Anda di halaman 1dari 17

TOPIK : HIPERTENSI EMERGENCY

Tanggal (kasus) : 15 April 2015 Presenter : dr. Fahri Trisnaryan P

Tanggal Presentasi : 20 April 2015 Pendamping : dr. Desfi Delfiana Fahmi

Tempat presentasi : RSUD H Damanhuri Barabai

Objektif presentasi :

Penyegaran

Keilmuan

Deskripsi :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan dada berdebar dan nyeri kepala, pasien
mengaku mulai merasa berdebar sejak tanggal 13 April 2015. Pasien sudah sering
mengalami hal seperti ini (dada berdebar) tetapi hanya membeli sendiri obat Captopril
12,5mg tanpa berobat sebelumnya tetapi tekanan darah tetap tinggi. Pasien menderita
sakit stroke sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit yang mengakibatkan kaki dan
tangan kanan terasa lemah serta wajah bagian kanan tampak perot, pasien juga mengaku
sering merasa pegal di pinggang bagian kanan di sertai volume buang air kecil yang
berkurang.

Tujuan : Manajemen Kasus

Bahan bahasan : Kasus


Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
Data Pasien : Nama : Tn. AY (55 thn) No. Registrasi :

Datang ke IGD RSUD H Damanhuri Barabai pada tanggal 15 April 2015

Data utama untuk diskusi :


Diagnosis Hipertensi Emergency
Riwayat Pengobatan -
Riwayat Kesehatan Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan stroke
Riwayat Keluarga Riwayat alergi (-)
Pekerjaan -
Lain-lain Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Nadi : 125 x / menit, reguler, isi penuh.
- Respirasi : 22 x/menit
- Suhu : 37 C
- Tekanan darah : 210/110 mmHg
1 | H y p e r t e n s i v e -E mBB
ergencies : 75 kg
- Status gizi : Cukup
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI EMERGENCY

I. DEFINISI
Krisis Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ
target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai
memakan obat hipertensi.

Krisis Hipertensi meliputi dua kelompok, yaitu :


1. Hipertensi darurat (emergency hypertension), dimana ditandai dengan TD Diastolik >
120 mmHg disertai kelainan / kerusakan organ target yang bersifat progresif dari
sistem syaraf sentral, miokardial, dan ginjal, sehingga tekanan darah harus diturunkan
dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan

2|Hypertensive Emergencies
target organ yang terjadi. Tekanan darah harus diturunkan sampai batas tertentu dalam
satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau
(ICU).

2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension), dimana ditandai dengan TD Diastolik >


120 mmHg tetapi tidak disertai disertai kelainan / kerusakan organ target yang
progresif. Sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam
hitungan jam sampai hari).

Gambaran kilnis krisis hipertensi berupa tekanan darah yang sangat tinggi
(umumnya TD diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggi dan terjadi
dalam waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar
TD yang dapat menyebabkan krisis hipertensi tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga
bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya nomortensi atau hipertensi ringan/sedang.
Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan karena sebagian besar
komplikasi krisis Hipertensi bersifat reversible tetapi dapat membahayakan jiwa/kematian
bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat.

II. EPIDEMIOLOGI
Dari populasi Hipertensi, diperkirakan 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang, dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul
krisis hipertensi dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120 130
mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut
laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi
hipertensi, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama
2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena
kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60
juta penduduk yang menderita hipertensi. Pada umumnya krisis hipertensi ditemukan di
unit gawat darurat rumah sakit dan kadang-kadang merupakan jumlah yang cukup
menyolok pada poliklinik penyakit dalam, walaupun keluhan utamanya berbeda-beda.
Prevalensi rata-rata 1-5% penduduk dewasa tergantung dari kesadaran pasien akan adanya

3|Hypertensive Emergencies
hipertensi dan derajat kepatuhan makan obat. Sering pasien tidak menyadari dirinya adalah
pasien hipertensi atau tak teratur / berhenti makan obat.

