Anda di halaman 1dari 22

No. ID dan Nama Peserta dr.

Rully Perdana
No. ID dan Nama Peserta RSUD Dr. M. Zein Painan
Topik Stroke Hemoragik
Tanggal Kasus 05 April 2015
Nama Pasien Ny. R Nomor RM : 18 69 22
dr. Andriyan
Tanggal Presentasi 21 April 2015 Pendamping
Sulin
Objektif Presentasi
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Seorang pasien perempuan usia 64 tahun, dibawa ke IGD RSUD
Deskripsi dr.M.Zien Painan. Pasien datang dengan penurunan kesadaran secara
tiba-tiba sejak tiga jam sebelum masuk rumah sakit
Mengidentifikasi penyebab, gejala, diagnosis, dan tatalaksana dari
Tujuan
stroke hemoragik
Bahan Bahasan :  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Pustaka
Cara Membahas :  Diskusi  Presentasi dan  Email  Pos
Diskusi
Data pasien Nama: Ny.Y No.Reg 16 01 55
Data Utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
- Keluarga pasien mengatakan kesadaran pasien menurun (tidak sadar)
- Muntah ada + 5 kali
- Kejang tidak ada.
- Buang Air Kecil Biasa
- Buang Air Besar biasa.
- Pasien tidak merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan.
- Riwayat konsumsi kopi +
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Pasien sudah dikenal menderita hipertensi sejak ± 13 tahun yang lalu, makan obat
hipertensi ada, tapi tidak teratur dan hanya makan jika ada keluhan sakit kepala/berat
pada tengkuk
1
Riwayat diabetes disangkal.
Riwayat trauma pada kepala disangkal.

3. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang serupa dengan
pasien.
Tidak ada anggota keluarga yang sakit DM, penyakit jantung, hipertensi, dan stroke.

4. Riwayat pekerjaan
Pasien sehari hari bekerja sebagai ibu rumah tangga.

5. Riwayat lingkungan sosial dan lingkungan:


Tinggal di rumah semi permanen sederhana, pekarangan cukup luas, sumber air
minum Air dan air sumur galian, buang air besar di WC dalam rumah, sampah
dibuang di tempat pengumpulan sampah . Kesan : higiene dan sanitasi cukup.

Lain-lain:
Status Generalisata
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : Stupor, GCS 9 (E2M4V3)
Tekanan Darah : 170/110 mmhg
Frekuensi denyut nadi : 83 x /menit
Frekuensi nafas : 30 x/ menit
Suhu : 36,7 oC

Status lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding:


Kepala : tidak ditemukan kelainan.
Kulit : tidak ditemukan kelainan.
Mata : pupil isokhor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
THT : tidak ditemukan kelainan.

2
Leher : JVP 5 – 1 cmH2O, tidak ditemukan pembesaran KGB, bruit
arteri karotis (-)
Thoraks : cor : bunyi jantung murni, bising jantung (-)
Pulmo : simetris, vesikuler normal, rongkhi - / - , wheezing -
/-
Abdomen : distensi (-), Supel, H/L tidak teraba, NT (+) epigastrium,
NL (-), BU (+) normal.
: Akral hangat, perfusi baik, edema tungkai tidak ada.
Ekstrimitas

Status Neurologis
1. Tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk : tidak ada Kernig : tidak ada
Brudzinsky I : tidak ada Brudzinsky II : tidak ada

2. Tanda peningkatan tekanan intracranial


Pupil isokor, Ø 3mm/3mm, refeleks cahaya +/+ menurun
Muntah : ada
Sakit kepala progresif : tidak dapat dinilai

3. Nervi Kranialis
NI : tidak diperiksa
N II : tidak diperiksa
N III : pupil ukuran 3 mm, bentuk bulat, isokor, posisi sentral, reflek cahaya
(+) menurun
N IV : tidak diperiksa
N V, N VII : reflek kornea (+) (-)
N VII : plika nasolabialis kiri lebih datar
N III VI VIII : Dolls eye (+)
NX : tidak diperiksa
N XI : tidak diperiksa
N XII : deviasi lidah ke kiri, tremor (-), atrofi (-)

