Anda di halaman 1dari 18

Referat

KISTA FOLIKULAR

Oleh:

Richart Raton

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

Latar belakang ............................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ........................................................... 3

A. Definisi .................................................................................................. 3

B. Etiologi .................................................................................................. 3

C. Epidemiologi ......................................................................................... 4

D. Patofisiologi .......................................................................................... 4

E. Gambaran Klinis ................................................................................... 6

F. Gambaran Radiografi ............................................................................ 7

G. Gambaran Histopatologi ....................................................................... 9

H. Tempat Predileksi................................................................................ 11

I. Klasifikasi ........................................................................................... 12

J. Terapi .................................................................................................. 12

K. Diagnosa Banding ............................................................................... 13

BAB III ........................................................................................................... 14

Kesimpulan ..................................................................................................... 14

Daftar Pustaka ................................................................................................. 15

i
BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang

Kista dentigerous adalah jenis kista odontogenik non-inflamasi yang paling


umum. Kista ini berkembang di sekitar gigi yang tidak erupsi/impaksi karena

akumulasi cairan antara epitel folikel dan gigi yang tidak erupsi. Ini paling sering

melibatkan molar ketiga rahang bawah dan kaninus rahang atas. Keterlibatan
molar pertama mandibula jarang terjadi dan sangat sedikit kasus yang dilaporkan
dalam literatur. Kista ini dapat menyebabkan perpindahan dan resorpsi gigi yang
berdekatan (1)

Banyak pendapat mengatakan kista berasal dari intrafolikuler yaitu


pembesaran folikel serta mahkota gigi. Ada pula yang berpendapat kista berasal
dari ekstra folikular mengingat kista pertama kali berkembang dari sisa
ekstrafolikular yang kemudian bersatu dengan folikel gigi yang erupsi. Ada yang
berpendapat bahwa kista folikular berkembang setelah mahkota gigi yang impaksi
terbentuk seluruhnya. Ada pula yang menyatakan bahwa kista folikular dapat

muncul dari organ email setelah mahkota gigi terbantuk setengan sempurna.
Organ email yang mengelilingi mahkota gigi seutuhnya atau yang melekat pada
mahkota gigi. (2)

Kista folikuler biasanya lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding


wanita dan hampir 60% dari kista ini terjadi pada dekade dua hingga dekade tiga
kehidupan. Sekitar 70% dari lesi terjadi pada mandibula dan 30% terjadi pada

maksila. Hampir 62% terjadi pada gigi molar, 12% terjadi pada premolar, dan
12% terjadi pada gigi kaninus dan sisa 14% muncul pada tempat lain dalam tulang
rahang. Prevalensi kista dentigerous pada populasi kulit putih lebih tinggi

dibandingkan dengan populasi kulit hitam. (3)

1
Kista folikular relatif umum dijumpai karena kista jenis ini dapat terjadi pada
11% anak selama erupsi insisif dan 30% pada anak yang sedang erupsi caninus
dan molar. Letak dari gigi memiliki peranan penting dalam terjadinya kista ini.
Hal ini dibuktikan dengan tingkat kejaian lebih tinggi pada molar ketiga rahang
atas yang impaksi dibandingkan dengan kaninus rahang atas yang impaksi. Molar
ketiga mandibula dan kaninus maksila merupakan gigi yang paling sering terkena
kista ini. (3) (4)

Tidak ada gambaran histopatologi yang khas dari kista dentigerous yang dapat
membedakannya dari kista odontogenik lainnya. Faktanya, dinding epitelnya

merupakan sisa epithelium email terdiri atas 2-3 lapisan sel gepeng atau kuboid.

