Anda di halaman 1dari 22

TUGAS DOSEN

: FILSAFAT ILMU : DR. SURYO EDIYONO, M. Hum

FAKTOR RISIKO HIPERTENSI TERHADAP PENYAKIT JANTUNG KORONER


TINJAUAN FILSAFAT ILMU (LANDASAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI)

OLEH : Achmad Randi C11110260

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2011

A. LATAR BELAKANG

Penyakit jantung koroner ( PJK ) merupakan problema kesehatan utama di negara maju. Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian Penyakit Jantung dan pembuluh darah dari urutan ke-l0 tahun 1980 menjadi urutan ke-8 tahun 1986. Sedangkan penyebab kematian tetap menduduki peringkat ke-3. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Penyakit Jantung Koroner sehingga usaha pencegahan harus bentuk multifaktorial juga. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara pengendalian faktor faktor resiko PJK dan merupakan hal yang cukup penting dalam usaha pencegahan PJK, baik primer maupun sekunder. Pencegahan primer lebih ditujukan pada mereka yang sehat tetapi mempunyai resiko tinggi, sedangkan sekunder merupakan upaya memburuknya penyakit yang secara klinis telah diderita. Berbagai Penelitian telah dilakukan selama 50 tahun lebih dimana didapatlah variasi insidens PJK yang berbeda pada geografis dan keadaan sosial tertentu yang makin meningkat sejak tahun 1930 dan mulai tahun 1960 merupakan Penyebab Kematian utama di negara Industri. Mengapa didapatkan variasi insidens yang berbeda saat itu belum diketahui dengan pasti, akan tetapi didapatkan jelas terjadi pada keadaan keadaan tertentu. Penelitian epidemiologis akhirnya mendapatkan hubungan yang jelas antara kematian dengan pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise, dsb yang dapat dibuktikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya PJK antara lain: umur, kelamin ras, geografis, keadaan sosial, perubahan masa, kolesterol, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, exercise, diet,

perilaku dan kebiasaan lainnya, stress serta keturunan. B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner.

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hipertensi sebagai faktor risiko dari penderita penyakit jantung koroner. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengelompokkan faktor-faktor risiko tersebut kedalam major risk factor dan minor risk factor penyakit jantung koroner. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor risiko penyebab penyakit jantung koroner. 2. Sebagai informasi tambahan untuk menurunkan angka kejadian penyakit jantung koroner E. TINJAUAN FILSAFAT Ditinjau dari segi filsafat ilmu. Terdapat tiga landasan filsafat yang digunakan untuk meninjau suatu ilmu, yakni landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi (Suryo, 2010). 1. Landasan Ontologi Landasan ontologi dari ilmu pengetahaun adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan yang mengkaji realitas sebagaimana adanya. Objek materi tersebut adalah hal-hal

atau benda-benda empiris (Suryo, 2010). Pada penelitian kali ini, peneliti akan menganalisa hipertensi sebagai faktor risiko penyebab penyakit jantung koroner a. Hipertensi Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan stroke sehingga memerlukan penanganan yang cepat dan cepat. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8 - 18,6% penduduk yang berusia 20 tahun adalah penderita hipertensi.

DEFINISI HIPERTENSI Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Penulisan tekanan darah (contoh: 130/85 mmHg) didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung: 1. Sistolik (nilai yang lebih tinggi : 130) menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung. 2. Diastolik (nilai yang lebih rendah : 85) menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung. Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua bagian: 1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak ditujukan bagi penderita hipertensi essensial ini. 2. Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang menjadi penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, atau penyekit kelenjar adrenal.

Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:

1. Obesitas (Kegemukan). Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitasobesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal. 2. Stres. Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). 3. Faktor Keturunan (Genetik). Apabila riwayat hipertensi didapat pada keuda orang tua, maka dugaan Hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. 4. Jenis Kelamin (Gender). Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita Hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran. 5. Usia. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juiga semakin besar.

6. Asupan garam. Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan diikuti oleh peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang terganggu. 7. Gaya hidup yang kurang sehat. Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat pula mempenegaruhi peningkatan tekanan darah. Nursis/pkm/03062

Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa: Pusing Mudah marah Telinga berdengung Sukar tidur Sesak nafas Rasa berat di tengkuk Mudah lelah Mata berkunang-kunang Mimisan (jarang dilaporkan)

PENATALAKSANAAN FAKTOR RISIKO

Penanganan/pengobatan Hipertensi Pengobatan Non-farmakologis.Terkadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan, atau minimal ditunda. Pengobatan Farmakologi. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan kimiawi.

Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan secara non farmakologis, antara lain: 1. Mengatasi Obesitas. Dengan melakukan diet rendah kolesterol, namun kaya dengan serat dan protein. Dianjurkan pula minum suplemen potassium dan kalsium. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak omega 3 juga dianjurkan. Diskusikan dengan dokter ahli/ahli gizi sebelum melakukan diet. 2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan makan penderita hipertensi. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan, jadi sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal. 3. Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita hipertensi. Perkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi, yang dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. 4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain itu

menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi minum minuman beralkohol sebaiknya juga dilakukan.

5. Pengobatan tradisional juice mentimun juice mengkudu juice belimbing air rebusan daun alpukat daun seledri 6. Hal-hal yang perlu diperhatikan : hipertensi bisa timbul gejala ataupun tidak timbul gejala terapi bukan untuk menyembuhkan tetapi untuk mengontrol hipertensi kontrol dengan teratur dapat menunjukkan perbaikan dan hidup yang normal jika tidak kontrol dapat terjadi komplikasi seperti diatas minum obat secara teratur sesuai dosis, tidak boleh dipakai secara terus menerus & hentikan sesuai anjuran medis dilarang menambah dosis sendiri tanpa kontrol pada pengobatan jangka panjang, makan makanan tinggi potasium seperti: sayuran hijau dan jeruk citrun

B. Penyakit jantung koroner Suatu usaha dilakukan untuk meninjau hubungan antara penyakit arteri koroner (CAD) dan faktor risiko. Faktor risiko utama untuk CAD adalah disfungsi endotel, termasuk hipertensi,

diabetes,

obesitas,

dislipidemia,

peningkatan

resistensi

insulin,

dan

hyperhomocysteinemia. Faktor-faktor lain seperti genetik, konstitusional, gender lingkungan,, etnis, dukungan sosial, meningkatkan asupan lemak dan kalori, penurunan aktivitas fisik dan perubahan terkait (penanda inflamasi meningkat, dislipidemia, resistensi insulin, disfungsi endotel dan stres oksidatif) juga berhubungan denganpeningkatan risiko untuk CAD pada lansia. Penekanan khusus diberikan kepada faktor-faktor seperti, psikososial, gaya hidup, lingkungan, genetik, imunologi, spesies radikal bebas, jenis kelamin, menopause, anemia, komorbiditas, hipertensi, aterosklerosis, diabetes, penyakit ginjal, penyakit paru, efek samping obat terapeutik dan radiasi. Faktor Risiko Penyakit Arteri Koroner 1. Faktor psikososial: Bunga di link antara faktor psikososial dan CAD baru-baru ini meningkat. Sastra laporan mengidentifikasi sejumlah faktor psikososial termasuk stres kronis, status sosial ekonomi, depresi, ciri-ciri kepribadian, dukungan sosial dan status imigran yang memiliki link dengan CAD. 1.1. Stres kronis Hidup Tegangan kehidupan kronis termasuk stres kerja, ketegangan kerja, dan ketidakseimbangan upaya-hadiah, perkawinan dan stres domestik. Stres kerja cenderung lebih besar pada individu status sosial ekonomi rendah, dan juga terkait dengan dukungan sosial rendah, konvensional faktor risiko kardiovaskular, pendidikan kurang dan sifat-sifat psikologis tertentu. kontrol pekerjaan rendah lebih sering terjadi pada kelompok yang lebih rendah status sosial ekonomi, dan sekitar setengah dari gradien sosial terbalik dalam insiden CAD disebabkan untuk mengendalikan rendah di tempat kerja . Studi di Finlandia, Jerman dan Inggris telah menunjukkan bahwa Ayub strain dan ketidakseimbangan upaya-hadiah telah dikaitkan dengan perkembangan yang lebih cepat dan risiko aterosklerosis karotid CAD stres Perkawinan memprediksi gejala depresi pada wanita dan wanita dengan CAD didirikan yang melaporkan tinggi stres perkawinan memiliki prognosis yang lebih buruk.