Koordinasi : tidak dapat diperiksa

3
Motorik : respirasi (+)
Pasien tidak bisa duduk
Berdiri dan berjalan : tidak bisa berdiri dan berjalan
Ekstremitas superior dan inferior : lateralisasi ke kiri

Tropi : eutrofi ( kanan dan kiri )


Tonus : eutonus ( kanan dan kiri )

4. Sensorik : sukar dinilai

5. Refleks:
Refleks fisiologis : ++ / ++ (normal)
Refleks patologis : -- / --

6. Fungsi Otonom
Miksi : unhibited bladder (-)
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik

7. Fungsi luhur
Reaksi emosi : sukar dinilai
Proses berpikir : sukar dinilai
Fungsi bahasa : sukar dinilai
Tanda dementia : sukar dinilai

Gajah Mada Score = penurunan kesadaran (+)


Nyeri kepala (-)
Reflek Babinsky (+)
Kesan : stroke hemoragik
Siriraj Stroke Score :

4
(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x diastole) – (3 x ateromarker)
- 12
(2,5 x 1 ) + (2 x 1 ) + (2 x 0 )+ (0,1 x 110) - (3 x 0) – 12 = 3.5
Kesan : stroke hemoragik

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium (5/4/2015)
Darah
Hemoglobin : 9,6 mg/dl
Leukosit : 14.000 /mm3
Hematokrit : 27 %
Trombosit : 135.000 /mm3
GDR : 216 mg/dl

Ureum : 70 mg/dl
Kreatinin : 1.2 mg/dl
Natrium : 150
Kalium : 3.7

EKG

5
Interpretasi
Irama sinus, reguler. Heart Rate 83 x/menit. Axis deviasi ke kiri. Gelombang P
Normal. PR interval 0.12 detik. QRS Kompleks 0.08 - 0.12 detik. ST – T change (-).
R di V5 + S di V 1 = 42
R/S di V1 < 1
Kesan: hipertrofi ventrikel kiri.

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Stoke Hemoragik
2. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
a. Tatalaksana pre-hospital
b. Tatalaksana Hospital

6
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif:
Seorang pasien perempuan usia 64 tahun, datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak
3 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien terjatuh, saat sedang di kamar mandi. Muntah
ada, frekuensi sering,. Kejang tidak ada. BAK dan BAB tidak keluar sendiri

Pasien sudah dikenal menderita hipertensi sejak ± 13 tahun yang lalu, mengkonsumsi obat
hiperternsi, tapi tidak teratur dan hanya makan jika ada keluhan sakit kepala dan berat [ada
tengkuk
Riwayat diabetes disangkal. Riwayat trauma pada kepala disangkal..

Objektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh, Keadaan Umum sakit sedang, kesadaran CMC,
TD = 170/110 mmHg, N = 83 kali/menit, P = 30 kali/menit, S = 36.7 °C.
Kepala : tidak ada kelainan
Mata : pupil isokor, diameter 3mm/3mm, Refleks cahaya +/+ menurun
Leher : Nyeri tekan (-), kaku kuduk (-), Brudinski I (-), Brudinski II (-), bruit
karotis (-)
Pulmo : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal

Status neurologikus, tidak ditemukan tanda-tanda rangsangan meningeal. Peningkatan


Tekanan Intra Kranial ditandai dengan penurunan kesadaran dan muntah muntah.
Pada pemeriksaan nervus kranialis, ditemukan kelainan pada nervus III yg ditandai
dengan penurunan reflek cahaya , kemudian pada nervus VII, yang ditandai dengan
plika nasolabialis kiri lebih datar, dan nervus XII, yang ditandai dengan deviasi lidah
ke kiri. Reflek kornea kiri (-) yg menandai terjadinya kelainan pada nervus VII
Pemeriksaan motorik, terjadi lateralisasi ke kiri. Pemeriksaan sensorik sukar
dinilai,fungsi otonom baik,.
7
Sebagai pembantu menegakkan diagnosis, digunakan Gajah Mada Skor dan Siriraj
Score yang hasilnya menunjukkan kesan stroke hemoragik/pendarahan.

