Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang banyak di derita di masyarkat. Di


amerika lebih dari 60 juta penduduknya mengalami hipertensi, termasuk lebih dari
separuh (54,3%) dari seluruh masyarakat Amerika berusia 65 – 75 tahun dan hampir
tiga perempat (72,8) dari seluruh orang Afrika dalam kelompok usia yang sama
(Lovastin, 2005). Di singapura pada tahun 2004 penderita hipertensi mencapai 24,9%.
Negara berkembang ternyata insiden hipertensi lebih tinggi. Di indonesia hasil
kesehatan rumah tangga tahun 1995menunjukan angka hipertensi adalah 8,3%.
Hipertensi merupakan penyebab gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Pada
penderita hipertensi sering tidak menampakan gejala (pembunuh diam-diam) .
penyebab hipertensi yaitu gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang
berlebihan dan rangsangan kopi serta rangsangan obat-obatan yang merangsang dapat
berperan disini, tetapi penyakit ini sangat di pengaruhi oleh faktor keturunan.
(Smetzler & bare, 2001)

Berbagai faktor dari gaya hidup berpengaruh terhadap hipertensi. Menurut


lovastin (2005) ternyata gaya hidup memperhatikan tekanan darah adalah mengurangi
berat badan, mengurangi alkohol, olahraga teratur, berhenti merokok dan kurangi
konsumsi garam.

Jumlah darah berlebih pada aliran darah menyebabkan tubuh menarik lebih
banyak air dalam darah. Hal ini menyebabkan tekanan pada dinding pembuuh darah
menjadi naik. Akibatnya jantung bekerja lebih keras.

Dengan banyaknya kasus hipertensi di indonesia yang belum tertangani dengan


baik merupakan tanda bahwa masyarakat kurang memperhatikan tentang penyakit
hipertensi serta kurangnya motivasi dalam mengontrol hipertensyang di deritanya.
Oleh karena itu mengambil kasus Hipertensi dalam tinjauan pustaka ini.

BAB II
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama ​ :​ Ny. N
Usia ​ :​ 57 Tahun
Jenis Kelamin :​ Perempuan
Alamat ​ :​ Luk RT 02 RW 07
Pekerjaan ​ :​ IRT
Status ​ :​ Menikah
BB ​ :​ 69 kg
No. CM ​ :​ 000403

2. ANAMNESA
▪ Keluhan Utama:
Pusing sejak 3 hari sebelum datang ke Puskesmas.

▪ Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke Puskesmas Bakti jaya dengan keluhan pusing sejak 3 hari
yang lalu. Pusing dirasakan pasien hampir seluruh kepala dan hilang timbul. Pasien
mengaku rasa pusing disertai dengan sakit kepala pada bagian depan terasa ditusuk-
tusuk dan terasa mual namun tidak muntah. Pasien juga mengaku pegal pada
punggung dan leher sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan deman disangkal, pasien
juga mengaku tidak ada gangguan penglihatan. Keluhan sesak napas, nyeri dada, dan
mudah lelah disangkal oleh pasien. BAK tidak ada keluhan, pasien mengaku BAK
berwarna kuning sehari BAK 3-4x/hari dan tidak nyeri. Pasien mengaku sejak 1
minggu terakhir tidak minum obat hipertensi.

▪ Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu.​
2

▪ Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku ayah pasien memiliki riwayat hipertensi dan asam urat.

▪ Riwayat Pengobatan
- Awal tahun 2016 pasien mengkonsumsi captopril 12,5 mg, akhir tahun 2016
pasien mengkonsumsi 25 mg, sejak 6 bulan terakhir pasien mengkonsumsi
amlodipin 5 mg.
- Tidak ada obat-obatan lain yang dikonsumsi pasien.

▪ Riwayat Psikososial
Pasien seorang ibu rumah tangga, sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan
rumah tangga. Pasien mengaku jarang berolahraga dan BB naik. Pasien sering
mengkonsumsi kopi setiap pagi, goreng-gorengan, dan makanan pedas dan asam.
Mengkonsumsi daging atau makanan tinggi garam mulai dikurangi sejak 1 tahun.