III. PATOFISIOLOGI
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan
pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada renin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada
terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium.
Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan
darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan
bila mean arterial pressure (MAP) 120mmHg- 160mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60-120mmHg. Pada keadaan hiperkapnia
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125mmHg sehingga perubahan
sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya
edema otak. Tekanan darah yang sangat tinggi terutama yang meningkat dalam waktu
singkat menyebabkan gangguan atau kerusakan gawat pada target organ.

IV. DIAGNOSIS
Gejala krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta, mata
kabur pada edema papilla mata :sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi
pada gangguan otak, gagal ginjal akut pada gangguan ginjal, di samping sakit kepala dan
nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah pada umumnya. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan tanda keterlibatan organ target.
Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan
perencanaan. Urin dapat menunjukkan proteinuria, hematuria dan silinder. Hal ini terjadi
karena tingginya tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal apalagi bila ureum
dan kreatinin meningkat. Gangguan elektrolit bisa terjadi pada hipertensi sekunder dan
berpotensi menimbulkan aritmia.

IV.1. Anamnesis

4|Hypertensive Emergencies
Tabel 1. Beberapa hal yang penting ditanyakan pada pasien hipertensi krisis
Kategori Hal yang ditanyakan Keterangan
Riwayat sekarang Riwayat hipertensi Umumnya menderita hipertensi
Umur Umumnya 40-60 tahun
Penurunan berat badan Mencari tanda kerusakan target organ.

Gejala neurologi : Harus dibedakan antara Hipertensi


- Gangguan ensefalopati dan kelaianan neurologi lain
penglihatan
- Nyeri kepala
(headache)
- Pusing (Dizziness)
- Kecemasan
Gejala ginjal : Mencari kerusakan ginjal
- Gross Hematuria
- Penurunan urine
output
Gejala jantung : Mencari kerusakan target organ (jantung)
- Gejala gagal ginjal harus dibedakan dengan udem paru karena
kongestif dan udem sebab lain.
paru
- Nyeri dada
Riwayat Hipertensi krisis dengan toxemia
Riwayat penyakit
glomerulonefritis
dahulu
Riwayat pielonefritis
Masalah yang terjadi Gravidarum berat (eklampsia)
Riwayat kehamilan
saat kehamilan
Riwayat MAO inhibitor
penggunaan obat Obat anti hipertensi

IV.2. Pemeriksaan fisik :


Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah ( baring dan berdiri )
mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung
kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain
seperti penyakit jantung koroner.

5|Hypertensive Emergencies
IV.3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan seperti :
a. Darah : rutin, BUN, creatinin, elektrolit
b. Urine : Urinalisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hiperventrikel kiri
maupun gangguan coroner.
d. Foto dada : untuk melihat keadaan paru-paru dan jantung

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat


Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal
Darah Neurologi
>220/140 Perdarahan Sakit Denyut jelas uremia Mual, muntah
Eksudat kepala, Membesar proteinuri
mmHg
Edema papila kacau Dekompensasi
Gangguan oliguria
kesadaran,
kejang,
lateralisasi

V. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi apabila hipertensi tidak terkontrol
dengan baik, antara lain :
1. Hypertension heart disease
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai
akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini
ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan
dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah
jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah
jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina
pectoris juga dapat terjadi karena gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan
kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard.
2. Penyakit Arteri Koronaria

6|Hypertensive Emergencies
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri koronaria,
bersama dengan diabetes mellitus. Plaque terbentuk pada percabangan arteri. Aliran darah
ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan
oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar
obstruksi \yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan
sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat
terjadinya penyakit arteri koronaria.

3. Aorta disekans
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah sehingga ada
ruangan yang memungkinkan darah masuk. Pelebaran pembuluh darah bisa timbul karena
dinding pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta disekans. Ini dapat menimbulkan
penyakit Aneurisma, dimana gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut
sampai ke pinggang belakang dan di ginjal. Mekanismenya terjadi pelebaran pembuluh
darah aorta (pembuluh nadi besar yang membawa darah ke seluruh tubuh). Aneurisma
pada perut dan dada penyebab utamanya pengerasan dinding pembuluh darah karena
proses penuaan (aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisma..

4. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan
irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke
kardiovaskular.
Mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan
garam dan air, atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).

5. Hipertensi dipercepat dan maligna.


Pasien hipertensi dipercepat mempunyai tekanan arteri diastolic yang meningkat
disertai dengan adanya retinopati eksudatif. Pada hipertensi maligna, progresif lebih lanjut;
fundus optikus menunjukkan papiledema. Hipertensi maligna disertai penyakit parenkim
ginjal yang parah (misal glomerulonefritis kronik), maka proteinuria tidak berkurang.

6. Ensefalopati hipertensi

7|Hypertensive Emergencies
Ensafelopati hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan darah sistolik >220
mmHg dan diastolik >120 mmHg, pengukuran dua kali dalam jangka waktu 30 menit
disertai dengan mual, muntah dan nyeri kepala yang berlanjut ke koma dan disertai tanda
klinik deficit neurologi (peningkatan tekanan intrakranial sampai kejang), gangguan
kesadaran, retinopati dengan papiledema. Jika kasus ini tidak diterapi secara dini,
syndrome ini akan berlanjut menjadi stroke, ensefalopati menahun, atau hipertensi
maligna. TD

VI. PENATALAKSANAAN

Tabel 3. Klasifikasi dan penatalaksanaan hipertensi pada dewasa

Sumber : JNC VII (The Seventh Report of The


Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), 2003

VI.1. Dasar-dasar penatalaksanaan krisis Hipertensi :


Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena
penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat.
Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya

8|Hypertensive Emergencies
perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Tujuan umum
adalah menurunkan MAP 20-25% dari MAP awal dalam beberapa jam atau Diastolik
menjadi 100-110 mmHg, lalu dalam 2-6 jam buat Tekanan darah menjadi 160/100 mmHg.

VI. 2 : PENANGGULANGAN HIPERTENSI EMERGENSI :


Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila
ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler.
Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi
- tentukan adanya kerusakan organ sasaran
Tentukan tekanan darah yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya tekanan darah
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang
menyertai dan usia pasien.
- Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, tekanan darah
sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120
mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal :
dissecting aortic aneurysma). Penurunan tekanan darah tidak lebih dari 25%
dari MAP ataupun tekanan darah yang didapat.
- Penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal / subnormal pada
awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung
dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali
pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.
- Tekanan darah secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau
dua minggu.

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan
intensive care unit (ICU) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena.

9|Hypertensive Emergencies
1. Sodium Nitroprusside
Merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V
mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug / kg / menit.
Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerine
Merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi
sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration of action
3 5 menit. Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus i.v. Efek samping : sakit
kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide
Merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus. Onset of
action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12 jam.
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit
sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah,
distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia.
4. Hydralazine
Merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam, i.v : 10 20
menit duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk
mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.
Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,
eksaserbasi angina, MCI akut.
5. Enalapriat
Merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 60 menit.
Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine )
Termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi
kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate
Termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan
parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 5 menit.

10 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s
Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine,
respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol
Termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis : 20 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action 5 10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen,
hoyong, sakit kepala, bradikardi. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of
action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons
unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa
Termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.
Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60 menit,
duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam,
gangguan gastrointestino, with drawal syndrome. Karena onset of actionnya bisa
takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine
Termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam
100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 10 menit dan mencapai
maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi,
hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat
menimbulkan sindroma putus obat.

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang
cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman.
Dengan Sodium nitroprusside, Nitroglycirine tekanan darah dapat diturunkan baik secara
perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur tetesan infus. Bila terjadi
penurunan tekanan darah berlebihan, infus di stop dan tekanan darah dapat naik kembali
dalam beberapa menit. Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus
intermitten intravena dapat menyebabkan tekanan darah turun bertahap. Bila tekanan darah
yang diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan tekanan darah naik kembali. Perlu
diingat bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan
tekanan darah yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali. Hal yang kurang

11 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s
menguntungkan dengan obat parenteral adalah perlu pengawasan yang tepat bagi pasien di
ICU.