Pada Pemeriksaan penunjang, darah rutin menunjukkan anemia ringan yaitu hb 9,4
gr/dl, sedikit leukositosis, dengan jumlah leukosit 14.000 mm3, dan trombositopenia
135.000 mm3 . Natrium sedikit meningkat pada nilai 150.
Assessment:
Penegakan diagnosis
Seorang pasien perempuan usia 64 tahun dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan muncul pada saat pasien sedang
beraktivitas di kamar mandi.
Pada pemeriksaan fisik, selain tekanan darah yang tinggi, 170/110 mmHg, juga
ditemukan lateralisasi ke kiri, serta kelainan nervus VII, yang ditandai dengan plika
nasolabialis kiri lebih datar dan juga ditemukan reflek kornea yg negative pada kiri, dan
nervus XII, yang ditandai dengan deviasi lidah ke kiri. Secara klinis, keadaan ini didiagnosis
dengan penurunan kesadaran +hemiparese sinistra + parese nervus VII dan XII sinistra.
Untuk diagnosis topik, kemungkinan besar lesi terdapat di korteks serebri hemisfer
dextra. Sebagaimana diketahui, korteks serebri merupakan bagian otak yang memiliki
banyak peran, salah satunya adalah peran dalam pergerakan dan sensasi melalui berbagai
macam traktus atau jaras-jaras yang sebagian besar menyilang mempersarafi bagian tubuh
kontralateralnya. Untuk diagnosis etiologi, berdasarkan keluhan-keluhan dasar yang ada,
mungkin sudah mengarahkan ke penyakit stroke. Stroke secara umum dapat dibedakan
menjadi 2 macam, stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik/iskemik/infark. Perbedaan
antara kedua bentuk stroke tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik.


Gejala atau pemeriksaan Stroke non-hemoragik Stroke hemoragik
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu aktifitas
setelah bangun tidur
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset

8
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran Dapat dijumpai aneurisma,
penyumbatan, penyempitan AVM, massa intrahemisfer
dan vaskulitis atau vasospasme

Gejala-gejala yang terdapat pada pasien lebih menunjukkan pada arah diagnosis stroke
hemoragik. Beberapa poin yang mendukung antara lain: onset terjadi pada saat pasien
beraktifitas, terjadinya penurunan kesadaran, dan adanya muntah muntah, serta didukung
dengan adanya riwayat hipertensi tidak terkontrol obat pada pasien.
Selain berdasarkan gejala klinis, untuk membedakan stroke yang dialami pasien,
biasanya digunakan beberapa jenis skoring, antara lain Gajah Mada Score dan Sirriraj score.
Pada skor Gajah Mada, beberapa poin kriteria yang menjadi penilaian yaitu: (1)
penurunan kesadaran, (2) nyeri kepala progresif, dan (3) refleks babinski. Interpretasi dengan
kesan stroke hemoragik didapatkan apabila ketiga-tiga poin kriteria tersebut, atau 2 dari tiga,
positif. Jika ditemukan 1 kriteria yaitu penurunan kesadaran atau nyeri kepala saja, maka
kemungkinan diagnosis stroke hemoragik. Jika hanya didapatkan uji babinski positif atau
dari ketiga kriteria tersebut tidak ada yang terpenuhi, maka dapat didiagnosis dengan
kemungkinan stroke non-hemoragik.