Permukaan epitel dan jaringan penghubung berbentuk datar. Jaringan


penghubung berupa jaringan fibrosa tipis yang berasal dari folikel gigi, terdiri atas
sel fibroblast muda yang terpisah lebar oleh stroma yang senyawa dasarnya kaya
akan asam mukopolisakarida. (5)

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Definisi

Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan, semi cairan yang tidak
disebabkan oleh akumulasi pus, bisa dibatasi oleh epitel tetapi bisa juga tidak dan
lapisan luarnya dilapisi oleh jaringan ikat dan pembuluh darah. Kista dapat

berada pada jaringan lunak atau jaringan keras. (6)

Kista dentigerous atau kista folikular adalah kista odontogenik terkait dengan
mahkota gigi yang belum erupsi (atau sebagian erupsi). Rongga kista dilapisi
oleh sel-sel epitel yang berasal dari epitel enamel tereduksi dari organ pembentuk
gigi. Mengenai patogenesisnya, telah disarankan bahwa tekanan yang diberikan
oleh gigi yang erupsi pada folikel dapat menghambat aliran vena yang
menginduksi akumulasi eksudat antara epitel enamel yang berkurang dan mahkota
gigi. (7)

Kista folikuler biasanya terbentuk pada gigi yang impaksi dan gigi
supernumerari permanen, kemungkinan terjadi pada gigi susu sangat kecil dan
biasanya terjadi pada gigi yang sedang erupsi sehingga disebut juga kista erupsi.
(3)

B. Etiologi

Kista folikular merupakan kista yang paling umum dari kista odontogenik
perkembangan dalam rahang yang mempunyai dinding sel epitel, asal mula kista
ini tetap belum diketahui dengan pasti. Diduga infeksi periapeks pada gigi sulung
dapat menstimulasi respon jaringan folikel gigi permanen yang belum erupsi
untuk terlepas dari mahkota gigi dan mengalami degenerasi kistik. (3)

3
Banyak pendapat mengatakan kista berasal dari intrafolikuler yaitu
pembesaran folikel serta mahkota gigi. Ada pula yang berpendapat kista berasal
dari ekstra folikular mengingat kista pertama kali berkembang dari sisa
ekstrafolikular yang kemudian bersatu dengan folikel gigi yang erupsi. Ada yang
berpendapat bahwa kista folikular berkembang setelah mahkota gigi yang impaksi
terbentuk seluruhnya. Ada pula yang menyatakan bahwa kista folikular dapat

muncul dari organ email setelah mahkota gigi terbantuk setengan sempurna.
Organ email yang mengelilingi mahkota gigi seutuhnya atau yang melekat pada
mahkota gigi. (2)

C. Epidemiologi

Kista folikuler biasanya lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding


wanita dan hampir 60% dari kista ini terjadi pada dekade dua hingga dekade tiga
kehidupan. Sekitar 70% dari lesi terjadi pada mandibula dan 30% terjadi pada

maksila. Hampir 62% terjadi pada gigi molar, 12% terjadi pada premolar, dan
12% terjadi pada gigi kaninus dan sisa 14% muncul pada tempat lain dalam tulang
rahang. Prevalensi kista dentigerous pada populasi kulit putih lebih tinggi

dibandingkan dengan populasi kulit hitam. (3)

D. Patofisiologi

Beberapa peneliti telah menguraikan patogenesis dari kista folikular, namun


asal mula kista ini tetap belum diketahui secara pasti. Kista folikular tumbuh di
antara sisa epithelium email dan mahkota gigi impaksi pada beberapa individu
dan tampaknya faktor genetis juga mempengaruhi. (3)

Impaksi gigi menghambat aliran vena keluar dari folikel dan kemudian
menyebabkan transudasi cairan yang melintasi dinding kapiler. Tekanan
hidrostatik membuat folikel terpisah dari mahkota sehingga menyebabkan
perluasan kista. Pada dasarnya kista ini terjadi akibat dilatasi ruang folikular
4
normal di sekitar mahkota gigi yang sedang erupsi yang disebabkan akumulasi
cairan jaringan atau darah. (3)

Kebanyakan kista folikular menunjukkan perkembangan lebih lanjut dari


beberapa elemen epitel yang terletak tepat diatas permukaan email. Pada keadaan
seperti ini, kista dapat terbnentuk secara baik mengikuti pola yang telah ada dan
melibatkan proliferasi epitel. (3)

