Anda di halaman 1dari 28

PORTOFOLIO 2

PEREMPUAN 67 TAHUN DENGAN HIPERTENSI EMERGENCY

DISUSUN OLEH:
dr. Ceysa

PENDAMPING:
dr. Susana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSU ADVENT BANDAR LAMPUNG
ANGKATAN I PERIODE 2023
HALAMAN PENGESAHAN
Portofolio ini disusun untuk memenuhi persyaratan Program Dokter Internsip
Indonesia di RSU Advent Bandar Lampung Angkatan I Periode 2023. Portofolio dengan
judul:
PEREMPUAN 67 TAHUN DENGAN HIPERTENSI EMERGENCY

Hari, tanggal:

Oleh:
dr. Ceysa

Mengetahui dan menyetujui,


Pendamping Portofolio

dr. Susana

BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 23 februari 1956
Usia : 67 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Pasar sukarame,Talang padang
Tanggal masuk : 23 April 2023
Tanggal pemeriksaan : 23 April 2023
Nomor rekam medis : 974***

B. KELUHAN UTAMA
Nyeri kepala sejak 3 hari SMRS

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD dengan keluhan Nyeri kepala sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit, sakit dirasakan diseluruh bagian kepala, sakit dirasakan kadang

seperti ditusuk-tusuk dan kadang berdenyut terus-menerus sejak 1 hari ini, nyeri

juga dirasakan dibagian tengkuk. Sakit kepala tidak berkurang dengan tidur,

tengkuk terasa berat dan pasien juga mengeluhkan badan gemetar, lemas dan mual

(+). Demam disangkal muntah disangkal. Penglihatan kabur disangkal, kelemahan

anggota gerak disangkal, nyeri dada disangkal, sesak nafas disangkal. Sebelumnya

pasien berobat ke klinik dokter dan didiagnosis hipertensi namun pasien tidak

kontrol dan minum obat secara teratur, BAB dan BAK dalam batas normal.

Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi 10 tahun yang lalu namun tidak
meminum obat hipertensi secara rutin. Hanya meminum obat jika terdapat
keluhan seperti nyeri kepala
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat darah tinggi : hipertensi sejak 10 tahun lalu
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat paru : disangkal

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat darah tinggi : Ayah pasien memiliki hipertensi
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat paru : disangkal

F. RIWAYAT KEBIASAAN, SOSIAL, EKONOMI


Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak merokok, tidak minum
minuman beralkohol, dan jarang berolahraga. Pasien berobat menggunakan BPJS.

G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
2. Antropometri
TB : 156 cm
BB : 60 kg
IMT : 24 kg/m2
3. Tanda vital
Tekanan Darah: 190/100 mmHg
Respirasi : 20x/menit
HR : 80x/menit
Suhu : 36,4 ° C
SPO2 : 98 %

Pada pemeriksaan status generalis ditemukan :


 Kepala : Normoochepal, simetris.
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
 Hidung : Nafascuping hidung(-), darah(-), secret (-)
 Telinga : Darah (-), sekret (-).
 Mulut : lidah kotor(-), sianosis(-), faring tenang
 Leher : Trakea di tengah. Pembesaran KGB (-)
 Thorax : Simetris, jejas(-).
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal
Auskultasi :Bunyi jantung I-IIreguler,murmur(-), gallop(-).
 Paru
Inspeksi : Pada saat statis maupun dinamis, gerakan dada

simetris, retraksi intercostal(-).

Palpasi : Nyeri(-), tumor(-).

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki(-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU(+) normal
Perkusi: Timpani
Palpasi : Lunak, nyeri tekan (-), hepar/lien tidakteraba
 Ekstremitas
Sianosis: (-/-)
Oedem : (-/-)
Akral : Hangat, CRT <2 detik
H. DIAGNOSIS
Hipertensi Emergency

I. TATALAKSANA
IGD:
 Inj. Ketorolac 1 amp
 Amlodipine 5mg
RAWAT JALAN :
 Antasida syr 3x1c
 Amlodipine 1x5mg
 Ericaf 1x1
 Omeprazole 2x20mg

J. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Krisis hipertensi(Hipertensi emergency) merupakan suatu keadaan klinis yang

ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya

atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada

pasien hipertensi yang tidak atau lalai mengkonsumsi obat antihipertensi

Pada umumnya krisis hipertensi ditemukan dipoliklinik gawat darurat rumah

sakit. Prevalensi rata-rata 1-5% penduduk dewasa tergantung dari kesadaran pasien

akan adanya hipertensi dan derajat kepatuhan makan obat. Sering pasien tidak

menyadari dirinya adalah pasien hipertensi atau tak teratur/ berhenti mengkonsumsi

obat ( Jose, 2014 ).

Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg

atau diastolic > 120 mmHg secara mendadak diserai kerusakan organ target yang

bersifat progresif. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin (dalam

menit sampai jam) agar dapat mencegah atau membatasi kerusakan organ target yang

ditandai dengan memberikan obat-obatan antihipertensi intravena ( Herlianita, 2010).

krisis hipertensi merupakan kerusakan organ target terganggu dengan gejala

nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung , mata kabur dan edema pupil

mata, sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak,

gangguan ginjal akut , nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
1.2 Definisi Dan Klasifikasi

Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah (TD) sistolik

diatas atau sama dengan 140 mmHg atau dengan tekanan darah diastolic diatas

atau sama dengan 90 mmHg.

Tabel 4.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VIII

Blood Pressure Level, mmHg


Category
Systolic Diastolic
Normal <120 & <80
Prehypertension 120-139 Or 80-89
Hypertension
Stage 1 140-159 Or 90-99
Stage 2 >160 Or >100
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi (tekanan sistolik diatas 180 mmHg atau tekanan diastolic

diatas 120 mmHg dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadinya organ

target.

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan

perioritas pengobatan, sebagai berikut :

1. Hipertensi emergensi (Darurat) ditandai dengan tekanan sistolik diatas 180 mmHg

atau tekanan diastolic diatas 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ

sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut, keterlambatan

pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus

diturunkan sampai batas tertentu dalam hitungan menit sampai jam.


2. Hipertensi Urgensi (Mendesak), ditandai dengan tekanan sistolik diatas 180

mmHg atau tekanan diastolic diatas 120 mmHg, dan tanpa disertai kerusakan/

komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam hitungan jam

sampai hari.

Dikenal dalam beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

1. Hipertensi Refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110

mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif ( Triple drug).

2. Hipertensi Akselerasi : Tekanan darah diastolic >120 mmHg disertai dengan

kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berkelanjut kefase

maligna

3. Hipertensi Maligna : Penderita hipertensi akselerasi dengan tekann darah

diastolic >120-130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai

papilledema, peninggian tekanan intracranial kerusakan yang cepat dari

vascular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat

pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat

hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang

sebelumnya mempunyai tekanna darah normal.

4. Hipertensi Ensefalopati : kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba diseratai

dengan keluhan sakit kepala yang sangat hebat,perubahan kesadaran dan

keadaan ini dapat menjadi reversible bila tekanan darah diturunkan


Tekanan diastolic > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi
akut
○ Perdarahan intra kranial, trombotik CVA atau perdarahan subarachnoid
○ Hipertensi ensefalopati
○ Aorta diseksi akut
○ Oedema paru akut
○ Eklamsi
○ Feokromositoma
○ Funduskopi KW III atau KW IV
○ Insufisiensi ginjal akut
○ Infark miokard akut, angina unstable
○ Sindroma kelebihan katekolamin yang lain
⮚ Syndrome withdrawal obat anti hipetensi
⮚ Cedera kepala
⮚ Luka bakar
⮚ Interaksi obat

Hipertensi Urgensi (Mendesak)

Hipertensi berat dengan tekanan darah diastolic >120 mmHg, tetapi dengan

minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran.

○ KW I atau II pada funduskopi

○ Hipertensi post operasi

○ Hipertensi tak terkontrol/ tanpa diobati pada perioperatif

Tingginya tekanan darah yang dapat menyebabkan kerusakan organ

sasaran tidak hanya dari tingkatan tekanan darah actual, tapi juga dari tingginya

tekanan darah sebelumnya, cepatnya kenaikan tekanan darah, bangsa, seks, dan

usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan tekanan darah

yang lebih tinggi dibandingdengan normotensi, sebagai contoh pada penderita


hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati. Gangguan ginjal dan

kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila tekanan darah diastolic > 140

mmHg. Sebaiknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi

baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati

demikian juga eklamsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun tekanan

darah 160/110 mmHg.