Tabel 2. Gajah Mada Score/Algoritma Skor Gajah Mada


Penurunan kesadaran + + + - + - - -
Nyeri kepala + + - + - + - -
Refleks Babinski + - + + - - + -
Kemungkinan Stroke non-
Stroke hemoragik
hemoragik

Sedangkan Siriraj Stroke Score dapat dihitung menggunakan rumus berikut:


(2.5 × tingkat kesadaran) + (2 × vomitus) + (2 × nyeri kepala) + (0.1 × Tekanan darah
diastolik) – (3 × atheroma markers) – 12

9
Tingkat kesadaran : Vomitus
Sadar penuh : 0 Tidak ada : 0
Somnolen : 1 Ada : 1
Koma : 2 Atheroma (riwayat penyakit jantung,
Nyeri kepala: diabetes mellitus)
Tidak ada : 0 Tidak ada : 0
Ada : 1 Ada :1

Skor tersebut dijumlahkan, kemudian jika hasilnya:


>1 : stroke hemoragik
-1 > SS > 1 : perlu pemeriksaan penunjang (CT Scan).
SS < -1 : stroke non-hemoragik

Pada kasus ini, berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada, kriteria positif: penurunan
kesadaran dan reflek babinsky yang positif pada anggota gerak kiri., yang mengarahkan
stroke yang dialami pasien adalah stroke hemoragik. Sementara berdasarkan Siriraj Score,
diperoleh skor 3,5, yang juga mengarahkan kemungkinan ke arah diagnosis stroke
hemoragik.
Untuk dapat memastikan jenis stroke, lokasi lesi, dan luasnya lesi perlu dilakukan
pemeriksaan Brain CT Scan serta angiografi. Namun sayangnya jenis pemeriksaan ini di
RSUD dr. M. Zein Painan belum tersedia, sehingga pemeriksaan tersebut tidak dapat
dilakukan.

Kesimpulan, pada kasus ini pasien didiagnosis dengan:


Diagnosis klinis : penurunan kesadaran +hemiparese sinistra + parese nervus
III,V,VII dan XII
Diagnosis etiologis : susp. perdarahan intraserebral.
Diagnosis sekunder : susp. hiperglikemik reaktif
Hipertensi stage 2

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan preHospital
Tujuan dari penatalaksaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang

10
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan prahospital yang cepat
dan tepat. Filosofi yang harus dipegang adalah time is brain dan the golden hour. Dengan
adanya kesamaan pemahaman bahwa stroke merupakan suatu medical emergency maka akan
berperan sekali dalam menyelamatkan hidup dan mencegah kecacatan jangka panjang.
Dengan penanganan yang benar pada jam-jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak
akan berkurang sebesar 30%.
Pada kasus ini, pada saat keluhan datang, pasien segera dibawa berobat ke Puskesmas.
Sayangnya, pasien tidak langsung dirujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas dan tenaga
pelayanan serangan stroke.
Di dalam buku Pedoman Pengendalian Stroke yang diterbitkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, penanganan kasus stroke sebaiknya ditangani di
Puskesmas atau Rumah Sakit yang memiliki dokter neurolog. Puskesmas atau klinik yang
ridak memiliki pelayanan serangan stroke sebaiknya segera merujuk pasien tersebut dengan
tetap melakukan tatalaksana awal.
Tatalaksana awal yang dapat diberikan, berdasarkan Pedoman Pengendalian Stroke
Kemenkes RI 2013, antara lain:
- Elevasi kepala 300.
- Infus: Asering atau RL per-12 jam (bila tidak didapatkan gangguan jantung).
- Evaluasi fungsi menelan, jika terdapat gangguan menelan pasang NGT.
- Jika TD tinggi dimana:
MAP > 140 (pada stroke iskemik): turunkan dengan pemberian antihipertensi
parenteral 20 – 25 % dari MAP.
MAP >130 pada stroke hemoragik: turunkan dengan pemberian antihipertensi
parenteral 20 – 25% dari MAP.
(MAP = (2 x diastolik + sistolik) : 3 )
- Tatalaksana hipertensi emergensi dan urgensi, dislipidemia, hiperglikemia oleh
dokter umum.
- Jika GD>150 mg/dl, lakukan sliding scale dengan insulin.
- Bila tidak memungkinkan untuk dirujuk segera ke fasilitas kesehatan yang
mampu menangani stroke sebelum 5 jam, pada stroke iskemik (dengan penilaian
Siriraj Score < -2), berikan obat golongan statin dan obat-obatan antitrombolitik.
- Evaluasi fungsi berkemih (adakah inkontinensia atau retensi urin).

