Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus

STROKE NON HEMORAGIK

Penyusun:
dr. Richart Raton

Pendamping :
dr. Venny Tiho
dr. Helen Manorek, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAM RATULANGI TONDANO
MINAHASA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul :


“STROKE NON HEMORAGIK”

Oleh :
dr. Richart Raton

Telah dibacakan dan disetujui pada tanggal 10 November 2020 untuk memenuhi
syarat tugas dalam Program Internsip Dokter Indonesia di RSUD DR. Sam
Ratulangi Tondano

Mengetahui

Pendamping Internsip Pendamping Internsip

dr. Venny Tiho dr. Helen Manorek, M.Kes

Dokter Internsip

dr. Richart Raton

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal
maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, lebih dari 24 jam atau
sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler. 1
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak.2
Stroke non hemoragik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak
yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi.2 Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus,
embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah
satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut.3
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah
penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan
pertama dari seluruh penderita rawat inap. 4 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 57,9 persen. Prevalensi stroke berdasarkan
diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%). Stroke non hemoragik lebih
sering didapatkan dari stroke hemoragik.4,5
Stroke berdampak terhadap sosioekonomi akibat disabilitas yang
diakibatkannya, oleh karena itu pencegahannya sangat penting dilakukan melalui
deteksi dini faktor risiko dan upaya pengendalian. 6 Berbagai penelitian telah
berhasil mengidentifikasi faktor-faktor risiko stroke antara lain herediter, usia,
jenis kelamin, sosioekonomi, letak geografi, merokok, alkohol, aktifitas fisik
kurang, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit arteri
perifer, gagal jantung, dan dislipidemia.7
Berikut ini akan dipaparkan sebuah laporan kasus stroke non hemoragik
pada seorang laki-laki berusia 71 tahun di RSUD Sam Ratulangi Tondano.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. J.B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 71 tahun
Tempat dan tanggal lahir : Manado, 23 Oktober 1952
Agama : Kristen
Suku / bangsa : Minahasa / Indonesia
MRS : 8 November 2020

B. Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama : lemah badan sebelah kiri sejak 12 jam SMRS
Riwayat penyakit sekarang
Lemah badan sebelah kiri sejak 12 jam SMRS, terjadi tiba-tiba saat bangun
setelah istirahat siang. Awalnya siang hari penderita beristirahat setelah
beraktivitas. Penderita tidak muntah, dan tidak hilang kesadaran, namun
merasa pusing dan tidak bisa berjalan karena kelemahan anggota tubuh sebelah
kiri. Penderita tidak mengeluh sesak, BAK dan BAB normal. Penderita
kemudian dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya.
Riwayat penyakit dahulu
Penderita sudah pernah sakit seperti ini sebelumnya 3 tahun yang lalu, setelah
keluar rumah sakit penderita melakukan fisioterapi dengan rutin dan sudah bisa
berjalan namun sejak 1 minggu yang lalu sudah tidak datang lagi dan anak
pasien menghentikan penggunaan obat rutin karena menggunakan obat-obatan
herbal. Penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes melitus, asam urat, dan
riwayat trauma kepala disangkal. Hipertensi sejak 4 tahun yang lalu dan rutin
mengkonsumsi Amlodipin 10mg
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes melitus, hipertensi, asam
urat, dan riwayat stroke dalam keluarga disangkal .

2
Riwayat sosial ekonomi
Penderita hidup bersama istri, dan anaknya.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
- Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis
- Vital Sign
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,9oC
- Kepala
Konjungtiva : anemis (-/-)
Pupil : bulat, anisokor, diameter 6 mm/3mm, RC +/+
- Leher : trakea letak tengah, pembesaran KGB (-), kaku
kuduk (-)
- Thoraks
Paru
Inspeksi : gerakan dinding dada kiri = kanan
Palpasi : stem fremitus paru kiri = paru kanan, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler di kedua lapang paru
suara napas tambahan: ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan di ICS IV linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri di ICS V linea mid klavikula sinistra
Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : cembung

