DISUSUN OLEH:
dr. Ceysa
PENDAMPING:
dr. Susana
Hari, tanggal:
Oleh:
dr. Ceysa
dr. Susana
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 23 februari 1956
Usia : 67 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Pasar sukarame,Talang padang
Tanggal masuk : 23 April 2023
Tanggal pemeriksaan : 23 April 2023
Nomor rekam medis : 974***
B. KELUHAN UTAMA
Nyeri kepala sejak 3 hari SMRS
rumah sakit, sakit dirasakan diseluruh bagian kepala, sakit dirasakan kadang
seperti ditusuk-tusuk dan kadang berdenyut terus-menerus sejak 1 hari ini, nyeri
juga dirasakan dibagian tengkuk. Sakit kepala tidak berkurang dengan tidur,
tengkuk terasa berat dan pasien juga mengeluhkan badan gemetar, lemas dan mual
anggota gerak disangkal, nyeri dada disangkal, sesak nafas disangkal. Sebelumnya
pasien berobat ke klinik dokter dan didiagnosis hipertensi namun pasien tidak
kontrol dan minum obat secara teratur, BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi 10 tahun yang lalu namun tidak
meminum obat hipertensi secara rutin. Hanya meminum obat jika terdapat
keluhan seperti nyeri kepala
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat darah tinggi : hipertensi sejak 10 tahun lalu
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat paru : disangkal
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
2. Antropometri
TB : 156 cm
BB : 60 kg
IMT : 24 kg/m2
3. Tanda vital
Tekanan Darah: 190/100 mmHg
Respirasi : 20x/menit
HR : 80x/menit
Suhu : 36,4 ° C
SPO2 : 98 %
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU(+) normal
Perkusi: Timpani
Palpasi : Lunak, nyeri tekan (-), hepar/lien tidakteraba
Ekstremitas
Sianosis: (-/-)
Oedem : (-/-)
Akral : Hangat, CRT <2 detik
H. DIAGNOSIS
Hipertensi Emergency
I. TATALAKSANA
IGD:
Inj. Ketorolac 1 amp
Amlodipine 5mg
RAWAT JALAN :
Antasida syr 3x1c
Amlodipine 1x5mg
Ericaf 1x1
Omeprazole 2x20mg
J. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya
atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada
sakit. Prevalensi rata-rata 1-5% penduduk dewasa tergantung dari kesadaran pasien
akan adanya hipertensi dan derajat kepatuhan makan obat. Sering pasien tidak
menyadari dirinya adalah pasien hipertensi atau tak teratur/ berhenti mengkonsumsi
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg
atau diastolic > 120 mmHg secara mendadak diserai kerusakan organ target yang
menit sampai jam) agar dapat mencegah atau membatasi kerusakan organ target yang
nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung , mata kabur dan edema pupil
mata, sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak,
gangguan ginjal akut , nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
1.2 Definisi Dan Klasifikasi
diatas atau sama dengan 140 mmHg atau dengan tekanan darah diastolic diatas
darah yang sangat tinggi (tekanan sistolik diatas 180 mmHg atau tekanan diastolic
diatas 120 mmHg dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadinya organ
target.
1. Hipertensi emergensi (Darurat) ditandai dengan tekanan sistolik diatas 180 mmHg
atau tekanan diastolic diatas 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ
sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut, keterlambatan
mmHg atau tekanan diastolic diatas 120 mmHg, dan tanpa disertai kerusakan/
komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam hitungan jam
sampai hari.
Dikenal dalam beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
maligna
vascular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat
hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang
Hipertensi berat dengan tekanan darah diastolic >120 mmHg, tetapi dengan
sasaran tidak hanya dari tingkatan tekanan darah actual, tapi juga dari tingginya
tekanan darah sebelumnya, cepatnya kenaikan tekanan darah, bangsa, seks, dan
usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan tekanan darah
kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila tekanan darah diastolic > 140
baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati
1.3 Epidemiologi
sistolik meningkat selama hidup, tetapi tekanan darah diastolic meningkat pada
dan hipertensi sistolik terisolasi menjadi subtype yang tersering pada usia tua.
Pada dewasa usia menengah dengan tekenan darah normal yang hidup mencapai
pada range prehipertensi, overweight, pola hidup yang tidak sehat, konsumsi
makanan tinggi natrium rendah kalium, intake alcohol yang banyak atau memiliki
sindrom metabolic
darah dan mencegah berkembangnya hipertensi. Pada dewasa muda dan awal
dewasa menengah, hipertensi lebih sering terdapat pada pria dari pada wanita.
Pada dewasa diatas usia 55 tahun, terjadi kebalikannya. Hipertensi lebih sering
terjadi pada ras Afrika Amerika dari pada ras kulit putih pada segala usia dan
Faktor risiko yang mendukung timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah
a. Factor risiko seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok
dan genetic
c. Tonus simpatis
d. Variasi diurnal
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos
beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertesi terjadi
dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan
terjadi efek local dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-
terjadi iskemia organ target. Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme
autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila
arteri rata-rata.
mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi edema dan
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung
dan diseksi aorta: mata kabur dan edema papilla mata, sakit kepala hebat,
gangguan kesadaran dan lateralisasi. Pada gangguan otak : gagal ginjal akut pada
gangguan ginjal ; disamping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan
darah umumnya.
1.7 Diagnosis
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita
⮚ Anamnesis
yangpenting ditanyakan :
6. Gejala system kardiovaskular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru,
nyeri dada).