1.3 Epidemiologi

Tekanan darah meningkat seiring meningkatnya usia. Tekanan darah

sistolik meningkat selama hidup, tetapi tekanan darah diastolic meningkat pada

decade kelima. Insidensi maupun prevalensi. Hipertensi meningkat seiiring usia

dan hipertensi sistolik terisolasi menjadi subtype yang tersering pada usia tua.

Pada dewasa usia menengah dengan tekenan darah normal yang hidup mencapai

usia 85 tahun, sisa usianya untuk menderita hipertensi adalah 90 %

Sebagai tambahan, factor irreversible lainnya yang berhubungan

dengan peningkatan risiko hipertensi termasuk ras- Afrika-America, atau riwayat

keluarga dengan hipertensi. Factor reversible termasuk mengalami tekanan darah

pada range prehipertensi, overweight, pola hidup yang tidak sehat, konsumsi

makanan tinggi natrium rendah kalium, intake alcohol yang banyak atau memiliki

sindrom metabolic

Dengan mengoreksi factor reversible dapat menurunkan tekanan

darah dan mencegah berkembangnya hipertensi. Pada dewasa muda dan awal

dewasa menengah, hipertensi lebih sering terdapat pada pria dari pada wanita.

Pada dewasa diatas usia 55 tahun, terjadi kebalikannya. Hipertensi lebih sering
terjadi pada ras Afrika Amerika dari pada ras kulit putih pada segala usia dan

diantara kedua ras tersebut tidak ada perbedaan status ekonomi.

Hipertensi merupakan factor risiko mayor untuk angka kesakitan dan

kematian akibat penyakit kardiovaskular (seperti infark miokard, congestive heart

failure, aterosklerosis progresif), chronic kidney disease, dan demensi dan

merupakan satu-satunya factor risiko utama untuk stroke.

1.4 Faktor Risiko

Faktor risiko yang mendukung timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah

a. Factor risiko seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok

dan genetic

b. System saraf simpatis

c. Tonus simpatis

d. Variasi diurnal

e. Keseimbangan antara modulator vasolidasi dan vasokontriksi. Endotel

pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos

dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.

f. Pengaruh system otokrin setempat yang berperan pada system renin,

angiotensis dan aldosterone.


1.5 Patofisiologi

Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau

kontriksi dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk

mempertahankan aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap vascular

beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertesi terjadi

perubahan mekanisme autoregulasi pada vasculator beeds (terutama jantung, SSP,

dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan

terjadi efek local dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-

lain yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit

platelet, proliferasi miontimal, dan efek sistemik akan mempengaruhi renin-

angiotensin, katekolamin, vasopressin, antinatriuretik kerusakan vascular sehingga

terjadi iskemia organ target. Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme

autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila

tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi,

mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan

arteri rata-rata.

Mean arterial pressure (MAP) = (2 x Diastole) + Sistole / 3

Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada

tekanan arteri rata-rata (110-180 mmHg).

Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang

mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi edema dan

ensefalopati, demikian juga hanya dengan jantung, ginjal dan mata.


1.6 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target

yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung

dan diseksi aorta: mata kabur dan edema papilla mata, sakit kepala hebat,

gangguan kesadaran dan lateralisasi. Pada gangguan otak : gagal ginjal akut pada

gangguan ginjal ; disamping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan

darah umumnya.

Gambaran klinik hipertensi darurat tekanan darah >220/140 mmHg

1. Funduskopi : perdarahan eksudat, edema papilla

2. Status neurologi : Sakit kepala, kacau, gangguan kesadaran, kejang

3. Jantung : denyut jelas, membesar, dekompensasi, oliguria

4. Ginjal : uremia, proteinuria

5. Gastrointestinal : mual, muntah

1.7 Diagnosis

Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakan sedini mungkin, karena hasil

terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu

hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita

sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

⮚ Anamnesis

Dilakukan sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal

yangpenting ditanyakan :

1. Riwayat hipertensi : lama dan beratnya


2. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya

3. Usia : sering pada usia 40-60 tahun

4. Gejala system syaraf (sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas).

5. Gejala system ginjal (gross hematuria, jumlah urine berkurang)

6. Gejala system kardiovaskular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru,

nyeri dada).