1.2. Status Sosial Ekonomi Didirikan bukti menunjukkan bahwa status sosial ekonomi yang rendah dikaitkan dengan hasil kesehatan yang merugikan. status sosial ekonomi yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dibuat untuk pengembangan CAD. Horne dkk, menemukan status sosial ekonomi rendah, termasuk status ekonomi perumahan dan status ekonomi,. Memprediksi peningkatan risiko kematian / infark miokard pada populasi besar pasien dengan signifikan, CAD angiographically yang ditetapkan pada awal. Studi-studi ini mendukung gagasan bahwa morbiditas terkait status sosial ekonomi dan mortalitas melibatkan kombinasi kompleks faktor (misalnya, ekonomi, status pendidikan, psikologis, sosial dan juga perumahan). Pembelajaran lebih lanjut mengenai risiko yang berhubungan dengan status tinggal dijamin, sebagaimana studi status sosial ekonomi dalam kohort sekunder-pencegahan dan dengan intervensi pencegahan. 1.3. Depresi Depresi dan penyakit jantung koroner mungkin berhubungan dengan beberapa cara: terdapat bukti epidemiologis bahwa tingkat gejala depresi pada pasien laki-laki dan perempuan yang berhubungan dengan peningkatan risiko infark miokard dan kematian lebih tinggi setelah terjadinya peristiwa jantung akut. Lebih lanjut, pasien mengembangkan depresi setelah infark miokard memiliki komplikasi lebih lanjut, termasuk aritmia jantung. Pada pasien dengan penyakit kronis depresi jantung koroner juga menghasilkan status fungsional buruk jantung dengan nyeri dada yang lebih sering dan parah, lebih keterbatasan fisik, kepuasan perlakuan yang kurang dan kualitas hidup yang dianggap rendah. Ketidakpatuhan terhadap terapi obat juga lebih menonjol pada pasien jantung tertekan. Mekanisme patofisiologis yang mungkin menyebabkan komplikasi lebih sering penyakit jantung koroner pada pasien dengan depresi tidak sepenuhnya dijelaskan, tapi sebagian bisa disebabkan stimulasi sympatho-adrenergik lebih tinggi dan meningkatkan agregasi trombosit. Dalam studi mengenai peranan faktor psikososial yang mendesak waktu / ketidaksabaran, prestasi berjuang / daya saing, permusuhan, depresi, dan kecemasan atas risiko jangka panjang hipertensi, Yan et al,. menemukan urgensi waktu / ketidaksabaran dan permusuhan yang terkait dengan peningkatan dosis-respon dalam risiko jangka panjang hipertensi pada orang dewasa muda. 1.4. Personality Traits

Laporan Sastra telah berfokus bahwa permusuhan dan kemarahan adalah faktor risiko potensial untuk penyakit jantung termasuk CAD. Namun, efek pengganggu gender, etnis, dukungan sosial, meningkatkan asupan lemak dan kalori, penurunan aktivitas fisik, dan alkohol dan tembakau melemahkan hubungan. 1.5. Dukungan Sosial Di Inggris, 16% pria dan 11% dari wanita melaporkan kurangnya parah sosial dukungan. dukungan sosial rendah menyebabkan tekanan psikologis yang lebih besar. Dampak merugikan dari peristiwa hidup stres dapat terbantu dengan dukungan sosial; sosial orang terisolasi mungkin mengalami stres ditambah. 1.6. Kegemukan Obesitas secara luas diakui sebagai faktor risiko untuk CAD. Sastra laporan menunjukkan bahwa hal itu dapat menjadi faktor risiko hanya jika disertai oleh hipertensi, hiperlipidemia, toleransi glukosa, dll Dalam sebuah survei yang dilakukan pada kelompok yang relatif homogen dari 527 subyek Konkani, Mooteri et al., menunjukkan prevalensi tinggi CAD meskipun kurangnya obesitas yang signifikan. 1.7. Merokok Merokok merupakan faktor risiko yang diketahui untuk CAD dan kematian jantung mendadak (SCD). Sastra laporan menunjukkan hubungan merokok dengan ketinggian IL-2 dan tingkat serum sP-selectin pada pasien dengan stabil CAD. merokok saat ini merupakan prediktor independen yang kuat risiko SCD pada pasien dengan CAD.Pasien yang berhenti merokok mengalami penurunan yang signifikan dalam risiko SCD. Namun, efek merokok terus dan berhenti merokok risiko SCD pada pasien dengan CAD didirikan dikenakan kontroversi. Wang et al., melaporkan prevalensi tinggi kelebihan berat badan dan / atau pasien merokok dengan penyakit jantung koroner di Cina pedesaan. Merokok juga ditemukan menjadi faktor risiko yang paling signifikan independen untuk penyakit arteri tungkai bawah, berhubungan dengan klaudikasio dan amputasi. Namun demikian, survei yang dilakukan dalam kelompok yang relatif homogen dari 527 subyek Konkani mengungkapkan prevalensi tinggi dari CAD meskipun kurangnya merokok. Kaamotho et al., juga ditemukan prevalensi rendah merokok dalam studi pada faktor-faktor risiko untuk CAD. 2. Faktor Lingkungan