3
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timpani
- Ekstremitas : jejas (-), deformitas (-), edema (-), akral hangat, CRT <2”
2. Status neurologis
- Kesadaran : compos mentis GCS E4V5M6
- Orientasi : tempat: baik; waktu: baik; orang: baik
- Jalan pikiran : cerita sistematis
- Daya ingat : baik
- Kemampuan bicara : baik
- Gerakan abnormal : tidak ada
- Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk (-)
- Status motorik& sensorik

Ekstremitas superior Ekstremitas superior et


Pemeriksaan
et inferior dextra inferior sinistra
Gerakan Bebas Terbatas
Sensibilitas +N +N
Kekuatan otot 5555 3322
Tonus N meningkat
Klonus - -
Trofi Eutrofi Eutrofi

Refleks fisiologis
Refleks Dextra/Sinistra
Biseps + N / +N
Triseps + N / +N
Brachioradialis + N / +N
Patella + N / +N
Achiles + N / +N

Reflekspatologis
Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra
Babinski - -

- Status saraf otonom : inkontinensia urin et alvi (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

4
8 November 2020
Hematologi
Hemoglobin : 12,5 g/dL
Eritrosit : 4,1 10^6/mm3
Leukosit : 7,800 /mm3
Differential Count:
Segment : 89 %
Limfosit : 9 %
Monosit : 2 %
Hematokrit : 37 %
Trombosit : 168.000/mm3
GDS : 124
Elektrolit
Natrium : 134 mEq/L
Kalium : 3,6 mEq/L
Klorida : 100 mEq/L
Rapid Test SARS-CoV2 : Non-Reaktif
E. Diagnosis
Diagnosis klinis : Hemiparesis sinistra + +hipertensi
Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik

F. Resume Masuk
Laki-laki 71 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano dengan
keluhan lemah badan sebelah kiri sejak 12 jam SMRS, terjadi tiba-tiba saat
bangun setelah istirahat siang. Awalnya siang hari penderita beristirahat setelah
beraktivitas. Penderita tidak muntah, dan tidak hilang kesadaran, namun merasa
pusing dan tidak bisa berjalan karena kelemahan anggota tubuh sebelah kiri.
Penderita tidak mengeluh sesak, BAK dan BAB normal. Penderita kemudian
dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya. Penderita sudah pernah sakit seperti ini
sebelumnya 3 tahun yang lalu, setelah keluar rumah sakit penderita melakukan
fisioterapi dengan rutin dan sudah bisa berjalan namun sejak 1 minggu yang lalu
sudah tidak datang lagi dari pemeriksaan fisik ditemukan pupil anisokor dengan

5
kesan hemiparesis sinistra, tidak ditemukan tanda rangsang meningeal serta
refleks patologis

G. Penatalaksanaan
- Elevasi kepala 20-30o
- Bed Positioning
- IVFD NaCl 0,9% 14 gtt/menit
- Injeksi Citicolin 500 mg 2x1
- Aspilet 80 mg 3 x 1
- Amlodipin 10 mg 1-0-0
- Atovarstatin 20 mg 1 x 1
- Cek kimia darah
- MRS