7. Riwayat penyakit : glomerulonephritis, pyelonephritis

8. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi

⮚ Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah (berbaring atau

berdiri) mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, gagal

jantung kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan

neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru, perlu dicari penyakit

penyerta lain seperti penyakit jantung coroner.

⮚ Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan du acara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. Darah : Rutin , BUN, Creatinin, Elektrolit

b. Urin : Urinalisa dan kultur urine

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi

d. Foto dada : Melihat adanya oedem paru

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil

pemeriksaan yang pertama)


a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography (kasus tertentu),

biopsy renal (kasus tertentu).

b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : spinal lab,

CT-Scan

c. Bila disangsikan feokromositoma : urin 24 jam untuk katekolamine,

metamefrin,venumandelic acid (VMA).

1.8 Penatalaksana

Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan

morbiditas kardiovaskular. Penurunan tekanan sistolik harus menjadi perhatian

utama, karena pada umumnya tekanan diastolic akan terkontrol bersamaan dengan

terkontrolnya tekanan sistolik.

Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dari perubahan gaya hidup

berupa diet rendah garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alcohol,

aktifitas fisik yang teratur, dan penurunan berat badan bagi pasien dengan berat

badan lebih. Selain dapat menurunkan tekanan darah, perubahan gaya hidup juga

terbukti meningkatkan efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko

kardiovaskular.

Untuk hipertensi stage I tanpa factor resiko dan tanpa kerusakan target

organ, perubahan pola hidup dapat dicoba sampai 12 bulan. Sedangkan bila

disertai kelainan penyerta seperti gagal jantung, pasca infark miokard, penyakit

jantung coroner, DM, dan riwayat stroke, maka terapi farmakologi harus dimulai

sejak dini dimulai dari hipertensi tingkat satu. Bahkan untuk pasien dengan

kelainan ginjal atau diabetes, pengobatan dimulai pada tahap prehipertensi.


Dasar-Dasar penanggulangan krisis hipertensi

Seperti keadaa klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis

hipertensi sebaiknya dirawat diruang perawatan intensif. Pengobatan krisis

hipertensi dapat dibagi :

A. Penurunan tekanan darah

Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat

mungkin tapi seaman mungkin. Tingkat tekanna darah yang akan dicapai tidak

boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk

menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan. Dalam pengobatan krisis

hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20-25% dalam

beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD

pada penderita aorta diseksi atau ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri

dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bias lebih rendah lagi dibandingkan

hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD

25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infrak cerebri akut ataupun pendarahan

intracranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6-12jam) dan harus dijaga

agar TD tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

B. Pengobatan target organ

Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki

fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan

khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada

krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus

termasuk pemberian diuretic, pemakaian obat-obatan yang menurunkan preload


dan afterload. Pada krisis hipertensi untuk ginjalnya, yang kadang-kadang

memerlukan hemodialysis

C. Pengelolaan Khusus

Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama yang

berhubungan dengan etiologinya, misalnya eclampsia gravidarum.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi

tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika

hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita

dirawat diruangan ICU dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena (IV).

1. Sodium Nitroprusside: merupakan vasodilator direk kuat baik arterial

maupun venous. Secara IV mempunyai onset of action yang cepat yaitu : 1

– 2 menit, dosis 1 – 6 ug/ kg/ menit.

Efek samping: mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila

dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 –

5 menit, duration of action 3 – 5 menit.

Dosis: 5 – 100 ug/ menit, secara infus IV.

Efek samping: sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazoxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara

IV bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit,

duration of action 4 – 12 jam. Dosis permulaan: 50 mg bolus, dapat diulang

dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek


samping: hipotensi dan syok, mual, muntah, distensi abdomen,

hiperurisemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action: oral 0,5

– 1 jam, IV :10 – 20 menit, duration of action: 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20

mg i.v, bolus: 10 – 40 mg i.m. Pemberiannya bersama dengan alpha

agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takikardi

dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular. Efek samping :

refleks takikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac output,

eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodilator golongan ACE inhibitor. Onset on

action 15 – 60 menit.

Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine (regitine) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.

Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekolamin.

Dosis 5 – 20 mg secara i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit,

duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate: termasuk ganglion blocking agent dan

menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit

secara infus i.v. Onset of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10

menit. Efek samping: obstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest,

glaukoma, hipotensi, mulut kering.

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 –

80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit; 2 mg/ menit secara infus i.v. Onset

of action 5 – 10 menit. Efek samping: hipotensi orthostatik, somnolen,


hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral

dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping

hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa: termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem

syaraf simpatis. Dosis: 250 – 500 mg secara infus i.v/ 6 jam. Onset of

action : 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping :

Coombs test ( + ), demam, gangguan gastrointestinal, withdrawal sindrome

dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan efeknya tidak konsisten,

obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v

pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc

dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai

maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping: rasa ngantuk,

sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara

tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-

obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral

adalah lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan

TD dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan

cara mengatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan

TD dapat naik kembali dalam beberapa menit. Demikian juga pemberian labetalol

ataupun Diazoxide secara bolus intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun

bertahap.Bila TD yang diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik
kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat

oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.

Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun

yang sebaiknya dihindari adalah sbb :

1. Hipertensi encephalopati

Anjuran: Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide. Hindarkan: B-antagonist,

Methyidopa, Clonidine.

2. Cerebral infark

Anjuran: Sodium nitropruside, Labetalol, Hindarkan: B-antagonist,

Methydopa, Clonidine.

3. Perdarahan intracerebral, perdarahan subarakhnoi

Anjuran: Sodiun nitroprusside, Labetalol Hindarkan: B-antagonist,

Methydopa, Clonodine.

4. Miokard iskemi, miokrad infark

Anjuran: Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan

loop diuretuk. Hindarkan: Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.

5. Oedem paru akut

Anjuran: Sodium nitroprusside dan loop diuretik. Hindarkan: Hydralacine,

Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.

6. Aorta disseksi

Anjuran: Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-

antagonist, labetalol. Hindarkan: Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil

7. Eklampsi
Anjuran: Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium

nitroprusside. Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist

8. Renal insufisiensi akut

Anjuran: Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist Hindarkan: B-

antagonist, Trimethaphan

9. KW III-IV

Anjuran: Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist. Hindarkan: B-

antagonist, Clonidine, Methyldopa.

10. Mikroaangiopati hemolitik anemia

Anjuran: Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist. Hindarkan: B-

antagonist.

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia,

Sodium nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi

emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan

harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat

menimbulkan hipotensi berat.

Nicardipine suatu calsium channal antagonist merupakan obat baru yang

diperlukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam

jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.

Obat oral untuk hipertensi emergensi

Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk

menggunakan obat oral seperti Nifedipine (Ca antagonist) dan Captopril dalam

penanganan hipertensi emergensi.


Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine

sublingual dan captopril pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang

cukup memuaskan setelah menit ke 20. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak

berbeda bermakna dalam menurunkan TD.

Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara

sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60

menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan

non-respon bila penurunan TD diastolik <100mmHg setelah 20 menit pemberian

obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan

adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai

secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60

menit TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi

perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.

Penanggulangan hipertensi urgensi

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di

rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan di ruangan yang tenang, tidak

terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat

meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral

anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup

memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan antara lain:

1. Nifedipine: pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal

(onset 5 –10 menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 – 15 menit secara
sublingual/ buccal). Efek samping: sakit kepala, takikardi, hipotensi,

flushing, hoyong.

2. Clonidine: Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit, duration of

action 8-12 jam. Dosis: 0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05 mg-0,1 mg setiap jam

s/d 0,7mg. Efek samping: sedasi,mulut kering. Hindari pemakaian pada

2nd degree atau 3rd degree heart block, brakardi, sick sinus syndrome.

Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.

3. Captopril: pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang

setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping: angio neurotic, oedema,

rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.