Epitel yang membentuk sebagian besar dari kista folikular diduga berasal dari
sisa epithelium email, yang pada keadaan normal menyelubungi mahkota gigi
yang belum erupsi. Konsep ini didukung dengan kenyataan susunan epithel

kebanyakan kista folikular melekat pada daerah pertautan semento-email. (3)

Kista folikular relatif umum dijumpai karena kista jenis ini dapat terjadi pada
11% anak selama erupsi insisif dan 30% pada anak yang sedang erupsi caninus
dan molar. Letak dari gigi memiliki peranan penting dalam terjadinya kista ini.
Hal ini dibuktikan dengan tingkat kejaian lebih tinggi pada molar ketiga rahang
atas yang impaksi dibandingkan dengan kaninus rahang atas yang impaksi. Molar
ketiga mandibula dan kaninus maksila merupakan gigi yang paling sering terkena
kista ini. (3) (4)

Perkembangan kista folikular mengikuti akumulasi cairan yang terdapat


diantara sisa organ email dan mahkota gigi. Sisa epithelium email akan
membentuk suatu batasan permukaan kista dan mahkota gigi yang telah terbentuk
sempurna membentuk bagian lainnya. Akumlasi cairan terdapat diantara sisa

epithelium email dan mahkota gigi. Biasanya ruang sekitar mahkota dengan
ukuran 2,5 mm atau lebih merupakan suatu ukuran minimal memungkinkan
mendiagnosis sebagi kista folikular. (3)

Dinding epitel kisat folikular mempunyai potensi luas. Kista folikular

berpotensi menjadi ameloblastoma. Akibat yang ditimbulkan dari perubahan


neoplastik adalah pelebaran tulang wajah yang diikuti asimetris wajah, pergeseran
gigi yang jelas, resorpsi akar, dan rasa sakit. Bila kista folikular terjadi pada
5
rahang bawah dapat menyebabkan pergeseran molar tiga pada jarak tertentu
sehingga tampak tertekan ke arah inferior mandibula. (3)

E. Gambaran Klinis

Seperti halnya dengan jenis kista lainnya, gejala kista folikuler tidak terlihat
bila masih pada tahap awal. Kista folikuler yang belum mengalami komplikasi
seperti kista lainnya tidak akan menyebabkan gejala sampai pembesarannya nyata
terlihat. Meski gejala biasa tidak ada, dengan terlambatnya erupsi gigi semakin

besar pula indikasi terjadinya kista folikuler. Kista folikuler dapat dideteksi
melalui pemeriksaan radiografis atau pada saat dilakukan pemeriksaan gigi yang
tidak erupsi. Infeksi dapat menyebabkan gejala umum seperti bengkak yang

membesar dan rasa sakit. (8) (9)

Kista folikuler biasanya terdeteksi pada anak-anak, remaja atau dewasa,


walaupun terkadang dapat ditemukan pada orang yang lebih tua. Jenis kista
folikuler yang berhubungan dengan erupsi gigi sulung dan tetap pada anak
dinamakan kista erupsi atau kista hematoma. Secara klinis, lesi tampak sebagai

pembengkakan lingir alveolar diatas tempat gigi yang sedang erupsi. Saat rongga
kista sirkumkoronal berisi darah, pembengkakan tampak ungu atau sangat biru
sehingga dinamakan erupsi hematoma. (10)

Kadang-kadang mahkota gigi dapat masuk ke dalam lumen kista. Kista dapat
memiliki berbagai macam ukuran, dari yang pembesarannya berlangsung lambat
pada kantong perikoronal hingga yang meliputi seluruh badan dan ramus
mandibula serta sebagian tulang rahang. Mungkin karena pengarug faktor
anatomi rahang atas dan rahang bawah, kista yang dijumpai dirahang bawah
biasanya lebih besar. Kista sebagian besar mengenai mandibula, mungkin karena

perbedaan anatomi rahang atas dan rahang bawah. (11)