11
Pada penderita stroke akut kurang dari 3 jam, sebaiknya segera dirujuk ke RS dengan
fasilitas lengkap (CT-Scan, stroke unit, dan trombolisis). Jika onset stroke sudah >4.5 jam,
maka tatalaksana dapat dilakukan di RS atau jika tidak memungkinkan di Puskesmas dengan
penanganan atau minimal supervisi langsung spesialis saraf.
Berdasarkan pedoman tersebut, tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Puskesmas
saat pasien ini datang, antara lain:
- Menegakkan diagnosis dengan cepat dan tepat.
- Elevasi kepala 300.
- Memasang IVFD Asering atau RL 12 jam/kolf atau sesuai kebutuhan.
- Memasang NGT.
- Evaluasi fungsi berkemih.
- Menurunkan tekanan darah.
- Segera rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas pelayanan serangan stroke.

Mengenai terapi penurunan tekanan darah pada fase akut stroke, banyak sumber yang
menyebutkan, bahwa tindakan tersebut tidak dianjurkan sebagai tindakan rutin, karena
dapat memperburuk keluaran neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan
turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
guideline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan kondisi
sebagai berikut.
- Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila TDS > 220
mmHg atau TDD > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang diberi
terapi trombolitik (rTPA), TDS diturunkan hingga < 185 mmHg dan TDD < 110
mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetolol, nitropruside,
nikardipin dan diltiazem intravena.
- Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg atau
MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah tiap 5
menit.
- Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intra kranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena

12
secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60
mmHg.
- Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg.
- Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
- Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
- Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (dikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas.
- Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
- Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal
akut, dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 %
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak dikelola dengan baik dapat berakibat
meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan
pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin
luasnya hematom (perdarahan).
Pada kasus ini, tekanan darah pasien 230/150 mmHg dengan MAP 176.7 mmHg. Jika
mengikut guideline penurunan tekanan darah pada fase stroke akut oleh AHA/ASA 2007 dan
ESO 2009 diatas, tekanan darah pasien sebaiknya diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah tiap 5 menit.
Dengan demikian, pasien ini perlu dipasang monitor atau rawat ICU untuk pemantauannya.

13
Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Berdasarkan Guideline Stroke Perdossi 2011, tatalaksana pasien stroke di IGD, antara
lain:
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka harus
dilakukan evaluasi dan diagnosis klinik yang cepat, sistemik dan cermat, meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas saat serangan,
gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan,
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor2 resiko stroke (hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes, dll).
b. Pemeriksaan Fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misal cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit
karotis, dan tanda2 distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan
dada (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan Neurologik dan Skala stroke, Pemeriksaan neurologik terutama
pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningeal, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan
saat ini adalah NIHSS (NATIONAL Institutes of Health Stroke Scale).

14
Gambar 1. National Institutes of Health Stroke Scale

2. Terapi Umum (suportif)


a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Pemasangan ETT pada pasien tidak sadar, bantuan ventilasi pada pasien dengan
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan nafas.
 Berikan bantuan oksigen pada pasien hipoksia, pasien stroke yang tidak hipoksia
tidak memerlukan suplemen oksigen
 Intubasi ET atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg
atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pasien dengan resiko aspirasi. Usahakan
pipa ET tidak terpasang lebih dari 2 minggu, kalau lebih dianjurkan untuk dilakukan
trakeostomi.