⮚ Pemeriksaan fisik
neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru, perlu dicari penyakit
⮚ Pemeriksaan penunjang
CT-Scan
1.8 Penatalaksana
utama, karena pada umumnya tekanan diastolic akan terkontrol bersamaan dengan
aktifitas fisik yang teratur, dan penurunan berat badan bagi pasien dengan berat
badan lebih. Selain dapat menurunkan tekanan darah, perubahan gaya hidup juga
kardiovaskular.
Untuk hipertensi stage I tanpa factor resiko dan tanpa kerusakan target
organ, perubahan pola hidup dapat dicoba sampai 12 bulan. Sedangkan bila
disertai kelainan penyerta seperti gagal jantung, pasca infark miokard, penyakit
jantung coroner, DM, dan riwayat stroke, maka terapi farmakologi harus dimulai
sejak dini dimulai dari hipertensi tingkat satu. Bahkan untuk pasien dengan
mungkin tapi seaman mungkin. Tingkat tekanna darah yang akan dicapai tidak
boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk
pada penderita aorta diseksi atau ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri
dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bias lebih rendah lagi dibandingkan
25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infrak cerebri akut ataupun pendarahan
fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan
khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada
krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus
memerlukan hemodialysis
C. Pengelolaan Khusus
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan ICU dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena (IV).
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 –
action 15 – 60 menit.
80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit; 2 mg/ menit secara infus i.v. Onset
dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping
syaraf simpatis. Dosis: 250 – 500 mg secara infus i.v/ 6 jam. Onset of
dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan efeknya tidak konsisten,
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v
dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai
maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping: rasa ngantuk,
sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara
obat oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral
TD dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan
cara mengatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan
TD dapat naik kembali dalam beberapa menit. Demikian juga pemberian labetalol
bertahap.Bila TD yang diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik
kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun
1. Hipertensi encephalopati
Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark
Methydopa, Clonidine.
Methydopa, Clonodine.
6. Aorta disseksi
7. Eklampsi
Anjuran: Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium
antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV
antagonist.
emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan
harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat
diperlukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
menggunakan obat oral seperti Nifedipine (Ca antagonist) dan Captopril dalam
sublingual dan captopril pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang
cukup memuaskan setelah menit ke 20. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak
sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60
menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan
obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan
adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai
secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60
menit TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi
terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat
anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup
memuaskan.
(onset 5 –10 menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 – 15 menit secara
sublingual/ buccal). Efek samping: sakit kepala, takikardi, hipotensi,
flushing, hoyong.
action 8-12 jam. Dosis: 0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05 mg-0,1 mg setiap jam
2nd degree atau 3rd degree heart block, brakardi, sick sinus syndrome.
rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.
4. Prazosin: Pemberian secara oral dengan dosis 1-2 mg dan diulang perjam
sakit kepala.
infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun
Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari
MAP.
lebih sensitif terhadap penambahan terapi. Untuk penderita ini dan pada penderita
dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua
dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine
harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah
sudden death dan infark miokard pada seseorang dengan hipertensi. Faktor lain
yang berhubungan dengan peningkatan masa LVH termasuk usia tua, obesitas dan
penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%),
gagal jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal jantung
kongestif disertai uremia (48%), infrak Miokard (1%), diseksi aorta (1%).
ginjal.
BAB V
KESIMPULAN
Krisis hipertensi didiagnosis apabila didapatkan tekanan darh sistolik >180 mmHg
atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi dua yaitu
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi didapatkan bukti kerusakan
organ target yang akut/ acute target organ damage/ acute hypertensive mediated organ
damage. Sedangkan pada hipertensi urgensi tidak disertai bukti kerusakan organ target yang
akut. Hipertensi emergensi dapat terjadi akibat tidak terkontrolnya tekanan darah sehingga
pada tekanan darah yang berat menyebabkan kegagalan autoregulasi pada pembuluh darah
untuk vasodilatasi. Hal ini menyebabkan kerusakan endotel vaskular dan terjadinya nekrosis
fibrinoid pada arteriol organ target seperti otak, mata, jantung, ginjal dan vaskular. Prevalensi
organ terbesar adalah keterlibatan otak, ditemukan sebesar 24% stroke iskemik. Prevalensi
kedua yaitu target organ jantung dengan manifestasi klinis didapatkan adanya acute
pulmonary edema sebesar 22,5%. Bukti adanya target organ akut harus dicari dengan
funduskopi, kreatinin, urine albumin, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.
Tatalaksana penurunan tekanan darah pada hipertensi emergensi yaitu dengan arget
penurunan tekanan darah sebaiknya diturunkan sebesar 25% MAP dalam beberapa menit, dan
target tekanan darah 160/100 mmHg dicapai dalam 2-6 jam. Obat intravena lebih dipilih
untuk menghindari iskemia serebral, koroner, dan renal. Pergantian obat intravena ke oral
sebaiknya dilakukan dalam waktu 6-12 jam dengan penurunan dosis titrasi obat intravena.
Tekanan darah harus dinormalkan dalam 24-48 jam berikutnya. Penurunan TD yang lebih
agresif dilakukan bila didapatkan compelling condition (aorta dissekan, pre-eclampsia berat
intraserebral akut dan stroke iskhemik akut). Sedangkan tatalaksana hipertensi urgensi dapat
digunakan terapi oral kerja singkat. Tekanan darah harus diturunkan kira-kira 25% MAP
1. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, Casery DE, Collins KJ, Himmelfarb CD, et al. 2017
Hypertension 2018;71:e13-e115
2. Williams B, Mancia G, Spiering W, Rosei EA, Azizi M, Burnier M, et al. 2018 ESC/ESH
Guidelines for the management of arterial hypertension. J Hypertens 2018; 36:1953-2041 and