GRAVES DISEASE
Disusun oleh:
Pembimbing :
2022
LEMBAR PENGESAHAN
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Z
Nomor RM : 410958
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/ Umur : 07-04-1971/ 47 thn
Alamat : Mongkoinit Barat
Agama : Kristen
Pendidikan :-
Masuk Rawat Inap : 09 November 2022
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan utama jantung berdebar-debar
2
Pasien memiliki riwayat penyakit maag. Riwayat hipertensi, diabetes
mellitus dan asma disangkal.
Status Generalis :
Kepala : Normocephal, wajah simetris, deformitas (-)
Mata : Eksoftalmus (+), Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat
isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, gerakan mata kesegala arah, edem
palpebra -/-
Hidung : Septum deviasi (-), konka edema (-), mukosa hiperemis (-), sekret
(-/-), warna kekuningan
Mulut : mukosa bibir kering (-), lidah kotor (-)
Leher : pembesaran Kelenjar tiroid (+)
Paru :
- Inspeksi : Pergerakan dada cepat dan simetris, retraksi iga (-)
- Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan normal
- Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
- Auskultasi : Suara napas vesikular +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus kordis tampak pada sela iga V, linea midclavicularis
sinistra
3
- Palpasi : Ictuc kordis teraba pada ICS V, linea midclavicularis sinistra
- Perkusi : Batas jantung kiri ICS V sisi medial MCLS, batas jantung kanan
ICS V PSL dektra
- Auskultasi : S1-S2 normal
- reguler, murmur (-) , gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Palpasi : Lemas, Nyeri tekan (-), Hepar/lien tak teraba, ballotement -/-
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus positif normal
Ekstremitas atas : Akral hangat, turgor kulit kembali cepat, edema (-/-), CRT <
2 detik
Genital: dalam batas normal
Status Neurologis
GCS E4M6V5
TRM Kaku kuduk (-), Laseq > 70/> 70, Kerniq >135/>135, Brudzinski I
dan II (-/-)
Nervus Kranialis (kesan tidak ada parese)
Kekuatan Motorik : kesan baik, Sensorik dan Otonom : kesan baik
5 5
5 5
Reflek fisiologis bisep, tricep, achiles, patella ++/++
Reflek patologis (-/-)
4
Trombosit 216 ribu/ul 100-400
GDS 73 mg/dl 70-200
TSH 0,006 mIU/ml 0,0027–0,047
FT4 18,2 ng/dl 0,7–1,55
V.Resume
VI.Diagnosis Kerja
Hipertiroid ec Graves Disease
5
VII.Diagnosis Banding
Hipertensi Grd 1
VIII.Tatalaksana Awal
PTU 3 x 100 mg
Propranolol 3 x 10 mg
Vit b comp 1 x 1
IX.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
6
I. PENDAHULUAN
7
berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada
wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi
hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid terdapat
pada 0.8 per 1000 wanita pertahun (Guyton, 2007 ).
Tujuan dari penulisan untuk mengetahui penyakit hipertiroid yang mencakup
definisi, epidemiologi, etiologi, penegakkan diagnosis, patofisiologi dan
pathogenesis, penatalaksanaan pada kasus hipertiroid sehingga petugas kesehatan
dapat mengenali dan memberi terapi secara tepat.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association of
Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi
Berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan
oleh kelenjar tiroid melebihi normal. Hipertiroidisme merupakan salah satu
bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun
kombinasi keduanya, di aliran darah.
Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek metabolic yang
beredar secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3 atau keduanya.
Subklinis hipertiroidisme mengacu pada kombinasi konsentrasi serum TSH
yang tidak terdeteksi dan konsentrasi serum T3, T4 normal, terlepas dari ada
atau tidak adanya tanda-tanda gejala klinis (Pauline, 2007).
B. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid
(Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau
hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering
hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh
secara serampangan membentuk thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI),
suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood,
2002).
1. Tiroid :
a. Grave’s disease 80% karena ini
Terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan
adanya penyakit autoimun lainnya misalnya DM tipe I
b. Adenoma toksik
c. Toksik nodular goiter
d. McCune-Albrigth
e. Tiroiditis sub akut
f. Tiroiditis limfositik kronik
9
2. Hipofisis :
a. Adenoma hipofisis
b. Hipofisis resisten terhadap T4
3. Lain :
a. Eksogen
b. Iodine induced hyperthyroidism
c. hCG
C. Epidemiologi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien dengan
hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60
tahun. Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa. Adenoma autonom dan racun
multi-nodular gondok lebih sering terjadi di Eropa dan daerah lain di dunia di
mana penduduk cenderung mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka
juga lebih tinggi pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun
(Pauline, 2007).
10
darah dan jaringan tiroid tiroid
dihentikan (T3 & T4)
Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative
11
Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan
hormone tiroid. Hal ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan
TIH oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan merangsang kelenjar
tiroid untuk memproduksi hormone tiroid secara terus menerus. Ketika
produksi hormone tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan
memberikan umpan balik negative kepada hipotalamus untuk
mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang akan menurunkan
produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan
memberikan efek kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh
TSI sehingga kelenjar tiroid akan melanjutkan proses produksi hormone
tiroidnya.
Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone
tiroid, maka akan didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan
T4 tanpa adanya peningkatan hormone TSH (Guyton, 2007). Kejadian ini
didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan
menyebabkan peningkatan kadar metabolism di dalam tubuh dan
peningkatan tmbuh kembang dari penderita tersebut (Robbins, 2007).
2. Patofisiologi
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang
merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat.
Akibat peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan
emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan.
Kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat,
tekanan nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal
jantung. Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama
ketidakstabilan atrial menyebabkan ketidakteraturan irama jantung,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Ancaman bagi kehidupan
di kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur tubuh naik sampai
41o C, detak jantung meningkat, hipotensi, muntah dan diare.
12
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri
khas atau tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang menyertai
penyakit Graves, yaitu:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi
sitotoksik yang bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor
yang ditemukan di orbital fibroblast, otot orbital, dan jaringan tyroid.
Sitokin yang berasal dari limfosit yang disintesis menyebabkan
inflamasi di orbital fibroblast dan otot ekstraokular, dan hasilnya
adalah pembengkakan pada otot orbital (Gardner, 2007).
13
5 = Corneal involvement
6 = Sight loss
Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara
keseluruhan, dan kadang-kadang kronologi gangguan pada mata
pasien tidak berurutan seperti yang tertera di daftar NO SPECS untuk
menilai derajat keparahan yang diderita pasien tersebut. Sehingga
ditakutkan hasilnya jadi kurang valid.
1) Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara visualisasi
antara iris bagian bawah dengan palpebra bagian bawah. Untuk
Graves Disease biasanya iris pasien bisa terlihat di bagian bawah
palpebra, padahal normalnya tidak.
2) Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat
exopthalmometer (Harrison, 2005).
b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit Parkinson,
tremor pada penyakit Graves merupakan tremor lembut, bukan tremor
kasar. Tremor halus terjadi dengan frekuensi 10-15 x/detik, dan
dianggap sebagai efek dari bertambahnya kepekaan sinaps saraf
pengatur tonus otot di daerah medulla (Guyton, 2007). Gejala lain
yang mengiringi penyakit Graves, diantaranya:
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan
asupan makanan yang lebih banyak untuk megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon
tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik
yang ada di dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka pemakaian
senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa
otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan (Guyton,
2007).
14
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon
tiroid dapat merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan
hormon-hormon yang dibentuk medulla suprarenal, yaitu
epinephrin dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara menstimulasi
α dan β reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran
plasma otot jantung (Guyton, 2007).
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi
getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga
hipertiroidisme seringkali menyebabkan diare (Guyton, 2007).
15
Sekresi hormon tiroid
hipertiroidisme
hipermetabolisme
Kebutuhan metabolisme BB
Nafsu makan
16
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan
bereaksi dengan antigen diatas dan
bila terangsang oleh pengaruh sitokin
(seperti interferon gamma
Mengekspresikan molekul-molekul
permukaan sel kelas II (MHC kelas II,
seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T
17
T3&T4 meningkat
Kepekaan saraf
Rangsangan berlebih
tremor
E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama,
yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak tampak.
Tiroidal dapat berupa goiter karena hiperplasia kelenjar tiroid dan
hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala
hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas simpatis
yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat berlebih, berat badan menurun sementara nafsu makan
18
meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi otot.
Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati dan
infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya (Amory,
2011).
Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada
hipertiroid perlu juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang
memiliki penyakit yang sama atau memiliki penyakit yang berhubungan
dengan autoimun (Amory, 2011).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi ekstratiroidal
yang berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-80% pasien yang
ditandai dengan mata melotot, fissura paplebra melebar, kedipan
berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan
mata) dan kegagalan konvergensi. Pada manifestasi tiroidal dapat
ditemukan goiter difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu badan meningkat, dan
tremor (Amory, 2011).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau FT41 (free
thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti
tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH serum, test
penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine uptake) dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning) (Amory, 2011).
4. Gold Standard Diagnosis
Gold standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH dan
FT4 (Amory, 2011).
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid.
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang dipasarkan
dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang dipasarkan dengan
19
nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme kerja obat antitiroid bekerja
dengan dua efek, yaitu efek intra dan ekstratiroid. Berikut merupakan
mekanisme masing-masing efek (Palacios, 2012).
a. Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin
sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan
T4.
b. Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4 menjadi
T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan mekanisme aksi
ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU).
Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol 20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6
minggu pertama. Setelah itu dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai
respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis awal belum
memberikan perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan bertahap hingga dosis
maksimal, sementara jika dosis awal sudah memberi perbaikan klinis
maupun biokimia, dosis diturunkan hingga dosis terkecil PTU 50 mg/hari
dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat
mempertahankan keadaan eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas
normal. Pemilihan PTU dan metimazol dapat disesuaikan dengan kondisi
klinis karena berdasarkan kemampuan menghambat penurunan segera
hormon tiroid di perifer, PTU lebih direkomendasikan (Palacios, 2012).
2. Nonfarmakologis
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi
untuk diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori per
hari baik dari makanan main dari suplemen, konsumsi protein tinggi 100-
125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk mengatasi proses pemecahan protein
jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur, serta mengurangi rokok,
alkohol, dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme
(Palacios, 2012).
20
III. KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
-
N
23
-
24