Polusi udara - lain abad ke-20 "asap besar" - layak dipertimbangkan sebagai penyebab 2. Auto knalpot selimut kota-kota di dunia. Ini terdiri dari asap dan limbah lainnya dari penguapan minyak bumi dan pembakaran yang berasal dari crankcases dan pipa gas buang truk dan mobil. Auto gas buang sesuai timeline, dan jumlah mereka yang semakin meningkat di seluruh dunia paralel kenaikan pada penyakit jantung koroner. Peningkatan dosis bahan kimia ini meniru asap rokok dan merangsang peradangan di paru-paru. Mereka tampaknya diserap ke dalam darah, dimana mereka menyebabkan peradangan pada pembuluh darah, peningkatan tekanan darah, dan arteri koroner tersumbat. 3. Faktor genetik CAD adalah gangguan, kompleks multifaktorial dimana interaksi antara pengaruh genetik dan berbagai lingkungan memainkan peranan penting. penelitian genetik epidemiologi menunjukkan bahwa polimorfisme gen, termasuk mereka yang berada di gen angiotensinconverting enzim dan paraoxonase meningkatkan risiko untuk CAD pada individu dengan diabetes tipe 2 . Polimorfisme dalam gen untuk faktor pertumbuhan insulin-seperti-aku dan lipase lipoprotein telah ditunjukkan untuk meningkatkan risiko baik CAD dan diabetes tipe 2. Ada cacat genetik tertentu yang mempengaruhi aktivitas beberapa enzim (cystathionin -sintase, methyltransferase dan 5, reduktase 10 methylenetetrahydrofolate) yang dapat mengakibatkan homocystinuria. Heterosigositas kekurangan atas cystathionin -sintase diketahui dihubungkan dengan arthrosclerosis dan penyakit trombotik termasuk CAD. Lokus gen Adiponektin, 3q27 kromosom, adalah situs kandidat untuk CAD. Adiponektin I164T mutasi dikaitkan dengan sindrom metabolik dan penyakit arteri koroner. I164T Mutasi pada gen adiponektin dilaporkan menjadi latar belakang genetik umum yang terkait dengan sindrom metabolik dan CAD dalam populasi Jepang [24] The Von Willebrand factor (vWF) dapat kausal berhubungan dengan penyakit jantung koroner atau hanya menjadi penanda kerusakan endotel. Alel G dari -1793 / polimorfisme promotor C G pada gen vWF telah dikaitkan dengan tingkat plasma yang lebih tinggi vWF. Van der Meer et al., menemukan hubungan yang jelas tentang alel G dari polimorfisme -1793 / C G pada gen vWF dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner. 4. Faktor imunologi Banyak data literatur menunjukkan adanya hubungan antara lokal dan sistemik aktivasi inflamasi / kekebalan tubuh dan patogenesis aterosklerosis. Dalam kondisi aterosklerotik aktivasi dapat dimodifikasi oleh beberapa faktor yang memberi efek merusak pada dinding pembuluh

