Anda di halaman 1dari 23

Laporan Proyek Anatomi dan Fisiologi Manusia

“Hipertensi"

Disusun Oleh:
Kelompok 7/ Pendidikan Biologi D
Anggota Kelompok:
1. Abeto (19031121)
2. Suqriyah Fatimah Nur (19031108)
3. Wulan Nuzulia Putri (19031116)
4. Zhafira (19031120)

Dosen Pengampu:
1. Dr. Fitri Arsih, S.Si., M.Pd
2. Helsa Rahmatika, M.Pd

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
A. Identifikasi Masalah
1. Banyaknya masyarakat yang terjangkit penyakit hipertensi
2. Pola makan masyarakat yang kurang baik menyebabkan penyakit hipertensi
3. Kandungan minyak dan lemak yang tergolong tinggi pada makanan masyarakat
menjadi pemicu penyakit hipertensi

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara pemberian tindakan preventif yang baik untuk mengatasi penyakit
hipertensi ini?

C. Analisis Masalah
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling
umum dan paling banyak disandang masyarakat. Hipertensi sekarang jadi masalah
utama kita semua, tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi ini
merupakan salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal
ginjal, diabetes, stroke.
Pilihan pola hidup yang dijalani merupakan penyebab hipertensi yang
paling sering terjadi. Sebagai contoh, kebiasaan merokok, terlalu banyak konsumsi
makanan asin, terlalu banyak konsumsi makanan manis, serta kurangnya aktivitas
fisik. Hal-hal tersebut yang dapat menyebabkan kelebihan berat badan (obesitas)
sehingga bisa meningkatkan faktor risiko hipertensi.

E. Tinjauan Pustaka
1.1 Hipertensi
Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan darah ≥140/90 mmHg
(Kemenkes.RI, 2014). Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan(Aisyiyah Nur Farida, 2012). Menurut American Heart Association
(AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah
mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak
diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat
bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit
lainnya. Gejala penyakit hipertensi adalah sakit kepala/rasa berat ditengkuk, mumet
(vertigo), jantung berdebar-debar, mudah Ielah, penglihatan kabur, telinga
berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes.RI, 2014). Menurut WHO,
hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.

1.2 Batasan Hipertensi


Berbagai macam batasan tingginya tekanan darah yang dikatakan sebagai
hipertensi. Batasan yang digunakan oleh WHO adalah TDS > 160 mmHg atau TDD
>95 mmHg. Berdasarkan tingginya nilai tekanan darah, maka Hipertensi dibedakan
menjadi :
1. Hipertensi ringan : TDD 90-110
2. Hipertensi sedang : TDD 110-130
3. Hipertensi berat : >130
Sesuai penjelasan diatas WHO menggunakan tekanan diastolik dalam
menentukan ada tidaknya Hipertensi. Penentuan batasan hipertensi ini sangat
penting karena perubahan tingginya hipertensi sangat mempengaruhi perhitungan
prevalensi dalam populasi (Bustan, 2007).
Pudiastuti (2011) mengungkapkan, pada awalnya diperkirakan bahwa
kenaikanpada tekanan darah diastolik merupakan suatu faktor yang lebih penting
daripada peningkatan sistolik, namun sekarang diketahui bahwa pada orang-orang
yang berumur50 tahun lebih hipertensi sistolik mewakili suatu risiko yang lebih
besar.

1.3 Penyebab Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan :
1. Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi
(Kemenkes.RI, 2014).

2. Hipertensi Sekunder
Prevalensi hipertensi sekunder sekitar 5-8% dari seluruh penderita
hipertensi. Penyebab hipertensi sekunder yaitu ginjal (hipertensi renal),
penyakit endokrin dan obat.

1.4 Patofisiologi
Dimulai dengan arterosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah
perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh
darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang
menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan kelambanan
aliran darah menyebabkan baban jantung bertambah berat yang akhirnya
dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang
memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi
(Bustan,2007).