Kista umumnya berkembang pada satu gigi tetapi dapat juga meliputi
beberapa gigi yang berdekatan bila kista tersebut membesar. Selanjutnya akan
6
menyebabkan pergeseran gigi jauh dari posisinya yang normal terutama pada kista
yang mengenai gigi-geligi dirahang atas sehingga tidak mungkin menentukan gigi
asal kista. Gigi yang “tidak bersalah” biasanya tetap ada dalam folikel. (11)

Kista folikuler biasanya soliter, bila multipel mungkin terjadi bersamaan


dengan sindrom karsinoma sel basal nevoid. Infeksi sekunder sering terjadi.
Kista dapat juga ditemukan bersamaan dengan disostosis kleidokranial dan
kadang-kadang bersamaan dengan amelogenesis imperfekta tipe hipoplastik dan
menyebabkan beberapa atau bahkan banyak gigi menjadi nonvital. Umumnya

tidak menyebabkan rasa sakit. (11)

Bila terjadi pada daerah sinus maksilaris, sulit didiagnosis, diperlukan teknik
radiografi yang stereoskopik. Meskipun demikian, konveksitas dinding lateral
kista yang kontras dengan dinding lateral sinus yang konkaf dapat membantu
diagnosis. (3)

F. Gambaran Radiografi

Kista dentigerous dapat diidentifikasikan secara radiologis dengan mudah


karena gambaran radiografisnya sangat khas. Biasanya kista dentigerous tampak
berupa gambaran radiolusen simetris, unilokular, berbatas tegas, dan mengelilingi
mahkota gigi yang tidak erupsi (impaksi). Kecuali terinfeksi sehingga tepinya
berbatas buruk, pertumbuhan kista yang lambat dan teratur, membuat kista
dentigerous mempunyai tepi sklerotik yang berbatas tegas, dengan korteks yang
jelas, dan ditandai dengan garis batas radiopak yang tipis. Gambaran radiografis
kista ini perlu dibedakan dengan gambaran keadaan normal dari sirkum koronal
atau ruang folikular. Pada kasus lain daerah radiolusen dapat muncul menyusup
kearah lateral dari mahkota gigi, terutama jika kista relative besar ukurannya atau
jika telah terjadi perubahan posisi gigi dari tempatnya. (11)

Pergerakan atau pepindahan dari gigi yang tidak erupsi dengan segala macam
posisi sering terjadi dan dapat ditemukan pada rahang atas atau rahang bawah.

7
Pda daerah mandubula, gambaran radiolusen terkait dapat meluas kesuperior dari
region molar tiga kedalam ramus atau secara anterior-inferior sepanjang badan
mandibula. pada kista dentigerous rahang atas yang melibatkan daerah kaninus,
perluasan kedalam sinus maksilaris atau kearah dinding orbita dapat ditemukan
dan juga perluasan ke dalam fosa nasalis. Kista dentigerous pada molar tiga
rahang atas dapat meluas ke distal dan superior, kadangkala berhubungan dengan
ruang sinus maksilaris. (12)

Rongga kista dentigerous berbentuk bulat dan unilokular namun terkadang


ditemukan trabekula dari dinding tulang sebagai pseudoloculation. Pada kasus ini

gigi yang tidak erupsi biasanya tidak berada pada tempatnya. Trabekulasi ini

dapat member kesan yang salah tentang bahwa kista ini multilokular. Berbagai

pvariasi dari kita dentigerous disatukan oleh membrane kista yang bersambungan .
Kista dentigerous yang multiple harus dirawat secara adekuat untuk menghindari
komplikasi. (3)