▪ Riwayat alergi
Tidak riwayat alergi terhadap makanan, cuaca dan obat-obatan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. ​ tatus present
S
Keadaan umum ​: Sakit ringan
Kesadaran/GCS ​: Compos mentis/ E4V5M6
b. ​Pemeriksaan tanda vital
TD ​ ​ ​: 160/100 mmhg.
Nadi ​ :​ 76 x/menit
RR ​ ​ :​ 18x/menit
Suhu ​ :​ 36,7°/ Afebris

c. ​Status generalis
• ​Kepala-leher
Kepala :​ Bentuk bulat, simetris
Mata :​ Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik(-)
Telinga :​ Sekret (-), darah (-), nyeri (-),
Hidung :​ Sekret (-), darah (-), kelainan bentuk (-)
Mulut :​ Peradangan faring, tonsil (-)
Leher :​ Pembesaran KGB (-)

• ​Thorax
Pulmo :
I: Simetris (+/+), retraksi (-/-)
P: Vokal premitus (+/+) di seluruh lapang paru, gerakan dinding dada simetris
P: Sonor (+/+) di seluruh lapang paru, batas paru-hepar ICS 6
A: Vesikuler (+/+) di seluruh lapang paru, Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

• ​Abdomen
I: Simetris (+), distensi (-), tidak terdapat tanda-tanda perembesan plasma,
terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus).
A: Bising usus (+) normal
P: Nyeri tekan (+),
P: Asites (-)
• ​Ekstremitas
a. ​Superior
Akral hangat, edema (-), sianosis (-), clubbing finger (-)
b. ​Inferior
Akral hangat, edema (-), sianosis (-), clubbing finger (-)

IIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN ANJURAN
• Pemeriksaan kolesterol total serum
• Pemeriksaan Kolesterol HDL dan LDL serum
• Pemeriksaan Asam urat serum
• pemeriksaan gula darah (sebaiknya puasa)

VI. RESUME
​Pasien datang ke Puskesmas Bakti jaya dengan keluhan pusing sejak 3 hari yang
lalu. Pusing dirasakan pasien hampir seluruh kepala dan hilang timbul. Pasien mengaku
rasa pusing disertai dengan sakit kepala pada bagian depan terasa ditusuk-tusuk dan
terasa mual. Pasien juga mengaku pegal pada punggung dan leher sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien mengaku sejak 1 minggu terakhir tidak minum obat hipertensi. TD 160/100
mmHg. Nyeri tekan abdomen (+).

VII. WD
• Hipertensi grade II
• Dispepsia

VIII. PENATALAKSANAAN
▪ UMUM
• Kurangi makan-makanan yang asin atau mengandung garam terlalu tinggi,
kurangi makan makanan yang berlemak, kurangi makan makanan seperti
jeroan, kurangi makan mie instan.
• Kurangi minum kopi
• Kurangi makanan pedas dan asam
• Olahraga
• Turunkan BB.

▪ MEDIKAMENTOSA
• Amlodipin 1x5 mg
• Paracetamol 3 x 500 mg
• Ranitidin 3x 1
• Vit B complex 3x 1
IX. PROGNOSIS
• Quo Ad vitam ​ ​ Bonam

• Quo Ad funcionam ​→ Bonam
• Quo Ad sanationam ​→ Dubia ad bonam


6

BAB III
PEMBAHASAN
1. Definisi
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial.
Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakannya dengan
hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh
Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evalution, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC 7) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik 140
mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Yogiantoro, 2007)
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 90
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Klasifikasi Tekanan Darah (menurut WHO)
Sistolik Diastolik
Normal 140 90
Borderline 140 – 159 90 – 94
Hipertensi definitive 160 95
Hipertensi ringan 160 - 179 95 – 140
​(Tagor, 2004)