15
b. Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
 Berikan cairan kristaloid atau koloid iv (hindari pemberian cairan hipotonik seperti
glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (central Venous Catheter), untuk memantau
kecukupan cairan dan sarana memasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC antara
5 – 12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik dibawah 120 mmHg, dan
cairan sudah mencukupi dapat diberikan obat-obatan vasopressor secara titrasi
seperti dopamin atau norepinefrin/epinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.
 Cardiac monitoring harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan serangan
stroke iskemik.
 Bila terdapat penyakit jantung kongestif, konsul kardiologi.
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang menyebabkan
penurunan curah jantung harus dikoreksi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal : derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan
okulomotor, keparahan hemiparesis.
d. Pengendalian peninggian TIK
 Pemantauan ketat penderita dengan resiko edema serebral dengan memperhatikan
perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan
stroke.
 Monitor tekanan intra kranial harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yangmengalami penurunan kesadaran karena kenaikkan TIK.
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg.
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK meliputi :
- Tinggikan posisi kepala 20 – 30°
- Hindari penekanan pada vena jugulare.
- Hindari pemakaian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia

16
- Osmoterapi atas indikasi.
 Manitol 0,25 – 0,50 gr/kgBB selama > 20 menit, diulangi setiap 4 – 6 jam dengan
target ≤ 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama
pemberian osmoterapi.
 Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB iv.
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 – 40 mmHg)
 Paralisis neuromuskular dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi
naiknya ICP dengan cara mengurangi naiknya TIK dan tekanan vena akibat batuk,
suction, bucking ventilator. Pasien dengan kenaikan kritis TIK sebaiknya diberikan
muscle relaxant sebelum tindakan suction atau lidokain sebagai alternatif.
 Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi udem otak dantekanan TIK
yang tinggi pada stroke iskemik, pemberiannya diperbolehkan bila yakin tidak ada
kontraindikasi.
 Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar.
 Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan
efek massa dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
e. Penanganan transformasi hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimtomatik, sedang
untuk yang simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan.
f. Pengendalian kejang
 Bila kejang berikan diazepam bolus lambat iv 5 – 10 mg diikuti pemberian phenitoin
loading dose 15 – 20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi maka perlu rawat di ICU.
 Tidak dianjurkan pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke
iskemik tanpa kejang.
 Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaktik
selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila tidak ada kejang
selama pengobatan.
g. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diberikan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
 Berikan acetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5°C.

17
 Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan
(tracheal, darah dan urin) dan diberikan antibiotika. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa CSS harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis. Jika
didapatkanmeningitis harus diikuti terapi antibiotik.
h. Pemeriksaan Penunjang
 EKG
 Laboratorium : kimia darh, fungsi ginjal, hematologi, dan faal hemostasis, kadar
gula darah, analisa urin, analisa gas darah dan elektrolit.
 Bila ada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS.
 Pemeriksaan radiologi: rontgen dada, CT scan

Tatalaksana pasien dilanjutkan di ruang rawat inap dengan tatalaksana umum:


a. Cairan
 Berikan ciran isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan
vena sentral dipertahankan antara 5 – 12 mmHg.
 Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral)
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan ( urin sehari + 500 ml + 300 ml per
kenaikan panas 1 derajat celcius).
 Elektrolit (sodium, potasium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
 Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai hasil analisa gas darah.
 Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada
keadaan hipoglikemia.
b. Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat harus sudah diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelannya baik.
 Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, makanan diberikan
melalui pipa nasogastrik.
 Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
- Karbohidrat 30-40% dari total kalori
- Lemak 20-35% (pada gangguan nafas lebih tinggi, 35-55%)
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1,4-2,0 g/kgBB/hari;
pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari)