Kista dentigerous memiliki potensi untuk membesar, menyebabkan kerusakan


medulla tula ng dan ekspansi rahang. Kista dentigerous juga dapat meluas ke

prosesus koronoideus dan leher kondil. Gigi yang terkena kista biasanya sering

berpindah tempat dengan jarak tertentu. Pada mandibula, molar tiga dapat

tertekan ke inferiornya. Kista juga dapat meresorbsi akar gigi didekatnya yan g

sudah erupsi. Kista yang besar ukurannya mungkin mungkin berhubungan

denagan perluasan kista dalam tulang. Kista dentogerous berukuran besar jarang
terjadi, kebanyakan lesi yang secara raiografis diduga sebagai kista dentigerous
yang besar, sering kali terbukti merupakan suatu kista keratosis odontogenik atau
ameloblastoma. (5)

Kista dentigerous yang berukuran kecil biasanya secara klinis tidak terdeteksi
sama sekali dan hanya akan ditemukan pada pemeriksaan rdiografis rutin atau
pada pemerikasaan radiografis yang digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan
pada gigi yang akan erupsi. (13)

8
Perlu diingat bahwa gambaran radiologis bukan merupakan alat diagnosis
mengingat kista odontogenik lain seperti kista keratosis odontogenik,
ameloblastam unikistik dan lesi lainnya dapat memberikan gambaran radiologis
yang menyerupai kista dentierous. Di antra 37% gigi molar tiga yang impsksi pda
mandibula dan 15% gigi molar tiga yang impaksi pada maksila yang
memperlihatkan radiolusen pada daerah perikoronal, hanya 11% yang keungkinan
besar diduga sebagai kista dentigerous. Biasanya ruangan perikoronal yang
mencapai 2,5 mm atau lebih dapat dipertimbangkan sebagai jarak minimal untuk
dapat didiagnosis sebagai kemungkinan kista dentigerous. Kista dentigerous

harus dapat dibedakan denngan pembesaran kantong folikel. Tidak ada


perbedaan nyata antara sebuah folikel gigi dan kista dentigerous yang berukuran
kecil. Namun gambaran radiolusensi berukuran 3-4 mm atau lebih

mengindikasikan adanya pembentukan suatu kista. (5)

Pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas non-invasif


yang, karena karakteristik akuisisi yang unik, dapat memberikan informasi yang
berbeda tentang sifat lesi. Satu studi melaporkan pada kasus kista dentigerous di
mandibula pasien berusia 9 tahun, yang didokumentasikan dengan cara modalitas
pencitraan yang berbeda. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis lesi
dan diagnosis banding antara lesi neoplastik yang menunjukkan perilaku
imagenologis yang serupa dengan teknik radiografi lainnya. (13)

G. Gambaran Histopatologi

Tidak ada gambaran histopatologi yang khas dari kista dentigerous yang dapat
membedakannya dari kista odontogenik lainnya. Faktanya, dinding epitelnya

merupakan sisa epithelium email terdiri atas 2-3 lapisan sel gepeng atau kuboid.

Permukaan epitel dan jaringan penghubung berbentuk datar. Jaringan


penghubung berupa jaringan fibrosa tipis yang berasal dari folikel gigi, terdiri atas

9
sel fibroblast muda yang terpisah lebar oleh stroma yang senyawa dasarnya kaya
akan asam mukopolisakarida. (5)

Gambaran histopatologi kista dentigerous bervariasi, umumnya terdiri atas


lapisan dinding jaringan ikat tipis, dilapisi epitel gepeng berlapis tak berkeratin
yang bersatu dengan sisa epithelium email, meliputi atau melekat pada bagian
leher mahkota gigi. (5)

Bila dinding epitel terlihat berkeratinisasi biasanya merupakan kista


primordial. Kista dentigerous terlihat jelas membentuk keratin oleh karena

metaplasia. Dapat ditemukan sejumlah variasi lapisan epitel odontogenik pada

kista dentigerous, misalnya transformasi neoplastik menjadi ameloblastoma. (5)