darah. Peradangan dan rekrutmen monosit ke dalam dinding arteri dianggap aspek penting dalam inisiasi dan progresi aterosklerosis. Ada peningkatan IL-6 atau sVCAM-1 dalam progresi aterosklerosis dan konsekuensi klinis termasuk CAD. Merokok diketahui mempengaruhi sejumlah penanda inflamasi pada pasien CAD. Merokok-induced disfungsi endotel dapat mengakibatkan elevasi IL-2 dan tingkat sP-selektin serum dan aktivasi inflamasi akibat dalam dinding pembuluh darah dimediasi oleh sitokin dan molekul adhesi. Ketinggian IL-2 dan tingkat serum sP-selectin disebabkan oleh rokok merokok ditemukan terkait dengan CAD stabil. CAD pasien yang belum pernah merokok ditandai dengan timbulnya tertunda angina dan peningkatan sTNFR 2 konsentrasi. Cesari et al., menyarankan peran penting untuk IL-6 dan TNF-alpha di klinik seperti CAD sub-klinis. Mereka menemukan CRP protein C-reaktif memiliki hubungan lemah dengan CAD dari sitokin pada pria yang lebih tua dan wanita. 5. Spesies Peran Radikal Bebas Low density lipoprotein (LDL) oxidatively diubah oleh sel endotel dan makrofag pada dinding arteri. Oxidatively diubah LDL (Ox-LDL) dikenal untuk terlibat dalam inisiasi dan pengembangan lesi ateroskleroti. Penyerapan Lembu LDL oleh makrofag dan sel otot polos mengarah pada pembentukan sel busa yang mengakumulasi tetesan lipi. Pameran Ox-LDL aktivitas beberapa sel biologis, yaitu, meningkatkan interaksi antara leukosit dan sel-sel endotel, menghambat migrasi sel endotel, menginduksi sekresi endotelin dari sel endotel dan makrofag, dan menginduksi apoptosis pada sel-sel otot polos vaskuler. Dalam penelitian terbaru, Zhang et al., menemukan peningkatan tingkat sirkulasi Lembu LDL menjadi faktor risiko yang signifikan untuk CAD. Ketidakseimbangan antara kerusakan oksidatif dan perlindungan antioksidan dalam hubungannya dengan patofisiologi aterosklerosis telah disarankan untuk menyebabkan CAD. Pada pasien dengan CAD, eritrosit dan glutathione peroksidase Glutathione secara signifikan lebih rendah dari yang ditemukan di kontrol. Pasien dengan CAD dilaporkan telah malondialdehid tinggi dan rendah kadar plasma total tiol protein daripada kontrol, yang merupakan produk kerusakan oksidatif lipid dan protein. 6. Gender Studi pada kehamilan hipertensi dan faktor risiko konvensional pada wanita <66 tahun, mengungkapkan diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, usia lanjut, merokok, dan pre-

eklampsia merupakan faktor resiko independen untuk CAD berikutnya pada wanita. Sementara, Kamotho et al., menyarankan diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia, usia jenis kelamin lakilaki, sebagai faktor risiko yang signifikan untuk CAD. Penyakit kardiovaskular terus menjadi penyebab utama kematian pada wanita di atas usia 50 di Amerika Serikat. Perbedaan signifikan ada antara laki-laki dan perempuan dalam insiden, prevalensi, dan hasil pengobatan penyakit kardiovaskuler, terutama CAD. Fitur penyajian CAD dapat bervariasi antara laki-laki dan perempuan, dan evaluasi diagnostik gejala tersebut mungkin berbeda hanya berdasarkan gender. Namun, Dalam studi otopsi cross-sectional dari keterlibatan permukaan arteri dengan aterosklerosis antara Greenland, tidak ada perbedaan yang signifikan antara perempuan dan lakilaki yang ditemukan di salah satu faktor risiko atau prevalensi dan luasnya aterosklerosis pada aorta dan di arteri koroner. 7. Menopause Menopause adalah fase fisiologis kehidupan seorang wanita, karena perubahan status hormonal mereka. gejala pemilih mungkin terkait dengan perubahan dalam metabolisme bersama dengan baru faktor risiko kardiovaskular, terutama agresif untuk sistem kardiovaskular wanita, tidak siap karena perlindungan karena masa subur.Perubahan profil lipid, obesitas, hipertensi intoleransi, glukosa dan diabetes mellitus mungkin ikut campur sebagai faktor risiko berat. Penyakit jantung itu merupakan penyebab paling sering mortalitas dan morbiditas juga dalam jenis kelamin perempuan lebih dari kanker, baik di Amerika Serikat seperti di Eropa. Risiko yang terkait dengan pasca-menopause terutama disebabkan oleh gangguan mendadak estrogen, yang memiliki efek protektif tidak langsung pada lipid, metabolisme glycidic dan efek langsung pada fungsi kapal. 8. Anemia Pada hewan, eksperimen diinduksi CAD signifikan menghambat respon hemodinamik kehilangan darah bedah; bukti yang bersifat anekdot pada manusia membenarkan temuan ini. respon Erythropoietic kehilangan darah bedah mungkin juga tumpul pada pasien dengan CAD. Terlepas dari apakah anemia adalah hasil dari suatu kondisi yang sudah ada atau kehilangan darah bedah, kehadirannya memburuk hasil pada pasien dengan CAD yang menjalani operasi jantung. Kombinasi dari penyakit arteri koroner dan anemia telah mengakibatkan infark miokard akut juga. Akhirnya, anemia setelah operasi noncardiac dikaitkan dengan peningkatan