1.5 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang terjadi bertahun-tahun tanpa ada upaya untuk mengontrol bisa
merusak berbagai organ vital tubuh yaitu, otak, jantung, ginjal,mata, kaki.
Secara patologi anatomi dalam otak kecil akan dijumpai adanya odema,
perdarahan kecil-kecil sampai infark kacil dan nekrosis fibrinoid arteriod.
Hipertensi yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan penyumbatan atau
terputusnya pembuluh darah pada pada otak. Tekanan darah tinggi secara
signifikan meningkatkan peluang untuk mengalami stroke. Faktanya, tekanan
darah tinggi adalah faktor risiko paling penting untuk stroke. Ditaksir bahwa
70% dari semua stroke terjadi pada orang-orang yangmenderita tekanan.

1. Jantung
Selama bertahun-tahun, ketika arteri menyempit dan menjadi kurang lentur
sebagai akibat hipertensi, jantung semakin sulit memompakan darah secara efisien
ke seluruh tubuh. Beban kerja yang meningkat akhirnya merusak jantung dan
menghambat kerja jantung, kemungkinan akan terjadi serangan jantung. Ini terjadi
jika arteri koronaria menyempit, kemudian darah menggumpal. Kondisi ini
berakibat pada bagian otot jantungyang bergantung pada arteri koronaria mati.

2. Ginjal
Hipertensi yang tidak terkontrol juga bisa memperlemah dan
mempersempitpembuluh darah yang menyuplai ginjal. Hal ini bisa menghambat
ginjal untuk berfungsi secara normal.

3. Mata
Pembuluh darah pada mata akan terkena dampaknya, yang terjadi adalah
penebalan, penyempitan atau sobeknya pembuluh darah pada mata. Kondisi
tersebut bisa menyebabkan hilangnya penglihatan.

4. Kaki
Pembuluh darah di kaki juga bisa rusak akibat dari hipertensi yang tak
terkontrol. Dampaknya, darah yang menuju kaki menjadi kurang dan menimbulkan
berbagai keluhan.

1.6 Pengobatan Hipertensi


Tujuan utama pengobata penderita hipertensi adalah tercapainya penurunan
maksimum risiko total morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Hal ini
memerlukan pengobatan semua faktor risiko reversible yang ditemukan seperti
merokok, peningkatan kolesterol, diabetes mellitus dan pengobatan.

1.7 Strategi Manajemen Penatalaksaan Hipertensi


1. Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanandarah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1,
tanpa faktor risikokardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila
setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang
diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2015).
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
b. Mengurangi asupan garam. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2
gr/ hari
c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
d. Mengurangi konsumsi alkohol. konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari
pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah.
e. Berhenti merokok.

2. Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6
bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,
yaitu :
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia
55 –80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid.
d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur
1.8 Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi dapat dibedakan
menjadi dua faktor yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat
dimodifikasi.

1.9.1 Faktor Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1. Umur
Semakin bertambahnya umur akan meningkatkan faktor risiko hipertensi
karena anatomi tubuh yang dimulai mengalami perubahan, dimana arteri akan
kehilangan kelenturan yang mengakibatkan pembuluh darah menjadi kaku dan
sempit sehingga tekanan darah akan meningkat (Kemenkes RI, 2012). Penelitian
kasus control yangdilakukan di Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa faktor
umur merupakan faktor risiko hipertensi dengan OR=11,34 (Nurarima, 2012).
Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan di kelurahan motoboi kecil,
Kecamatan Kotamobagu Selatan didapatkan nilai OR=5,263 analisis tersebut
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi,
hal ini berarti semakin bertambahnya umur maka peluang untuk terjadinya
hipertensi 5,263 kali dibandingkan usia yang lebih muda (Dedullah Fardya Rilie
Malonda S.H Nancy Joseph S.Baren Woodford, 2013).