Pada kista dentigerous yang tidak meradang, lapisan epitelnya terdiri atas 2
sampai 4 lapisan sel epithelium tak berkeratin serta jaringan ikat dibawahnya
menjadi rata. Dinding jaringan ikat subepitel ini tidak tersusun dengan baik dan

mengandung bahan dasar glikosaminoglikan yang cukup banyak. Dinding


jaringan ikat subepitel berbentuk kapsul yang biasanya tersusun oleh jaringan
kolagen yang agak padat, dengan kadang-kadang ada sel datia benda asing.
Biasanya sel radang kronis dapat dijumpai, tetapi bila ada ulserasi, dapat dijumpai
campuran sel radang kronis dan akut. Dinding jaringan ikat kista ini kadang-
kadang menebal dan terdiri atas jaringan penghubung rapuh yang banyak
mengandung jaringan kolagen yang menyebar sehingga banyak yang
mendiagnosa kista ini sebagai tumor odontogenik fibroma atau odontogenik
miksoma. (5)

Pada kista dentigerous yang mengalami peradangan atau mengalami infeksi


sekunder, lapisan epitel mengalami hyperplasia, terjadi akatosis dengan
perkembangan rete peg dari epitel skuamosa. Pada kista dentigerous yang
terinflamasi, dinding fibrosa lebih padat kolagen sehingga lebih kenyal, dengan
bermacam-macam infiltrasi dari sel radang kronis. Pada lapisan epithelial juga

10
terlihat bermacam-macam ukuran hyperplasia dengan perkembangan dari rete
ridges. (3)

Pada beberapa kasus ditemukan kista dentigerous yang mengandung pigmen


melanin dan melanosit pada lapisan dinding epitel. Gambaran permukaan epitel
yang berkeratin kadang dapat terlihat dan harus dibedakan dengan kista keratosis
odontogenik. Kadang-kadang tampak dinding epitel dengan atau tanpa
permukaan keratinisasi yang halus dan banyak granular dari pigmen melanin yang
terdistribusi di sel basal pada lapisan epitel. Sel mukus dapat tersebar dalam

epitel kista dentigerous. (14)

H. Tempat Predileksi

Kista dentigerous adalah kista yang menyelubungi mahkota dari gigi yang
umumnya belum mengalami erupsi atau pada gigi supernumerari. Kista

dentigerous dapat terjadi baik dirahang atas maupun di rahang bawah. Paling
banyak ditemukan pada daerah prosesus alveolaris, ramus asendens, molar tiga
bawah, sudut mandibula, kaninus atas, molar tiga atas dan premolar bawah serta
daerah sinus maksilaris. (3)

Molar tiga merupakan tempat predileksi utama dari kista dentigerous, disusul
oleh kaninus tetap atas. Secara umum, tempat predileksi kista adalah pada : molar

tiga bawah, kaninus atas, molar tiga atas dan premolar dua bawah. Meskipun
demikian, kista dentigerous dapat terjadi pada setiap gigi yang tidak bererupsi,
mahkota gigi tersebut terdapat dalam lumen kista. (3)

Pada kasus yang sangat jarang, kista dentigerous dapat berkembang pada
mahkota gigi sulung yang belum erupsi. Juga pada gigi berlebih (supernumerari)

yang tidak erupsi dan odontoma. Seseorang dapat memiliki beberapa kista
dentigerous dan paling sering deteksi awal ditemukan pada usia remaja dan
dewasa muda. (3)

11
I. Klasifikasi

Kista dentigerous adalah kista yang menyelubungi mahkota dari gigi yang
umumnya belum mengalami erupsi atau pada gigi supernumerari. Kista

dentigerous dapat terjadi baik dirahang atas maupun di rahang bawah. Paling
banyak ditemukan pada daerah prosesus alveolaris, ramus asendens, molar tiga
bawah, sudut mandibula, kaninus atas, molar tiga atas dan premolar bawah serta
daerah sinus maksilaris. (3)

Molar tiga merupakan tempat predileksi utama dari kista dentigerous, disusul
oleh kaninus tetap atas. Secara umum, tempat predileksi kista adalah pada : molar

tiga bawah, kaninus atas, molar tiga atas dan premolar dua bawah. Meskipun
demikian, kista dentigerous dapat terjadi pada setiap gigi yang tidak bererupsi,
mahkota gigi tersebut terdapat dalam lumen kista. (3)