risiko iskemi miokard, berpotensi menciptakan siklus di mana darah kerugian dan iskemia miokard memperburuk satu sama lain. 9. Komorbiditas Sebagai penduduk usia, dokter semakin dibutuhkan untuk membuat keputusan tentang pasien dengan penyakit co-ada beberapa (komorbiditas). Banyak uji coba terapi CAD telah dikeluarkan pasien dengan komorbiditas yang signifikan, seperti bahwa ada data terbatas untuk membimbing pengelolaan pasien. Komorbiditas penyakit sangat terkait dengan kelangsungan hidup jangka panjang pada pasien dengan CAD. 9.1. Hipertensi Hipertensi mungkin terkait dengan indeks massa tubuh meningkat, dengan resistensi insulin, retensi natrium, viskositas darah meningkat dan defisiensi estrogen dengan peningkatan proliferasi sel otot halus yang menentukan peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik. Ini adalah penyakit kardiovaskuler umum dan dianggap sebagai faktor risiko yang paling signifikan dalam pengembangan stroke, gagal jantung kongestif, insufisiensi ginjal, lesi arteri pada umumnya, penyakit jantung koroner dan infark miokard. Hipertensi adalah umum di antara orang gemuk dan berhubungan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol Haukkamaa et al., menemukan kehamilan hipertensi menjadi faktor risiko independen untuk CAD di kalangan wanita muda. Meskipun studi cross-sectional telah melaporkan sejumlah asosiasi hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, merokok, dan / atau obesitas dengan kehadiran CAD, korelasi dari faktor-faktor risiko untuk infark miokard dengan tingkat atau perkembangan CAD telah kurang konsisten. Namun demikian, faktor-faktor risiko yang umumnya diasumsikan faktor utama tidak hanya infark miokard, tetapi tingkat CAD juga. Pada analisis regresi berganda, tidak satupun dari faktor-faktor risiko yang dikaitkan dengan derajat CAD. Tiga variabel lain (umur, high-density lipoprotein-kolesterol dan testosteron bebas, sering menunjukkan sebuah asosiasi independen dengan derajat CAD. Ini mungkin variabel prediktor kuat derajat CAD daripada tekanan darah, kolesterol, diabetes, merokok, dan massa tubuh index. Baweja et al., menemukan CAD secara bermakna berhubungan dengan stroke, hipertensi sistemik, diabetes mellitus, stadium akhir penyakit ginjal, dan riwayat keluarga stroke dan miokard infark. Kejadian peningkatan kejadian kardiovaskular yang merugikan pada pasien