2. Jenis Kelamin
Pria memiliki prevalensi sedikit lebih tinggi menderita hipertensi bila
dibandingkan wanita (WHO, 2014). Hal itu berlaku untuk umur dibawah 50 tahun,
karena bila sudah memasuki umur 50 tahun, wanita memiliki risiko yang lebih
besar untuk mengalami hipertensi daripada pria, yang disebabkan karena
menurunnya hormone estrogen yang berperan didalam memberikan perlindungan
terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk tekanan darah tinggi.
Penelitian kasus control yang melibatkan 106 responden di Kabupaten
Rembang menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko
terkena hipertensi dengan OR=3,051 hal ini berarti laki-laki berisiko terkena
hipertensi 3,051 kali dibandingkan dengan perempuan(Nurarima, 2012). Penelitian
mengenai hipertensi juga dilakukan di cikarang barat, 2012 mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan tekanan darah di Puskesmas Telaga Murni diperoleh
nilai OR=1,81 secara statistik jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian
hipertensi(Febby & Prayitno, 2013).

3. Riwayat Keluarga
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
tersebut mempunyai risiko menderita hipertensi. Hipertensi dikaitkan pula dengan
faktor riwayat keluarga dimana bila ayah atau ibu mempunyai penyakit hipertensi
besar kemungkinan akan menurun kepada anak-anaknya dengan perkiraan
sebesar 30% dan bila baik ayah maupun ibu menderita hipertensi maka anak-
anaknya berisiko terkena hipertensi sebesar 50%. Risiko menderita hipertensi
essensial semakin tinggi bila baik ayah maupun ibu mengidap penyakit
sebelumnya (Widyningtyas,2009).
Hasil penelitian case control yang dilakukan di Puskesmas Airmadidi
Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2014 berdasarkan uji chi square didapat nilai
OR 17.71, hasil inimenunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat keluarga
dengan hipertensi. Orang yang mempunyai anggota keluarga hipertensi berisiko
17.71 kali lebih besardibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai anggota
keluarga menderitahipertensi (Talumewo C Merlisa Ratag T Buda Prang D Jantje,
2014) . Namun Sebuah penelitian lain dengan rancangan cross sectional di
Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta Tahun 2009 didapatkan nilai p= 0.158
dengan α = 0.05, karena nilai p lebih besar dari nilai α, dan Chi Square hitung 1.992
< Chi Square tabel 3,481, berarti secara statistik tidak ada hubungan antara riwayat
keluarga menderita hipertensi dengan kejadian hipertensi(Yeni, Djannah, &
Solikhah, 2014).

1.9.2 Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi

1. Obesitas
Timbulnya berbagai penyakit seperti obesitas biasanya diikuti oleh keadaan
antara lain hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung seperti arterioklerosis,
jantung koroner (Pudiastuti,2011). Berat badan berlebihan merupakan suatu
bahaya terhadap kesehatan. Sebanyak 85% dari semua pengidap diabetes dan 60%
dari semua orang yang mengidap hipertensi adalah orang-orang yang kelebihan
berat badan. Penyebab utama dari semua kelebihan berat badan adalah terlalu
banyak.
Penelitian cross sectional yang dilakukan di puskesmas Tegal Murni,
Cikarang Barat pada Tahun 2012 dengan 75 responden didapatkan hasil bahwa ada
hubungan yangbermakna antara IMT dengan hipertensi (p<0,05) dengan nilai OR
51,1 hal ini berarti orang yang mengalami obesitas 51.1 kali lebih berisiko terkena
hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Penelitian tersebut
menunjukkan adanya hubungan antara berat badan dengan kejadian hipertensi
(Febby & Prayitno, 2013)
Berdasarkan penelitian case control yang dilakukan pada laki-laki dewasa
di Puskesmas Payangan, Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar didapatkan
hasil pada ujiMC Nemar didapatkan nilai OR=2.66. (Astiari , 2016).

2. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala
yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
atau resistensi insulin (Bustan,2007). Kadar gula yang tinggi dan berkepanjangn
dapat berakibat naiknya tekanan darah. Kadang tanda pertama yang tampak pada
penderita Diabetes Melitus adalah Hipertensi. Konsentrasi gula yang tinggi dan
konstan yangterserap dalam aliran darah pada akhirnya tidak hanya menyebabkan
Hipertensi yang konstan, tetapi mungkin juga melemahkan kekuatan pangkreas
dalam menghasilkan insulin (Windyningtyas,2009). penelitian case control yang
dilakukan pada laki-laki dewasa di Puskesmas Payangan, Kecamatan Payangan
Kabupaten Gianyar didapatkan hasil pada uji MC Nemar didapatkan nilai OR =
1.2, CI 95% 0.3051-4.9705, p=0,76. Secara statistik diabetes mellitus tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian hipertensi (Astiari , 2016).

3. Alkohol
Alkohol adalah suatu zat yang dosis rendah mempunyai efek
mengguntungkan misal menurunkan kejadian infark miokard, strok, batu kantong
empedu dan kemungkinan penyakit Alzheimer, akan tetapi bila konsumsi lebih
dari dua gelas standar sehari dapat menyebabkan problem kesehatan pada beberapa
sistem, pemakain 3 gelas atau lebih dapat perhari akan menimbulkan kenaikan
tekana darah tergantung dosis etanolnya. Konsumsi dalam jumlah besar dan
berulang-ulang seperti pada penyalahgunaan alkohol dapat memperpendek harapan
hidup baik laiki-laki maupun perempuan, pada semua kelompok kultur dan tingkat
social ekonomi (Budiman, 2009). Penelitian case control di puskesmas Airmadidi,
Kabupaten Minahasa Utara dengan uji chi-square didapat nilai OR 4.545 ini berarti
orang yang mengonsumsi alkohol memiliki risiko 4,54 kali lebih besar
dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol (Talumewo C Merlisa
Ratag T Buda Prang D Jantje, 2014)
Berdasarkan penelitian case control yang dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas payangan, Kabupaten Gianyar pada tahun 2016 dengan uji MC Nemar
didapatkan hasil OR= 0.66. ini berarti secara statistik konsumsi alkohol tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian hipertensi (Astiari, 2016).

4. Merokok
Rokok mengandung zat racun seperti tar, nikotin dan karbon monoksida.
Zat beracun tersebut akan menurunkan kadar oksigen ke jantung, meningkatkan
tekanan darah dan denyut nadi, penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik),
peningkatan gumpalan darah dan kerusakan endotel pembuluh darah coroner. Hasil
penelitian dari Kartika pada masyarakat pedesaan di Kabupaten Rembang tahun
2012 menunjukkan hasil bahwa merokok berhubungan dengan terjadinya
hipertensi dengan nilai OR=9.537. Sebuah Penelitian case control yang dilakukan
di Puskesmas Baturiti II terhadap hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian
hipertensi pada laki-laki umur 40 tahun keatas, berdasarkan analisis chi square
diperoleh nilai OR 2.925 (Widya, 2012). Penelitian case control kejadian hipertensi
pada pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Airmadidi Kabupaten Minahasa Utara
Tahun 2014 dengan uji chi square diperoleh hasil nilai OR= 4.362 . orang yang
mempunyai kebiasaan merokok berisiko 4.362 kali lebih besar menderita hipertensi
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Hal tersebutmenunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi (Talumewo C
Merlisa Ratag T Buda Prang D Jantje, 2014).

5. Aktivitas Fisik
Berapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan
tekanan darah karena aktivitas fisik yang teratur dapat melebarkan pembuluh darah
sehingga tekanan darah menjadi normal. Semakin ringan aktivitas fisik semakin
meningkat risiko terjadinya hipertensi (Aripin,2015).
Orang yang kurang berolahraga atau kurang aktif bergerak dan yang
kurang bugar, memiliki risiko menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi
meningkat 20-50% dibandingkan mereka yang aktif dan bugar
(Windyningtyas,2009).
Penelitian case control yang dilakukan di Kabupaten Sleman Tahun 2013
terhadap 50 responden, menunjukkan hasil bahwa aktivitas fisik yang kurang dapat
meningkatkan risiko terkena hipertensi dengan OR= 4,9 . Namun pada Penelitian
Artiyaningrum,2014 di Puskesmas Kedungmundu kota semarang didapatkan nilai
OR=1.338. secara statistik aktivitas olahraga tidak berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi.

