
Broderick.

Strokehemoragik Strokeiskemik

2. MRI
Secara umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih
sensitive dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan mampu melihat
adanya endapan deposit hemosiderin pada pendarahan kecil kronik. MRI juga
dapat digunakan pada kelainan medulla spinalis. Kelemahan alat ini adalah tidak
dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur.
Kelemahan lainnya adalah tidak bisa memeriksa pasien yang menggunakan
protese logam dalam tubuhnya, prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal.

26
3. EKG
EKG dapat digunakan untuk mengetahui kelainan pada aktivitas elektrik otot
jantung.Kelainan aktivitas otot jantung dapat mengakibatkan terbentuk nya
trombus intrakardial. Trombus juga dapat terbentuk pada kondisi kelainan katup,
dinding rongga jantung serta sistem vena. Selain itu, trombus dapat terbentuk jika
terjadi gangguan irama jantung sehingga terjadi keadaan yang relatif statis pada
atrium, misalnya pada kasus fibrilasiatrium
Fibrilasi atrium merupakan takiaritmia yang ditandai dengan tidak
terkoordinasinya aktivitas atrium akibat kerusakan mekanik atrium. Sumber
trombus pada fibrilasi atrium adalah pada atrium kiri, dan dianggap merupakan
faktor risiko yang penting dalam terjadinya kardioemboli. Trombus atau emboli
terbentuk akibat kontraksi tidak teratur dari endokardium yang menyebabkan
trombus terlepas menjadi emboli. Emboli yang menyumbat aliran darah dapat
menyebabkan hipoksia neuron yang diperdarahinya,sehingga daerah tersebut akan
mengalami iskemik dan berlanjut menjadi infark.

27
4. Fotothoraks
Foto thoraks dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada
organ di rongga dada. Kelainan organ di rongga dada yang mungkin berkaitan
dengan stroke misalnya adalah kardiomegali. Kardiomegali dapat terjadi karena
hipertensi kronik yang merupakan faktor resiko stroke. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan mikroangiopati dan dapat memacu penimbunan plak atherosklerotik
pada pembuluh darah besar.

5. Electroencephalogram (EEG)
Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak
6. Carotid Doppler ultrasound
Untuk melihat apakah ada penyempitan atau penurunan alirah darah, terutama pada
arteri carotis.
7. Tes darah Darah rutin, sedimentation rate, dan C-reactive protein dapat diusulkan.
Kadar elektrolit atau fungsi ginjal juga dapat dipertimbangkan.

28
VIII. TATALAKSANA
a. Manajemen pra-rumahsakit
Manajemen pra-rumah sakit diawali dengan pengenalan gejala stroke oleh
pasien dan keluarga serta tenaga kesehatan yang berkecimpung di unit gawat
darurat atau pada fasilitas pra- hospital lainnya harus mengerti tentang gejala
stroke akut yang cepat dan benar. Dengan menggunakan FAST (face, arm,
speech, time) diharapkan manajemen pra-rumah sakit dapat dilaksanakan dengan
secepatnya membawa pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

b. Manajemen rumah sakit


1. Pengelolaan umum, pedoman 5B: - Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel

Tatalaksana awal adalah stroke iskemik


- Elevasi kepala 20-300
- Pemasangan 02 2-3 lpm nasal kanul
- Pemasangan infus RL atau asering 20 tpm
- Evaluasi fungsi menelan jika terdapat gangguan dapat dilakukan pemasangan
NGT
- Cek TD jika MAP >140 dapat diturunkan dengan pemberian obat
anthipertensi perenteral 20-25% dari MAP
- Evaluasi resiko dislipidemia dan hiperglikemia dapat mengacu pada
konsensus endokrinologi dan metabolik
- Evalusi fungsi berkemih apakah ada inkontinesia urin atau retensi urin.
2. Prinsip pengelolaan stroke iskemik adalah:
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagulasi & anti agregasi)
• Proteksi neuronal / sitoproteksi

29
Farmakoterapi
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Menggunakan rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator) atau
menggunakan streptokinase. Syarat pemberian maksimal 3 jam setelah onset
(penyumbatan), tidak terdapat kondisi yang merupakan kontraindikasi pemberian.
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagulasi & antiaggregasi)
Antikoagulan seperti heparin atau warfarin diberikan pada pasien stroke
iskemik yang memiliki risiko untuk terjadi emboli otak, misal dengan kelainan
jantung atau DVT. Obat antiaggregasi memiliki banyak pilihan, seperti aspirin,
clopidogrel, cilostazol, ticlopidin, thenopiridine, pentoksifilin dll.
• Proteksi neuronal / sitoproteksi
- CDP choline (citicolin)
Fase akut 250-500 mg 1-2x sehari drips atau bolus IV
Fase kronik 100-300mg 1-2x sehari IV atau IM maksimal 1gr/hari, pemberian
IV harus selambat mungkin berfungsi untuk memperbaiki membran sel dengan
cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal
bebas dan dan menaikkan sintesis neurotransmitter seperti asetilkolin.
- Piracetam
Awal 800mg 3x sehari, maintenance 400mg 3x sehari, dosis hingga 1,2-4,8
gr/hari.
Cara kerja pasti tidak diketahui namun diperkirakan memperbaiki integritas
sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran.
Kontraindikasi pada insufisiensi ginjal berat
- Statin, untuk antilipid mempunyai efek anti oksidan sehingga dapat
mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dan memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat antitrombus, vasodilatasi,
dan anti inflamasi)
- Cerebrolisin, sebagai suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan neurotropik.

30
Non farmakologis
• Semua penyakit stroke dapat diberikan terapi dengan tindakan alih
baring yang bertujuan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit.
• Terapi dampak psikologis
• Terapi fisik
• Terapi kognitif
• Terapi komunikasi
• Akupunktur
• Aromaterapi atau pijat
• Hidroterapi
• Yoga

31
DAFTAR PUSTAKA

• Kenneth S Y & Eric M C. Diagnosis of Acute Stroke. American Family Physichian.


2015. 91 (8) 529-536.
• Stroke Alliance for Europe (SAFE). (2018). New ICD 11 stroke classification will
support global efforts to improve prevention, treatment and outcomes. Diakses pada 2
Mei 2019. https://www.safestroke.eu/2018/06/29/new-icd-11-stroke-classification- will-
support-global-efforts-to-improve-prevention-treatment-and-outcomes/.
• Coupland, A. P., Thapar, A., Qureshi, M. I., Jenkins, H., & Davies, A. H. (2017). The
definition of stroke. Journal of the Royal Society of Medicine, 110(1), 9–12.
https://doi.org/10.1177/0141076816680121
• World Health Association (WHO). Diakses pada 2 Mei 2019.
https://www.who.int/classifications/icd/revision/en/.
• Mardjono & Sidharta. 2010; Neurologi Klinik Dasar, cetakan ke 15; Dian Rakyat,
Jakarta.
• Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2
Ed 6. Hartono H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta: EGC; 2005. BAB
53, Penyakit Serebrovaskular; hal1106-1129.

32
33

Anda mungkin juga menyukai