6
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis Lemah badan sebelah
kiri sejak 12 jam SMRS, terjadi tiba-tiba saat bangun tidur siang hari. Awalnya
siang hari penderita beristirahat setelah beraktivitas. Penderita tidak muntah, dan
tidak hilang kesadaran, namun merasa pusing dan tidak bisa berjalan. Penderita
tidak mengeluh sesak, BAK dan BAB normal.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah saat masuk
rumah sakit 140/90 mmHg, terdapat kekuatan otot menurun pada anggota gerak
kiri, dan tonus otot meningkat pada anggota gerak kiri serta pupil anisokor.
Adanya gejala neurologik yang mendadak, berupa kelemahan satu sisi
badan, tanpa trauma kepala, dan adanya faktor resiko gangguan peredaran darah
otak merupakan anamnesis yang mendukung diagnosis stroke non hemoragik.
Terdapat banyak acuan untuk menentukan jenis stroke berdasarkan penyebabnya.
Stroke non hemoragik adalah tanda klinis dari disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak, sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen. Penyebab stroke iskemik
dikelompokkan menjadi lima, yakni aterosklerosis arteri besar, kardioemboli,
oklusi arteri kecil, kasus penyerta (kelainan yang diidentifikasi sebagai etiologi
stroke, misalnya diseksi arteri), serta sebab yang tidak dapat di tentukan
berdasarkan kriteria deskriptif.8
Faktor resiko untuk terjadinya stroke diklasifikasikan menjadi, non
modifiable risk factors dan modifiable risk factors. Non modifiable risk factors
berupa usia, jenis kelamin, dan keturunan/genetik. Modifiable risk factors dibagi
menjadi behavioral risk factors dan physiological risk factors. Behavioral risk
factors diantaranya merokok, unhealthy diet (lemak, garam berlebihan, asam urat,
kolesterol, low fruit diet), dan alkoholik. Physiological risk factors berupa
hipertensi, serangan jantung, diabetes mellitus, gangguan ginjal, obesitas,
polisitemia vera, kelainan anatomi pembuluh darah.9

7
Meningkatnya kadar kolesterol dalam darah, terutama LDL, merupakan
faktor penting untuk terjadinya aterosklerosis (menebalnya dinding pembuluh
darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah), dan koreksi
terhadap dampak aterosklerotik tadi ternyata sangat menurunkan risiko terjadinya
gangguan peredaran darah di otak. Pengaturan diet merupakan pendekatan
pertama yang sangat murah untuk mengendalikan kadar kolesterol darah.10
Pada kasus, penderita masuk rumah sakit dengan tekanan darah yang
meningkat (140/90 mmHg). Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan
stroke akut bahkan pasien yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut
dapat mengalami peningkatan tekanan darah. Pada 24 jam pertama fase akut
stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg
dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk
meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah akan meningkat. Hal ini
bertujuan supaya kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya,
penurunan tekanan darah yang terlalu cepat pada stroke iskemik akut dapat
memperluas infark dan perburukan neurologis.11
Gejala neurologis yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Gejala akibat penyumbatan sistem karotis dapat berupa hemiparesis,
hemianestesia, afasia, amaurosis fugaks (kebutaan), dan disartria. Penyumbatan
sistem vertebro-basilar dapat menimbulkan gejala berupa diplopia, paresis otot-
otot ekstra-okular, vertigo, disartria, disfagia, hemiparesis/tetraparesis, dan
hemianestesia / gangguan sensorik unilateral / bilateral.4
Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala
diatas. Istilah FAST (Facial Movement, Arm Movement, Speech, Time: acute
onset) digunakan untuk memudahkan pengenalan gejala stroke bagi masyarakat
awam. Maksudnya bila seseorang mengalami kelemahan otot wajah dan anggota
gerak satu sisi, serta gangguan bicara yang terjadi mendadak, patut diduga
mengalami serangan stroke.12
Berdasarkan kepustakaan stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk
klinis, yaitu :4