6. Konsumsi Makanan Asin


Garam memiliki sifat mengikat cairan sehingga mengkonsumsi garam
dalam jumlah yang berlebihan secara terus-menerus dapat berpengaruh secara
langsung terhadap peningkatan tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkankonsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat, untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat menyebabkan meningkatnya volume darah kemudian
berdampak timbulnya hipertensi.
Penelitian case control pada laki-laki dewasa di Puskesmas Payangan,
KecamatanPayangan Kabupaten Gianyar didapatkan hasil pada uji MC Nemar
diperoleh nilai OR=
1.6. secara statistik konsumsi garam tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kejadian hipertensi.
7. Stres
Stres merupakan suatu keadaan ketegangan fisik dan mental/kondisi yang
dapat dialami oleh seseorang yag dapat mempengaruhi emosi, proses berfikir dan
dapat menyebabkan ketegangan. Hasil Penelitian Widyartha,2016 di wilayah kerja
unit pelaksana teknis Puskesmas Kuta Utara Kabupaten Badung menunjukkan hasil
bahwa pada tingkat stress sedang diperoleh nilai Crude OR=6.15 dan pada tingkat
stress berat nilai Crude OR=11.39. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat stres maka semakin besar pula risiko untuk menderita hipertensi. Penelitian
di Puskesmas Kedungmundu kota semarang didapatkan nilai OR=6.333. secara
statistik stressberpengaruh terhadap kejadian hipertensi (Artiyaningrum, 2015).

F. Metode
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukaan melalui sesuatu
pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau
prilaku objek sasaran. Menurut Nana Sudjana observasi adalah pengamatan dan
pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.

2. Wawancara
Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara
pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarainya. Dalam hal
ini orang yang diwawancarai adalah tenaga kesehatan pada sebuah klinik di
Sumatera Barat.

3. Studi Literatur
Studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan
penelitian. Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan berbagai
teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi/ diteliti
sebagai bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian. Pengertian lain
tentang Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus
atau permasalahan yang ditemukan.

G. Hasil dan Pembahasan

1. Definisi
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik,
misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh. Dikatakan
tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada
tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada
hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi
tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara
perlahan atau bahkan menurun drastis. Hipertensi maligna adalah hipertensi yang
sangat parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6
bulan. Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan
anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada
dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih
tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan
darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling
rendah pada saat tidur malam hari.

2. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
➢ Normal Dibawah : 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
➢ Normal tinggi : 130-139 mmHg 85-89 mmHg (Stadium 1)
➢ Hipertensi ringan : 140-159 mmHg 90-99 mmHg (Stadium 2)
➢ Hipertensi sedang : 160-179 mmHg 100-109 mmHg (Stadium 3)
➢ Hipertensi berat : 180-209 mmHg 110-119 mmHg (Stadium 4)
➢ Hipertensi maligna : 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih

3. Pengendalian Tekanan Darah


Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah
menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
c. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
d. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika:
a. Aktivitas memompa jantung berkurang
b. Arteri mengalami pelebaran
c. Banyak cairan keluar dari sirkulasi
; maka tekanan darah akan menurun
4. Penyebab
Pada sekitar 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui dan keadaan
ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial
kemungkinan memiliki banyak penyebab. Beberapa perubahan pada jantung dan
pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui
penyebabnya, yaitu:
a. Penyakit ginjal (5-10%)
b. Kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (1-2%)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau
norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif
(malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu
terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres
cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika
stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronisme
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma

Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut.

5. Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).
Gejala yang dimaksud adalah: Sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

6. Pengobatan
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
a. Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:
1) Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal.
2) Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
3) Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau
6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.
4) Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
5) Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
6) Berhenti merokok.

7. Kedaruratan Hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang


menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera. Beberapa obat bisa menurunkan
tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena (melalui
pembuluh darah):
a. diazoxide
b. nitroprusside
c. nitroglycerin
d. labetalol.
Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat dan
bisa diberikan per-oral (ditelan), tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi,
sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.