Pada kasus yang sangat jarang, kista dentigerous dapat berkembang pada
mahkota gigi sulung yang belum erupsi. Juga pada gigi berlebih (supernumerari)

yang tidak erupsi dan odontoma. Seseorang dapat memiliki beberapa kista
dentigerous dan paling sering deteksi awal ditemukan pada usia remaja dan
dewasa muda. (3)

J. Terapi

Mayoritas kista yang dibatasi epithelium pada rahang dapat dirawat dengan
cara yang serupa. Enukleasi terhadap keseluruhan kista, termasuk lapisan
epithelial maupun kapsul dengan penanganan yang sukses dari ruang yang mati
adalah suatu usaha kuratif. Drainase bebas dari cairan isi dari kista ini sedemikian
rupa sehingga rongga kista kosong dan dalam hubungan bebas dengan mulut,
adalah juga suatu usaha kuratif. Kantung kista akan menyusut ukurannya dan

akan terbentuk tulang baru pada aspek kapsularnya. Mekanisme yang mendasari

12
penyembuhannya masih belum jelas diketahui. Dahulu dianggap sebagai
dekompresi dan pengangkatan dari isi kista yang memiliki osmolaritas yang lebih
besar dari pada jaringan di sekelilingnya dan yang kemudian menimbulkan
tekanan hidrostatik internal yang positif. (15)

K. Diagnosa Banding

Kista folikular sering ditemukan secra kebetulan pada pemeriksaan radiografi


dan tidak jarang kista ini salah terdiagnosis. Gambaran lesi yang hampir mirip
sering kali menjadi kendala bagi seorang dokter gigi untuk dapat menentukan
diagnosis secara tepat. (3)

Salah satu diagnosis banding dari kista folikular adalah ameloblastoma pada
gigi impaksi yaitu ameloblastoma unikistik. Kista folikular memiliki gambaran

lesi yang mirip dengan ameloblastoma unikistik. (3)

Ameloblastoma unikistik digambarkan suatu rongga kistik tunggal yang


memperlihatkan suatu transformasi sel ameloblastik pada lapisan dinding kista.
Pada kista unilokular, ditemukan lapisan yang rata serta adanya sel ameloblastik
pada lapisan basal di beberapa area dan tidak terdapat infiltrasi sel neoplasma
pada dinding penyokong kista. Ada juga kemungkinan terdapat proliferasi

intraluminal tanpa infiltrasi dari sel neoplasma pada dinding kista. Akan tetapi
pada beberapa kasus, terdapat ameloblastoma pleksiform atau folikular yang
menginfiltrasi dinding kista. (3)

Secara histopatologis, pada ameloblastoma unikistik terlihat ruang kistik yang


besar atau ruang yang dibatasi lapisan epitel tipis dengan sel-sel basal yang
berjejer. Juga terdapat invaginasi epitel ke jaringan ikat penyokong dan kadang-

kadang terlihat pulau-pulau mural yang berisi sael ameloblastoma. Selain itu,
terjadi perubahan karakteristik spongiosa pada lapisan epitel dan kadang-kadang
hialinisasi epitel. Beberapa lesi menunjukkan adanya komponen intraluminal,

biasanya pada tipe pleksiform. (3)


13
BAB III

KESIMPULAN

Kista folikuler biasa juga disebut sebagai kista dentigerous karena berasal dari
organ email atau folikel gigi. Kista folikuler mengelilingi mahkota gigi yang
belum erupsi dan melekat pada gigi sepanjang servikal, keadaan ini yang
membedakan antara kista folikuler dengan kista primordial. Kista folikuler
biasanya terbentuk pada gigi yang impaksi dan gigi supernumerari permanen,
kemungkinan terjadi pada gigi susu sangat kecil dan biasanya terjadi pada gigi
yang sedang erupsi sehingga disebut juga kista erupsi.

