Preseptor
dr. Herlina Sari, Sp. S
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic.
Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah usia 50 tahun,
setiap penambahan usia tiga tahun meningkatkan resiko stroke sebesar 11-
20%.
Jika tidak ditangani dengan segera maka penderita stroke bisa berakhir
dengan kematian atau kecacatan, yakni lumpuh, demensia (pikun) dan
gangguan lain seperti sulit bicara dan gangguan melakukan kegiatan
sehari-hari lainnya.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. UMUM
a. Kesan sakit: Sedang-Berat
b. Kesadaran : Apatis
E4M5V3
e. Suhu: 36.6 °C
Lapang pandang
normal
Warna
Funduskopi
N.III Tidak dilakukan
NI V Normal
Normal
N.V
N.VII
Sensorik normal
Motorik
N.VIII Tidak dilakukan
Vestibularis , Cochlearis , Rhinne ,Weber
Swabach
Raba halus
Ekstremitas atas Normoestesia Normoestesia
Ekstremitas bawah Normoestesia Normoestesia
Nyeri
Ekstremitas atas Normoestesia Normoestesia
Ekstremitas bawah Normoestesia Normoestesia
Suhu
Ekstremitas atas Normoestesia Normoestesia
Ekstremitas bawah Normoestesia Normoestesia
Getar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Proprioseptif (Tidak dilakukan) (Tidak dilakukan)
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
a. Sistem Saraf Otonom
BAK : dbn
BAB : dbn
Keringat: normal
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
CT Scan
2.5 Diagnosis
Diagnosa fungsional : hemiplegia sinistra
Diagnosa anatomi : intraserebral
Diagnosa etiologi : infark serebri
Diagnosa banding : 1. Stroke iskemik 2. Stroke hemoragik
Diagnosa kerja : Stroke Iskemik
Diagnosa tambahan : Epilepsi Sekunder ec Stroke iskemik
2.7 Prognosis
2.6 Terapi
Non Farmakologi:
Ad vitam : Dubia ad bonam
Istirahat (Bed Rest)
Ad functionam : Dubia ad bonam
Perawatan metabolik Ad sanationam : Dubia ad malam
Dukungan Nutrisi
Terapi Okupasi
Farmakologi:
IVFD Asering 20 tetes/menit
IV Citicolin 500 mg/12j
IV Ranitidin 1a/12j
IV Ondansentron 1a/12j
IV Diazepam ½ a bila kejang
Oral Ketoin 3x1
2.8 Status Follow up Pasien
Tgl. S O A P
1 Nov -Lemah menggerakkan TD 170/80 mmHg Stroke iskemik IVFD Futrolit 20 tetes/menit
2018 tangan kiri N: 84x/i IV Citicolin 1 a/12jam
-kaki kiri sudah Rr: 20x/i IV Ketorolac 1 a /12jam
bergerak namun lemah T: 36,6 IV Ondansetron 1a /12jam
-sakit pada bahu kiri GCS E4V3M5 IV Ranitidin 1a/12jam
Pupil bulat isokor 3mm/3mm Oral:
RCL +/+ Kutoin 3x1
RCTL +/+ Depacorte 2x1
Tanda Rangsang Meningeal :
-Kaku kuduk (-)
-kearning sign (-) Pasang kateter
-leaseag sign (-)
-brudzinki I (-)
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : dbn N.VIII:dbn
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:dbn
N.VI; dbn N.XII:dbn
Refleks fisiologis
biseps(+)
trisep(+)
Refleks patologis
Babinski (-)
Motorik
5555|1111
5555|1111
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :dbn
BAB :dbn
Hydrosis : normo
2.8 Status Follow up Pasien
Tgl. S O A P
2 Nov Kelemahan anggota TD: 140/80 mmHg Stroke iskemik IVFD Futrolit 20 tetes/menit
2018 gerak tanggan kiri Hr: 80x/i IV Citicolin 1 a/12jam
-nyeri pada bahu Rr: 18x/i IV Ketorolac 1 a /12jam
-kejang T: 36.5 C IV Ondansetron 1a /12jam
GCS E4V3M5 IV Ranitidin 1a/12jam
Pupil bulat isokor 3mm/3mm Oral:
RCL +/+ Kutoin 3x1
RCTL +/+ Depacorte 2x1
Tanda Rangsang Meningeal :
-Kaku kuduk (-)
-kearning sign (-) Pasang kateter
-leaseag sign (-)
-brudzinki I (-)
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : dbn N.VIII:dbn
N.III: dbn N.IX : dbn
N.IV: dbn N.X : dbn
N.V:dbn N.XI:dbn
N.VI; dbn N.XII:dbn
Refleks fisiologis
biseps(+)
trisep(+)
Refleks patologis
Babinski (-)
Motorik
5555|1111
5555|1111
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK :dbn
BAB :dbn
Hydrosis : normo
2.8 Status Follow up Pasien
Tgl. S O A P
3 Nov -kelemahan anggota TD 160/80 mmHg Stroke iskemik IVFD Futrolit 20 tetes/menit
2018 gerak, tangan dan kaki N: 84x/i IV Citicolin 1 a/12jam
kiri Rr: 20x/i IV Ketorolac 1 a /12jam
-kejang T: 36,6 IV Ondansetron 1a /12jam
GCS E4V3M5 IV Ranitidin 1a/12jam
Pupil bulat isokor 3mm/3mm IV diazepam ½ amp ketika
RCL +/+ kejang
RCTL +/+ 2
Tanda Rangsang Meningeal : Oral:
-Kaku kuduk (-) Kutoin 3x1
-kearning sign (-) Depacorte 2x1
-leaseag sign (-)
-brudzinki I (-) Pasang kateter
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : dbn N.VIII:dbn
Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
Babinski (-)
Motorik
5555|1111
5555|1111
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK dbn
BAB dbn
Hydrosis : normo
2.8 Status Follow up Pasien
Tgl. S O A P
4 Nov -kelemahan anggota TD 160/80 mmHg Stroke iskemik IVFD Futrolit 20 tetes/menit
2018 gerak, tangan dan kaki N: 84x/i IV Citicolin 1 a/12jam
kiri Rr: 20x/i IV Ketorolac 1 a /12jam
-kejang T: 36,6 IV Ondansetron 1a /12jam
GCS E3V2M4 IV Ranitidin 1a/12jam
Pupil bulat isokor 3mm/3mm IV diazepam ½ amp ketika
RCL +/+ kejang
RCTL +/+ 2
Tanda Rangsang Meningeal : Oral:
-Kaku kuduk (-) Kutoin 3x1
-kearning sign (-) Depacorte 2x1
-leaseag sign (-)
-brudzinki I (-) Pasang kateter
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : dbn N.VIII:dbn
Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
Babinski (-)
Motorik
4444|1111
4444|1111
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK dbn
BAB dbn
Hydrosis : normo
2.8 Status Follow up Pasien
Tgl. S O A P
5 Nov -Kelemahan anggota TD 160/80 mmHg Stroke iskemik IVFD Asering 20 tetes/menit
2018 gerak tangan kiri N: 84x/i IV Ketorolac 1 a /12jam
hingga ke jari Rr: 20x/i IV Ondansetron 1a /12jam
T: 36,6 IV Ranitidin 1a/12jam
GCS E4V3M5 IV diazepam ½ amp ketika
Pupil bulat isokor 3mm/3mm kejang
RCL +/+ Oral:
RCTL +/+ Banketol 2x1
Tanda Rangsang Meningeal : Alpentin 1 x 300 mg
-Kaku kuduk (-) Citicolin tab 2x1
-kearning sign (-)
-leaseag sign (-)
-brudzinki I (-)
-brudzinki II (-)
Nervus Cranialis
N.I : dbn N.VII: dbn
N.II : dbn N.VIII:dbn
Refleks fisiologis
(+/+)
Refleks patologis
(- / -)
Motorik
5555|1111
5555|1111
Sensorik
Eksteroseptik : normo
Propioseptik : normo
Otonom :
BAK dbn
BAB dbn
Hydrosis : normo
2.8 Status Follow up Pasien
Tgl. S O A P
3. POCI (Posterior Circulation Infarct) Satu atau lebih dari kriteria berikut: 1. Sindrom serebelar (inkoordinasi ipsilateral) atau batang otak 2.
Hemianopia homonim terisolasi 3. Diplopia dengan atau tanpa kelemahan otot-otot ekstraokular 4. Tanda-tanda
motorik atau sensorik bilateral 5. Tanda-tanda motorik atau sensorik yang menyilang
4 LACI (Lacunar Circulation Infarct) Stroke subkortikal Satu dari kriteria berikut: 1. Hemiparesis ataksia 2. Murni stroke motorik 3. Murni stroke sensorik
akibat gangguan pada pembuluh darah kecil. Tanpa
ada tanda-tanda disfungsi serebral yang lebih tinggi
Epilepsi
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan
tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan
fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas
muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-
neuron secara paroksismal
KLASIFIKASI
International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981
menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe
serangan epilepsi) (Arif, 2011).
1) Serangan parsial dibagi menjadi dua kelompok yaitu parsial
sederhana dan parsial kompleks pada parsial sederhana kesadaran
baik sedangkan pada parsial kompleks kesadaran terganggu gejala
meliputi motorik, sensorik, otonom, dan psikis;
2) Serangan kejang umum (kesadaran terganggu) gejala meliputi
absans/lena, atonik, tonik, klonik, tonik-klonik, mioklonik. Pada kasus
kejang diawali pada satu ektremitas kemudian menjalar ke ekstremitas
lainnya sehingga tipe bangkitan kejang pada kasus yaitu kejang tipe
parsial menjadi umum.
Kejang pasca stroke diklasifikasikan sebagai kejang dengan onset
cepat atau lambat, sesuai waktu setelah terjadinya iskemia serebral,
sehingga dapat disamakan dengan kejadian epilepsi pasca trauma.
Lokasi kortikal -- salah satu faktor risiko yang paling dapat menyebabkan
kejang pasca stroke.
Kejang pasca stroke lebih mungkin untuk terjadi pada pasien dengan
lesi yang lebih besar yang melibatkan beberapa lobus otak
dibandingkan dengan keterlibatan lobus tunggal. Namun, setiap stroke
subkortikal, kadang-kadang dapat dikaitkan dengan terjadinya kejang.
Kejang post stroke
Masuk kedalam golongan Epilepsi simtomatik yaitu
terdapat lesi struktural di otak yang mendasari misalnya
sekunder dari trauma kepala, infeksi sistem saraf pusat
(SSP), kelainan kongenital, proses desak ruang di otak,
gangguan pembuluh darah diotak, toksik (alkohol, obat),
gangguan metabolik dan kelainan neurodegenerative.
Pemfis