dengan sklerosis aorta berhubungan dengan CAD dan peradangan, bukan akibat efek dari penyakit jantung valvular per se. 9.2. Aterosklerosis Aterosklerosis, ditandai dengan plak kolesterol-sarat, hampir universal dalam masyarakat barat, dengan keterlibatan luas arteri koroner, carotid dan utama dari kaki. Apakah dicitrakan langsung oleh USG karotis atau dideteksi dengan mengurangi tekanan darah pergelangan kaki, gejala intermittent claudication di kaki, atau penyakit jantung koroner tampak secara klinis, aterosklerosis pada arteri utama adalah konsisten dikaitkan pada populasi umum dengan peningkatan kadar kolesterol plasma, merokok dan diabetes juga kontributor utama aterosklerosis. 9.3. Diabetes Di antara faktor risiko untuk CAD, diabetes mellitus merupakan penyumbang utama, tidak hanya dalam pengembangan CAD, tetapi juga untuk hasil berbagai manifestasi penyakit. Bahkan, peningkatan kadar glukosa darah, bahkan di bawah tingkat diabetes didirikan, melayani sebagai prediktor peningkatan risiko. Meskipun perbaikan dalam pengelolaan pasien dengan sindrom koroner stabil, CAD stabil masih dikaitkan dengan kematian meningkat secara substansial dan morbiditas pada pasien diabetes. Semua komplikasi kecuali untuk CAD lebih sering pada pria dengan diabetes mellitus tipe 1. Faktor risiko yang berhubungan dengan semua komplikasi diabetes kronis adalah durasi diabetes dan hipertensi arteri. Umur, kelainan lipid, merokok dan konsumsi alkohol, riwayat keluarga dikaitkan dengan berbagai tingkat tipe 1 diabetes mellitus komplikasi. Pada pasien dengan microangiopathy, neuropati dan CAD komponen berikut ditemukan sindrom metabolik: obesitas, hipertensi, dislipidemia menyiratkan kontribusi resistensi insulin untuk patogenesis komplikasi ini. Resistensi insulin memainkan peran penting sebagai faktor risiko utama dari CAD.Ada banyak konsekuensi metabolik resistensi insulin dan kondisi yang dikaitkan dengan negara insulin resisten. Patologi yang paling jelas berhubungan dengan resistensi insulin diabetes mellitus tipe 2, tapi manifestasi lain meliputi hipertensi, obesitas sentral, negara hiperkoagulasi, dan dislipidemia. The dislipidemia aterogenik yang terkait dengan negara insulin resisten ditandai dengan hipertrigliseridemia, peningkatan sekresi lipoprotein yang sangat-low-density dari hati, peningkatan lipoprotein aterogenik kecil, low-density padat; dan penurunan kolesterol lipoprotein high-density. Masing-masing kelainan lipid merupakan faktor risiko independen

untuk CAD, dan dalam konser, risiko kardiovaskular diperbesar. Oleh karena itu, insulin resisten negara harus diidentifikasi sedini mungkin pada pasien, dan ini kelainan lipid harus dinilai dan diobati. Faktor-faktor di luar jangkauan aliran-membatasi lesi koroner yang sangat penting untuk hasil pada subyek diabetes dengan sindrom koroner stabil. 9.4. Penyakit Ginjal Dalam studi mengenai identifikasi asosiasi CAD aterosklerosis dan tekanan nadi dengan perkembangan penyakit ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal kronis ringan, Kim et al., menemukan CAD aterosklerosis dan tekanan pulsa untuk dihubungkan dengan perkembangan penyakit ginjal. Tahap akhir penyakit ginjal ditemukan secara bermakna dikaitkan dengan penyakit jantung termasuk CAD. 9.5. Penyakit Paru Fibrosis paru dan aterosklerosis memiliki banyak kesamaan di tingkat histopatologi.Selain itu, penyakit paru-paru fibrosis menunjukkan efek sistemik dan memiliki potensi untuk mempengaruhi pembuluh darah di luar paru-paru. Studi terbaru mengungkapkan hubungan yang signifikan antara gangguan paru-paru fibrotik dengan CAD. Gowda et al., menemukan edema paru akut (setelah kardioversi dari arrhythmiaas) untuk dihubungkan dengan penyakit jantung termasuk CAD. 9.6. Efek Samping Obat Terapi Luas paparan berbagai obat, bahan kimia, dan produk biologis dan kesadaran baru dari manifestasi beracun mereka telah menyebabkan pengakuan dari banyak penyakit termasuk jantung, ginjal, kelainan neurologis, asidosis metabolik, disseminated intravascular coagulation, atau penyakit paru. Ada kekhawatiran tentang peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada pasien terinfeksi HIV yang menerima ART. Risiko ini dapat dikaitkan dengan kelainan metabolik yang berhubungan dengan penggunaan jangka panjang obat antiretroviral.Bahkan, juga diakui faktor resiko penyakit jantung seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus dan penumpukan lemak pusat semakin terlihat pada pasien HIV terhadap terapi antiretroviral. Faktor-faktor ini juga dapat dikaitkan dengan faktor-faktor risiko non reversibel, seperti jenis kelamin laki-laki, usia lebih dari 40 tahun dan riwayat keluarga CAD prematur. Selain itu, merokok dan gaya hidup menetap dapat mempengaruhi pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang signifikan. Hubungan yang sangat aktif rejimen terapi antiretroviral yang meliputi inhibitor protease