8. Pengelolaan Hipertensi Sekunder


a. Pengobatan hipertensi sekunder tergantung kepada penyebabnya.
b. Mengatasi penyakit ginjal kadang dapat mengembalikan tekanan darah ke
normal atau paling tidak menurunkan tekanan darah.
c. Penyempitan arteri bisa diatasi dengan memasukkan selang yang pada
ujungnya terpasang balon dan mengembangkan balon tersebut.
d. Atau bisa dilakukan pembedahan untuk membuat jalan pintas (operasi
bypass).
e. Tumor yang menyebabkan hipertensi (misalnya feokromositoma) biasanya
diangkat melalui pembedahan.
H. Kesimpulan
Dari studi literatur yang dilakukan, diketahui bahwa pola makan dengan
pemilihan makanan yang kurang tepat sangat berpengaruh terhadap penyakit
hipertensi yang terjadi. Pola makan yang dapat mengakibatkan hipertensi adalah
sering mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi natrium dan tinggi lemak
Selain pola makan, stress juga berpengaruh terhadap hipertensi. Stress dapat
mengakibatkan tekanan darah naik. Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka
dapat mengakibatkan hipertensi.

I. Saran
Hal yang bisa dilakukan untuk mencegah hipertensi adalah memperbaiki
pola makan menjadi lebih baik, seperti mengkonsumsi makanan seimbang, rutin
mengkonsumsi buah dan sayur dan minum air putih sesuai kebutuhan dalam sehari.
Selain pola makan, hal yang dapat dilakukan adalah mengendalikan pikiran agar
dapat terhindar dari stress. Salah satu yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
pikiran adalah selalu berpikir positif dan rutin melakukan yoga atau meditasi untuk
mengurangi tingkat stress.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam, S., Olarewaju O., Olugblenga-Bello A., Abdus-salam I., 2014.