4. Prazosin: Pemberian secara oral dengan dosis 1-2 mg dan diulang perjam

bila perlu. Efek samping: sinkop, hipotensi orthostatik, palpitasi, takikardi,

sakit kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai

penurunan MAP sebanyak 20 % ataupun TD <120 mmHg. Demikian juga

Captopril, Prazosin terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat

dari peningkatan katekolamine.

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/ sublingual

dapat menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai

kebatas hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi).

Dikenal adanya “first dose” efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa

reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya

infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun
Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari

MAP.

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung

lebih sensitif terhadap penambahan terapi. Untuk penderita ini dan pada penderita

dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua

dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine

harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah

TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya

orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya

penderita dirawat dirumah sakit.

1.9 Komplikasi dan Prognosis

Left ventricular hypertrophy (LVH) adalah prediktor terkuat dari

sudden death dan infark miokard pada seseorang dengan hipertensi. Faktor lain

yang berhubungan dengan peningkatan masa LVH termasuk usia tua, obesitas dan

aktivitas fisik regular.

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival

penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%),

gagal jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal jantung

kongestif disertai uremia (48%), infrak Miokard (1%), diseksi aorta (1%).

Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif

dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi

ginjal.
BAB V

KESIMPULAN

Krisis hipertensi didiagnosis apabila didapatkan tekanan darh sistolik >180 mmHg

atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi dua yaitu

hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi didapatkan bukti kerusakan

organ target yang akut/ acute target organ damage/ acute hypertensive mediated organ

damage. Sedangkan pada hipertensi urgensi tidak disertai bukti kerusakan organ target yang

akut. Hipertensi emergensi dapat terjadi akibat tidak terkontrolnya tekanan darah sehingga

pada tekanan darah yang berat menyebabkan kegagalan autoregulasi pada pembuluh darah

untuk vasodilatasi. Hal ini menyebabkan kerusakan endotel vaskular dan terjadinya nekrosis

fibrinoid pada arteriol organ target seperti otak, mata, jantung, ginjal dan vaskular. Prevalensi

organ terbesar adalah keterlibatan otak, ditemukan sebesar 24% stroke iskemik. Prevalensi

kedua yaitu target organ jantung dengan manifestasi klinis didapatkan adanya acute

pulmonary edema sebesar 22,5%. Bukti adanya target organ akut harus dicari dengan

pemeriksaan penunjang minimal yaitu hemoglobin, trombosit, fibrinogen, EKG 12 lead,

funduskopi, kreatinin, urine albumin, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.

Tatalaksana penurunan tekanan darah pada hipertensi emergensi yaitu dengan arget

penurunan tekanan darah sebaiknya diturunkan sebesar 25% MAP dalam beberapa menit, dan

target tekanan darah 160/100 mmHg dicapai dalam 2-6 jam. Obat intravena lebih dipilih

untuk menghindari iskemia serebral, koroner, dan renal. Pergantian obat intravena ke oral

sebaiknya dilakukan dalam waktu 6-12 jam dengan penurunan dosis titrasi obat intravena.

Tekanan darah harus dinormalkan dalam 24-48 jam berikutnya. Penurunan TD yang lebih

agresif dilakukan bila didapatkan compelling condition (aorta dissekan, pre-eclampsia berat

atau eclampsia, dan krisis pheochromocytoma). Sedangkan penurunan TD yang kurang


agresif dilakukan pada HT dengan kondisi komorbid penyakit serebro-vaskuler (perdarahan

intraserebral akut dan stroke iskhemik akut). Sedangkan tatalaksana hipertensi urgensi dapat

digunakan terapi oral kerja singkat. Tekanan darah harus diturunkan kira-kira 25% MAP

dalam 24 jam pertama


DAFTAR PUSTAKA

1. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, Casery DE, Collins KJ, Himmelfarb CD, et al. 2017

ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/ APhA/ ASH/ ASPC/ NMA / PCNA Guideline for the

Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.

Hypertension 2018;71:e13-e115

2. Williams B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018 ESC/ESH

Guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertens 2018; 36:1953-2041 and

Eur Heart J 2018;39:3021-3104

3. Kaplan NM, Victor RG,Flynn JT. Hypertensive Emergencies. Kaplan’s Clinical

Hypertension 2015. 11th edition.Wolters Kluwer.p.263-274 4

Anda mungkin juga menyukai