dengan gangguan metabolisme dan somatik telah menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan peningkatan risiko CAD pada pasien dengan infeksi HIV. Dalam penelitian terbaru, Barbaro et al., menemukan inhibitor protease untuk mempercepat terjadinya peristiwa CAD-terkait di muda, laki-laki, perokok berat yang mengembangkan gangguan metabolisme dan lipodistrofi selama terapi. Beberapa obat anti-depresan, di sisi lain, juga dapat menyebabkan gejala jantung dan meningkatkan risiko pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Penggunaan antidepresan trisiklik telah ditunjukkan untuk menimbulkan risiko relatif lebih tinggi infark miokard bahkan setelah penyesuaian untuk faktor risiko kardiovaskular lainnya. anti-depressants trisiklik mungkin memiliki efek jantung langsung, seperti QT-perpanjangan dengan aritmia ventrikel, hipotensi ortostatik dan, kurang sering, disfungsi miokard. 9.7. Radiasi Orang dengan penyakit Hodgkin dan kanker payudara sering menerima terapi radiasi di dada (mediastinum) sebagai unsur pengobatan. Sementara terapi sering menyembuhkan keganasan tersebut, telah terlibat dalam menyebabkan penyakit akhir-onset jantung. Dalam studi terkait, Friedlander et al., menemukan terapi radiasi dada mengakibatkan masuknya sengaja jantung dalam bidang iradiasi. 2. Landasan Epistemologi

Landasan epistemologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang tersusunnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sendiri tersusun melalui proses yang disebut dengan metode ilmiah (Suryo, 2010). Sehingga, dalam mengkaji hipertensi sebagai salah satu faktor risiko penyebab penyakit jantung koroner. Peneliti harus melalui suatu proses ilmiah dengan menentukan masalah, pentetapan kerangka masalah serta kerangka konsepnya sendiri. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian di Indonesia. Dimana tiap tahunnya terjadi peningkatan pada kasus tersebut. Beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat beberapa pemicu penyakit jantung koroner, seperti umur, kelamin ras, geografis, keadaan sosial, perubahan masa, kolesterol, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, exercise,

diet, perilaku dan kebiasaan lainnya, stress serta keturunan. Pada hipertensi sendiri, merupakan salah satu penyebab utama penyakit jantung koroner. Masalahnya, hipertensi merupakan sebuah penyakit yang terdapat berbagai faktor risiko yang dapat berperan sebagai faktor pencetus hipertensi, Sehingga, perlu diketahui faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi sebagai salah satu penyebab penyakit jantung koroner. Untuk mengetahui faktor-faktor risiko lain sebagai pemicu penyakit jantung koroner, Dapat dilakukan suatu metode penelitian dengan menggunakan metode cross sectional dengan mengumpulkan data penderita hipertansi pada berbagai lokasi berbeda. Peneliti harus melakukan identifikasi dan menemukan penderita penyakit jantung koroner dengan riwayat hipertensi. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan data dan medical record dari korban serta melakukan coding dan verifikasi terhadap penderita penyakit jantung koroner.. Berdasarkan latar belakang, landasan aksiologi serta epistemology dari penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Terdapat beberapa faktor risiko mayor yang menyebabkan penyakit jantung koroner.

3. Landasan Aksiologi

Landasan aksiologi ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat manusia, analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan limu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan dampak atau manfaat bagi kehidupan manusia (Suryo, 2010). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi alternatif dalam mengkaji pasien hipertensi. Dengan demikian, kita dapat mengetahui faktor-faktor yang memberikan pengaruh bagi penderita penyakit jantung koroner salah satunya adalah hipertensi. Sehingga kita dapat mengaplikasikannya sebagaii tindakan untuk menekan angka kejadian penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh Hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Djohan, T. Bahri Anwar, 2004, Penyakit Jantung Koroner Dan Hypertensi, artikel fakultas kedokteran Universita sumatera utara. Medan. Ediyono, Suryo, 2010, Buku Ajar Filsafat Ilmu, Penerbit Kaliwangi, Yogyakarta Price and Wilson, 2008, Patofisiologi dan Dasar Mekanisme Penyakit Edisi 6 Volume 1, EGC ; Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

---. 2005. Coronary Artery Disease: A Review of Risk Factors. Journal of Medicine. http://www.pjnhk.go.id/artikel22.htm

Anda mungkin juga menyukai