2. Etiologi dan Epidemiologi


Hipertensi primer atau disebut juga hipertensi esensial merupakan 95 % dari kasus-kasus
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut
hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit
ginjal, kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB, dsb. (Graber, 2006)
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari Negara-negara yang
sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)
menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa sekitar 29-
31 % yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika Serikat. (Yogiantoro,
2007)
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%. Data
secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia
tidak terdeteksi. Berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya
25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately
treated cases). (Depkes RI, 2007)
3. Patogenesis
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting
dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. (Astawan, 2007)
4. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang pernah dikemukan yang relevan dengan mekanisme timbulnya
peningkatan tekanan darah antara lain :
- Genetik : Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di Negara barat lebih banyak
menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat morbiditas atau mortalitasnya. Beberapa
peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen angitensinogen tetapi mekanismenya
mungkin bersifat poligenik.
- Janin : Factor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah tampaknya
merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari, karena sedikitnya jumlah nefron
dan lebih rendahnya kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir
rendah.
- Natrium : asupan garam berlebih menyebabkan retensi natrium di ginjal sehingga
volume cairan meningkat.
- System renin-angiotensin : Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan
aldosteron (yang memacu natrium dan terjadinya retensi sebagai akibat). Beberapa
studi menunjukan sebagian pasien hipertensi primr mempunyai kadar renin
meningkat.
- Hiperaktivitas simpatis : dapat terlihat pada hipertensi umur muda. Katekolamin akan
memacu produksi rennin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan
meningkatkan curah jantung.
- Hiperinsulinemia : insulin merupakan zat penekan, karena meningkatkan kadar
katekolamin dan reabsorpsi natrium.
- Disfungsi endotel : Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi
terhadap nitrit oksida, dan endotel mengandung vasodilator seperti endotelin-I,
meskipun kaitannya dengan hipertensi tidak jelas. (Gray, dkk. 2005)
Pasien dengan prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi
hipertensi, mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam
sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali resiko menjadi hipertensi dan mengalami
penyakit kardiovaskuler dari pada yang tekanan darahnya rendah. (Yogiantoro, 2007)
5. Gejala Klinis
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi primer.
Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul berbeda-beda. Kadang-kadang
hipertensi primer berjalan tanpa gejala dan baru timbul setelah terjadinya komplikasi pada
organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing dan migren dapat ditemukan sebagai gejala
klinis hipertensi primer meskipun tidak jarang dengan tanpa gejala. Jika hipertensinya berat
atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepala, kelelahan, mual-
muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal. (Susalit, 2001)
6. Kriteria Diagnosa
Evaluasi pasien hipertensi bertujuan untuk :
1). Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor resikokardiovaskular lainnya atau
menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan
pengobatan.
2). Mencari penyebab kenaikan tekanan darah
3). Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular. Evaluasi
pasien hipertenasi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis meliputi :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, ISK, hematuri, pemakaian obat-obatan analgetik dan
obat lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. Episode lemah ototdan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor resiko
a. Riwayat hipertensi dan kardiovaskuler pada pasien atau keluarganya
b. Riwayat hiperlipidemia
c. Riwayat diabetes mellitus
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan
g. intensitas olah raga
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, deficit sensorik dan
motorik
b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin,
5. Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi dan lingkungan
Pada 70-80 % kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga
meskipun belum dapat memastikan diagnosis. Jika didapatkan riwayat hipertensi pada kedua
orang tua dugaan terhadap hipertensi primer kuat.
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisis selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya penyakit
penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder. Pengkuran
tekanan darah meliputi :
- Pengukuran rutin di kamar diperiksa : dilakukan pada posisi duduk setelah pasien
istirahat selama 5 menit, kaki di lanati dan lengan pada posisi setinggi jantung.
Ukuran peletakkan manset (panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang
dewasa). Balon dipompa sampai diatas tekanan sistolik kemudian tekanan darah
diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung. Tekanan
sistolik dicatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I) sedangkan
tekanan diastolic dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V).
- Pengukuran sendiri oleh pasien di rumah : bertujuan untuk menyingkirkan white-coat
hypertension (pengukuran yang tinggi di kamar periksa) dan mengetahui respon
terhadap pengobatan
- Pengukuran 24 jam dengan alat ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) : alat
ini dapat deprogram untuk mengukur tekanan darah tiap 15-30 menit selama 24 jam
pada saat pasien beraktivitas normal sehari-hari. Alat ini berguna terutama pada
pasien yang dicurigai mengidap white-coat, juga bermanfaat pada pasien yang
resisten terhadap obt antihipertensi, pasien yang mendapat obat antihipertensi dengan
gejala hipotensi, hipertensi episodic, dan disfungsi autonom.
​Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari :
- Glukosa darah (untuk menyingkirkan diabetes mellitus)
- Kolesterol total serum, LDL dan HDL serum (untuk memperkirakan resiko penyakit
kardiovaskular di masa depan)
- Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin (dapat menunjukan
penyakit ginjal sebagai penyebab atau disebabkan hipertensi.
- EKG (untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri). (Gray, 2005)
Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukkan adanya kerusakan organ
target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada
kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. JNC VII menyatakan bahwa tes
yang lebih mendalam untuk mencari penyebab hipertensi tidak dianjurkan kecuali dengan
terapi memadai tekanan darah tidak tercapai. (Yugiantoro, 2007).
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
• Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu yang beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg.
• Penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular
• Menghambat laju penyakit proteinuria.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non
farmakologis terdiri dari menghentikan merokok, menurunkan berat badan berlebih,
menurunkan konsumsi alcohol, latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan
konsumsi bauh dan sayur serta menurunkan asupan lemak. (Yugiantoro, 2007)
Pada laporannya yang ketujuh, JNC menganjurkan modifikasi gaya hidup dalam mencegah
dan menangani tekanan darah tinggi, selain terapi obat.
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan
penurunan TDS *
Penurunan berat badan Menjaga berat badan Normal 5-20 mmHg/10 kg
(IMT 18,5-24,9 kg/m2)
Diet kombinasi DASH Konsumsi diet kombinasi yang 8-14 mmHg
kaya akan buah, sayur dan
produk makanan dengan kadar
total lemak terutama kadar lemak
tersaturasi rendah
Reduksi asupan garam Asupan garam tidak melebihi 2-8 mmHg
100 mmol/hari (2,4 g Natrium
atau 6 g NaCl)
Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobik yang 4-9 mmHg
teratur seperti berjalan
(setidaknya 30 menit/hari,
setidaknya 4-5 hari seminggu)
Konsumsi alcohol Membatasi konsumsi, tidak 2-4 mmHg
melebihi 2 gelas/hari pada pria
dan tidak melebihi 1 gelas/hari
pada wanita dan individu dengan
berat ringan.
*efek pelaksanaan modifikasi gaya hidup tergantung dari dosis dan waktu serta dapat
menyebabkan efek yang lebih besar pada bebrapa individu. (Ridjab, 2007)
Terapi farmakologis untuk sebagian besar hipertensi dimulai secara bertahap, dan target
tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjukan untuk
menggunakan oabt antihipertensi dengan masa kerja panjang
Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 :
Klasifikasi TDS TDD Pola Terapi awal obat
TD perbaik
an
Hidup
Tanpa indikasi Dengan indikasi
memaksa memaksa
Normal < 120 < 80 dianjurk
an
Prehipertensi 120-139 80-89 ya Tidak indikasi Obat-obatan untuk
obat indikasi memaksa
Hipertensi 140-159 90-99 ya Duretika jenis Obat-obatan untuk
derajat I Thiazide untuk indikasi memaksa
sebagian besar Obat antihipertensi
kasus dapat lain (diuretic, ACEI,
dipertimbangkan ARB, BB, CCB)
ACEI, ARB, BB, sesuai kebutuhan
CCB atau
kombinasi
Hipertensi ≥ 160 ≥ 100 ya Kombinasi 2
derajat II obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
diuretika jenis
thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau
CCB)
(Yugiantoro, 2007)
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
- Diuretika dan ACEI atau ARB
- CCB dan BB
- CCB dan ACEI atau ARB
- CCB dan diuretika
- AB dan BB
Obat-obatan dengan indikasi memaksa :
1. Gagal jantung : Thiazid, BB, ACEI, ARB
2. Pasca Infark Miokard : BB, ACEI
3. Diabetes : Thiazid, BB, ACEI, ARB, CCB
4. Penyakit ginjal kronis : ACEI, ARB
5. Pencegahan stroke berulang : Thiazid, ACEI
6. Resiko penyakit pembuluh darah koroner : Thiazid, BB, ACEI, CCB
(Yogiantoro, 2007)
▪ Diuretik
Mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler dan plasma
sehingga terjadi penurunan curah jantung. Tiazid menghambat reabsorbsi natrium di segmen
kortikal ascending limb, loop Henle dan pada bagian awal tubulus distal.
Hidroklorotiazid merupakan jenis yang sering dipakai pada pengoabtan hipertensi. Pada
pemberian oral obat ini mulai bekerja 1 jam dan mempunyai jangka waktu kerja selama 8-12
jam. Dosis yang dipakai adalah 25-50 mg, 1-2 kali tiap hari. Jarang digunakan dosis tinggi
karena tidak menghasilkan efek yang lebih baik. Efek samping yang sering dijumpai adalah
hipokalemia, hiperurisemia, gangguan kelemahan seperti otot, muntah dan pusing. (Sulasit,
2001)