Dari berbagai jenis medikamentosa bagi hipertensi emergensi, obat pilihan yang
dianjurkan adalah :
1. Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi.
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus
dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat
menimbulkan hipotensi berat.
2. Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang dapat
memberikan bolus intravena.
3. Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine diindikasikan pada kondisi tertentu.
4. Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diberikan
secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah
kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.

Tabel 5. Obat Hipertensi Parenteral yang dipakai di Indonesia

12 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s
5. Obat oral untuk hipertensi emergensi :
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan
obat oral seperti Nifedipine (Ca antagonist) dan Captopril dalam penanganan
hipertensi emergensi. Bertel dkk 1983 mengemukakan hal yang baik pada 25
penderita dengan dengan pemakaian dosis 10mg yang dapat ditambah 10mg lagi
menit, 4 dari 5 penderita yang diperiksa, aliran darah cerebral meningkat, sedang
dengan clonidine yang diselidiki menurun, walaupun tidak mencapai tahap
bermakna secara statistik.

Tabel 4. Obat Hipertensi Oral yang dipakai di Indonesia

VI.3. PENANGGULANGAN HIPERTENSI URGENCY


Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumasakit.
Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur
kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat meningkat, maka dapat
dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam
menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan:
Nifedipine

13 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s
Pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5 10 menit), oral
(onset 15-20 menit), duration 5 15 menit secara sublingual/buccal. Efek samping :
sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine
Pemberian secara oral dengan onset 30 60 menit. Duration of Action 8-12 jam. Dosis:
0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg. Efek samping :
sedasi,mulut kering. Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree heart block,
brakardi, sick sinus syndrome. Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.
Captopril
Pemberian secara oral / sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit
sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada
penderita bilateral renal arteri sinosis.
Prazosin
Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila dengan pemberian
Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak 20 % ataupun
TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama digunakan pada
penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat


menyebabkan penurunan tekanan darah yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas
hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi). Dikenal adanya first dose effek dari
Prazosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat
menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi dosis
Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas
aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive
terhadap penambahan terapi. Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat
penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan
volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi. Seluruh
penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah tekanan darah turun untuk
mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthostatik. Bila tekanan darah
penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.

14 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s
VI.4. TERAPI NONFARMAKOLOGIS
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah
tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien
dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.
Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,
modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi
pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk
individu yang obes atau gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium (diet rendah natrium, aktivitas
fisik, dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi
satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien
dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk
menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obesitas
disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke
pasien, dan dorongan moral.
Aktivitas fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara
teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien.
Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan
menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi
walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter
untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan
kerusakan organ target.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit
kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan
resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok

Tabel 6. Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi

Kira-kira penurunan
Modifikasi Rekomendasi
tekanan darah, range
Penurunan berat badan Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10-kg
(BB) (BMI 18.5 24.9) penurunan BB

15 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s
Adopsi pola makan Diet kaya dengan buah, sayur, dan produk susu 8-14 mm Hg
DASH rendah lemak
Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari
Diet rendah sodium 2-8 mm Hg
100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium
klorida)
Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobik seperti jalan kaki 4-9 mm Hg
30 menit/hari, beberapa hari/minggu

Minum alkohol sedikit Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30
2-4 mm Hg
saja ml etanol [mis.720 ml beer], 300ml wine) untuk
laki-laki dan 1/hari untuk perempuan

VII. PROGNOSIS
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita
hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia
(48%), infrak miokardium (1%), diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat
ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis
dan transplantasi ginjal. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980,
survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%. Serum creatine
merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85%
dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.

16 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s
DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti
hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan
berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
2. JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), U.S. Department of
Health and Human Services, 2003
3. Aru W. Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI,2006.
4. Fauci S. Anthony. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 13 Edisi
15. Jakarta : Karisma Publishing Group, 2009.
5. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
6. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL:
Harrison's Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div.,
2005.

17 | H y p e r t e n s i v e E m e r g e n c i e s

Anda mungkin juga menyukai