18
 Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan > 6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrotomi.
 Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
 Perhatikaan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan
(misal: hindarkan makanan yang banyak mengandung vit K pada pasien yang
mendapat warfarin).
c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
 Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
kontraktur perlu dilakukan)
 Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman.
 Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan/atau memakai kasur
antidekubitus.
 Pencegahan DVT dan emboli paru.
 Pada pasien tertentu yang beresiko menderita DVT perlu diberikan heparin subkutan
5000 iu dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid. Perlu diperhatikan terjadinya
resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral. Pada pasien yang tidak bisa
menerima antikoagulan, untuk mencegah DVT pada pasien imobilisasi
direkomendasikan penggunaan stocking eksternal atau Aspirin.
d. Penatalaksanaan medik yang lain
 Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati. Target yang harus dicapai adalah
normoglikemia.
 Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol.
 Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
 Berikan H2 antagonis apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
 Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir atau memandikan pasien karena
dapat mempengaruhi TIK.
 Mobilisasi bertahapbila hemodinamik dan pernafasan stabil.
 Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermitten.

19
 Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, Dupleks
Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE dan lain-lain sesuai dengan
indikasi.
 Rehabilitasi
 Edukasi keluarga.
 Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah sakit).

Pada kasus ini, di IGD RSUD Dr. M. Zein Painan, pasien dikonsulkan ke dokter spesialis
Syaraf, dengan advise:
- IVFD RL 12 jam/kolf.
- Elevasi kepala 300
- Pasang NGT, diet MC 6 x 300cc
- Pasang Kateter , balance cairan
- Injeksi Citicolin 2 x 250 mg IV
- Inj Asam traneksamat 6x1 gr
- Inj Tiamin 1 x 1 ampul
- Inj Ranitidin 2 x 1 ampul
- Jika osmoloritas 280-320 berikan manitol 20%
- Jika tekanan darah >180/105, drip nicardipin dengan syringe pump
- Rawat neurologi.
Pasien kemudian dikirim ke rawat inap Neurologi RSUD Dr. M Zein Painan.

-
Plan
Diagnosis:
Diagnosis klinis :penurunan kesadaran +hemiparese sinistra + parese nervus III,V,
VII dan XII
Diagnosis etiologis : susp. perdarahan intraserebral
Diagnosis sekunder : hipertensi stage 2
Hiperglikemik reaktif

Pengobatan :
- IVFD RL 12 jam/kolf.
- Elevasi kepala 300
- Pasang NGT, diet MC 6 x 300cc
20
- Pasang Kateter , balance cairan
- Injeksi Citicolin 2 x 250 mg IV
- Inj Asam traneksamat 6x1 gr
- Inj Tiamin 1 x 1 ampul
- Inj Ranitidin 2 x 1 ampul
- Jika osmoloritas 280-320 berikan manitol 20%
- Jika tekanan darah >180/105, drip nicardipin dengan syringe pump
- Rawat neurologi.

Pendidikan
1. Menerangkan pada keluarga pasien tentang kondisi dan penyakit pasien
2. Menjelaskan pada keluarga pasien tentang pengobatan yang diberikan dan waktu
yang diperlukan selama proses pemulihan pasien
3. Mengingatkan kelurga pasien untuk mobilisasi tubuh pasien untuk mencegah ulkus
dekubitus
4. Edukasi mengenai komplikasi penyakit pasien
5. Edukasi mengenai faktor resiko yang dapat di ubah
6. Edukasi anggota keluarga yang lain tentang kemungkinan adanya penyakit yang
dapat di turunkan

Rujukan
Di berikan kepada Rumah Sakit yang lebih lengkap fasilitasnya apabila di butuhkan suatu
tindakan medis guna menunjang diagnosis, perawatan, proses kesembuhan, dan pencegahan
komplikasi penyakit pasien.

21
DAFTAR PUSTAKA

Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. PERDOSSI. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1996; 161-167.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Stroke. 2010. Jakarta.
National Stroke Foundation. Clinical Guideline for Stroke Management 2010. Melbourne,
Australia.
Stroke, Journal of American Stroke Association 2007
Guidelines Stroke 2007, PERDOSSI

22

Anda mungkin juga menyukai