8
1. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit neurologi iskemik sepintas (Reversible Ischemic Neurological
Deficit/RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat
4. Stroke komplet (Permanent stroke)
Gejala klinis sudah menetap
Aliran darah otak atau Cerebral Blood Flow (CBF) yang normal sekitar
50-55 ml/100 gr otak/menit dan batas terjadinya gagal transmisi di sinaps adalah
sekitar 18 ml/100 gr otak/menit yang berakibat sel saraf tidak dapat berfungsi
secara normal tetapi masih ada potensi untuk pulih. Sel saraf akan mati jika CBF
berkurang sampai mendekati 8 ml/100 gr otak/menit. Apabila daerah otak dengan
tingkat CBF antara 8-18 ml/100 gr otak/menit, daerah sel otak dapat pulih
kembali atau berlanjut ke kematian neuronal.13
Sel- sel saraf yang menjadi pusat daerah stroke atau inti yang mengalami
kematian segera saat kejadian serangan stroke tejadi disebut sebagai primary
neuronal injury dan area hipoperfusi yang muncul di sekitar area inti
infark,disebut sebagai penumbra iskemik. Manajemen medis pada pasien stroke
adalahsejak awal dilakukan diagnosis sesegera mungkin dan mengidentifikasi
pasienyang bisa mendapatkan manfaat terapi trombolitik sejak awal. Tujuan
yanglainnya adalah mempertahankan oksigenasi, mencegah komplikasi dan
kekambuhan, serta merehabilitasi pasien stroke.14
Fase akut stroke iskemik terjadi pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-14
sesudah onsetpenyakit. Sasaran pengobatan adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologis lainnya tidak mengancam
fungsi otak. Tindakan dan obat-obatan yang digunakan harus menjamin perfusi
darah ke otak tetap cukup.15Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan
dada pada satu bidang dengan tujuan untuk memperbaiki drainase vena, perfusi

9
serebral, dan membantu menurunkan tekanan intrakranial. Ubah posisi tidur setiap
2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.16
Selanjutnya stabilisasi nafas dan pernafasan. Pemantauan secara terus-
menerus terhadap statu neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi
oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis. Perbaiki
jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar.
Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas. Terapi oksigen diberikan pada
pasien hipoksia atau saturasi oksigen < 95%. Pada pasien stroke iskemik akut
yang nonhipoksia tidak memerlukan terapi oksigen, sama seperti pada kasus.
Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO 2< 60 mmHg
atau pCO2 > 50 mmHg), syok, atau pada pasien yang beresiko terjadi apirasi.16,17
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, seperti NaCl 0,9% atau ringer
laktat 30 mL/kgBB/hari dan elektrolit sesuai kebutuhan.Pemberian cairan isotonis
dapat menjaga euvolemia dan pada kasus diberikan cairan RL (osmolaritas 273
mOsm/L), walaupun rendah dibandingkan osmolaritas tubuh tapi cukup baik.
Hindari pemberian cairan hipotonik atau yang mengandung glukosa. Pemberian
nutrisi per enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam dan hanya
jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.Berikan antipiretik bila demam
dengan suhu lebih dari 38,5oC,kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih
penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).16,17
Gejala klinis peningkatan TIK antara lain, nyeri kepala, muntah,
perubahan status mental dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda fisik yang dapat
ditemukan akibat peningkatan TIK yakni, papil edema, bradikardi, peningkatan
progresif tekanan darah, perubahan tipe pernapasan, timbulnya kelainan
neurologis, gangguan endokrin, dan gangguan tingkat kesadaran. 18Jika didapatkan
tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25-0,5 gr/kgBB
selama 20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan target osmolalitas ≤ 310mOsm/L.
Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi. Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB

10
i.v.16,17 Pada kasus tidak ditemukan adanya gejala dan tanda peningkatan TIK,
sehingga tidak diberikan osmoterapi.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kalipengukuran dengan selang waktu 30 menit),atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 25%, dan obat yang
direkomendasikan: vasodilator langsung, alfa-beta blocker, ACE inhibitor, atau
CCB (Calcium Channel Blocker). Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan
turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.16,17
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤100 mm Hg, diastolik ≤70
mmHg, diberi NaCl0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mLselama 4 jam
dan 500 mL selama 8 jam atausampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi,yaitu tekanan darah sistolik masih < 100mmHg, dapat diberi dopamin
2-20 μg/kg/menitsampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Kadar gula darah
>180 mg/dL harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg/dL dengan
insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia berat (< 50
mg/dL) diatasi segera dengan bolus dekstrosa 40% atau infus glukosa 10-20%
sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.16,17
Bila kejang, diberi diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu rawat di ICU. Pemberian
antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang tidak
dianjurkan.16
Terapi khusus pada stroke iskemik ditujukan untuk reperfusi dengan
pemberianantiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan,atau yang dianjurkan
dengan trombolitik rt-PA(recombinant tissue Plasminogen Activator). Pada kasus
hanya diberikan antiplatelet berupa aspirin (aspilet) 80 mg 0-1-0. Pemberian
aspirin dengan dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke
dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Pada kasus tidak diberikan
antikoagulan seperti heparin, karena secara umum pemberiannya setelah stroke