Gambaran klinis dari kista ini adalah biasanya banyak terjadi pada usia
dewasa yakni usia 30 tahun pada laki-laki, dan 10-20 tahun pada perempuan,
banyak melibatkan premolar, molar tiga mandibular, serta pada kaninus,
premolar, molar tiga maksila, dapat terjadi pembekakan secara perlahan-lahan dan
nyeri bisa terjadi jika terdapat adanya infeksi. Terapi pada kista folikuler adalah

dengan enukleasi terhadap keseluruhan kista. Salah satu diagnosis banding dari
kista folikular adalah ameloblastoma pada gigi impaksi yaitu ameloblastoma
unikistik.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Gupta, Mudit, et al. Dentigerous cyst: a common lesion in an uncommon site.


British Medical Journal. Desember 2014, sumber: [Online].

2. Shetty, Raghavendra and Dixit, Uma. Dentigerous Cyst of Inflammatory


Origin. International Journal of Clinical Pediatric Dentistry. September 2010,
hal. 195-8.

3. Sudiono, Janti. Kista Odontogenik. Jakarta : EGC, 2011.

4. Meleti, Marco and Van der Waal, Isaac. Clinicopathological evaluation of 164
dental follicles and dentigerous cysts with emphasis on the presence of
odontogenic epithelium in the connective tissue. The hypothesis of “focal
ameloblastoma”. Medicina Oral Patologia Oral y Cirugia Bucal. Januari
2013, hal. 60-4.

5. Hertog, Doenja, et al. Histopathology of ameloblastoma of the jaws; some


critical observations based on a 40 years single institution experience.
Medicina Oral Patologia Oral y Cirugia Bucal. Januari 2012, hal. 76-82.

6. Mulyaningsih, Endang F. and Surarso, Bakti. Kista Multipel Rahang. Jurnal


THTKL. Agustus 2012, hal. 90-100.

7. Mohan, Karthik Rajaram, et al. An infected dentigerous cyst associated with


an impacted permanent maxillary canine, inverted mesiodens and impacted
supernumerary teeth. Journal of Pharmacy & BioAllied Sciences. Juli 2013,
hal. 135-8.

8. Aher, Vinit, et al. Dentigerous Cysts in Four Quadrants: A Rare and First
Reported Case. Journal of Surgical Technique & Case Report. Januari 2013,
hal. 21-6.

9. Devi, Parvathi, et al. Multiple Dentigerous Cysts: A Case Report and Review.
Journal of Maxillofacial and Oral Surgery. Maret 2015, hal. 47-51.

15
10. Hedge, R. J., Khare, S. S. and Devrukhar, V. N. Dentigerous Cyst in a young
child: Clinical Insight and A Case report. Journal of Indian Society of
Pedodontics and Preventive Dentistry. September 2013, hal. 209-11.

11. Zerrin, Erzurumlu, Husniye, Demirturk Kocasarac and Peruze, Celenk.


Dentigerous cysts of the jaws: Clinical and radiological findings of 18 cases.
Journal of Oral and Maxillofacial Radiology. November 2014, hal. 77-81.

12. Agrawal, Mamta, et al. Multiple teeth in a single dentigerous cyst follicle: A
perplexity. Annals of Maxillofacial Surgery. Juli 2011, hal. 187-9.

13. Pinto, Anthoniene S. B. and Costa, Andre L. F. Value of Magnetic Resonance


Imaging for Diagnosis of Dentigerous Cyst. Case Reports in Dentistry. 2016,
sumber: [Online].

14. Satheesan, Evie, Tamgadge, Sandhaya and Bhalerao, Sudir. Histopathological


and Radiographic Analysis of Dental Follicle of Impacted Teeth Using
Modified Gallego’s Stain. Journal of Clinical & Diagnostic Reasearch. Mei
2016, hal. 106-11.

15. Shear, Mervyn. Kista Rongga Mulut. Jakarta : EGC, 2012.

16

Anda mungkin juga menyukai