Sociodemographic Correlates of Modifiable Risk Factor for Hypertension in
a Rural Local Government Area of Oyo State South West Nigeria.
International Journal of Hypertension [ cited :2017 Mei 28] Available from:
hhtp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4281460.
Aisyiyah Nur Farida. 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada empat Kabupaten/Kota
dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi.
Anggraeny,R., Wahiduddin, Rismayanti. 2013. ‘‘Faktor Risiko Aktivitas Fisik,
Merokok, Dan Konsumsi Alkohol Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Lansia
Di Wilayah Kerja Puskesmas Pattigollong Kota Makassar”(Jurnal
Penelitian). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Hasanuddin.
Aripin. 2015. “Pengaruh Aktivitas Fisik, Merokok, Dan Riwayat Penyakit Dasar
Terhadap Terjadinya Hipertensi Di Puskesmas Sempu Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2015” (tesis). Denpasar:Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana.
Artiyaningrum, B. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Tidak Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di PuskesmasKedungmundu Kota Semarang Tahun 2014 Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
Astiari,T. 2016. ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada
Laki- Laki Dewasa Di Puskesmas Payangan, Kecamatan Payangan,
Kabupaten Gianyar Tahun 2016” (skripsi). Denpasar: Program Studi
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.
Bustam. 2007 .Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Jakarta. PT Rineka Cipta
Dedullah Fardya Rilie Malonda S.H Nancy Joseph S.Baren Woodford. 2013.
Hubungan
Antara Faktor Risiko Hipertensi Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Masyarakat Di Kelurahan Motoboi Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan
Kota Kotamobagu.
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2016. Profil Kesehatan Kota Denpasar Tahun
2015.Denpasar
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2015. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil
Kesehatan Provinsi Bali, 142.
Febby, A. D. H., & Prayitno, N. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni , Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol.5
No.1;Jan 2013.
Kemenkes.RI. 2014. Pusdatin Hipertensi. Infodatin, (Hipertensi), Hal 1–7.
Kementerian Kesehatan RI.2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian
Pengembangan Kesehatan.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Laporan Nasional 2013, 1–384. https://doi.org/ (diakses 5 Januari 2017)
Mahmudi, A.2012. ‘‘Hubungan Stress Dengan Kejadian Tingkat Hipertensi Di
Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu’’ (skripsi).Bengkulu: STIKES
Dehasen.
Mannan, H., Wahiduddin, Rismayanti.2013‘‘Faktor Risiko Kejadian Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jenepoto Tahun
2012”(Artikel Penelitian) Makassar: Bagian Epidemiologi Fakultas
Kesehatan MasyarakatUnuversitas Hasanuddin.
Martati, S., Hiswani, Jemadi.2013. ‘‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten
Samosir Tahun 2013 (Artikel Penelitian). Departemen Epidemiologi FKM
USU
Nurarima, A. 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa Kabongan
Kidul,Kabupaten Rembang, 1–26.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2015. 2015. Pedoman
tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular. Pedoman Tatalaksana
Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskuler, 1, 1–2.
Pudiastuti.2011. Penyakit Pemicu stroke . Yogyakarta. Nuha Medika
Puskesmas I Denpasar Timur. 2016. Laporan Tahunan Puskesmas I Denpasar
Timur Tahun 2016. Denpasar.
Rahayu, H. 2012. Universitas Indonesia Faktor Risiko Hipertensi Pada
Masyarakat Rw 01 Srengseng Sawah , Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta
Selatan Universitas Indonesia Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Rw
01.
Rehanun, 2014.‘‘Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Sopir Angkutan di Wilayah Ungaran Kabupaten Semarang”.(Artikel
Penelitian). Stikes Ngudi Waluyo Ungaran.
Sapitri, N., Suryanto, & Butar-Butar, W. R. 2016. Analisis faktor risiko kejadian
hipertensi pada masyarakat di pesisir Sungai Siak Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru. Jom FK, Vol.3 No.1
Sugiharto Aris, 2007. ‘‘Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada
Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah).
Semarang. UniversitasDiponegoro.
Talumewo C Merlisa Ratag T Buda Prang D Jantje. 2014. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien di wilayah kerja
puskesmas airmadidi kabupaten minahasa utara.
Waas.L, Ratag T Budi, J. M. L. U. 2014. Hipertensi di setiap Puskesmas se-
Provinsi Sulawesi Utara Melalui data, 6.
Wahyuni, ika puji., 2013. “faktor risiko penyakit hipertensi pada laki-laki di
Wilayah Kerja Puskesmas Tawangrejo, Kecamatan Kartoharjo,Kota
Madiun” (skripsi). Ponorogo. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Universitas Muhammadiyah.
WHO. 2015. Global Health Observatory (GHO) data : Raised blood
pressure,Situation and Trends.Available at:
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_text/en/(diakses 1
februari 2017)
Widya,M. 2012. “Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi
Pada Laki-Laki Umur 40 Tahun Keatas di Wilayah Kerja Puskesmas Baturiti
II tahun 2012”. (skripsi). Denpasar: Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Udayana.
Widyartha J.2016. “Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Unit
Pelaksana Teknis Puskesmas Kuta Utara Kabupaten Badung 2016” (Tesis).
Denpasar:Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Windyningtyas, M. 2009. “Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada
Laki- Laki Dewasa Di Puskesmas Petang I Kabupaten Badung Tahun 2009”
(skripsi). Denpasar: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Udayana.
Yeni, Y., Djannah, S. N., & Solikhah, S.2014. Faktorfaktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas
Umbulharjo I Yogyakarta Tahun 2009. Jurnal Kesehatan Masyarakat
(Journal of Public Health),Vol.4 No.2
Yohanes, S. 2015. ‘‘Hubungan Antara Diabetes Melitus Dengan Kejadian
Hipertensi Di Kecamatan Pontianak Selatan” (Artikel Penelitian). Fakultas
Kedokteran. Universitas Tanjungpura. vol 3, no 1 (2015). urnal.untan.ac.id/
index.php/jfk/article/view/8721
LAMPIRAN

Link Video Proyek: https://youtu.be/oCYJO5pako0

Anda mungkin juga menyukai