11
iskemik akut tidak bermanfaat. Sedangkan trombolitik tidak diberikan pada kasus
karena penderita tidak memenuhi kriteria pemberian trombolitik.16
Pada kasus diberikan pula Citicolin i.v. Citicolin diberikan kepada pasien
sebagai neuroprotektor yang dapat memperbaiki fluiditas membran sel,
meningkatkan deformabilitas eritrosit sehingga aliran darah otak meningkat dan
memperbaiki mikrosirkulasi.19
Pasien di anjurkan untuk melakukan rehabilitasi medik jika telah keluar
rumah sakit untuk memberi kemampuan kepadanya yang telah mengalami
disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar dapat hidup atau bekerja
sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. Program rehabilitasi medik yang dapat
diikuti pasien berupa fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi. Prognosis pada
kasus ini, antara lain :
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad malam

12
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Stroke, Cerebrovascular Accident [Internet].


2014; cited 2015 Jan 17]. Available
from:http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/.

2. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al..


Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative
Recommendations 2003.

3. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72
after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-
Hill, 2000; p. 53-87.

4. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-3. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005;
h.79-103.

5. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementriaan Kesehatan RI


tahun2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

6. Hanchaiphiboolkul S, Poungvarin N, Nidhinandana S, Suwanwela NC,


Puthkhao P, Towanabut S, et al. Prevalence of stroke and stroke risk factors
in Thailand: Thai Epidemiologic Stroke (TES) Study. J Med Assoc Thai.
2011;94(4):427–36.

7. Asberg S, Henriksson KM, Farahmand B, Asplund K, Norrving B, Appelros


P, et al. Ischemic stroke and secondary prevention in clinical practice: a
cohort study of 14,529 patients in Swedish Stroke Register. Stroke.
2010;41(7):1338-42.

8. Alireza A. Ischemic stroke: Patophysiology and principles of localization.


Turner white communication [Internet]. 2009 [cited 2014 July 20]. Available
from: http://www.turner-white.com/ pdf/brm_Neur_V13P1.pdf.

9. Furie K et al. Guidelines for the Prevention of Stroke in Patients With Stroke
or Transient Ischemic Attack : A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke
2011;42:227-76.

10. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1996; h. 59-107.

13
11. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf dalam
neurologi klinis dasar (Edisi kesebelas). Dian Rakyat: Jakarta,2006; h.270-93.

12. Abidin Z. Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
primer (Edisi Revisi 2014). PB IDI: Jakarta, 2014; h. 301-6.

13. Lumbantobing.Stroke bencana peredaran darah di otak. Balai Penerbit FKUI:


Jakarta,2007.

14. Black JM, Hawks JH. Medical surgical nursing, clinical management for
positive outcomes (8th Edition Volume II). Philadelpia: WB. Saunders
Company, 2006; p. 101-15.

15. Nuhonni SA. Simposium Penatalaksanaan Stroke Masa Kini. Bandar


Lampung: 2002; h.101.

16. PERDOSSI. Guideline stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia


(PERDOSSI). 2011.

17. AHA/ASA. Guidelines for the early management of patients with acute
ischemic stroke. 2013.

18. Affandi IG, Panggabean R. Pengelolaan tekanan tinggi intrakranial pada


stroke. CDK-238. 2016;43(3):1-5.

19. Nasution LF. Stroke non hemoragik pada laki-laki usia 65 tahun. Medula.
2013;1(3):1-9.

14

Anda mungkin juga menyukai