▪ Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)


Obat golongan ini yang sering diberikan adalah kaptopril. Pada hipertensi ringan dan sedang
diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-50 mg tiap hari. Efek
samping yang timbul adalah kemerahan di kulit, gangguan rasa pengecapan, batuk kering
yang iritatif. (Susalit, 2001)

▪ Beta Blocker (BB)


Beta blocker diberikan sebagai obat pertama hipertensi ringan sampai sedang dengan PJK
(terutama setelah infark miokard akut). Lebih efektif diberikan pada penderita lebih muda.
Mekanisme obat ini melalui penurunan curah jantung dan penekanan sekresi renin. Secara
umum efek samping β-blocker berupa bronkospasme, memperburuk gangguan pembuluh
darah perifer, rasa lelah, insomnia. Oleh karena itu β-blocker tidak boleh diberikan pada
pasien asma, PPOM, gagal jantung dan digunakan hati-hati pada penderita DM karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia. (Setiawati, 2005)

▪ Alfa Blocker (AB)


Mekanisme kerja menghambat reseptor α 1 di pembuluh darah terhadap vasokonstriksi NE
dan E sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol menurunkan resistensi
perifer sehingga terjadi penurunan TD.
Alfa-Blocker merupakan satu-satunya golongan AH yang memberikan efek positif terhadap
lipid darah (menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL).
Juga menurunkan resistensi insulin, memebrikan sedikit efek bronkodilatasi, merelaksasi otot
polos prostat dan leher kandung kemih. Oleh karena itu adianjurkan pada penderita hipertensi
dengan DM, obesitas, dislipidemia, perokok, BPH.
Efek samping utama adalah hipotensi ortostatik pada pemberian dosis awal yang besar
berupa pusing atau kepala terasa ringan. Oleh karena itu dosis awal harus diberikan kecil
apabila ditingkatkan harus perlahan-lahan. Dalam hal ini, doxazosin mempunyai keuntungan
karena obat ini mempunyai mula kerja lambat (efek maksimal dicapai 6-8 jam setelah dosis)
sehingga penurunan TD terjadi perlahan-lahan. Dosis doxazosin 1-2 mg/hari. (Setiawati,
2005)

▪ Calsium Chanel Blocker (CCB) atau Antagonis Kalsium


Golongan obat ini seperti nifedipin menurunkan curah jantung dngan menghambat
kontraktilitas yang akan menurunkan tekanan darah. Dosis yang diberikan biasanya 15-30
mg/hari diberikan 3 kali. Efek samping berupa muka merah, edema pada ekstermitas bawah.
(Setiawati, 2005)

▪ Angiotensin II Receptor Blockers (ARB)


Obat yang banyak dipakai diklinik adalah obat yang memblok reseptor AT I. sebagai contoh
adalah losartan. Obat ini menimbulkan efek hemodinamik seperti penghambat ACE tetapi
tidak menimbulkan efek samping batuk karena tidak meningkatkan kadar bradikinin. Obat
lain yang termasuk golongan ini adalah valsartan dan irbesartan. (Setiawati,
2005) ​ ​

8. Komplikasi
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika TDS ≥ 130 mmHg atau
pada kenaikan tekanan darah yang terjadi mendadak dan tinggi.
Hipertensi akan menimbulkan komplikasi atau kerusakan organ target yaitu pada mata,
jantung, pembuluh darah otak, dan ginjal. Ada 2 jenis komplikasi hipertensi :
1. Komplikasi hipertensif yaitu komplikasi langsung yang disebabkan oleh hipertensi itu
sendiri, misalnya perdarahan otak, ensefalopati hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri,
gagal jantung kongestif, gagal ginjal, retinopati hipertensi
2. Komplikasi aterosklerotik yaitu komplikasi akibat proses atelosklerosis, yang tidak
hanya disebabkan oleh hipertensi itu sendiri tapi oleh factor lain misalnya peningkatan
kolesterol, merokok, DM, dll. Komplikasi ini berupa PJK, infark mikard, thrombosis
serebral. (Setiawati, 2005).

9. Prognosis
Kematian akibat hipertensi yang tidak diobati terutama berupa (1) stroke pada penderita
dengan hipertensi berat dan resisten, (2) gagal ginjal pada retinopati lanjut dn kerusakan
ginjal, (3) penyakit jantung (gagal jantung dan PJK) pada sebagian penderita hipertensi
sedang. Penyakit jantung merupakan penyebab kematian utama. Kematian akibat infark
miokard 2-3 kali lipat kematian akibat stroke. (Setiawati, 2005)
​ ​

​ ​



6

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. (2007). Pencegahan Hipertensi. Available from www. depkes.go.id


Graber, M. (2006). Buku Saku Dokter Keluarga Universitas IOWA. Edisi 3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Gray, H, dkk. (2005). Lecture Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Ridjab, DA. (2007). Modifikasi Gaya hidup dan Tekanan Darah. The Journal of The
Indonesian Medical Association.
Setiawati, A. (2005). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Susalit, Kapojos, Lubis. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi III. Jakarta :
Departement Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tagor, GM. (2004). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Yogiantoro, M. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Robbins. Buku Ajar Patologi, Edisi 7. Volume 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010.

Gunawan L. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius; 2001.

WHO. World health day 2013: calls for Intensiified efforts to prevent and control
hypertension. 2013.[cited 19 Februari 2016] available from: http://www.who.int/
workforcealiance/media/news/2013/who2013story/en/

Adger, W.N., Kelly, P.M.and Ninh, N.H., editors: Living with environmental change: social
vulnerability, adaptation and resilience in Vietnam. London: Routledge. 2001.

Alimul Aziz, H. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
2008.

Anda mungkin juga menyukai